Prabowo Guyoni PM Australia: Intelijenmu Sangat Bagus, Tahu Saya Suka Bagpipe
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto memuji agen intelijen Australia di hadapan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese sesaat sebelum menyudahi pernyataan bersama di atas Kapal HMAS Canberra, Australia, Rabu (12/11/2025).
Prabowo menyebut, agen
intelijen Australia
telah bekerja sangat baik, karena tahu ia menyukai
bagpipe
.
Karena itu, penyambutannya di Australia turut dimeriahkan oleh peniup bagpipe.
“Kamu tahu, menurutku intelijenmu sangat bagus,” kata Prabowo kepada Anthony, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu.
“Kau tahu aku suka bagpipe. Jadi, aku diterima dengan bagpipe. Terima kasih banyak,” imbuh Prabowo, seraya tertawa.
Bagpipe merupakan alat musik tiup kayu asal Skotlandia, yang kerap diperdengarkan dalam acara-acara resmi.
Dalam kunjungan kali ini, kedua negara menyepakati
perjanjian keamanan
baru yang akan ditandatangani pada Januari 2026, yang negosiasinya secara substansial sudah selesai hari ini.
Prabowo menekankan, kunjungannya telah melahirkan kesepakatan penting terkait keamanan dua negara.
Indonesia, kata Prabowo, berkomitmen untuk bekerja sama erat di bidang pertahanan dan keamanan.
Terlebih, Australia adalah tetangga Indonesia, sehingga perjanjian ini pada dasarnya sebagai penegas tekad Indonesia meningkatkan persahabatan.
Prabowo lantas menyinggung budaya bertetangga di Indonesia.
Masyarakat Indonesia seringkali mengutip sebuah pepatah bahwa tetangga yang akan membantu lebih dulu ketika seseorang menghadapi keadaan darurat.
“Saya telah berulang kali menekankan bahwa kita tidak dapat memilih tetangga kita, terutama negara-negara seperti kita. Sudah menjadi takdir kita untuk menjadi tetangga langsung. Jadi, marilah kita hadapi takdir kita dengan niat terbaik,” ujar Prabowo.
Sementara itu, Albanese menyatakan, perjanjian ini adalah pengakuan dari kedua negara bahwa cara terbaik untuk mengamankan perdamaian dan stabilitas adalah dengan bertindak bersama.
Sebagian besar perjanjian didasarkan pada perjanjian keamanan penting yang ditandatangani oleh pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto 30 tahun yang lalu.
Perjanjian ini pun dibangun berdasarkan Perjanjian Lombok 2006 yang antara lain menegaskan kembali integritas dan kedaulatan wilayah Indonesia.
“Perjanjian ini juga dibangun berdasarkan perjanjian kerja sama pertahanan yang kita tandatangani bersama tahun lalu,” ujar Albanese.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Canberra
-
/data/photo/2025/11/12/6914128b28f5e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Prabowo Guyoni PM Australia: Intelijenmu Sangat Bagus, Tahu Saya Suka Bagpipe Nasional
-

Prabowo, Albanese sampaikan hasil pertemuan di geladak HMAS Canberra
“Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia telah menyepakati substansi perundingan untuk perjanjian bilateral yang baru untuk kepentingan bersama bidang keamanan. Hubungan Australia dengan Indonesia didasarkan kepada persahabatan, rasa saling per
Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikan hasil pertemuan empat mata dan pertemuan bilateral keduanya di hadapan jurnalis dua negara di atas geladak heli kapal induk Australia HMAS Canberra di Sydney, Australia, Rabu.
Dua pemimpin negara itu, yang kompak mengenakan topi berlogo “HMAS Canberra”, memberikan pernyataan bersamanya secara bergantian, diawali dengan pernyataan bersama dari PM Albanese, kemudian diikuti oleh Presiden Prabowo.
PM Albanese dan Presiden Prabowo, saat menyampaikan pernyataan bersama yang merupakan hasil pertemuan bilateral hari ini, mengumumkan perjanjian yang berhasil disepakati oleh dua negara dalam bidang keamanan dan pertahanan.
“Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia telah menyepakati substansi perundingan untuk perjanjian bilateral yang baru untuk kepentingan bersama bidang keamanan. Hubungan Australia dengan Indonesia didasarkan kepada persahabatan, rasa saling percaya, saling menghormati, dan komitmen bersama untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata PM Albanese pada bagian awal pernyataan bersamanya.
PM Albanese kemudian menilai perjanjian bilateral yang baru disepakati oleh dua negara itu merupakan wujud pengakuan dari Indonesia dan Australia bahwa cara terbaik untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan ialah dengan kerja sama.
“(Perjanjian, red.) ini menjadi babak baru dalam hubungan Indonesia dan Australia,” sambung PM Albanese.
