kab/kota: Bone

  • Demo Bupati Bone Berujung Ricuh, 2 Jurnalis Jadi Korban Intimidasi Aparat: Dipiting dan Paksa Hapus Gambar

    Demo Bupati Bone Berujung Ricuh, 2 Jurnalis Jadi Korban Intimidasi Aparat: Dipiting dan Paksa Hapus Gambar

    Liputan6.com, Bone – Dua jurnalis menjadi korban intimidasi aparat kala kericuhan pecah saat ribuan massa menggelar unjuk rasa menolak kenaikan PBB-P2 300 persen di Kantor Bupati Bone, Sulawesi Selatan pada Selasa (19/8/2025). Keduanya adalah Zulkifli Natsir, kontributor CNN Indonesia dan Adry, jurnalis ujungpenamedia.co.id.

    Zulkifli menceritakan, insiden itu terjadi sesaat setelah kericuhan pecah di halaman kantor bupati. Ia mengaku kala itu dirinya berusaha menyelamatkan diri ke lobi kantor bupati dari perihnya gas air mata.

    “Awalnya itu saya masuk berlindung di kantor bupati dari asap gas air mata. Karena memang sesak,” kata Zulkifli kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).

    Saat berada di lobi, ia pun melihat ada aparat yang terluka karena lemparan batu dan menyelamatkan diri ke dalam kantor bupati. Selain itu, ia juga mengaku melihat seorang demonstran yang ditangkap dan dibawa masuk ke salah satu ruangan.

    “Saya langsung ambil gambarnya dan merekam video. Takutnya jangan sampai dipukul juga itu (demonstran),” jelasnya.

    Seketika setelah ia merekam gambar, sejumlah aparat yang berada di lobi Kantor Bupati Bone itu langsung berteriak kepada dirinya. Tak hanya itu, Zulkifli mengaku didatangi aparat lalu diintimidasi.

    “Ada yang piting (leher) saya, ada juga yang berusaha rampas HP saya. Katanya tidak boleh merekam di sini, karena ini area steril,” beber Zulkifli.

    Zulkifli pun sempat berulangkali menjelaskan bahwa dirinya adalah jurnalis, namun hal itu tidak membuat aparat berhenti mengintimidasi dirinya.

    “Saya sudah bilang saya dari media Pak. Tapi mereka paksa saya hapus gambar. HP saya dirampas dari tangan saya. Saya bilang jangan hapus semuanya pak,” akunya.

    Ketegangan itu pun sempat mereda setelah Dandim 1407 Bone, Letkol Inf Laode Muhammad Idrus datang ke lobi Kantor Bupati Bone.

    “Mereka sempat lepas saya, terus ditarik lagi ke tempat duduk, sempat juga ada Dandim yang menyusul. Yang saya jengkel, ada beberapa video dihapus,” ucapnya.

     

  • Bentrok Demonstran Tolak PBB Naik dan Aparat di Bone Meluas, Puluhan Pengunjuk Rasa Ditangkap
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        19 Agustus 2025

    Bentrok Demonstran Tolak PBB Naik dan Aparat di Bone Meluas, Puluhan Pengunjuk Rasa Ditangkap Makassar 19 Agustus 2025

