kab/kota: Canberra

  • Akal-akalan Israel Tak Ada Kelaparan di Gaza Tak Masuk Akal

    Akal-akalan Israel Tak Ada Kelaparan di Gaza Tak Masuk Akal

    Gaza City

    Kelaparan hebat terjadi di Jalur Gaza, Palestina yang terus dibombardir oleh Israel. Namun, Israel membuat klaim tak masuk akal soal tak ada kelaparan di Gaza.

    Dilansir AFP, situasi krisis di Jalur Gaza semakin memprihatinkan, dengan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam beberapa pekan terakhir memperingatkan akan terjadinya kelaparan yang mengancam jiwa seiring menipisnya pasokan bantuan.

    Tekanan internasional juga semakin meningkat untuk gencatan senjata guna memungkinkan operasi penyaluran bantuan secara besar-besaran.

    Namun pemerintah Israel, di bawah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, dengan tegas membantah tuduhan bahwa mereka menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.

    Sementara itu, dilansir BBC pada Senin (28/7), menyebut kondisi saat ini sebagai “masa paling berat yang pernah saya alami sejak lahir. Ini adalah krisis dahsyat yang penuh penderitaan dan kondisi penuh kekurangan.”

    Pakar ketahanan pangan global belum mengklasifikasikan situasi di Gaza sebagai bencana kelaparan, tapi badan-badan di bawah PBB telah memperingatkan bahwa situasi kelaparan massal akibat perbuatan manusia tengah berlangsung di wilayah tersebut. Israel membantah atas kesalahan kontrol pangan berlebihan terhadap wilayah Palestina.

    Mereka–identitas para jurnalis disenyumbinyakan atas alasan keselamatan–menuturkan, kondisi paling menyakitkan saat ini adalah ketidakmampuan mereka memberi makan orang-orang terdekat, terutama anak kecil dan kelompok rentan.

    “Anak saya yang mengidap autisme tidak menyadari situasi yang tengah terjadi. Dia tidak bisa bicara dan tidak paham bahwa kami sedang terjebak di tengah peperangan,” ujar salah seorang juru kamera di Gaza yang memiliki empat anak.

    “Hari-hari belakangan dia sangat kelaparan, bahkan sampai memukul-mukul perutnya untuk mengisyaratkan bahwa dia ingin makan.”

    Jurnalis muda yang bertugas di Gaza selatan mengisahkan bahwa dia merupakan tulang punggung keluarga yang harus menghidupi orang tua dan saudaranya. “Saya terus memikirkan cara mendapatkan makanan untuk keluarga,” ujarnya.

    Israel Klaim Kirim Bantuan

    Israel mengatakan pihaknya telah mengirimkan bantuan melalui udara ke Jalur Gaza usai menghadapi kecaman internasional atas krisis kelaparan yang semakin dalam di wilayah Palestina. Israel juga akan membuka koridor kemanusiaan buntut kecaman tersebut.

    Dilansir AFP, Minggu (27/7/2025), sebelumnya Israel memberlakukan blokade total terhadap Gaza pada 2 Maret setelah perundingan gencatan senjata gagal. Pada akhir Mei, Israel mulai mengizinkan sedikit bantuan untuk dilanjutkan.

    Sebelum Israel mengumumkan pengiriman tujuh paket bantuan, Uni Emirat Arab telah mengatakan akan memulai kembali pengiriman bantuan dan Inggris mengatakan akan bekerja sama dengan mitra termasuk Yordania untuk membantu mereka.

    Keputusan untuk melonggarkan aliran bantuan muncul ketika badan pertahanan sipil Palestina mengatakan lebih dari 50 warga Palestina tewas dalam serangan dan penembakan Israel, beberapa di antaranya saat mereka menunggu di dekat pusat distribusi bantuan.

    “Ini akan memperbaiki situasi kemanusiaan, dan membantah “klaim palsu tentang kelaparan yang disengaja di Jalur Gaza”, tambahnya.

    PM Australia Heran dengan Klaim Israel

    Dilansir ABC Australia, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyatakan heran atas klaim Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang mengatakan “tidak ada kelaparan di Gaza.”

    Kepada anggota parlemen Partai Buruh yang dipimimpinnya, PM Albanese mengatakan pernyataan tersebut “tidak masuk akal.”

    Albanese melontarkan komentar tersebut menanggapi pertanyaan dari seorang anggota parlemen dari Partai Buruh tentang kapan Australia akan mengakui kenegaraan Palestina.

    PM Albanese sepertinya secara langsung mengkritik PM Netanyahu, yang mengunggah sebuah video ke X dengan mengatakan “tidak ada kelaparan di Gaza, tidak ada kebijakan kelaparan di Gaza.”

    PM Australia Heran dengan Pernyataan Israel yang Menyangkal Tidak Ada Kelaparan di Gaza (Foto: ABC Australia)

    Pernyataan tersebut juga pernah diucapkan oleh Wakil Duta Besar Israel untuk Australia, Amir Meron.

    “Klaim bahwa tidak ada kelaparan di Gaza tidak masuk akal,” kata PM Albanese kepada anggota Partai Buruh, menurut seorang juru bicara.

    Ia kemudian menjelaskan prasyarat Australia untuk mengakui Palestina, salah satunya “reformasi demokratis” di wilayah tersebut.

    Tapi ia mengindikasikan adanya hambatan yang bukannya tidak dapat diatasi, merujuk pada kutipan terkenal dari Nelson Mandela yang mengatakan “segalanya selalu tampak mustahil sampai terwujud.”

    Pemimpin Oposisi di Australia, Sussan Ley dari Partai Liberal, mengatakan ia “sangat terpukul melihat gambar-gambar” yang muncul dari Gaza, tetapi menolak mengatakan apakah menurutnya kelaparan sedang terjadi.

    “Ini adalah situasi yang kompleks di lapangan … saya senang melihat bantuan mengalir lebih jauh dan lebih baik,” ujarnya kepada para wartawan di Canberra.