Kemudian, Presiden Prabowo mengawali pernyataannya dengan mengucapkan terima kasih kepada PM Albanese atas sambutan kepada dirinya di Sydney.
“Ini adalah kunjungan kenegaraan pertama saya di Australia, meskipun saya telah cukup sering ke sini, dan saya sangat bahagia disambut oleh Gubernur Jenderal pagi ini. Diskusi kami sangat baik, dan saya pikir, kami telah menyepakati perjanjian yang sangat penting untuk Australia dan Indonesia,” ujar Presiden Prabowo.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prabowo lanjut menekankan arti penting Australia bagi Indonesia. Prabowo menegaskan Indonesia selalu mempertahankan kebijakan bertetangga yang baik sebagai salah satu kebijakan politik luar negerinya.
“Saya percaya kepada kebijakan bertetangga yang baik. Tetangga yang baik itu sangat penting. Tetangga yang baik akan saling membantu pada masa-masa sulit. Bagi kami, orang Indonesia, kami punya istilah, saat kita menghadapi situasi darurat, tetanggalah yang akan membantu kita. Saudara kita mungkin tinggal jauh, dan orang yang terdekat adalah tetangga kita, dan hanya tetangga yang baik yang akan saling membantu satu sama lain,” kata Presiden Prabowo.
Usai masing-masing menyampaikan pernyataan bersamanya, Presiden Prabowo dan PM Albanese lanjut berjabat tangan dan berfoto bersama. Selepas itu, Presiden Prabowo, didampingi oleh Menteri Luar Negeri Sugiono, lanjut berbincang-bincang dengan PM Albanese dan beberapa pejabat tinggi Australia.
Selepas itu, Presiden Prabowo dan PM Albanese meninggalkan lokasi pernyataan bersama di geladak heli HMAS Canberra.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi, Mentari Dwi Gayati
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Tiba di Sydney, Prabowo akan bertemu tatap muka dengan PM Albanese
Sydney, Australia (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto tiba di Sydney, Australia, Selasa malam waktu setempat, dan dijadwalkan akan bertemu tatap muka (tête-à-tête) dengan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese.
Presiden Prabowo tiba di Bandara Sydney Kingsford Smith, Australia, sekitar pukul 22.00 waktu setempat, didampingi oleh Menteri Luar Negeri RI Sugiono dan Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indra Wijaya.
Prabowo tiba mengenakan kemeja safari berwarna krem dengan celana berwarna senada, serta peci hitam sebagai ciri khas Kepala Negara Indonesia.
Saat menuruni tangga, Kepala Negara disambut oleh Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong, Honourary Aide-de-Camp Brigadier Phil Bridie, Official Secretary to the Governor of New South Wales Colonel Michael Miller.
Kemudian, Duta Besar Australia untuk Republik Indonesia Rod Brazier, dan Deputi Kepala Protokol, Premier’s Department Karina Cameron.
Sementara dari pihak Indonesia, Kepala Negara disambut oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Siswo Pramono dan Atase Pertahanan RI Laksamana Pertama Yusliandi Ginting.
Setelah tiba di bandara, Presiden Prabowo langsung menuju hotel tempatnya bermalam di kawasan Cumberland Street, Sydney.
Setibanya di hotel, Presiden disambut oleh para diaspora, yang terdiri dari unsur mahasiswa, perwakilan dan keluarga KBRI Canberra, Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Sydney, KJRI Melbourne, KJRI Perth, KJRI Darwin, jajaran staf KBRI Canberra dan Sydney yang berjumlah 85 orang.
Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang tiba lebih dahulu, seperti Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Brian Yuliarto, Menteri Investasi dan Hilirisasi/CEO Danantara Rosan Roeslani, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan turut menyambut kedatangan Presiden di hotel tempat menginap.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kunjungan Prabowo ke Australia ini merupakan bentuk kunjungan balasan atas kedatangan PM Albanese ke Jakarta pada Mei lalu, sehari setelah ia terpilih kembali sebagai Perdana Menteri Australia.
Dalam kunjungan satu hari ini, Presiden Prabowo melakukan pertemuan bilateral bersama PM Albanese dan delegasi di kediaman Kirribilli House, Sydney.
Selanjutnya, Presiden juga akan menghadiri upacara kenegaraan yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Australia Sam Mostyn di Admiralty House, yang berlokasi tidak jauh dari kediaman PM Australia.
Seskab Teddy menjelaskan bahwa dalam kunjungan ini, Kepala Negara akan menghadiri sejumlah pertemuan lain yang membahas kerja sama di bidang perdagangan, investasi, pendidikan, dan kemitraan industri.Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Prabowo Bakal ke Australia Pekan Ini, Jadwalkan Pertemuan Bilateral dengan PM Albanese
Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi memastikan bahwa Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke Australia pada pekan ini.