    Bentrok Demonstran Tolak PBB Naik dan Aparat di Bone Meluas, Puluhan Pengunjuk Rasa Ditangkap
    Tim Redaksi
    BONE, KOMPAS.com
    – Bentrokan antara massa pengunjuk rasa dan aparat gabungan TNI-Polri serta Satpol PP terus berlanjut hingga pukul 22.00 WITA pada Selasa (19/8/2025).
    Aksi unjuk rasa ini telah meluas ke empat titik, mengakibatkan puluhan pengunjuk rasa ditangkap.
    Unjuk rasa ini menuntut pembatalan kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), yang awalnya berlangsung damai.
    Namun, situasi berubah menjadi bentrokan fisik antara ribuan pengunjuk rasa dan aparat keamanan setelah massa berupaya masuk ke kantor Bupati.
    Massa yang sebelumnya berkumpul di depan kantor bupati di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Macanang, Kecamatan Taneteriattang Barat, akhirnya dihalau oleh aparat.
    Kondisi semakin memanas dengan aksi kejar-kejaran dan lemparan batu.
    Titik-titik bentrokan kini meliputi Jalan MT Haryono, Jalan Wahidin Sudirohusodo, sisi timur Jalan Ahmad Yani, serta Jalan HOS Cokroaminoto.
    “Massa dipukul mundur, tapi bentrok terus terjadi di empat titik. Sudah puluhan massa yang ditangkap,” ungkap Kifli melalui pesan singkat.
    Unjuk rasa ini dimulai dengan tertib pada pukul 13.15 WITA, namun berubah menjadi anarkis pada Selasa petang.
    Perubahan ini terjadi setelah Bupati Bone, Andi Asman Sulaeman, menolak untuk menemui pengunjuk rasa yang menuntut pembatalan kenaikan PBB-P2 yang mencapai 300 persen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Demo Tolak Kenaikan PBB di Bone Sulsel Ricuh, Bupati Enggan Temui Massa

    Demo Tolak Kenaikan PBB di Bone Sulsel Ricuh, Bupati Enggan Temui Massa

    GELORA.CO  – Aksi demonstrasi menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, ricuh.

    Aksi massa berlangsung hingga Selasa (19/8/2025) malam

    Ribuan orang mengepung kantor Bupati Bone.

    Mereka menuntut pembatalan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dinilai melonjak hingga 300 persen.

    Demo yang tadinya tertib kemudian memanas dikarenakan Bupati dan Wakil Bupati Bone tak kunjung menemui massa. 

    Ribuan massa dari Aliansi Rakyat Bone Bersatu yang sejak pagi menggelar unjuk rasa sempat terlibat dorong-dorongan dengan aparat keamanan.

    Dari pantauan di lokasi, pagar besi yang menjadi pembatas antara massa dan aparat keamanan tidak mampu menahan desakan ribuan pendemo. 

     Situasi kian panas setelah sebagian demonstran membakar ban di tengah jalan dan melempar botol air mineral ke arah aparat.

    Amarah demontrasi kian membara, sehingga aksi lempar batu kembali terjadi. 

    Melihat kondisi mulai tidak terkendali, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi terpaksa menyemprotkan water canon untuk membubarkan massa.

    Semprotan air menyasar kerumunan di halaman kantor bupati dan di depan pintu masuk kantor bupati yang dijaga ketat barikade petugas.

    Perwakilan massa aksi, Rafli Fasyah, menegaskan bahwa kenaikan PBB-P2 sangat memberatkan masyarakat. 

     Ia menilai kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat kecil yang kini tengah berjuang menghadapi kondisi ekonomi sulit.

    “Kami datang ke sini untuk menolak kebijakan zalim ini. Jangan hanya demi pendapatan daerah, rakyat yang jadi korban. Kami tidak akan berhenti sebelum pemerintah daerah mencabut kenaikan PBB-P2,” ujar Rafli lantang melalui pengeras suara.

    Dari pantauan di lapangan, sebagian massa berlarian menyelamatkan diri usai disemprot water canon.

    Namun ada pula yang tetap bertahan sambil berteriak menolak keras kebijakan tersebut. 

    Sementara itu, arus lalu lintas di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Watampone, sempat lumpuh total akibat aksi ini.

    Hingga sore hari, aparat kepolisian bersama TNI masih berjaga di lokasi untuk mengantisipasi terjadinya kericuhan susulan

    Para pengunjuk rasa menuntut agar Bupati dan jajaran terkait membuka ruang dialog dan menunda penerapan kenaikan tarif hingga ada kajian ulang yang melibatkan masyarakat.

    Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi mahasiswa menegaskan akan tetap berada di lokasi hingga ada kepastian jawaban.

    Kasus kenaikan PBB-P2 yang memicu rangkaian protes di Bone menjadi bagian dari dinamika yang lebih luas di sejumlah daerah yang juga merasakan dampak penyesuaian pajak daerah

  • Demo Tolak Kenaikan PBB di Bone Sulsel, Pagar Kantor Bupati Dijebol Massa

    Demo Tolak Kenaikan PBB di Bone Sulsel, Pagar Kantor Bupati Dijebol Massa

    Liputan6.com, Bone – Aksi lempar batu dan air gelas terjadi saat Aliansi Bone Barsatu menggelar unjuk rasa menolak kenaikan PBB-P2. Tak hanya itu, pagar utama pintu masuk Kantor Bupati Bone juga dirusak oleh pengunjuk rasa.

    Melihat pagar yang rusak, aparat kepolisian dari Polres Bone dan Batalyon A Pelopor Brimob Polda Sulsel langsung bersiap siaga. Polisi gabungan terlihat langsung berdiri memasang tameng.

    “Lebih baik mati daripada mundur,” teriak seorang pengunjuk rasa.

    Ratusan massa pun terlihat memasuki halaman Kantor Bupati Bone sembari terus melakukan orasi secara bergantian.

    “Massa mundur, massa mundur. Silakan kembali ke rumah masing-masing,” ucap polisi melalui pengeras suara.

    Hingga pukul 17.00 Wita, massa terlihat terus melakukan orasi dan meminta kehadiran Bupati Bone Andi Asman Sulaiman maupun Wakil Bupati Bone Andi Akmal Pasalluddin. Mereka menuntut agar Pemkab Bone membatalkan kebijakan kenaikan PBB-P2.

    “Pertanyaannya bupati dan wakil bupati mana? Kalau memang mau datang kami tunggu. Jam berapa?” ucap massa aksi menggunakan toa.

    “Kami minta kenaikan pajak PBB ini segera dibatalkan karena ini menyengsarakan rakyat,” ucapnya lagi.

     

  • Bendera One Piece Berkibar di Tengah Demo Penolakan Kenaikan PBB 300% di Bone

    Bendera One Piece Berkibar di Tengah Demo Penolakan Kenaikan PBB 300% di Bone

    Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman telah menanggapi keluhan masyarakat terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang melonjak hingga 300 persen di Kabupaten Bone, sehingga masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi protes.

    Menurutnya, persoalan ini masih dalam tahap koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Pada prinsipnya, ini masih kita koordinasikan dengan Kemendagri karena memang ada juga temuan dari BPK. Selama ini banyak tanah yang dipajaki hanya sebatas tanah, padahal di atasnya sudah berdiri rumah-rumah mewah. Bahkan ada yang satu surat tanah, tapi bangunannya empat atau lima rumah, namun PBB yang dibayar hanya tanahnya saja,” kata Andi Sudirman, Minggu (17/8).

    Dia juga menyebut kondisi tersebut saat ini menjadi dilema, karena selama puluhan tahun masyarakat Kabupaten Bone hanya membayar pajak tanah, sementara bangunannya tidak terhitung.

    “Padahal, nilai bangunan cukup signifikan dan seharusnya masuk dalam objek pajak,” ujarnya.

    Meski demikian, kata Andi Sudirman memastikan bahwa pemerintah provinsi akan mengkaji kembali kebijakan tersebut dengan berpedoman pada arahan pemerintah pusat.

    “Kita akan koordinasi lagi, bagaimana arahan pusat, tentu kita ikut,” tuturnya.

    Menanggapi rencana aksi demo terkait kenaikan PBB, Gubernur Sulsel menilai hal itu sebagai bentuk dinamika masyarakat yang wajar. Ia menyebut hampir setiap kebijakan publik selalu ada respons berupa aksi protes.