    Belanda Bakal Panggil Dubes Israel

    Pemerintah Belanda mengatakan pihaknya akan memanggil Duta Besar (Dubes) Israel yang bertugas di wilayahnya. Pemanggilan itu dimaksudkan untuk menyampaikan kecaman terhadap situasi yang “tak tertahankan” di wilayah Jalur Gaza, yang terus dilanda perang.

    Rencana pemanggilan itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (29/7/2025), diumumkan melalui sebuah surat pernyataan yang dirilis oleh pemerintah Belanda pada Senin (28/7) tengah malam waktu setempat.

    Disebutkan pemerintah Belanda dalam pernyataannya bahwa Duta Besar Israel akan dipanggil untuk mendengarkan kecaman terhadap situasi yang “tak tertahankan dan tak dapat dimaafkan” di wilayah Jalur Gaza, yang diselimuti perang antara Israel dan Hamas selama 21 bulan terakhir.

    Pemerintah Belanda, dalam pengumumannya, juga mengatakan akan memberlakukan larangan perjalanan terhadap dua menteri kontroversial Israel, yakni Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir, dan Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich.

    Kedua menteri dalam kabinet pemerintah Israel, yang beraliran sayap kanan itu, tidak akan lagi diizinkan memasuki wilayah Belanda.

    Otoritas Belanda menuduh Ben-Gvir dan Smotrich telah berulang kali memicu kekerasan terhadap warga Palestina dan menyerukan “pembersihan etnis” di wilayah Jalur Gaza.

    Keputusan Belanda ini menyusul langkah serupa yang diambil terlebih dahulu oleh beberapa negara lainnya, seperti Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Norwegia, bulan lalu.

    Halaman 2 dari 4

    (rdp/rdp)

  • Penerapan tarif AS jadi faktor meningkatnya pengangguran di Australia

    Penerapan tarif AS jadi faktor meningkatnya pengangguran di Australia

    Canberra (ANTARA) – Volatilitas ekonomi global yang didorong oleh penerapan tarif Amerika Serikat (AS) merupakan faktor meningkatnya angka pengangguran di Australia, ujar Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers pada Jumat (18/7).

    Chalmers mengatakan kepada radio Australian Broadcasting Corporation (ABC) bahwa volatilitas, hal yang tidak dapat diprediksi, serta ketidakpastian yang ditimbulkan oleh penerapan tarif AS telah menjadi “fitur yang menentukan dan sedang berlangsung dalam perekonomian global” dan Australia tidak kebal dari hal tersebut.

    Dia menuturkan pemerintah federal telah menerima umpan balik (feedback) dari para pemimpin bisnis dan ekonom yang menyebut bahwa kebijakan perdagangan AS telah memengaruhi keputusan lokal terkait apakah akan mempekerjakan pegawai atau tidak.

    “Saya rasa tentu saja orang-orang melihat ketidakpastian dan hal yang tidak dapat diprediksi ini sebagai kenormalan baru. Hal itu mengharuskan kita untuk mengubah cara berpikir kita,” tutur Chalmers.

    Data resmi yang dirilis oleh Biro Statistik Australia (Australian Bureau of Statistics) pada Kamis (17/7) mengungkap bahwa tingkat pengangguran di Australia meningkat dari 4,1 persen pada Mei 2025 menjadi 4,3 persen pada Juni 2025, angka tertinggi sejak November 2021.

    Chalmers menyampaikan bahwa meningkatnya angka pengangguran tersebut tidak diharapkan namun bukanlah hal yang mengejutkan, dengan pemerintah memperkirakan angka tersebut akan meningkat lebih lanjut namun masih tercatat di bawah angka 5 persen.

    Menteri keuangan Australia tersebut melontarkan hal itu di Afrika Selatan saat dirinya menghadiri pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Kelompok 20 (Group of 20/G20) di Durban.

    Dia mengatakan bahwa “tentu saja” terdapat kesan dalam diskusi bilateral dan pertemuan yang lebih besar bahwa penerapan tarif AS tersebut merupakan hal yang tidak beralasan, tidak perlu, dan tindakan ekonomi yang merugikan diri sendiri.

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Junaydi Suswanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Australia Gelar Latihan Perang Terbesar

    Australia Gelar Latihan Perang Terbesar

    Jakarta

    Latihan militer terbesar dalam sejarah Australia resmi dimulai pada hari Minggu (13/6), dan diperkirakan akan kembali dibayangi kapal mata-mata Cina.

    Latihan bernama Talisman Sabre itu pertama kali dilaksanakan pada 2005 sebagai latihan bersama dua tahunan antara Amerika Serikat dan Australia. Tahun ini, lebih dari 35.000 personel militer dari 19 negara akan ambil bagian dalam latihan selama tiga pekan, demikian disampaikan Departemen Pertahanan Australia pada Minggu (13/6).

    Negara yang turut mengirimkan militernya antara lain mencakup Kanada, Fiji, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Papua Nugini, Filipina, Korea Selatan, Singapura, Thailand, Tonga, dan Inggris

    Sedangkan Malaysia dan Vietnam turut hadir sebagai pengamat.

    Latihan juga akan digelar di perairan Papua Nugini yang menandai pertama kalinya aktivitas Talisman Sabre berlangsung di luar wilayah Australia.

    Aksi spionase Tiongkok

    Menteri Industri Pertahanan Australia, Pat Conroy, mengatakan bahwa kapal pengintai Cina telah memantau latihan laut di lepas pantai Australia dalam empat pelaksanaan Talisman Sabre sebelumnya, dan diperkirakan akan kembali melakukan pengawasan pada latihan kali ini.

    “Militer Cina telah mengamati latihan ini sejak 2017. Akan sangat tidak biasa jika mereka tidak mengamatinya kali ini,” ujar Conroy kepada Australian Broadcasting Corporation.

    Conroy menyebutkan bahwa hingga hari Minggu, belum ada tanda-tanda adanya kapal Tiongkok yang membayangi armada latihan.