Hal itu disampaikan Mensesneg usai menghadiri Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
“InsyaAllah,” ujar Mensesneg saat ditanya mengenai rencana keberangkatan Presiden ke Australia minggu ini.
Dia menegaskan bahwa kunjungan Prabowo tersebut akan dilakukan pada Rabu (12/11/2025)
Lebih lanjut, Mensesneg mengonfirmasi bahwa dalam kunjungan tersebut Presiden Prabowo akan menggelar pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.
Adapun dalam kunjungan kenegaraan ini, kata Mensesneg, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat hubungan kedua negara.
“Dalam rangka membina hubungan bilateral [Indonesia dan Australia],” pungkas Prasetyo Hadi.
Diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese telah berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto pada Mei 2025.
Dalam pernyataannya bersama Presiden Prabowo Subianto, Albanese menegaskan bahwa tidak ada hubungan yang lebih penting bagi Australia di kawasan ini selain hubungan dengan Indonesia.
Mengawali sambutannya, PM Albanese mengenang kunjungan Presiden Prabowo ke Canberra tahun lalu. Hal itu dilakukan di antara pemilihan umum bersejarah dan pelantikan resmi Prabowo sebagai Presiden Republik Indonesia.
“Saya merasa terhormat pernah menjamu Presiden Prabowo di Canberra tahun lalu, dan saya sangat senang berada di Jakarta hari ini untuk pertemuan bilateral pertama saya setelah kembali terpilih. Ini adalah kunjungan saya yang keempat ke Indonesia sebagai Perdana Menteri,” katanya di Istana Negara, Kamis (15/5/2025).
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa prioritas kunjungannya ke kawasan Asia Tenggara mencerminkan arah kebijakan luar negeri Australia. Menurut Albanese, Indonesia memainkan peran kunci dalam mendorong kemakmuran, keamanan, dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Dia mengingatkan bahwa peluncuran Strategi Ekonomi Australia untuk Asia Tenggara 2040 juga dilakukan di Jakarta dua tahun lalu—sebuah bukti betapa sentralnya posisi Indonesia.
-

Permasalahan TKA dan Jalan Tengahnya
Jakarta –
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan menyelenggarakan Tes Kemampuan Akademik (TKA) pada 3-9 November 2025 untuk jenjang SMA/SMK. Saat ini tercatat 3,5 juta siswa telah mendaftar setelah pendaftaran ditutup pada Minggu, 5 Oktober 2025. Salah satu fungsi utama TKA, menurut Toni Toharudin, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), adalah sebagai alat validasi nilai rapor dalam penerimaan mahasiswa baru jalur prestasi.
Selain itu, hasil TKA juga digunakan untuk pendaftaran ke jenjang lebih tinggi di sekolah negeri melalui jalur prestasi. Secara konsep, TKA diharapkan menambah instrumen penilaian yang lebih objektif. Hal ini sejalan dengan kekhawatiran publik bahwa nilai rapor kerap “di-markup” oleh sekolah demi meloloskan siswanya ke perguruan tinggi negeri atau sekolah favorit.
Namun, upaya menciptakan objektivitas melalui tes terstandar menyimpan sejumlah problem dan berpotensi melahirkan bentuk ketimpangan baru. Pertama, potensi munculnya cognitive fatigue atau kelelahan kognitif akibat terlalu banyak tes yang dihadapi siswa. Saat ini dengan Kurikulum Merdeka siswa telah dibebani berbagai asesmen: Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), ujian tengah/akhir semester, serta asesmen berbasis proyek.
Penambahan TKA dapat menambah tekanan psikologis dan beban belajar. Baru-baru ini ada tuntutan dari seorang siswa dalam bentuk petisi pada laman change.org yang meminta pemerintah untuk membatalkan TKA “karena sistem ini menambah tekanan bagi siswa dan siswi”, tutur siswa yang menginisiasi petisi tersebut. Selain itu waktu yang diberikan untuk persiapan TKA juga sangat singkat, 112 hari atau 3,5 bulan dan ada kendala server saat simulasi TKA diadakan (Tempo, 27/10/2025).
Kedua, keberadaan TKA bisa menggeser fokus pembelajaran. Guru dan siswa akan lebih berorientasi pada strategi memperoleh nilai tinggi ketimbang mengembangkan pembelajaran mendalam berbasis proyek, inkuiri, atau pemecahan masalah. Hal ini beralasan karena secara naluriah, mereka akan menaruh perhatian pada apa yang dinilai (Dylan William, 2011). Dan hal ini pun terbukti dari keterangan siswa yang menuntut petisi yang merasakan bahwa kisi-kisi TKA yang dibagikan terlalu luas yang artinya siswa cenderung belajar pada kisi-kisi ujian saja.