    “Kalau demo, semua kasus ada demonya. Kemarin ada demo MBG, ada demo ojol, dan sekarang pajak. Justru ini bagus karena ada respons yang bisa menjadi bahan pemerintah untuk mereview kembali kebijakan. Itu tidak ada masalah,” dia memungkasi.

  • PBB di Bone Sulsel Melonjak 300 Persen, Ribuan Orang Gelar Demo di Kantor Bupati

    PBB di Bone Sulsel Melonjak 300 Persen, Ribuan Orang Gelar Demo di Kantor Bupati

    Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman telah menanggapi keluhan masyarakat terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang melonjak hingga 300 persen di Kabupaten Bone, sehingga masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi protes.

    Menurutnya, persoalan ini masih dalam tahap koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Pada prinsipnya, ini masih kita koordinasikan dengan Kemendagri karena memang ada juga temuan dari BPK. Selama ini banyak tanah yang dipajaki hanya sebatas tanah, padahal di atasnya sudah berdiri rumah-rumah mewah. Bahkan ada yang satu surat tanah, tapi bangunannya empat atau lima rumah, namun PBB yang dibayar hanya tanahnya saja,” kata Andi Sudirman, Minggu (17/8/2025).

    Dia juga menyebut kondisi tersebut saat ini menjadi dilema, karena selama puluhan tahun masyarakat Kabupaten Bone hanya membayar pajak tanah, sementara bangunannya tidak terhitung.

    “Padahal, nilai bangunan cukup signifikan dan seharusnya masuk dalam objek pajak,” ujarnya.

    Meski demikian, kata Andi Sudirman memastikan bahwa pemerintah provinsi akan mengkaji kembali kebijakan tersebut dengan berpedoman pada arahan pemerintah pusat.

    “Kita akan koordinasi lagi, bagaimana arahan pusat, tentu kita ikut,” tuturnya.

    Menanggapi rencana aksi demo terkait kenaikan PBB, Gubernur Sulsel menilai hal itu sebagai bentuk dinamika masyarakat yang wajar. Ia menyebut hampir setiap kebijakan publik selalu ada respons berupa aksi protes.

    “Kalau demo, semua kasus ada demonya. Kemarin ada demo MBG, ada demo ojol, dan sekarang pajak. Justru ini bagus karena ada respons yang bisa menjadi bahan pemerintah untuk mereview kembali kebijakan. Itu tidak ada masalah,” katanya menambahkan.

  • Kata Kader Nasdem Tanggapi Isu Rusdi Masse akan Umumkan Mengundurkan Diri Besok

    Kata Kader Nasdem Tanggapi Isu Rusdi Masse akan Umumkan Mengundurkan Diri Besok

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Desas-desus bahwa Ketua Nasdem Sulawesi Selatan Rusdi Masse (RMS) mengundurkan diri dari Nasdem kian menyeruak.

    Berdasarkan informasi yang diterima, Anggota DPR RI itu disebut-sebut akan mengumumkan pengunduran dirinya besok, Rabu 20 Agustus 2025.

    “Besok pengumuman (mundur dari Nasdem),” kata sumber HARIAN.FAJAR.CO.ID, Selasa (19/8/2025).

    Isu ini kemudian dibantah pihak Nasdem Sulsel. Wakil Ketua Bidang Media dan Komunikasi Publik DPW NasDem Sulsel, Mustaqim Musma memastikan kabar tersebut tidak benar.

    “Tidak betul,” jawabnya singkat.

    Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Bone Fraksi Nasdem, Andi Muh Salam mengaku belum bisa memastikan benar tidaknya kabar tersebut. Pihaknya belum menerima kabar terkait mundurnya RMS.

    “Kami belum menerima kabar itu. Belum bisa kami pastikan. Kami baru mau klarifikasi ke DPD terkait kabar ini,” tuturnya.

    RMS telah duduk di Senayan sebagai anggota DPR RI sejak 2019. Sebelumnya ia menjabat sebagai Bupati Sidenreng Rappang selama dua periode, 2008 hingga 2018.