    Latihan resmi dimulai pada Minggu dengan sebuah upacara di Sydney yang dihadiri oleh Wakil Komandan Jenderal Angkatan Darat Pasifik AS Letnan Jenderal J.B. Vowell serta Kepala Operasi Gabungan Angkatan Bersenjata Australia Laksamana Madya Justin Jones.

    Albanese melawat ke Cina

    Latihan Talisman Sabre dimulai sehari setelah Perdana Menteri Australia Anthony Albanese memulai kunjungan selama enam hari ke Cina. Dia dijadwalkan bertemu Presiden Xi Jinping untuk keempat kalinya secara langsung di Beijing pada Selasa (15/6).

    Albanese mengatakan kegiatan spionase oleh Cina terhadap Talisman Sabre tidak akan menjadi topik pembahasan dengan Xi.

    “Bukanlah hal yang luar biasa. Itu sudah terjadi sebelumnya dan saya akan terus menyuarakan kepentingan nasional Australia, seperti yang selalu saya lakukan,” ujar Albanese kepada wartawan di Shanghai pada Senin.

    Albanese juga menekankan bahwa meskipun dia telah lima kali mengunjungi Amerika Serikat sebagai perdana menteri, baru dua kali dia melawat ke Beijing.

    Dia banyak dikritik di dalam negeri karena dianggap gagal mengatur pertemuan langsung dengan Presiden AS Donald Trump.

    “Saya menantikan keterlibatan yang konstruktif dengan Presiden Trump. Kami telah melakukan tiga percakapan telepon yang konstruktif,” kata Albanese.

    Kembali mesra usai kisruh kapal selam

    Australia semakin menggantungkan keamanan kepada AS, terutama sejak membatalkan pembelian kapal selam dari Prancis dan sebaliknya memilih kapal selam bertenaga nuklir melalui pakta trilateral AUKUS bersama Amerika Serikat dan Inggris.

    Polemik tersebut membuat Paris meradang, dan akibatnya, relasi antara kedua negara pun merenggang.

    Namun sejak terpilihnya Perdana Menteri Anthony Albanese pada pemilu 2022, hubungan pertahanan antara Australia dan Prancis mengalami “awal yang baru,” ujar Duta Besar Prancis Pierre-Andre Imbert, Sabtu (13/6).

    “Saat ini, pilar pertama kerja sama kami adalah pertahanan dan keamanan, jadi kami memiliki tingkat kerja sama yang sangat baik,” kata sang duta besar kepada AFP saat pasukan Prancis turut ambil bagian dalam latihan Talisman Sabre.

    Perkara bagi Canberra, ketika seorang pejabat pertahanan AS bulan lalu mengungkapkan bahwa kesepakatan AUKUS tengah ditinjau ulang guna memastikan kesesuaiannya dengan “agenda America First dari Presiden” dan untuk menilai kemampuan industri pertahanan AS “memenuhi kebutuhan kami.”

    Dalam kerangka AUKUS, Australia direncanakan akan mengakuisisi sedikitnya tiga kapal selam kelas Virginia dari Amerika Serikat dalam 15 tahun ke depan, sebelum akhirnya memproduksi kapal selamnya sendiri.

    Saat ini, Angkatan Laut AS memiliki 24 kapal selam kelas Virginia, tetapi galangan kapal AS tengah kesulitan memenuhi target produksi dua kapal baru per tahun.

    Ketika ditanya apakah Prancis akan mempertimbangkan untuk kembali membuka pembicaraan terkait kapal selam dengan Australia jika kesepakatan AUKUS dibatalkan akibat hasil tinjauan tersebut, duta besar Prancis enggan berspekulasi.

    “Saya kira itu lebih merupakan isu bagi Australia untuk saat ini. Dan tentu saja, kami selalu berdiskusi dengan sahabat kami di Australia,” ujarnya.

    “Tetapi untuk saat ini, mereka telah memilih AUKUS,” lanjutnya. “Jika itu berubah dan mereka meminta kerja sama, kita akan lihat nanti.”

    Editor: Hendra Pasuhuk

    Lihat juga Video ‘Backpacker Jerman Selamat Setelah 2 Minggu Hilang di Alam Australia’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Penelitian Ungkap Dugaan Genosida Warga Aborigin oleh Britania di Masa Lalu

    Penelitian Ungkap Dugaan Genosida Warga Aborigin oleh Britania di Masa Lalu

    Canberra

    Penyelidikan yang dipimpin masyarakat Aborigin menemukan bukti-bukti bahwa penjajah Britania telah melakukan genosida terhadap penduduk asli di Negara Bagian Victoria, Australia.

    Dalam laporannya, Yoorrook Justice Commission mengatakan tindak kekerasan dan penyakit membuat populasi masyarakat adat setempat berkurang hingga tiga perempatnya.

    Hal ini terjadi dalam kurun 20 tahun setelah negara bagian itu dijajah pada awal 1830-an.

    Laporan ini mencakup 100 rekomendasi untuk “memperbaiki” kerugian yang disebabkan “invasi dan pendudukan”.

    Meski begitu, sebagian penulis laporan tidak setuju dengan “temuan-temuan utama” yang tidak disebutkan secara spesifik.

    Pada tahun 2021, Komisi ini dibentuk sebagai penyelidikan formal pertama di Australia yang “mengungkap kebenaran”.

    Komisi itu ditugaskan untuk menelaah “ketidakadilan sistemik” yang diderita oleh masyarakat suku bangsa asli di Victoria, baik pada masa lalu maupun yang masih berlangsung.

    Laporan ini adalah bagian dari dorongan nasional yang lebih luas agar Australia terlibat dalam proses rekonsiliasi dengan masyarakat Aborigin dan Penduduk Selat Torres.

    Para pemimpin komunitas mengatakan proses ini harus mencakup penyelidikan terhadap sejarah bangsa, pembuatan perjanjian, dan pemberian suara politik yang lebih besar kepada masyarakat Bangsa Pertama.

    Selama empat tahun, Komisi Keadilan Yoorrook memberikan kesempatan kepada masyarakat Aborigin dan Penduduk Selat Torres untuk secara formal membagikan kisah dan pengalaman mereka.

