kab/kota: Budapest

  • Kopi Darat Trump-Putin Ambyar, Rusia Latihan Nuklir-AS Bom Sanksi

    Kopi Darat Trump-Putin Ambyar, Rusia Latihan Nuklir-AS Bom Sanksi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Rusia pimpinan Presiden Vladimir Putin menggelar latihan nuklir besar-besaran, Rabu. Hal ini menyusul pengumuman tertundanya pertemuan antara Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Uji coba nuklir strategis ini mencakup peluncuran rudal balistik antarbenua “Yars” berbasis darat dari kosmodrom serta peluncuran rudal balistik “Sineva” dari kapal selam nuklir di Laut Barents. Ada pula peluncuran rudal jelajah berkemampuan nuklir dari pembom strategis.

    “Latihan tersebut menguji tingkat kesiapan komando militer dan keterampilan praktis personel operasional dalam mengatur kendali pasukan bawahan,” kata Kremlin dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Kamis (23/10/2025).

    Rusia secara rutin melakukan latihan pasukan nuklirnya untuk mengingatkan musuh bahwa mereka memiliki gudang senjata nuklir terbesar di dunia di tengah meningkatnya ketegangan Timur-Barat. Latihan kekuatan nuklir Rusia ini berlangsung ketika NATO sendiri sedang menggelar latihan nuklir tahunan bernama Steadfast Noon yang dipandu oleh Belgia dan Belanda, melibatkan jet tempur F-35A dan pembom B-52 di antara 60 pesawat dari 13 negara.

    Sementara itu, gelaran ini dibuat saat pertemuan Putin dan Trump diputuskan untuk “ambyar”. Presiden Trump, yang membatalkan pertemuan yang direncanakan di Budapest itu, mengatakan masih ada yang belum siap terkait materi pertemuan itu.

    “Saya membatalkan pertemuan yang diantisipasi dengan Putin karena saya merasa kami tidak akan mencapai tempat yang harus kami capai.” Trump berharap sanksi tersebut.

    AS Jatuhkan Sanksi 

    Pembatalan pertemuan antara kedua pemimpin oleh Trump dilakukan menyusul tekanan yang meningkat agar Washington menjatuhkan hukuman yang lebih keras kepada Moskow atas keberlanjutan perang di Ukraina. Hal ini akhirnya juga bermuara pada keputusan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, beserta hampir tiga lusun anak perusahaan mereka.

    Trump beralasan ia “merasa saatnya telah tiba” untuk menjatuhkan sanksi tersebut, meskipun ia mengakui telah “menunggu waktu yang lama” untuk memberlakukannya. Sanksi ini diluncurkan seiring dengan seruan AS agar Moskow menyetujui gencatan senjata segera di Ukraina.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa ini adalah waktunya untuk menghentikan pembunuhan dan gencatan senjata segera. Bessent menambahkan dua perusahaan itu merupakan instrumen penting yang membiayai perang Rusia di Ukraina.

    “Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang tak berarti ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” katanya dimuat CNN International.

    Analis Eddie Fishman dari Atlantic Council memperingatkan bahwa sanksi primer terhadap Rosneft dan Lukoil hanyalah permulaan. Ia menyebut adanya peluang sanksi baru dalam kasus ini, khususnya bagi para trader di negara ketiga.

    “Intinya kemudian adalah apakah ada ancaman sanksi sekunder terhadap bank, kilang minyak, dan trader di negara pihak ketiga yang berurusan dengan Rosneft dan Lukoil,” kata Fishman.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ambyar Rencana Perjumpaan Trump dan Putin

    Ambyar Rencana Perjumpaan Trump dan Putin

    Jakarta

    Rencana pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan besar batal. Trump tak ingin pertemuan yang sia-sia dengan Putin.

    Trump dan Putin sudah sejak beberapa minggu kemarin disebut-sebut akan melakukan pertemuan. Wacana pertemuan itu mencuat setelah percakapan telepon kedua pemimpin, yang diklaim Kremlin, berlangsung ‘sangat jujur dan penuh kepercayaan’.