Padahal, filosofi Kurikulum Merdeka dan pembelajaran mendalam menekankan pengembangan kompetensi holistik, bukan sekadar skor tes. Dampaknya bisa diidentifikasi sebagaimana studi terdahulu menunjukkan bahwa tes terstandar mengurangi skup dan kualitas muatan pembelajaran, menurunkan peran guru dalam hal kreativitas menyusun pembelajaran yang menarik, dan menjauhkan siswa dari pembelajaran aktif (McNeil, 2009, Standardization, Defensive Teaching, and the Problems of Control).
Ketiga, meski TKA disebut tidak wajib, faktanya hasilnya menjadi syarat penerimaan mahasiswa baru jalur prestasi. Artinya, TKA berubah menjadi ujian dengan konsekuensi besar atau high-stakes test. Hal itulah yang kemudian membuat siswa dan guru akan merasa tertinggal bila tidak ikut, sehingga ujian ini menjadi “wajib” meski tidak secara langsung dinyatakan.
Membludaknya jumlah peserta TKA bisa jadi bukan karena sukarela tetapi ada rasa tidak nyaman ketika tidak mengikuti meskipun tidak benar-benar siap. Apalagi ramai di pemberitaan bahwa TKA akan dijadikan syarat masuk perguruan tinggi dengan jalur prestasi.
Akibatnya, situasi itu bisa menyerupai era Ujian Nasional. Sekolah, guru, siswa dan orang tua terobsesi dengan skor. Industri bimbingan belajar (bimbel) pun kembali bergairah dengan biaya yang tidak murah. Bagi siswa dari keluarga mampu mereka lebih mudah mengakses bimbel dan materi latihan yang berkualitas, sementara siswa yang kurang mampu hanya mengandalkan soal dari laman resmi Kemendikdasmen.
Itupun kalau siswa memiliki akses internet yang bagus dan tidak terkendala servernya. Kondisi semacam itulah yang lagi-lagi memperlebar jurang ketimpangan pada akses pendidikan yang berkualitas.
Meskipun pemerintah mengklaim bahwa TKA merupakan upaya untuk menjamin pendidikan bermutu bagi semua, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, pada kenyataannya pemerintah justru sedang menerapkan rezim neoliberalisme.
Seperti yang dicatat Clarke dan Morgan (2011), rezim semacam ini “melanggengkan ketidakadilan melalui penyangkalan terhadap perbedaan dan penekanan pada kesetaraan formal (yaitu perlakuan yang sama), alih-alih keadilan (yaitu perlakuan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing).
Persoalan lain adalah desain TKA yang menggunakan standar nasional berisiko mengabaikan keragaman konteks daerah. Mata uji yang terbatas pada Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran pilihan tidak cukup mewakili kompleksitas kecerdasan siswa. Juga tes nasional berbasis norma pusat (norm-referenced) seringkali tidak mempertimbangkan perbedaan sumber daya guru, fasilitas sekolah, dan karakteristik sosial budaya dari Sabang sampai Merauke.
Penelitian terbaru oleh Reza Aditia dan Krisztián Széll tahun 2025 dengan judul “Belonging matters: How context and inequalities shape student achievement in Indonesia” menunjukkan bahwa di Indonesia prestasi belajar siswa tidak hanya soal kemampuan individu, tetapi juga asal-usul sosial dan tempat tinggal.
Ada pula persoalan logis: bagaimana jika nilai TKA tidak sejalan dengan nilai rapor? Apakah rapor yang disusun melalui proses panjang guru dianggap tidak sahih hanya karena hasil satu kali tes berbeda? Rapor mencakup seluruh mata pelajaran dan aspek sikap, sedangkan TKA hanya menguji beberapa bidang akademik. Menggunakan TKA semata untuk “memvalidasi” rapor tentu tidak proporsional.
Lagipula, jika persoalan utama adalah ketidaksamaan standar penilaian antar sekolah, solusi mestinya bukan dengan tes baru yang bersifat penyortiran, tetapi dengan memperkuat kompetensi guru dalam melakukan asesmen yang adil dan autentik.
Jika tidak, TKA justru menjadi alat eksklusi yang mempersempit akses siswa ke pendidikan berkualitas dan memperkuat budaya perlombaan nilai (rat race) antar sekolah dan daerah dan lagi-lagi guru akan menjadi pihak yang bertanggung jawab atas rendahnya nilai TKA. Kendati dirjen GTK, Nunuk Suryani dalam keterangan media menepis hal itu, siapa yang bisa menjamin pelaksanaannya di lapangan tidak akan menyalahkan guru.
Demokratisasi Asesmen
Linda Darling-Hammond (1994) dalam artikelnya di Harvard Educational Review berjudul Performance-Based Assessment and Education Equity menekankan pentingnya prinsip demokratis dalam asesmen. Pertama, tes seharusnya tidak sekadar menjadi mekanisme seleksi, tetapi sarana diagnosis untuk memperbaiki praktik pembelajaran.