    Tugas komisi ini mencakup berbagai isu, termasuk hak atas tanah dan air, pelanggaran budaya, pembunuhan dan genosida, serta masalah kesehatan, pendidikan, dan perumahan.

    Baca juga:

    Laporan tersebut menemukan bahwa sejak tahun 1834, “pembunuhan massal, penyakit, kekerasan seksual, pengucilan, penghancuran bahasa (linguicide), penghapusan budaya, degradasi lingkungan, pencabutan anak”, serta asimilasi, telah berkontribusi pada “kehancuran fisik yang nyaris total” komunitas suku bangsa asli Victoria.

    Akibatnya, populasi mereka turun drastis dari 60.000 menjadi 15.000 jiwa pada tahun 1851.

    “Ini adalah genosida,” bunyi laporan tersebut.

    Laporan yang disusun berdasarkan lebih dari dua bulan dengar pendapat publik dan lebih dari 1.300 masukan ini menyerukan “ganti rugi” untuk mengakui serangkaian pelanggaran hak asasi manusia, termasuk reparasi.

    Rekomendasi lainnya adalah perombakan signifikan sistem pendidikan untuk melibatkan lebih banyak masukan dari masyarakat penduduk asli.

    Selain itu, permintaan maaf pemerintah Australia untuk tentara Aborigin yang bertugas selama Perang Dunia tetapi dicoret dari skema pemberian tanah saat kembali dari medan perang.

    Terkait sistem kesehatan negara bagian, laporan ini menemukan bahwa rasisme bersifat “endemik”. Karena itu, laporan tersebut menyerukan peningkatan dana untuk layanan kesehatan suku asli serta kebijakan untuk mendapatkan lebih banyak staf Aborigin dalam sistem tersebut.

    Namun, tiga dari lima komisioner Sue-Anne Hunter, Maggie Walter, dan Anthony North”tidak menyetujui dimasukkannya temuan-temuan utama dalam laporan akhir”, meskipun tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan.

    Baca juga:

    Menanggapi laporan tersebut, pemerintah Negara Bagian Victoria mengatakan akan “mempertimbangkan dengan cermat” temuan-temuan itu.

    Perdana Menteri Jacinta Allan menyatakan bahwa temuan-temuan tersebut “menyoroti kebenaran yang pelik”.

    Jill Gallagher, kepala badan utama kesehatan dan kesejahteraan Aborigin di Victoria, menyatakan bahwa temuan genosida itu “tidak terbantahkan”.

    “Kami tidak menyalahkan kekejaman ini kepada siapa pun yang saat ini hidup,” katanya kepada ABC.

    “Tetapi kita yang hidup saat ini bertanggung jawab untuk menerima kebenaran itu dan semua warga Victoria hari ini harus menerima, mengakui, dan berdamai dengan temuan faktual ini.”

    Laporan komisi ini merupakan yang pertama di Australia.

    Di negara bagian dan wilayah lain, penyelidikan serupa sedang berlangsung dengan tingkat kemajuan yang bervariasi tergantung partai yang berkuasa.

    Sebagai contoh, di Queensland, penyelidikan pengungkapan kebenaran dibatalkan setelah pemerintah Partai Buruh digantikan oleh pemerintahan Liberal-Nasional.

    Dalam beberapa tahun terakhir, dialog nasional tentang cara mengakui pemilik tradisional Australia di semua tingkat pemerintahan telah memicu perdebatan sengit.

    Pada Oktober 2023, warga Australia menolak referendum bersejarah, menolak perubahan konstitusi yang akan menciptakan Aboriginal and Torres Strait Islander Voice, sebuah badan nasional bagi masyarakat Suku Bangsa Asli untuk memberikan nasihat mengenai undang-undang.

    Tonton juga “Greenpeace Gelar Aksi di Depan Kedubes AS, Kecam Genosida Israel” di sini:

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kisah Martin Maulia, dari Pegawai Kantoran Menjadi Penjaga Budaya Betawi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Juni 2025

    Kisah Martin Maulia, dari Pegawai Kantoran Menjadi Penjaga Budaya Betawi Megapolitan 27 Juni 2025