    Pembicaraan telepon itu dilakukan di tengah upaya diplomatik dalam penyelesaian perdamaian untuk perang Ukraina, yang mereda selama dua bulan terakhir, setelah pertemuan puncak antara Putin-Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu gagal membuahkan hasil yang substansial.

    “Telah disepakati bahwa perwakilan kedua negara akan segera mulai menyelenggarakan pertemuan puncak yang dapat digelar, misalnya, di Budapest,” kata ajudan utama Putin, Yuri Ushakov, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10).

    Ushakov juga mengatakan lokasi Budapest, ibu kota Hungaria, diusulkan oleh Trump, dan ‘segera’ didukung oleh Putin.

    “Itu adalah percakapan yang sangat substantif, dan pada saat yang sama, sangat jujur dan penuh kepercayaan,” sebutnya, sembari menambahkan bahwa percakapan telepon selama 2,5 jam itu merupakan inisiatif Rusia.

    Percakapan telepon antara Putin dan Trump itu dilakukan saat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sedang dalam perjalanan ke Washington DC membahas sejumlah isu, termasuk salah satunya potensi pasokan rudal jarak jauh Tomahawk AS dengan Trump.

    “Vladimir Putin menegaskan kembali pernyataannya bahwa rudal Tomahawk tidak akan mengubah situasi di medan perang, tetapi akan secara signifikan merusak hubungan antara kedua negara kita. Belum lagi prospek penyelesaian damai,” ucap Ushakov.

    Menurut Kremlin, Trump mengatakan akan mempertimbangkan apa yang dikatakan Putin kepadanya sebelum bertemu Zelensky pada Jumat (16/10) waktu AS.

    Presiden Prancis Minta Dilibatkan

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menyambut baik rencana pertemuan Trump dan Putin. Pada saat itu, Macron meminta Ukraina dan Eropa dilibatkan dalam pertemuan tersebut.

    “Sejak mereka membahas nasib Ukraina, Ukraina harus dilibatkan,” kata Macron kepada wartawan setelah pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa selatan di Slovenia dilansir AFP, Senin (20/10).

    Macron mengatakan Eropa harus dilibatkan saat perang berdampak pada keamanan Eropa.

    “Sejak mereka membahas dampaknya terhadap keamanan Eropa, Eropa harus dilibatkan,” kata Macron.

    Rencana Pertemuan Ambyar

    Trump mengatakan kemungkinan akan pertemuan yang sia-sia membuatnya menunda menggelar pertemuan dengan Putin. Trump mengatakan tak ingin membuang-buang waktu.

    “Saya tidak ingin pertemuan yang sia-sia,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, AS, ketika ditanya mengapa pertemuan itu dibatalkan, seperti dilansir AFP, Rabu (22/10/2025).

    “Saya tidak ingin membuang-buang waktu, jadi saya akan lihat saja nanti,” imbuhnya.

    Dilansir Al Jazeera, para pejabat dari Rusia dan AS juga memberikan sinyal pertemuan Putin dan Trump tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

    “Tidak ada rencana bagi Presiden Trump untuk bertemu dengan Presiden Putin dalam waktu dekat,” ujar seorang pejabat senior Gedung Putih kepada Al Jazeera.

    Moskow juga membantah bahwa pertemuan itu akan segera terjadi. Moskow mengatakan bahwa persiapan bisa memakan waktu.

    “Tidak ada kerangka waktu pasti yang ditetapkan di sini,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    “Persiapan diperlukan, persiapan yang serius,” imbuhnya.

    Harapan untuk pertemuan puncak jangka pendek antara Putin dan Trump telah meredup dalam beberapa hari terakhir. Laporan menunjukkan bahwa penundaan ini disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang kondisi yang diperlukan untuk mengakhiri konflik di Ukraina.