Kedua, penilaian seharusnya mendorong perbaikan instrumen dan strategi mengajar, bukan alat pengawasan eksternal yang menghukum sekolah atau siswa. Ketiga, hasil asesmen seharusnya menjadi dasar pemerataan sumber daya dan kebijakan afirmatif, bukan sekadar menentukan siapa yang layak atau tidak.
Alih-alih menjadikan TKA hanya sebatas alat validator dan perbandingan serta dengan cara pelaksanaan secara nasional dan serentak, ada beberapa opsi kebijakan sebagai jalan tengah.
Pertama, perlu ada penekanan bahwa TKA dan jenis asesmen yang lain memang benar untuk saling melengkapi bukan untuk saling menegasikan apalagi menghadap-hadapkan bahwa penilaian yang dilakukan sekolah dan tertera dalam rapor banyak nilai sedekahnya.
Jika masih belum baik penilaian yang dilakukan oleh guru di sekolah, tindak lanjutnya adalah memperkuat literasi penilaian bagi para guru melalui berbagai pelatihan pengembangan profesionalisme guru yang berkelanjutan.
Tentu penilaian hasil belajar tidak sebatas penilaian aspek pengetahuan melalui tes. Tetapi juga perlu melalui portofolio, refleksi diri, proyek, dan juga observasi. Guru-guru perlu banyak dilatih untuk melakukan penilaian-penilaian jenis itu. Penilai-penilaian proses itu juga bisa menjadi pertimbangan dalam penentuan seleksi masuk perguruan tinggi negeri atau untuk melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi lainnya.
Kedua, TKA harus benar-benar bersifat sukarela dan fleksibel. Siswa dapat memilih waktu ujian sesuai kebutuhan, tanpa target jumlah peserta. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi dengan perguruan tinggi sebagai penyelenggara TKA. Sehingga, TKA bisa diselenggarakan dengan variasi bidang keilmuan (sains, sosial, humaniora), sehingga relevan dengan jurusan yang dituju dan dapat dilaksanakan kapan saja.
Selain itu, format TKA sebaiknya menilai kemampuan berpikir kritis dan penalaran tingkat tinggi (Higher Order Thinking) dan tidak mengacu pada muatan kurikulum yang ada saat ini. Untuk itu, kisi-kisi soal TKA dapat diselaraskan dengan model asesmen internasional seperti PISA (Programme for International Student Assessment) agar lebih relevan dengan tantangan global. Dengan demikian, TKA tidak hanya menjadi alat seleksi, tetapi juga sarana pembelajaran nasional untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia.
Kemendikdasmen juga perlu menyediakan sumber belajar terbuka berupa tutorial dan latihan soal berkualitas agar semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mempersiapkan diri. Program pembagian smart screen dapat menjadi bagian dari diseminasi materi TKA, sehingga tidak hanya sekolah elit yang mampu memberikan bimbingan intensif.
Pada akhirnya, yang lebih mendesak bukan sekadar menciptakan tes baru, tetapi memastikan sistem asesmen kita adil, inklusif, dan berpihak pada keragaman potensi peserta didik. Tanpa itu, TKA hanya akan mengulang sejarah Ujian Nasional-berniat memperbaiki kualitas pendidikan, tetapi justru mempertegas ketimpangan yang telah lama ada.
Waliyadin. Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasiswa PhD di University of Canberra, Australia.
(rdp/imk)
-

Australia Kirimkan Imigran ke Negara Terpencil di Samudra Pasifik
Canberra –
Otoritas Australia mulai mengirimkan para imigran ke Nauru, negara kepulauan kecil yang terpencil di Samudra Pasifik, berdasarkan kesepakatan kontroversial antara kedua negara yang ditandatangani tahun ini.
Sekitar 350 imigran, yang sebagian besar dihukum atas tindak kejahatan serius termasuk penyerangan, penyelundupan narkoba, dan bahkan pembunuhan, seperti dilansir AFP, Selasa (28/10/2025), akan dikirimkan ke Nauru setelah otoritas Australia gagal menempatkan mereka di lokasi mana pun.
Mereka yang dikirimkan ke Nauru itu merupakan para imigran yang tidak bisa dideportasi ke negara asalnya dan tidak bisa ditahan tanpa batas waktu di penjara Australia.
“Nauru telah mengonfirmasi pada Jumat (24/10) lalu bahwa pemindahan pertama telah dilakukan,” kata Menteri Dalam Negeri Australia, Tony Burke, dalam pernyataannya.
Namun Burke tidak menyebutkan lebih lanjut soal berapa banyak imigran yang telah dikirimkan ke Nauru.
