kab/kota: Cakung

  • Pedagang Starling Mulai ‘Naik Kelas’, Jual Kopi Kekinian Ala Kafe

    Pedagang Starling Mulai ‘Naik Kelas’, Jual Kopi Kekinian Ala Kafe

    Jakarta

    Istilah ‘Starling’ mungkin sudah cukup familiar bagi banyak orang, terutama yang tinggal di kota besar seperti Jakarta. Istilah ini kerap digunakan untuk para penjual kopi seduh yang berjualan dengan cara keliling.

    Starling biasanya akan berkeliling menawarkan aneka kopi, minuman instan dan cemilan yang enak serta murah. Di luar itu para penjual kopi instan ini juga kerap mangkal di wilayah tertentu, terlebih saat ada proyek atau pembangunan yang banyak pekerjanya.

    Konsep berjualan keliling inilah yang kemudian juga ikut diterapkan oleh beberapa brand kopi kekinian ala kafe, menjadikan mereka sebagai ‘starling modern’ yang turut menjual es kopi dengan harga terjangkau.

    Berdasarkan pengamatan detikcom, Jumat (4/10/2024), di sekitar kawasan Cakung, Jakarta Timur hingga ke Kota Baru, Bekasi Barat setidaknya terdapat enam starling modern dari berbagai brand kopi keliling ala kafe.

    Berbeda dengan starling ‘tradisional’ yang kerap menggunakan sepeda atau motor lengkap rencengan minuman instan, termos air panas, termos es, gelas plastik dan berbagai kebutuhan lainnya; penampilan starling ala kafe ini tampak lebih rapih dan sederhana.

    Sebab para pedagang kopi keliling ala kafe ini biasanya hanya menggunakan sepeda listrik yang sudah dimodifikasi dengan gerobak tertutup pada bagian depannya. Sehingga tidak ada rencengan sachet kopi.

    Kemudian starling modern ini juga tidak perlu lagi repot-repot menyeduh kopi setiap kali menerima pesanan. Sebab kopi ala kafe yang dijajakannya sudah dibawa dalam gelas-gelas plastik.

    Mereka hanya perlu membuka segel gelas kopi yang dibawah dan menambahkan es batu ke dalamnya, sehingga para pembeli bisa dengan cepat mendapatkan pesanan mereka.

    Salah satu penjual kopi keliling ala kafe yang mangkal dekat stasiun Cakung, Noval, mengatakan sehari-sehari biasanya ia membawa sekitar 70 gelas kopi dengan berbagai varian rasa seperti kopi susu hingga kopi hazelnut.

    Namun khusus Sabtu-Minggu, biasanya ia dapat membawa sekitar 100-150 gelas. Kopi-kopi ini Noval bawa dari tempat produksi setiap harinya, kemudian dijual dengan harga mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 12.000 tergantung varian rasa yang dipilih.

    “Ini kopi saya ambi dari tempat produksinya, ada tempat produksinya sendiri. Tutup cup, es, katong plastik semua ambil di sana, kita tinggal jual saja. (Sepeda punya sendiri?) nggak, dari sana sudah disediakan. Jadi tinggal kita bawa saja,” kata Noval saat ditemui detikcom di lokasi.

    Kalau Senin sampai Jumat sih biasanya saya bisa bawa 70 cup. Kalau Sabtu-Minggu bisa 100-150 cup. Hari minggu sih yang lumayan ramai, saya kan biasanya pas pagi ngejar CFD di dekat BKT, itu 3 jam saja bisa laku 90 cup, sisanya baru saya balik mangkal di sini sampai sore,” terangnya lagi.

    Kemudian ada juga pedagang kopi keliling ala kafe dengan brand lain, Anda Susanto, mengatakan dirinya juga mengambil sepeda dan semua dagangannya dari pusat produksi yang disebutnya sebagai ‘kantor’ di kawasan Kranji, Bekasi Barat.

    “Ya biasanya saya ke kantor naik motor, di sana kan ada tempat parkirnya, habis itu ya bawa sepeda ini. Di sana biasanya kita ada antreannya, jadi pas datang langsung antre pesan kopi yang mau dibawa apa saja, berapa, nanti disiapkan semua, habis itu tinggal berangkat,” ucapnya.

    Tidak berbeda jauh dengan Noval, sehari-hari ia biasa membawa sekitar 100 gelas kopi untuk hari biasa, dan 150-200 gelas kopi untuk Sabtu-Minggu.