    Kisah Martin Maulia, dari Pegawai Kantoran Menjadi Penjaga Budaya Betawi
    Tim Redaksi
    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
    – Dari sebuah ruang kecil di Jalan Jati 11, RT.03/RW.09, Pondok Kacang Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Martin Maulia (35) mengubah tumpukan limbah menjadi karya budaya.
    Berbekal tekad dan rasa cintanya terhadap
    Betawi
    , dia membangun
    Sanggar Rifki Albani
    , sebuah sanggar seni yang kini dikenal hingga ke luar negeri.
    Semuanya dia mulai sendiri, tanpa guru, tanpa modal, hanya bermodal semangat dan kasih kepada anaknya yang diberi nama Rifki Albani, yang kemudian diabadikan sebagai nama sanggar.
    Berawal pada tahun 2008. Saat itu, Martin masih kerja di Kementerian Perdagangan, sebagai IT freelance, di lantai 9, Direktorat Impor Daglu, Jakarta Pusat.
    Lokasi tempatnya bekerja tidak jauh dari ikonnya ibu kota Jakarta, sehingga setiap istirahat selalu menyempatkan datang ke Monas.
    “Kebetulan kalau lagi jam istirahat kerja, saya tuh kadang ke Monas. Nah, terinspirasi mulai dari situ,” ujar Martin kepada Kompas.com, Jumat (26/6/2025).
    Martin selalu memakai waktu istirahatnya untuk ke Monas. Namun di sana, dia heran lantaran tidak ada satu pun penjual yang memajang ikon budaya Jakarta, Ondel-ondel.
    Justru yang terlihat hanya ada miniatur Monas atau Wayang Golek. Tak ada yang dari para penjual itu memajang Ondel-ondel untuk ditawarkan ke pembeli.
    Dari rasa penasaran itu, Martin akhirnya mencoba untuk membuat miniatur ondel-ondel sendiri. Menggunakan bahan sederhana, dia bereksperimen dengan botol plastik dan fiberglass.
    Semuanya itu, dikerjakan sendiri dari rumah. Tanpa bantuan siapapun.
    Hasil karyanya dipasarkan melalui situs rifkialbani.com, yang dibuatnya sendiri dari kemampuannya di bidang IT.
    Lambat laun, usahanya berkembang. Permintaan miniatur Ondel-ondel meningkat. Bahkan, dia tak menyangka, hasil karya tangannya itu bisa terjual hingga ke luar negeri.
    “Pesanannya tuh sampai ke Frankfurt, Jerman; Canberra, Australia; Singapura, bahkan di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, kita ada galeri, kerja sama galeri dengan Plaza Bali,” kata dia dengan bangga.
    Setelah melihat hasil usahanya berkembang, Martin memutuskan untuk membuka Sanggar Rifki Albani dengan karya utamanya adalah miniatur Ondel-ondel.
    Akhirnya, pada 2010 Martin memutuskan untuk keluar dari tempat kerjanya.
    Keputusannya itu mendapat penolakan dari keluarganya. Pasalnya, pihak keluarga kecewa, Martin yang sudah memiliki pekerjaan yang bagus, justru memilih
    resign
    .
    Namun, dia tidak menggubrisnya dan memilih fokus pada usahanya saja. Martin yakin usahanya akan terus berkembang.
    Hal itu dia buktikan. Permintaan meningkat, dan Martin mulai kewalahan menerima pemesanan miniatur Ondel-ondel. Akhirnya, dia merekrut anak-anak muda di sekitar Meruya.
    Pelan-pelan dan sabar, dia mulai mengajarkan kepada anak-anak muda itu cara membuat miniatur ondel-ondel.
    Hasil penjualan dipakai untuk membayar rekan-rekan yang direkrutnya serta melebarkan sayap sanggar besutannya ke bidang musik khas Betawi.
    Bagi Martin, sanggar bukan hanya tempat produksi miniatur Ondel-ondel. Ia mulai menjajaki dunia musik daerah dengan alat musik tradisional.
    Tanpa modal besar, Martin menyiasati biaya dengan menjual hasil karyanya dalam sistem lelang.
    Keuntungan dari penjualan miniatur diputar kembali untuk membeli alat musik tradisional seperti gambang dan kromong, yang juga dipelajari secara otodidak.
    “Gambang itu saya beli dari hasil lelang miniatur, harganya Rp 4,5 juta. Kromong Rp 10 juta. Saya pelajari sendiri karena nggak tahu harus cari guru ke mana,” kenang dia.
    Satu per satu alat musik tradisional khas Betawi itu dipelajari. Mulai dari tehyan, kongahyan, hingga gambang kromong.
    Alat musiknya Martin dapati dengan cara jual beli. Misal, alat musik pertama yang dibeli adalah Gambang.
    Setelah itu, dia mempelajari alat musik Gambang. Jika sudah menguasai, alat musik Gambang dijual untuk membeli alat musik tradisional khas Betawi lainnya.
    Satu per satu alat musik itu dia pelajari. Hasilnya, dia salurkan ke anak-anak Sanggar Rifqi Albani.
    Bahkan, beberapa dari mereka kini menjadi pemain tetap sanggar untuk pertunjukan musik Betawi dan pengiring lenong.
    “Kita jalan sambil belajar. Saya bikin sistem: yang jago main ondel-ondel bisa naik kelas ke gambang kromong. Belajarnya langsung di jalan, tapi dibayar juga,” kata Martin sambil tertawa.
    Tak hanya miniatur dan musik, sanggar ini juga memproduksi alat musik sendiri dari limbah.
    Martin bahkan menciptakan cetakan topeng ondel-ondel khas yang kini banyak ditiru di jalanan Jakarta, dan dia mengaku tidak keberatan, justru bangga karena produknya menjadi acuan.
    Kini, meski produksi ondel-ondel sudah banyak ditiru dan pesaing makin banyak, Martin justru melihatnya sebagai keberhasilan.
    Ia tidak merasa tersaingi, malah saling bantu, bahkan jadi
    reseller
    bagi pengrajin lain.
    “Kalau saya nggak bisa produksi, tinggal ambil dari teman-teman. Saya jualin lagi. Semua jadi jalan rezeki,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sri Mulyani Minta Beri Waktu Sebulan buat Dirjen Pajak Baru Pahami Coretax

    Sri Mulyani Minta Beri Waktu Sebulan buat Dirjen Pajak Baru Pahami Coretax

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru, yakni Bimo Wijayanto diberi waktu selama satu bulan untuk memahami Coretax. Hal ini menanggapi berbagai pertanyaan yang muncul kepadanya terkait Sistem Inti Administrasi Perpajakan itu.

    “Mengenai Coretax, untuk fair-nya kita akan meminta nanti Pak Dirjen Pajak baru, Pak Bimo untuk melihat dulu ke dalam. Berikanlah satu bulan beliau untuk melihat semuanya sehingga melihat data, fakta, realita dengan fresh perspektif dari Dirjen Pajak yang baru,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025).

    Sri Mulyani menyebut nantinya Dirjen Pajak baru, Bimo Wijayanto akan mengadakan press briefing untuk menjawab pertanyaan seputar Coretax dan lainnya.

    “Nanti beliau akan membuat penjelasan terpisah karena Dirjen Pajak biasanya memang karena scoop-nya begitu banyak dan besar, bisa membuat press briefing tersendiri mengenai entah Coretax atau hal-hal lain yang nanti Pak Bimo akan lakukan,” ucap Sri Mulyani.

    Sebagaimana diketahui, Bimo Wijayanto menjadi Dirjen Pajak atas pilihan Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya, ia mengaku mendapat arahan untuk memperbaiki sistem pajak Indonesia agar lebih berintegritas, akuntabel dan independen.

    “Beliau (presiden) berikan banyak arahan. Beliau tegaskan komitmen beliau untuk memperbaiki sistem pajak Indonesia supaya lebih akuntabel, independen dan berintegritas, untuk mengamankan program nasional beliau, khususnya dari sisi penerimaan negara,” ujar Bimo usai bertemu Presiden di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/5).