Selama bertahun-tahun, kelompok imigran itu mendekam di dalam sistem penahanan imigrasi Australia setelah visa mereka dibatalkan karena mereka terlibat kejahatan kekerasan, atau karena para pejabat Canberra memiliki kekhawatiran lain.
Australia tidak dapat mendeportasi mereka kembali ke negara-negara asal mereka karena mereka menghadapi risiko serius seperti perang atau persekusi agama.
Putusan Pengadilan Tinggi yang bersejarah pada tahun 2023 menyatakan bahwa pemerintah Canberra telah melanggar hukum karena menahan kelompok imigran tersebut tanpa batas waktu karena tidak ada tempat untuk mengirimkan mereka.
Menghadapi reaksi politik yang tajam saat mereka dibebaskan dari penahanan ke masyarakat, Australia meminta bantuan kepada negara tetangga di Pasifik, Nauru. Canberra akan membayar Nauru ratusan juta dolar Australia untuk memukimkan kembali para imigran itu berdasarkan kesepakatan rahasia, yang sebagian besar ketentuannya dirahasiakan.
Sebagai imbalannya, Nauru setuju untuk memberikan visa jangka panjang dan mengizinkan para imigran itu berbaur dan bergaul bebas dengan 12.500 jiwa penduduknya.
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese sebelumnya, seperti dilansir Associated Press, mengakui adanya pembayaran kepada Nauru, namun dia tidak mengonfirmasi besaran pembayaran yang dilaporkan media-media lokal.
Laporan media lokal menyebut pemerintah Australia akan membayar otoritas Nauru sebesar AU$ 400 juta, atau setara Rp 4,2 triliun, untuk mencapai kesepakatan, kemudian membayar sebesar AU$ 70 juta, atau setara Rp 750,2 miliar, per tahun untuk mempertahankan kesepakatan itu.
Pada akhir Agustus lalu, Burke mengejutkan media Australia dengan mengunjungi Nauru, di mana dia menandatangani nota kesepahaman dengan Presiden Nauru David Adeang.
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
-

Ribuan Korban Pelecehan Seks Militer Australia Gugat Pemerintah
Canberra –
Ribuan wanita dalam Angkatan Bersenjata Australia mengajukan gugatan class action dengan tuduhan kekerasan dan pelecehan seksual, serta diskriminasi yang meluas dan sistemik.
Gugatan hukuman ini, seperti dilansir AFP, Jumat (24/10/2025), diajukan terhadap pemerintah Australia atas nama wanita-wanita yang menjadi korban pelecehan seksual dalam periode 21 tahun, antara November 2003 hingga Mei 2025, saat bertugas untuk Angkatan Bersenjata Australia (ADF).
“Ancaman perang seringkali bukan ketakutan terbesar bagi personel wanita ADF, melainkan ancaman kekerasan seksual di tempat kerja mereka,” kata pengacara dari firma hukum JGA Saddler, Josh Aylward, yang mewakili para penggugat dalam gugatan tersebut.
“Warga Australia akan terkejut dengan laporan kekerasan dan pelecehan seksual, viktimisasi, pemerkosaan, dan ancaman fisik, tetapi yang lebih meresahkan adalah serangan-serangan brutal terhadap wanita-wanita yang berani mengajukan pengaduan,” ujarnya.
Gugatan ini, yang diajukan di Pengadilan Federal Sydney, sedang diproses dengan sistem opt-out, yang berarti semua wanita yang bertugas selama periode tersebut diikutsertakan, kecuali mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengalami dugaan pelecehan seksual tersebut.
Ribuan wanita, menurut firma hukum JGA Saddler, diperkirakan akan bergabung dalam gugatan class action ini.
Gugatan class action tersebut mengklaim militer Australia “bertanggung jawab secara tidak langsung” atas kegagalan mereka melindungi wanita dari pelecehan seksual selama bertugas.
Laporan berulang tentang pelecehan seksual, diikuti komitmen untuk reformasi budaya, menurut firma hukum JGA Saddler, “tidak pernah” menghasilkan perubahan yang berarti.
“Kasus hukum ini merupakan tuntutan untuk bertindak, untuk akuntabilitas, dan untuk perubahan nyata,” kata Aylward.
Departemen Pertahanan Australia, dalam pernyataannya, mengatakan pihaknya telah mengetahui adanya gugatan tersebut.
“Semua personel Departemen Pertahanan berhak dihormati dan berhak mendapatkan pengalaman kerja yang positif. Tidak ada tempat untuk kekerasan seksual atau pelanggaran di Departemen Pertahanan,” tegas juru bicara Departemen Pertahanan Australia.
“Departemen Pertahanan mengakui masih banyak yang harus dilakukan,” sebut juru bicara tersebut.