    Pada Pemilu 2024, Nasdem di bawah kendali RMS mencatatkan rekor gemilang. Untuk pertama kalinya Nasdem mendudukkan kadernya di posisi puncak Ketua DPRD Sulsel.

    Nasdem Sulsel berhasil mengalahkan kedigdayaan Golkar sebagai Ketua DPRD Sulsel. (*)

  • Ranking Daerah yang Naikkan Pajak PBB dari yang Tertinggi sampai Terendah, Pati Urutan Berapa? – Page 3

    Ranking Daerah yang Naikkan Pajak PBB dari yang Tertinggi sampai Terendah, Pati Urutan Berapa? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut hanya ada 5 daerah yang menaikkan pajak PBB pada tahun 2025. Lima daerah itu adalah Jombang, Cirebon, Semarang, Bone dan Pati.

    Kabupaten Jombang, Jawa Timur menempati urutan pertama dengan kenaikan pajak mencapai 1.202 persen. Di posisi kedua adalah Kota Cirebon, Jawa Barat yang menaikkan pajak hingga 1.000.

    Posisi ketiga ada Kabupaten Semarang, Jawa Tengah memberlakukan kenaikan pajak hingga 400 persen, disusul Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan di angka 300 persen.

    Sementara Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sempat viral karena kenaikan pajak 250 persen hingga memicu unjuk rasa menempati urutan kelima.

    “Tahun 2025 cuma ada 5 daerah saja,” kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (18/8/2025) malam.

  • Niat Rayakan Hari Kemerdekaan Berujung Duka, 65 Pendaki Dievakuasi dari Bawakaraeng, 1 Nyawa Melayang

    Niat Rayakan Hari Kemerdekaan Berujung Duka, 65 Pendaki Dievakuasi dari Bawakaraeng, 1 Nyawa Melayang

    FAJAR.CO.ID, GOWA — Kepala Seksi Operasi Basarnas Makassar, Andi Sultan, menyebut bahwa jumlah korban yang dievakuasi Tim SAR gabungan terus bertambah seiring perjalanan waktu.

    Dikatakan Sultan, pihaknya akan terus memberikan informasi terkini mengenai perkembangan pendaki merah putih di Gunung Bawakaraeng.

    “Jumlah korban yang di tangani 65 orang, selamat 64 orang, meninggal satu orang,” kata Sultan kepada awak media, Senin (18/8/2025).

    Dikatakan Sultan, sebagian besar korban menderita hyportermia. Sementara yang lainnya menderita asam lambung.

    “Beberapa orang terpisah dari rombongan,” sebutnya.

    Adapun korban yang meninggal dunia, kata Sultan, diketahui bernama Irfan (24), warga kabupaten Bone.

    “Korban pengalami hypotermia berat saat berada di puncak. Dinyatakan meninggal oleh tim Dokpol Polda Sulsel yang ikut bersama tim evakuasi,” Sultan menuturkan.

    Dijelaskan Sultan, Irfan merupakan peserta kegiatan lintas alam yang melakukan perjalanan dari Bulu Baria menuju Gunung Bawakaraeng.

    “Korban bersama 16 rekannya memulai perjalanan pada 12 Agustus dan tiba di puncak Gunung Bawakaraeng pada sabtu 16 Agustus,” terangnya.

    “Namun pada Minggu pagi ditemukan oleh tim siaga merah putih dalam keadaan hypotermia,” tambah Sultan.

    Sultan bilang, setelah ditangani oleh tim siaga, keadaan korban tidak kunjung membaik, maka tim mengevakuasi korban dengan cara ditandu menuju kaki gunung guna mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

    “Korban tiba di posko Bulu ballea sekitar pukul 19.05 Wita, kemudian dibawa ke Puskesmas Tinggi Moncong untuk dilakukan pemeriksaan,” tandasnya.