    Selama akhir pekan, Rusia mengirimkan komunike tertutup kepada AS yang menuntut kendali atas seluruh wilayah Donbas di Ukraina, menurut para pejabat yang berbicara kepada kantor berita Reuters dengan syarat anonim.

    Tuntutan tersebut bertentangan dengan keinginan yang diutarakan Trump pada hari Minggu untuk membekukan garis pertempuran di tempatnya saat ini.

    Kemudian, pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan mitranya dari AS, Marco Rubio, melakukan panggilan telepon menjelang pertemuan persiapan tatap muka yang direncanakan. Namun, Gedung Putih mengonfirmasi pada hari Selasa bahwa pertemuan tersebut juga tidak akan berlangsung.

    “Menteri Rubio dan Menteri Lavrov telah melakukan panggilan telepon yang produktif. Oleh karena itu, pertemuan tatap muka tambahan antara Menteri dan Menteri Luar Negeri tidak diperlukan,” kata seorang pejabat Gedung Putih kepada Al Jazeera dalam sebuah pernyataan.

    Halaman 2 dari 2

    (idn/idn)

  • Rusia Terus Gempur Ibu Kota Ukraina, 6 Orang Tewas-Listrik Padam

    Rusia Terus Gempur Ibu Kota Ukraina, 6 Orang Tewas-Listrik Padam

    Kyiv

    Rentetan serangan udara Rusia kembali menghantam area di dalam dan di sekitar Kyiv, ibu kota Ukraina. Sedikitnya enam orang tewas akibat serangan yang memicu pemadaman listrik di seluruh wilayah Ukraina tersebut.

    Serangan terbaru Moskow ini terjadi sehari setelah upaya penyelesaian perang, yang berlangsung hampir empat tahun terakhir, kembali menemui hambatan, dengan rencana pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dibatalkan.

    “Malam ini membuktikan bahwa Rusia tidak merasa cukup tertekan untuk memperpanjang perang,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam pernyataan via media sosial menyusul serangan terbaru Moskow, seperti dilansir AFP, Rabu (22/10/2025).

    “Hingga saat ini, sedikitnya 17 orang luka-luka. Sangat disayangkan, enam orang tewas, dengan dua di antaranya masih anak-anak,” sebut Zelensky dalam pernyataan pada Rabu (22/10).

    Sejumlah jurnalis AFP yang ada di Kyiv melaporkan mereka mendengar beberapa ledakan pada malam hari dan melihat kepulan asap menjulang di langit ibu kota Ukraina tersebut.

    Menurut Kementerian Energi Ukraina, serangan-serangan Rusia juga menargetkan infrastruktur energi Ukraina, yang menyebabkan ribuan orang kehilangan akses terhadap pemanas ruangan dan aliran listrik di seluruh wilayah negara tersebut selama musim dingin.

    “Akibat serangan rudal dan drone besar-besaran terhadap infrastruktur energi, pemadaman listrik darurat telah diberlakukan di sebagian besar wilayah Ukraina,” demikian pernyataan Kementerian Energi Ukraina.

    Dalam pernyataan terpisah, Rusia mengatakan pasukannya telah mencegat 33 drone Ukraina semalam, tanpa melaporkan adanya kerusakan substansial akibat serangan drone tersebut.

    Serangan terbaru Rusia terhadap Ukraina itu terjadi setelah rencana pertemuan yang dijadwalkan antara Putin dan Trump dibatalkan.

    Trump sebelumnya mengatakan dirinya akan bertemu Putin untuk perundingan damai di Budapest, ibu kota Hungaria, dalam waktu dua minggu setelah melakukan percakapan telepon yang produktif untuk mengakhiri perang Ukraina.

    Namun, pada Selasa (20/10), dia mengurungkan rencana pertemuan tersebut, dengan mengatakan dirinya tidak menginginkan pertemuan yang “sia-sia”. Trump hingga kini belum menjelaskan alasannya membatalkan pertemuan tersebut.