Pemerintah Australia juga mengatakan pihaknya sedang menerapkan rekomendasi terkait kekerasan seksual, yang dibuat tahun 2024 setelah penyelidikan terhadap kasus bunuh diri di kalangan militer dan veteran, “sebagai prioritas”.
Dikatakan juga oleh Canberra bahwa pemerintah juga berupaya menerapkan “strategi pencegahan pelanggaran seksual yang komprehensif”.
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
-

Memanas China Vs Australia di Laut China Selatan
Jakarta –
Hubungan China dan Australia memanas. Hal itu dipicu insiden di Laut China Selatan.
Dirangkum detikcom, Rabu (22/10/202%), Pemerintah Australia awalnya mengecam China atas tindakan militer yang dianggap ‘tidak aman’ dalam insiden yang melibatkan jet tempur China dan pesawat pengintai Australia di atas Laut China Selatan. Dalam insiden itu, jet tempur China disebut menjatuhkan suar di dekat pesawat pengintai Australia saat keduanya mengudara.
Dilansir AFP, Departemen Pertahanan Australia mengatakan pesawat pengintai Poseidon miliknya sedang melakukan patroli pengintaian di atas Laut China Selatan pada Minggu (19/10). Pesawat tersebut kemudian didekati oleh satu unit jet tempur China.
Jet tempur China itu, menurut Australia, melepaskan suar ‘dalam jarak dekat’ dengan pesawat pengintai Australia. Pihak Australia menganggap aksi tersebut membahayakan awak pesawat mereka.
Insiden tersebut menjadi babak terbaru dari serangkaian insiden antara Australia dan China di wilayah udara dan jalur pelayaran Asia yang semakin diperebutkan.
“Setelah meninjau insiden tersebut dengan sangat cermat, kami menilai ini tidak aman dan tidak profesional,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Australia, Richard Marles, saat berbicara kepada wartawan.
Marles mengatakan Australia telah mengangkat insiden tersebut dengan para diplomat China di Canberra dan Beijing. Marles mengatakan Australia akan terus melaksanakan latihan kebebasan navigasi di kawasan tersebut.
Insiden serupa pernah terjadi tahun lalu, ketika jet tempur China menjatuhkan suar di jalur penerbangan helikopter Seahawk milik Australia yang mengudara di wilayah udara internasional. Canberra pada saat itu menuduh jet tempur Beijing berupaya mencegat helikopternya.
Dalam insiden lainnya tahun 2023, sebuah kapal penghancur China dituduh membombardir para penyelam angkatan laut Australia yang sedang menyelam dengan sinyal sonar di lepas pantai Jepang. Hal itu menyebabkan cedera ringan pada para penyelam Australia.
China telah mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan, meskipun putusan internasional pada tahun 2016 lalu menyimpulkan bahwa klaim Beijing tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Giliran China Protes Australia
Terbaru, giliran Pemerintah China yang melayangkan ‘protes keras’ kepada Australia terkait insiden udara melibatkan pesawat militer kedua negara di atas perairan Laut China Selatan. Beijing menuduh pesawat militer Canberra telah melanggar wilayah udaranya.
Militer China mengatakan pihaknya telah mengambil ‘tindakan pencegahan efektif’ dan menuduh pesawat Australia itu telah ‘secara ilegal melanggar’ wilayah udara China di atas Kepulauan Xisha yang merupakan nama sebutan Beijing untuk Kepulauan Paracel.
Dalam pernyataan terbaru, seperti dilansir AFP, Kementerian Pertahanan China mengecam pernyataan Australia, yang mereka sebut telah ;memutarbalikkan benar dan salah, mengalihkan kesalahan kepada China, dan secara sia-sia berupaya menutupi penyusupan keji dan ilegal tersebut’.
Kementerian Pertahanan China mengatakan pihaknya telah melayangkan protes keras terhadap pemerintah Australia.
“Kami sangat tidak puas dengan hal ini dan telah mengajukan protes keras kepada pihak Australia,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan China, Jiang Bin, dalam pernyataan terbaru.
Jiang menyebut Canberra telah ‘secara keliru menuduh’ Beijing melakukan tindakan tidak aman selama insiden di udara tersebut. Dia mendesak Australia menghentikan tindakannya.
“Kekeliruan ini sama sekali tidak dapat dipertahankan. Kami mendesak Australia untuk segera menghentikan tindakannya yang melanggar hukum, provokatif, dan mengada-ada,” ujar Jiang dalam pernyataannya.
Dia menambahkan bahwa militer China akan ‘terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas menjaga kedaulatan nasional’.
Lihat juga Vidoe ‘Detik-detik 2 Kapal China Tabrakan Saat Kejar Kapal Filipina’:
Halaman 2 dari 4
(haf/haf)
-

China Protes Keras Australia Soal Insiden di Laut China Selatan
Beijing –
Pemerintah China melayangkan “protes keras” kepada Australia terkait insiden udara melibatkan pesawat militer kedua negara di atas perairan Laut China Selatan pada akhir pekan lalu. Beijing menuduh pesawat militer Canberra telah melanggar wilayah udaranya.