    Bimo Wijayanto merupakan alumni SMA Taruna Nusantara (Tarnus) di Magelang, Jawa Tengah. Selepas dari situ, ia melanjutkan studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada 2000.

    Kemudian Bimo Wijayanto melanjutkan studi S2 di University of Queensland pada 2004 dengan gelar MBA in Accounting and Finance. Lalu, di University of Canberra untuk gelar Phd in Economics pada 2010 dan pendidikan terakhirnya merengkuh Post Doctoral di Duke University pada 2014.

    Dari latar belakangnya, jabatan Bimo Wijayanto terakhir sebagai Sekretaris Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak Desember 2024.

    Awal kariernya ia bekerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Analis Senior Center for Tax Analysis (CTA) pada September 2014 hingga Juli 2015. Di waktu yang sama, dia juga sempat menjadi Kepala Seksi Dampak Kebijakan Makro Ekonomi, Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan.

    Kemudian kariernya berlanjut di Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai Tenaga Ahli Utama di Kedeputian Bidang Politik dan Keamanan dan Kedeputian Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya dan Ekologi Strategis pada Januari 2016 hingga Agustus 2020.

    Bimo Wijayanto juga pernah menduduki posisi Asisten Deputi (Asdep) Investasi Strategis pada Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Di kementerian pimpinan Luhut Binsar Pandjaitan itu dia menjabat selama empat tahun dari September 2020 hingga Desember 2024.

    (aid/fdl)

  • Airlangga harap Bimo sebagai dirjen pajak baru bisa kerek rasio pajak

    Airlangga harap Bimo sebagai dirjen pajak baru bisa kerek rasio pajak

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap, penunjukan Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak yang baru dapat mengerek rasio pajak (tax ratio).

    Hal ini selaras dengan target yang ditetapkan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menaikkan tax ratio sebesar 23 persen pada 2029.

    “Dan tax ratio salah satunya adalah Coretax, jadi Coretax itu menjadi penting untuk bisa diimplementasikan secara baik,” katanya usai menghadiri pelantikan pejabat eselon I Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat.

    Ia menyebut Bimo telah memiliki cukup banyak pengalaman di sektor ekonomi, khususnya perpajakan.

    Sebagaimana diketahui, Bimo Wijayanto sebelumnya menjabat sebagai Asisten Deputi Investasi Strategis di Kemenko Marves, serta pernah menjadi Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden.

    Di lingkungan Kementerian Keuangan, Bimo dikenal sebagai Analis Senior yang berperan besar dalam pembentukan Center for Tax Analysis (CTA) di Direktorat Jenderal Pajak.

    Bimo merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan gelar Sarjana Akuntansi pada tahun 2000.

    Ia melanjutkan gelar MBA dari University of Queensland (2005) dan gelar doktor (Ph.D) di bidang ekonomi dari University of Canberra, Australia.

    “Dari segi pendidikan juga baik, dari Gajah Mada (UGM), kemudian juga dari Australia dan pernah ikut postdoc dan relatif berusia muda,” jelasnya.

    Adapun hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik total 22 pejabat eselon I Kementerian Keuangan.

    Berikut daftar pejabat eselon I Kementerian Keuangan yang dilantik hari ini:

    1. Sekretaris Jenderal: Heru Pambudi

    2. Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal: Febrio Nathan Kacaribu

    3. Dirjen Anggaran: Luky Alfirman

    4. Dirjen Pajak: Bimo Wijayanto

    5. Dirjen Bea Cukai: Djaka Budi Utama

    6. Dirjen Perbendaharaan: Astera Primanto Bhakti

    7. Dirjen Kekayaan Negara: Rionald Silaban

    8. Dirjen Perimbangan Keuangan: Askolani

    9. Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko: Suminto

    10. Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan: Masyita Cristalline

    11. Inspektur Jenderal: Awan Nurmawan Nuh

    12. Kepala Badan Informasi, Komunikasi dan Intelijen Keuangan: Suryo Utomo

    13. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan: Andin Hadiyanto

    14. Staf Ahli bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak: Iwan Djuniardi

    15. Staf Ahli bidan Kepatuhan Pajak: Yon Arsal

    16. Staf Ahli bidang Pengawasan Pajak: Nufransa Wira Sakti

    17. Staf Ahli bidang Penerimaan Negara: Dwi Teguh Wibowo

    18. Staf Ahli bid Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Mochamad Agus Rofiuidn

    19. Staf Ahli bidang Pengeluaran Negara: Sudarto

    20. Staf Ahli bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional: Parjiono

    21. Staf Ahli bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal: Arief Wibisono

    22. Staf Ahli bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan: Rina Widiyani Wahyuningdyah

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Kejaksaan Agung atau Kejagung menetapkan advokat Junaedi Saibih sebagai tersangka atas dugaan merintangi penyidikan dan penuntutan atau obstruction of justice tiga perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Junaedi Saibih diduga merintangi mulai dari perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dengan terdakwa tiga korporasi, tata kelola komoditas timah, dan perkara importasi gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    Selain Junaedi Saibih, Kejagung juga menetapkan advokat lainnya yaitu Marcella Santoso dan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar dalam kasus serupa.

    Sosok Junaedi Saibih

    SOSOK JUNAEDI SAIBIH – Junaedi Saibih saat menjadi Pengacara Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/2/2023). (Tribunnews.com/Ibriza)

    Junaedi Saibih adalah seorang pengacara yang beberapa kali menangani kasus besar.

    Di antaranya dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

    Saat itu, Junaedi Saibih menjadi pengacara eks anak buah Ferdy Sambo yaitu Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin.

    Kemudian, Junaedi Saibih juga pernah membela Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

    Saat itu, Rafael Alun terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Selain membela Rafael Alun, Junaedi Saibih juga membela Harvey Moeis yang terjerat kasus korupsi pengelolaan timah.

    Mengutip dari situs resminya, pengacara dengan gelar Dr Junaedi Saibih SH MSI LL.M ini biasa disapa Bang Juned.