    Lihat juga Video ‘Trump Batal Bertemu Putin: Saya Tak Ingin Buang-buang Waktu’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Macron Minta Ukraina Dilibatkan dalam Pertemuan Trump dengan Putin

    Macron Minta Ukraina Dilibatkan dalam Pertemuan Trump dengan Putin

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menyambut baik rencana pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Dia meminta Ukraina dan Eropa harus untuk dilibatkan dalam pertemuan tersebut.

    “Sejak mereka membahas nasib Ukraina, Ukraina harus dilibatkan. Sejak mereka membahas dampaknya terhadap keamanan Eropa, Eropa harus dilibatkan,” kata Macron kepada wartawan setelah pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa selatan di Slovenia dilansir AFP, Senin (20/10/2025).

    Seperti diketahui, Rencana pertemuan itu mencuat setelah percakapan telepon kedua pemimpin, yang diklaim Kremlin, berlangsung “sangat jujur dan penuh kepercayaan”.

    Pembicaraan telepon itu dilakukan di tengah upaya diplomatik dalam penyelesaian perdamaian untuk perang Ukraina, yang mereda selama dua bulan terakhir, setelah pertemuan puncak antara Putin-Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu gagal membuahkan hasil yang substansial.

    “Telah disepakati bahwa perwakilan kedua negara akan segera mulai menyelenggarakan pertemuan puncak yang dapat digelar, misalnya, di Budapest,” kata ajudan utama Putin, Yuri Ushakov, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025).

    “Itu adalah percakapan yang sangat substantif, dan pada saat yang sama, sangat jujur dan penuh kepercayaan,” sebutnya, sembari menambahkan bahwa percakapan telepon selama 2,5 jam itu merupakan inisiatif Rusia.

    “Vladimir Putin menegaskan kembali pernyataannya bahwa rudal Tomahawk tidak akan mengubah situasi di medan perang, tetapi akan secara signifikan merusak hubungan antara kedua negara kita. Belum lagi prospek penyelesaian damai,” ucap Ushakov.

    (dek/eva)

  • Upaya Diplomatik Intensif Sedang Dilakukan untuk Mempersiapkan Pertemuan Putin-Trump

    Upaya Diplomatik Intensif Sedang Dilakukan untuk Mempersiapkan Pertemuan Putin-Trump

    JAKARTA – Para diplomat Moskow sedang melakukan pekerjaan yang “sangat menyeluruh dan sungguh-sungguh serius” untuk mempersiapkan pertemuan antara Presiden Vladimir Putin dan mitranya dari Amerika Serikat Donald Trump, ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova.

    “Kontak (antara Presiden Putin dan Presiden Trump) telah terjadi dan telah dikomentari oleh administrasi kepresidenan. (Ajudan Kremlin, Yury) Ushakov memberikan informasi detail mengenai hal tersebut,” jelas Zakharova dalam sebuah wawancara dengan TASS, seperti dikutip 20 Oktober.

    “Menindaklanjuti kontak-kontak ini, para diplomat tinggi Rusia dan Hongaria mengadakan pembicaraan untuk mempersiapkan acara tersebut,” lanjutnya.

    “Pekerjaan juga sedang dilakukan melalui jalur diplomatik (di berbagai tingkat). Ini adalah ringkasan singkat dari pekerjaan yang sangat menyeluruh dan sungguh-sungguh serius yang saat ini sedang dilakukan oleh para diplomat Rusia dan mereka yang dipercaya untuk mempersiapkan kunjungan ini, pertemuan ini,” tandas diplomat tersebut.

    Setelah percakapan telepon dengan Presiden Putin pada 16 Oktober, Presiden Trump mengumumkan mereka telah sepakat untuk segera bertemu di Budapest.

    Ushakov mengatakan Moskow dan Washington tidak akan menunda memulai persiapan untuk pertemuan baru antara para pemimpin kedua negara, yang kemungkinan akan diselenggarakan di ibu kota Hongaria.

    Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban memerintahkan pembentukan panitia penyelenggara untuk mempersiapkan KTT tersebut, menjelaskan pekerjaan ini dimulai pada Kamis malam pekan lalu.

  • Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

    Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu (19/10) mengatakan bahwa Ukraina dan Rusia seharusnya menghentikan pertempuran di garis depan dan mulai bernegosiasi untuk mengakhiri perang, meski artinya harus melepas wilayah timur Donbas yang saat ini berada di bawah pendudukan Moskow.

    “Kami berpikir bahwa yang seharusnya mereka lakukan adalah menghentikan perang di garis tempat mereka berada, garis terdepan, pulang, berhentilah membunuh orang, dan selesai,” kata Trump kepada wartawan di atas pesawat kepresidenan Air Force One dalam perjalanan dari Florida ke Washington.

    Trump menambahkan bahwa sekitar “78 persen wilayah tersebut telah diambil oleh Rusia,” dan bahwa sisanya “sangat sulit untuk dinegosiasikan.” Ia menegaskan, “Biarkan saja seperti sekarang. Wilayah ini toh sudah terpecah. Mereka bisa bernegosiasi lagi di kemudian hari.”

    Pernyataan itu muncul dua hari setelah pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih pada Jumat (17/10). Ketika ditanya apakah ia meminta Zelensky menyerahkan Donbas kepada Rusia, Trump membantah. “Tidak. Kami tidak pernah membicarakannya,” ujarnya.

    Trump diduga desak Zelensky serahkan Donbas

    Namun, Financial Times, mengutip sumber anonim, melaporkan bahwa Trump diduga mendesak Zelensky untuk menyerahkan seluruh wilayah Donbas sebagai bagian dari usulan penghentian perang, langkah yang akan memberikan keuntungan strategis besar bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Sebelumnya, wilayah industri Donbas, yang mencakup Donetsk dan Luhansk, menjadi salah satu wilayah paling diperebutkan dalam konflik Rusia-Ukraina karena kaya akan sumber daya alam dan pusat industri berat Ukraina. Wilayah ini memiliki cadangan batu bara, bijih besi, serta infrastruktur pabrik besar yang menjadi tulang punggung ekonomi Ukraina timur, sehingga pendudukan Donbas menjamin kendali terhadap sumber daya strategis.

    Zelensky siap hadiri pertemuan puncak di Budapest

    Presiden Zelensky pada Senin pagi (20/10) mengatakan bahwa ia siap bergabung dengan Trump dan Putin dalam pertemuan puncak yang direncanakan di Budapest, Hungaria, jika mendapat undangan resmi.

    “Jika saya diundang ke Budapest, baik dalam format pertemuan bersama atau diplomasi shuttle, kami akan setuju,” kata Zelensky kepada wartawan di Kyiv.

    Trump dan Putin sebelumnya menyatakan bahwa mereka akan bertemu di ibu kota Hungaria dalam beberapa minggu mendatang. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi bagian dari upaya baru Trump untuk menengahi kesepakatan damai guna mengakhiri perang Rusia, Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022.

    Zelensky kembali ke negaranya pada Minggu malam (19/10), setelah melakukan kunjungan tiga hari ke Washington. Setibanya di Kyiv, ia menegaskan bahwa Ukraina “tidak akan pernah memberikan imbalan apa pun kepada teroris atas kejahatan mereka.”

    “Kami mengandalkan mitra kami untuk menjunjung tinggi posisi ini,” tulis Zelensky di media sosial, merujuk pada koalisi sukarela 33 negara untuk keamanan Ukraina, yang mencakup Inggris, Prancis dan Jerman. Ia mendesak negara sekutu untuk “tidak menuruti atau berusaha menenangkan Rusia” dan menyerukan “langkah-langkah tegas” dari Eropa serta Amerika Serikat.

    Zelensky pulang dengan tangan kosong?