    “Biasanya sih habis saja, paling nggak kalaupun sisa ya tinggal 10 cup, 15 cup paling banyak. Tapi biasanya habis saja sih,” terang Anda.

    (fdl/fdl)

  • Pedagang Tetap Jual Rokok Dekat Sekolah Meski Dilarang, Ini Alasannya!

    Pedagang Tetap Jual Rokok Dekat Sekolah Meski Dilarang, Ini Alasannya!

    Jakarta

    Banyak warung atau toko kelontong yang berlokasi sangat dekat dengan sekolah masih berjualan rokok. Padahal berjualan rokok dekat institusi pendidikan ini sudah dilarang pemerintah.

    Pada dasarnya langkah ini dimaksudkan guna mengurangi angka perokok muda alias di bawah umur. Selain berjualan rokok dekat sekolah, pemerintah juga melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang.

    Salah seorang pemilik warung bernama Hafiz yang berjualan di dekat SMP Negeri daerah Kota Baru, Bekasi Barat, merasa aturan tersebut tidak masuk akal. Sebab menurutnya yang membuat anak merokok atau tidak sebagian besar bergantung pada didikan orang tua.

    “Kalau saya aturan yang seperti itu sih nggak masuk akal saja. Di luar logika saya lah istilahnya. Kita kan warung nih sudah lama (berjualan), misalkan dikeluarkan aturan dilarang jualan rokok dekat sekolah, kok baru sekarang?” katanya saat ditemui detikcom, Senin (5/8/2024).

    “Sekarang (anak merokok atau tidak) ya tergantung didikan orang tua kan, kita kan juga pernah muda nih. Kita dulu pasti juga dilarang sama orang tua kan, apalagi saya. Makanya dulu pas muda saya nggak ngerokok, pas kerja baru merokok. Jadi ya tergantung didikan orang tua,” jelas Hafiz lagi.

    Selain itu menurutnya, yang menjual rokok ke anak sekolah justru bukan warung-warung yang berada di dekat sekolah itu. Sebab anak-anak di bawah umur ini pasti merokok di tempat-tempat yang jauh dari pantauan guru atau orang tua mereka, bukan di warung yang berada dekat sekolahnya.

    “Anak-anak ini beli rokok bukan di warung dekat sekolah. Pas di sekolah mereka nggak beli, tapi pas di luar sekolah, di saat dia nggak pakai seragam pasti beli di warung lain. Pasti belinya jauh dari sini. Misalnya anak sini, dia nggak berani ngerokok di sini. Dia paling main dulu ke mana,” ucap Hafiz.

    “Di sini guru juga sering lihat kan anak-anak yang pada pulang jajan apa di warung. Kita segan juga mau jual, gurunya sih nggak ada yang negur kita atau gimana, tapi ya sama-sama tahu aja (jangan jual rokok ke anak sekolah). Makanya kadang malah saya yang kasih tahu ke gurunya, anak-anak kadang suka ngerokok di belakang masjid sana,” tambahnya sembari menunjuk arah masjid yang dimaksud.

    Hal senada juga disampaikan oleh pedagang lain bernama Sumiyati yang berjualan dekat SD daerah Pulo Gebang, Jakarta Timur. Meski baru mendengar adanya pelarangan jual rokok dekat sekolah tersebut, ia merasa aturan ini tidak tepat karena pembeli rokok di warungnya bukanlah anak sekolah.

    “Emang kenapa kalau jualan rokok? Kan di sini yang beli juga bukan anak-anak. Kalau anak-anak kan paling beli jajanan atau es-es, mana ada mereka beli rokok,” ucap Sumiyati.

    Ia mengatakan sebagian besar pembeli rokok di warungnya justru pedagang kaki lima depan sekolah. Dalam hal ini banyak dari mereka yang membeli rokok secara eceran. Karena hal ini juga ia merasa kurang setuju akan ketentuan itu.

    “Yang beli rokok kan paling pedagang-pedagang di situ kan (sembari menunjuk para pedagang kaki lima depan sekolah). Kalau nggak ya paling satu dua bapak-bapak yang nunggu anaknya pulang,” paparnya.

    “Kalau pedagang sih kebanyakan keteng ya, kadang beli berapa batang, ada yang beli setengah bungkus. Kalau bapak-bapak biasanya beli 1-2 batang aja buat nunggu anaknya kan, kalau nggak skalian langsung sebungkus, ya tergantung orangnya sih,” tambah Sumiyati.