    Ia adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) Universitas Indonesia (UI) dan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mitra Justitia. 

    Junaedi Saibih juga dikenal sebagai staf pengajar di Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum UI sejak tahun 2002.

    Ia meraih gelar Sarjana Hukum dan Magister Sains dalam bidang Kajian Eropa Bidang Kekhususan Hukum Eropa dari (UI).

    Sementara gelar Magister Hukum (LLM) didapat Junaedi Saibih dari Universitas Canberra dengan beasiswa Australian Development Scholarship Awards.

    Selanjutnya ia meneruskan pendidikan tingkat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Canberra dan menempuh Program Doktor pada Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Pada 2023, Junaedi Saibih lulus dengan predicate summa cum laude.

    Jadi Tersangka

    Kini, Junaedi Saibih ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung bersama dengan  Marcella Santoso. Keduanya disebut membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, upaya perintangan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

    Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Mendag Tom Lembong.

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan,” kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025).

    Abdul Qohar juga menyebut, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online.

    Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan guna mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube,” jelasnya.

    Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar.

    “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS.”

    “Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucapnya.

    Selain itu, keduanya juga sempat memberikan keterangan tidak benar atau palsu saat diinterogasi oleh penyidik.

    Keterangan itu, kata Qohar, berkaitan dengan draft putusan kasus ekspor CPO yang dimana kedua tersangka merupakan kuasa hukum dari tiga terdakwa korporasi.

    Bahkan penyidik Kejagung juga beranggapan, Junaedi dan Marcella telah melakukan perusakan terhadap barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi.

    “Keduanya juga termasuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” katanya.

    (Tribunnews.com/Sri Juliati/Ibriza Fasti Ifhami/Fahmi Ramadhan)

  • Profil Junaidi Saibih, Advokat dan Dosen Tersangka Kasus Penanganan Perkara CPO

    Profil Junaidi Saibih, Advokat dan Dosen Tersangka Kasus Penanganan Perkara CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Dosen sekaligus Advokat, Junaidi Saibih (JS) telah menjadi tersangka perintangan penyidikan. Junaidi juga tercatat pernah menjadi adovikaf dalam sejumlah kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Setidaknya, ada beberapa kasus yang dirintangi oleh JS dan dua tersangka lainnya, mulai dari kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, importasi gula Tom Lembong hingga korupsi minyak goreng korporasi.

    Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan modus tersangka JS dan Marcella Santoso (MS) dalam perkara ini. Pada intinya, MS dan JS bekerja sama untuk merintangi penyidikan maupun di persidangan melalui narasi negatif.

    Misalnya, MS dan JS telah memesan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB) untuk membuat berita negatif yang menyudutkan Kejagung terkait penanganan sejumlah perkara korupsi.

    “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi Tim Pengacara Tersangka MS,” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Selain itu, MS dan JS juga diduga telah membiayai aksi demonstrasi untuk mengganggu proses penyidikan hingga pembuktian di persidangan. Aksi itu kemudian dipublikasikan oleh TB dengan tujuan membuat narasi negatif terhadap kejaksaan.

    Profil Junaidi Saibih

    Berdasarkan situs law.ui.ac.id, Junaedi memperoleh gelar sarjana hukum Bidang Kekhususan Hukum Acara dari di Universitas Indonesia pada 2002.

    Selang tiga tahun kemudian, dia juga memperoleh gelar magister sains dalam bidang Kajian Eropa Bidang Kekhususan Hukum Eropa pada Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

    Tak berhenti disitu, Junaidi juga mendapatkan gelar hukum magister di Universitas Canberra Australia pada 2008 dan gelar doktor ilmu hukum di Universitas Andalas pada 2023.

    Selain pendidikan formal itu, Junaedi juga berkesempatan mengikuti pendidikan informal maupun research/teaching Fellow di luar negeri. Misalnya, Summer University Program di Central European University (CEU) di Budapest, Hungaria (2009), hingga research fellows pada Asian Law Institute di National University of Singapore (2017).

    Adapun, dia juga merupakan salah satu pendiri Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) pada 2000. Di MaPPI, Junaidi aktif melakukan penelitian mengenai pemantauan hakim dan peradilan dengan dukungan dari Australian Legal Resources International (ALRI) pada 2002-2003.

    Selain itu, dia juga merupakan salah satu anggota dalam pembaruan Mahkamah Agung (MA) dalam penyusunan cetak biru MA dan tim penyusunan bench book Mahkamah Agung RI pada 2002-2004.

    Selain itu, dia juga tercatat sebagai Sekretaris Jenderal ADPHI, Anggota Dewan Pengurus Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Pendiri LKBH Mitra Justitia, Dewan Pengawas Indonesian Judicial Research Society (IJRS) hingga Dewan Kehormatan Daerah DKI Jakarta PERADI (RBA).

  • Jarang Ada Spanduk-Lebih Menjual Kebijakan, Ini Bedanya Kampanye Pemilu Australia

    Jarang Ada Spanduk-Lebih Menjual Kebijakan, Ini Bedanya Kampanye Pemilu Australia

    Australia akan menggelar pemilihan umum pada 3 Mei mendatang, dan saat ini sedang masa kampanye.

    Berbeda dengan di Indonesia, jalanan di Australia tidak dihiasi spanduk atau baliho besar dengan wajah para politisi, sehingga kurang terasa kalau Australia sedang menggelar pesta demokrasi.

    Meskipun tetap ada, tapi jumlahnya sangat sedikit serta berukuran lebih kecil dibandingkan di Indonesia.

    Setidaknya, itu yang dirasakan Sita Dewi, warga Indonesia yang sedang mengambil S3 di Australian National University.

    Sita mengatakan suasana kampanye pemilu di Australia “terasa sepi” bila dibandingkan dengan di Indonesia yang “sangat meriah.”

    “[Di Indonesia] baliho, poster, stiker di mana-mana,” katanya.