    Zelensky bertolak ke Washington pada Jumat (17/10) untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump. Kunjungan ini dilakukan setelah lobi selama berminggu-minggu dari Ukraina untuk memperoleh pasokan rudal jarak jauh Tomahawk dari Washington. Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil, karena Trump ingin lebih fokus mencari solusi kebuntuan di Ukraina melalui “terobosan diplomatik baru,” yang diyakini terinspirasi dari kesepakatan damai Gaza sepekan sebelumnya.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump menulis di media sosial bahwa pembicaraannya dengan Zelenskyy “sangat menarik dan bersahabat,” namun ia menambahkan, “Saya mengatakan kepadanya, seperti yang juga saya sarankan dengan tegas kepada Presiden Putin, bahwa sudah waktunya untuk menghentikan pembunuhan, dan membuat PERJANJIAN!”

    Sebelumnya, Trump telah memperingatkan Rusia bahwa AS mungkin akan mengirimkan misil Tomahawk ke Ukraina jika konflik tidak segera diselesaikan. Namun, dalam pertemuan itu, ia tidak memberikan jaminan pengiriman senjata dan justru mengusulkan agar Ukraina dan Rusia menghentikan pertempuran di garis depan saat ini, lalu menyelesaikan perselisihan teritorial kemudian, pendekatan yang tidak disambut baik oleh Ukraina.

    Sementara itu, serangan udara Rusia terus menargetkan infrastruktur energi Ukraina, termasuk rumah sakit di Kharkiv yang terpaksa mengevakuasi pasien akibat serangan tersebut. Zelenskyy menekankan kebutuhan mendesak akan sistem pertahanan udara tambahan dari AS dan sekutunya untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur penting.

    Meskipun ada penurunan signifikan dalam bantuan militer dari AS pada Juli dan Agustus, hingga kini belum ada langkah konkret untuk memenuhi permintaan Ukraina. Secara keseluruhan, meskipun ada upaya diplomatik antara AS dan Ukraina, hasilnya terbatas, sementara kekhawatiran Ukraina mengenai kurangnya dukungan militer signifikan dari AS terus berlanjut.

    Rusia kembali melancarkan serangan terhadap pasokan energi Ukraina pada Jumat malam hingga Sabtu, menyusul pembicaraan di Washington yang bertujuan mengakhiri perang, menegaskan bahwa konflik masih jauh dari selesai.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga video “Israel Serang Gaza, Trump Sebut Gencatan Senjata Masih Berlaku” di sini:

    (ita/ita)

  • Zelensky Bilang Putin Lebih Kuat dari Hamas, Serukan Tekanan AS

    Zelensky Bilang Putin Lebih Kuat dari Hamas, Serukan Tekanan AS

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Donald Trump untuk memberikan tekanan lebih besar kepada Vladimir Putin agar mengakhiri perang melawan Ukraina. Zelensky menyebut presiden Rusia itu lebih kuat daripada Hamas, dalam sebuah wawancara yang ditayangkan pada hari Minggu di NBC.

    Dilansir Al Arabiya, Senin (20/10/2025), ditanya dalam acara “Meet the Press” di NBC pada Minggu (19/10) waktu setempat, apakah Trump harus bersikap lebih keras terhadap Putin setelah mempelopori kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Zelensky menjawab dalam bahasa Inggris, “Ya, dan bahkan lebih keras lagi karena Putin memang mirip, tetapi lebih kuat daripada Hamas,” ujar Zelensky.

    Ia menambahkan: “Dan itulah mengapa ada lebih banyak tekanan.”

    Wawancara tersebut ditayangkan setelah Zelensky kembali dari perjalanan ke Washington, di mana ia gagal mengamankan pasokan rudal jarak jauh Tomahawk.

    Zelensky bertemu Trump di Gedung Putih setelah meminta Tomahawk selama berminggu-minggu, berharap untuk memanfaatkan rasa frustrasi Trump yang semakin besar terhadap Putin setelah pertemuan puncak di Alaska gagal menghasilkan terobosan.