    Sebagai informasi, aturan terkait larangan berjualan rokok secara ketengan dan/atau berada di dekat institusi pendidikan ini sudah tertuang dalam PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    Namun berdasarkan penelusuran detikcom di sejumlah warung dekat sekolah ini masih menjual rokok. Misalkan saja warung-warung yang berada tepat berseberangan dengan salah satu SD di Kota Baru, Bekasi Barat. Tepat di depan bangunan sekolah ini setidaknya terdapat tiga warung yang berjualan rokok baik per bungkus ataupun ketengan.

    Kemudian sekitar 400 meter dari SD di Kota Baru ini, berdiri juga salah satu SMP Negeri Kota Bekasi. Kurang dari 10 meter di samping bangunan sekolah juga berdiri warung yang menjual rokok.

    Hal serupa juga ditemui dekat SD Pulo Gebang, Jakarta Timur. Sebab tepat di depan bangunan sekolah ini juga ada beberapa warung kelontong yang pada bagian etalase tokonya sudah terpajang berbagai jenis rokok

    Kurang dari 10 meter dekat bangunan sekolah juga terdapat salah satu gerai jaringan minimarket yang tentu juga menjual rokok. Walaupun di gerai jaringan minimarket ini tidak bisa membeli rokok secara ketengan.

    Begitu juga di dekat salah satu sekolah (SD-SMA) swasta di kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Meski bangunan sekolah berada dalam komplek perumahan sehingga tidak ditemui warung kelontong, namun di dekat kawasan itu berdiri sebuah gerai minimarket yang menjual rokok pada area kasir.

    (fdl/fdl)

  • Kemendag dan Satgas Pangan Polri Bertindak

    Kemendag dan Satgas Pangan Polri Bertindak

    PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Perdagangan bersama Satgas Pangan Polri melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan pengawasan distribusi MINYAKITA di masyarakat. Sidak kali ini dilakukan di PT Jujur Sentosa, Tangerang, Banten, serta PT Binamas Karya Fausta, Cakung, Jakarta Utara, pada Rabu, 12 Maret 2025.

    “Sidak kami laksanakan untuk memastikan kesesuaian isi kemasan serta mata rantai distribusi pasokan MINYAKITA. Dari hasil pantauan di dua titik ini, produk MINYAKITA yang dikemas oleh para pelaku usaha telah sesuai ketentuan dan sesuai batas toleransi pengukuran,” kata Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang.

    Ilustrasi produk minyak goreng subsidi, MinyaKita. Antara/Akbar Nugroho Gumay

    Ia menegaskan, seluruh pihak yang terlibat dalam distribusi MINYAKITA harus mematuhi aturan, termasuk terkait isi kemasan dan harga, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

    Menurut Moga, beberapa pelaku usaha terindikasi menjual MINYAKITA menggunakan minyak goreng non-Domestic Market Obligation (DMO) dan mengurangi volume isi kemasan.

    “Dengan mengurangi volume isi, harga non-DMO disamakan dengan harga eceran tertinggi (HET) MINYAKITA. Saat ini, barang bukti sudah disita Bareskrim,” ujarnya.

    Pelaku usaha yang mengurangi takaran di luar batas toleransi dapat dikenakan sanksi lima tahun penjara atau denda Rp 2 miliar, sesuai UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    Moga menegaskan, Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan Polri akan terus berkoordinasi dan melakukan pengawasan di daerah lain. “Selain untuk memastikan kesesuaian produk, pengawasan juga dilakukan untuk memastikan ketersediaan stok guna mencegah kelangkaan, terutama menjelang Lebaran,” katanya.

    Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menyatakan bahwa pengawasan dilakukan oleh Satgas Pangan Polri pusat dan daerah bersama Kementerian Perdagangan serta dinas terkait di seluruh Indonesia. Jika ditemukan pelanggaran, akan ada tindakan sesuai peraturan yang berlaku.

    Langkah ini bertujuan melindungi masyarakat dan memastikan perdagangan berlangsung secara adil. “Tadi kita lihat bersama kemasan kantong (pouch) 1 liter dan 2 liter dituang dan terukur masih sesuai batas toleransi pengukuran. Ke depan, kami terus berdialog dengan pelaku usaha untuk memaksimalkan ukuran sesuai yang tertera di kemasan,” tuturnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News