Otoritas Australia sebelumnya mengatakan bahwa pesawat pengintai Poseidon miliknya didekati oleh jet tempur China saat melakukan patroli di atas perairan Laut China Selatan yang menjadi sengketa pada Minggu (19/10) waktu setempat.
Jet tempur China, sebut Departemen Pertahanan Australia, melepaskan suar dalam “jarak dekat” dengan pesawat Canberra, yang dianggap membahayakan awak pesawat tersebut.
Militer China mengatakan pada Senin (20/10) bahwa pihaknya telah mengambil “tindakan pencegahan efektif” dan menuduh pesawat Australia itu telah “secara ilegal melanggar” wilayah udara China di atas Kepulauan Xisha — nama sebutan Beijing untuk Kepulauan Paracel.
Dalam pernyataan terbaru, seperti dilansir AFP, Rabu (22/10/2025), Kementerian Pertahanan China mengecam pernyataan Australia, yang mereka sebut telah “memutarbalikkan benar dan salah, mengalihkan kesalahan kepada China, dan secara sia-sia berupaya menutupi penyusupan keji dan ilegal tersebut”.
Kementerian Pertahanan China mengatakan pihaknya telah melayangkan protes keras terhadap pemerintah Australia.
“Kami sangat tidak puas dengan hal ini dan telah mengajukan protes keras kepada pihak Australia,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan China, Jiang Bin, dalam pernyataan terbaru pada Rabu (22/10) waktu setempat.
Jiang mengatakan Canberra telah “secara keliru menuduh” Beijing melakukan tindakan tidak aman selama insiden di udara tersebut.
“Kekeliruan ini sama sekali tidak dapat dipertahankan,” tegasnya.
“Kami mendesak Australia untuk segera menghentikan tindakannya yang melanggar hukum, provokatif, dan mengada-ada,” ujar Jiang dalam pernyataannya.
Dia menambahkan bahwa militer China akan “terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas menjaga kedaulatan nasional”.
Insiden itu menjadi yang terbaru dari serentetan insiden antara China dan Australia di wilayah udara dan jalur pelayaran Asia yang semakin diperebutkan.
Lihat juga Video ‘Detik-detik 2 Kapal China Tabrakan Saat Kejar Kapal Filipina’:
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
-

Australia Kecam Jet Tempur China Jatuhkan Suar Dekat Pesawatnya
Canberra –
Pemerintah Australia mengecam China atas perilaku militer yang “tidak aman” dalam insiden yang melibatkan jet tempur China dan pesawat pengintai Australia di atas perairan Laut China Selatan. Dalam insiden itu, jet tempur China menjatuhkan suar di dekat pesawat pengintai Australia saat keduanya mengudara.
Departemen Pertahanan Australia dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Senin (20/10/2025), mengatakan bahwa pesawat pengintai Poseidon miliknya sedang melakukan patroli pengintaian di atas Laut China Selatan pada Minggu (19/10) ketika didekati oleh sebuah jet tempur China.
Jet tempur China tersebut, menurut Departemen Pertahanan Australia, melepaskan suar “dalam jarak dekat” dengan pesawat pengintai Australia. Aksi tersebut dianggap oleh Canberra, membahayakan awak pesawat mereka.
Insiden tersebut menjadi babak terbaru dari serangkaian insiden antara Australia dan China di wilayah udara dan jalur pelayaran Asia yang semakin diperebutkan.
“Setelah meninjau insiden tersebut dengan sangat cermat, kami menilai ini tidak aman dan tidak profesional,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Australia, Richard Males, saat berbicara kepada wartawan.
Marles mengatakan bahwa Australia telah mengangkat insiden tersebut dengan para diplomat China di Canberra dan Beijing.
Ditegaskan juga oleh Marles bahwa Australia akan terus melaksanakan latihan kebebasan navigasi di kawasan tersebut.
Insiden serupa pernah terjadi tahun lalu, ketika jet tempur China menjatuhkan suar di jalur penerbangan helikopter Seahawk milik Australia yang mengudara di wilayah udara internasional. Canberra pada saat itu menuduh jet tempur Beijing berupaya mencegat helikopternya.
Dalam insiden lainnya tahun 2023 lalu, sebuah kapal penghancur China dituduh membombardir para penyelam angkatan laut Australia, yang sedang menyelam, dengan sinyal sonar di lepas pantai Jepang, yang menyebabkan cedera ringan.
China mengklaim hampir seluruh perairan Laut China Selatan, meskipun putusan internasional pada tahun 2016 lalu menyimpulkan bahwa klaim Beijing tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)