    “Dan terkadang lucu juga karena [di Indonesia] … kandidat dari partai yang sama itu sebenarnya bersaing satu sama lain … jadi kadang-kadang di tiang listrik ada stiker, tapi besoknya sudah ditumpuk sama stiker kandidat lain.”

    Ia mengatakan meski ada sebagian yang berpendapat alat peraga kampanye di Indonesia menjadi “polusi pemandangan”, Sita merasa keberadaannya membantu meramaikan suasana pemilu.

    Arrizal Jaknanihan, warga Indonesia di kota Canberra yang akrab disapa Rizal, juga menyadari kalau atribut kampanye di Australia tidak sebanyak di Indonesia.

    Rizal mengatakan “sangat suka” melihat atribut kampanye yang dipasang lebih teratur, bukan di sembarang tempat.

    “Di sini ada regulasi yang lebih ketat soal bagaimana kita harus memasang atribut pemilu,” ujarnya.

    “Jadi ini mungkin bisa membantu kita juga enggak cuma buat bikin kota yang lebih rapi, tapi juga bikin kita tidak mengotori kota hanya untuk pemilu.”

    Mengedepankan kebijakan, bukan cuma sosok

    Australia memiliki sistem dwi-partai, di mana terdapat dua partai besar yang bila menang akan meraih suara mayoritas di parlemen.

    Ini berbeda dengan Indonesia yang mengenal sistem multi-partai, di mana bisa terdapat lebih dari satu calon dalam satu partai.

    Di Australia, dua partai terbesar yang bersaing dalam pemilu adalah Labor Party, atau Partai Buruh, dan Partai Koalisi atau LNP, yang merupakan gabungan antara Partai Liberal dan Nasional.

    Partai Buruh dipimpin oleh Anthony Albanese, yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri Australia, sementara Partai Liberal-Nasional dipimpin oleh Peter Dutton, pemimpin oposisi.

    Menurut Rizal, mahasiswa tahun kedua dalam program magister Hubungan Internasional Australian National University, para calon politik di Australia lebih mengedepankan perdebatan soal kebijakan serta program yang akan dilakukan.

    “Yang pastinya [di Australia] lebih logis dan tidak ada gimmick yang kita lihat di Indonesia,” katanya.

    “Mungkin jadinya kalau dari perspektif kita sebagai orang Indonesia jadi agak boring tapi itu membuat kita berpikir lebih kritis lagi buat agenda pemilu.”

    Profesor dan Kepala Department of Political and Social Change ANU Edward Aspinall mengatakan persaingan perdebatan soal kebijakan “masih agak minim” di Indonesia.

    Ini karena menurutnya warga Indonesia masih lebih fokus terhadap identitas partai yang Islam atau non-Islam, berdasarkan jajak pendapat yang melibatkan lebih dari 500 anggota legislatif di Indonesia.

    “Yang lebih nampak dalam kompetisi menjelang pemilu [Australia] adalah perdebatan mengenai kebijakan ekonomi,” katanya.

    “Biasanya itu yang menjadi perbedaan yang paling jelas antara kedua partai [di Australia], sedangkan kalau di Indonesia antara partai Islam dan partai non-Islam itu perbedaan paling pokok.”

    Edward mengatakan Partai LNP di Australia, yang berhaluan kanan atau konservatif, umumnya ingin menurunkan pajak bagi warga dengan konsekuensi jumlah tunjangan sosial yang terbatas.

    Sementara menurutnya Partai Buruh, yang berhaluan kiri, cenderung menetapkan pajak yang lebih tinggi sehingga bisa memberikan bantuan sosial yang lebih banyak.

    Indonesia lebih memaafkan politisi

    Profesor Edward mengatakan sikap masyarakat Australia dan Indonesia pun berbeda ketika menyikapi para politisi.

    “Pada umumnya kalau kita melihat survei politik misalnya, tingkat kepuasan terhadap … lembaga [pemerintahan] Indonesia cenderung lebih tinggi,” katanya.

    “Tafsiran yang bisa kami lakukan adalah memang masyarakat Indonesia itu cenderung memaafkan, cenderung menerima atau sebagian enggak mengkritik para pemimpinnya.”

    Sementara ia mengatakan di Australia “sinisme cukup meluas.”

    “Sehingga kalau sebuah partai ketika dipilih kemudian mengingkari janjinya, sebagian masyarakat [Australia] akan mengatakan ‘memang begitulah para politisi selalu, pengkhianat’,” katanya.

    “Itu pun bisa berakibat fatal bagi partai yang berkuasa.”

    Ia mencontohkan kasus mantan perdana menteri Australia Tony Abbott yang berjanji tidak akan memotong anggaran pendidikan dan kesehatan, namun malah melakukannya ketika menang.

    “Dan langsung anjlok dukungannya dalam survei politik,” ujar Profesor Edward.

    “Dan itu akhirnya berakibat dia diganti partainya karena dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai orang yang mengingkari janjinya.”

    Namun para calon di Australia dan Indonesia menurut Profesor Edward mengalami tantangan yang sama dalam menjangkau masyarakat yang tidak peduli terhadap politik.

    “Saya kira secara umum, di setiap negara selalu ada kelompok masyarakat yang terdidik, yang menaruh perhatiannya secara lebih serius pada dunia politik,” ujarnya.

    “Sedangkan ada juga sebagian masyarakat yang mungkin karena pendidikannya kurang atau karena dari segi kelas sosial sosialnya dia tidak mempunyai pengalaman untuk bagaimana mengerti dunia politik, itu selalu ada di setiap negara.”

    Dari sisi tingkat partisipasi pemilu, jumlah warga Indonesia yang memilih dalam pemilu tahun 2024 lalu lebih besar, yakni mencapai 204,8 juta.

    Sementara menurut Australian Electoral Commission, setara KPU di Indonesia, jumlah warga Australia yang memenuhi syarat untuk memilih pada 31 Desember 2024 adalah 18,3 juta orang.

    Professor Edward mengatakan Australia mewajibkan warganya untuk memilih, jika tidak maka akan dijatuhi hukuman denda, sehingga memaksa warga yang “alergi politik” untuk terlibat dalam proses demokrasi.