    Namun, pemimpin Ukraina itu pulang dengan tangan kosong, sementara Trump mengincar terobosan diplomatik baru berdasarkan kesepakatan damai Gaza pekan lalu.

    Dalam wawancaranya itu, Zelensky juga mengatakan bahwa ia harus diikutsertakan dalam rencana perundingan mendatang di Budapest antara Trump dan Putin.

    “Jika kita benar-benar menginginkan perdamaian yang adil dan abadi, kita membutuhkan kedua belah pihak dalam tragedi ini,” kata Zelensky. “Ya, dia memang penjajah, tetapi Ukraina sedang menderita dan berjuang. Dan, tentu saja, bagaimana mungkin [ada] kesepakatan tanpa melibatkan kami?” cetus Zelensky.

    Rusia telah meningkatkan serangan terhadap infrastruktur sipil Ukraina dalam beberapa pekan terakhir, menyebabkan ribuan orang kehilangan pemanas dan penerangan seiring mendekatnya musim dingin.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Tak Terpengaruh Surat ICC, Hongaria Pastikan Putin Bisa Masuk ke Negaranya Bertemu Trump

    Tak Terpengaruh Surat ICC, Hongaria Pastikan Putin Bisa Masuk ke Negaranya Bertemu Trump

    JAKARTA — Hongaria akan memastikan Presiden Rusia Vladimir Putin dapat memasuki negara itu untuk menghadiri pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump yang direncanakan di Budapest.

    Trump pada Kamis menyetujui pertemuan kedua mengenai perang di Ukraina yang akan diselenggarakan di ibu kota Hongaria, dengan mengatakan pertemuan tersebut mungkin akan berlangsung dalam dua minggu ke depan.

    Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban telah berbicara dengan Trump pada Kamis dan juga dengan Putin pada Jumat, 17 Oktober, dengan mengatakan persiapan “sedang berjalan lancar”.

    Pilihan Budapest telah menarik perhatian.

    Putin menghadapi surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang sedang dalam proses meninggalkan Hongaria.

    Moskow membantah tuduhan ICC, sambil menyebut surat perintah tersebut sebagai bukti permusuhan Barat terhadap Rusia.

    “Kami akan memastikan bahwa ia memasuki Hongaria, melakukan negosiasi yang berhasil di sini, dan kemudian kembali ke tanah air,” kata Menteri Luar Negeri Hongaria Peter Szijjarto dilansir Reuters.

    “Tidak perlu konsultasi apa pun dengan siapa pun, kami adalah negara berdaulat di sini. Kami akan menerima (Putin) dengan hormat, menjamunya, dan menyediakan persyaratan baginya untuk bernegosiasi dengan presiden Amerika,” sambungnya.

    Orban, sekutu lama Trump yang juga menjalin hubungan dekat dengan Rusia, mengatakan pertemuan itu dapat berlangsung dalam dua minggu ke depan jika menteri luar negeri AS dan Rusia berhasil menyelesaikan masalah yang tersisa pada pertemuan yang direncanakan minggu depan.

    Szijjarto mengatakan tanggal pertemuan dapat didiskusikan setelah pertemuan tersebut.

    Orban, yang sebelumnya berbicara di radio pemerintah, mengatakan pertemuan itu “akan membahas perdamaian” dan jika ada kesepakatan damai, hal itu akan mengarah pada fase baru pembangunan ekonomi di Hongaria dan Eropa.

    Orban mengatakan Eropa harus membuka jalur diplomatiknya sendiri terhadap Rusia. Dia juga kembali menuduh Uni Eropa mengambil apa yang disebutnya “sikap pro-perang” atas Ukraina.

  • Rusia Segera Mulai Persiapan untuk Pertemuan Putin-Trump

    Rusia Segera Mulai Persiapan untuk Pertemuan Putin-Trump

    Moskow

    Kremlin mengatakan akan “segera” mulai mempersiapkan pertemuan puncak antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Rencana pertemuan itu mencuat setelah percakapan telepon kedua pemimpin, yang diklaim Kremlin, berlangsung “sangat jujur dan penuh kepercayaan”.

    Pembicaraan telepon itu dilakukan di tengah upaya diplomatik dalam penyelesaian perdamaian untuk perang Ukraina, yang mereda selama dua bulan terakhir, setelah pertemuan puncak antara Putin-Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu gagal membuahkan hasil yang substansial.

    “Telah disepakati bahwa perwakilan kedua negara akan segera mulai menyelenggarakan pertemuan puncak yang dapat digelar, misalnya, di Budapest,” kata ajudan utama Putin, Yuri Ushakov, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025).

    Ushakov juga mengatakan bahwa lokasi Budapest, ibu kota Hungaria, diusulkan oleh Trump, dan “segera” didukung oleh Putin.

    “Itu adalah percakapan yang sangat substantif, dan pada saat yang sama, sangat jujur dan penuh kepercayaan,” sebutnya, sembari menambahkan bahwa percakapan telepon selama 2,5 jam itu merupakan inisiatif Rusia.

    Percakapan telepon antara Putin dan Trump itu dilakukan saat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sedang dalam perjalanan ke Washington DC untuk membahas sejumlah isu, termasuk salah satunya potensi pasokan rudal jarak jauh Tomahawk AS dengan Trump.

    “Vladimir Putin menegaskan kembali pernyataannya bahwa rudal Tomahawk tidak akan mengubah situasi di medan perang, tetapi akan secara signifikan merusak hubungan antara kedua negara kita. Belum lagi prospek penyelesaian damai,” ucap Ushakov.

    Menurut Kremlin, Trump mengatakan akan mempertimbangkan apa yang dikatakan Putin kepadanya sebelum bertemu Zelensky pada Jumat (16/10) waktu AS.

    Sejak pertemuan puncak di Alaska, Moskow telah meningkatkan serangan terhadap kota-kota di Ukraina, terutama meningkatkan tekanan pada infrastruktur energi dan kereta api dalam beberapa pekan terakhir.

    Kyiv telah membalas serangan udara besar-besaran terhadap kilang minyak Rusia, yang mendorong harga bensin ke rekor tertinggi dan mengganggu pasokan di beberapa wilayah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Zelensky Harap Perdamaian di Timur Tengah Disusul Rusia dan Ukraina

    Zelensky Harap Perdamaian di Timur Tengah Disusul Rusia dan Ukraina

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyoroti langkah perdamaian di Timur Tengah usai gencatan senjata disepakati di Jalur Gaza. Zelensky berharap momentum perdamaian itu bisa memengaruhi Rusia.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (17/10/2025), Zelensky telah tiba di Amerika Serikat (AS) untuk perundingan senjata Ukraina dan Rusia. Dia akan berbincang dengan Presiden AS Donald Trump mengenai ini.

    “Besok, pertemuan dengan Presiden (Donald) Trump dijadwalkan — dan kami berharap momentum pengekangan teror dan perang yang berhasil di Timur Tengah akan membantu mengakhiri perang Rusia melawan Ukraina,” kata Zelensky di X.

    “Bahasa kekuatan dan keadilan pasti akan merugikan Rusia,” tambahnya.

    Dalam pertemuan dengan Trump tersebut, Zelensky akan membahas potensi pasokan rudal jarak jauh Tomahawk AS, yang mampu mencapai Moskow dari Ukraina. “Kita sudah bisa melihat bahwa Moskow sedang terburu-buru untuk melanjutkan dialog segera setelah mendengar tentang Tomahawk,” kata Zelensky.

    Diketahui, Trump telah berbincang dengan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui telepon usai Ukraina meminta pasokan rudal Tomahawk ke AS. Putin disebut memberi tahu Trump bahwa memasok rudal Tomahawk akan membahayakan upaya perdamaian. Kedua pemimpin ini pun sepakat untuk mengadakan pertemuan puncak di Budapest, Hungaria.

    (fca/fca)