  • Kabupaten Pati, Ketidakseimbangan Fiskal, dan Rendahnya Moralitas Politik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Agustus 2025

    Kabupaten Pati, Ketidakseimbangan Fiskal, dan Rendahnya Moralitas Politik Nasional 15 Agustus 2025

    Kabupaten Pati, Ketidakseimbangan Fiskal, dan Rendahnya Moralitas Politik
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SETELAH
    kasus Bupati Pati Sudewo mencuat, akhirnya diketahui bahwa tidak hanya Kabupten Pati yang menaikkan PBB P2.
    Bahkan ada beberapa daerah yang menaikkan tarif PBB lebih dari 10 kali atau 1000 persenan, seperti Kabupaten Jombang dan Cirebon.
    Kedua daerah ini kini sedang dihantui penolakan masif dari warganya. Boleh jadi aspirasi “lengser” juga muncul kemudian, layaknya kepada Bupati Pati.
    Sementara daerah seperti Bone Selatan dan Semarang, juga terpantau menaikkan PBB P2 sekitar 300 dan 400-an persen.
    Malang memang bagi Bupati Pati, kenaikan PBB di Pati jauh lebih cepat ditanggapi warga dan mendadak mencuat menjadi masalah nasional.
    Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Banyak faktor tentunya. Tak semua faktor ada di daerah, beberapa faktor juga ada di pusat.
    Pertama, dalam hemat saya, berdasarkan perkembangan belakangan, faktor kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat yang digaungkan sejak awal tahun, juga turut menjadi penyebab utama.
    Kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat nyatanya tidak saja menyisir belanja kementerian dan lembaga nondepartemental di tingkat nasional, tapi juga menyasar berbagai macam mata anggaran di daerah, yang berujung pada pengecilan nominal total APBD.
    Kondisi ini, mau tak mau, membuat daerah harus memutar “otak” untuk mendapatkan tambahan pendapatan baru, terutama yang masuk ke dalam kategori Pendapatan Asli Daerah (PAD), untuk bisa membiayai berbagai rencana kebijakan dan program yang telah terlanjur dijanjikan kepada rakyat di daerah selama masa kampanye Pilkada.
    Boleh jadi dalam hal ini termasuk juga janji-janji “ilegal” kepala daerah terpilih kepada “klien-klien” politiknya atau bohir kaya yang telah ikut membantu pembiayaan politik pada Pilkada sebelumnya.
    Nah, terkait dengan kasus Pati, sebagaimana diatur di dalam UU yang terkait dengan relasi fiskal pusat dan daerah, yakni UU No. 1 tahun 2022, juga UU No. 28 2009 tentang pajak daerah, dan UU No. 33 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memang sudah menjadi salah satu objek pajak yang dipungut oleh daerah.
    Sehingga, secara legal konstitusional, naik atau turunnya PBB di daerah akan berada di bawah wewenang pemerintah daerah, termasuk oleh kepala daerah baru tentunya.
    Namun, pertanyaan pentingnya tentu bukan masalah legalitas konstitusional dari kasus Pati dan beberapa daerah lainnya.
    Pertanyaan pentingnya adalah mengapa daerah ramai-ramai menaikkan tarif PBB? Nah, dalam konteks ini kita bisa kembali kepada masalah kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat tadi.
    Daerah-daerah pada akhirnya harus menaikkan tarif pajak untuk objek-objek pajak yang masuk ke dalam ranah “hak” pemerintah daerah, salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bagunan (PBB).
    Penyebab kedua adalah konstelasi hubungan keuangan pusat dan daerah yang selama ini sama sekali tidak menggambarkan status daerah sebagai daerah otonom.
    Kebijakan otonomi daerah selama ini hanya berlangsung di ranah politik dan administratif, tidak pada ranah fiskal.
    Jadi meskipun dipilih secara demokratis di daerah, setelah terpilih kepala daerah tetap tidak memiliki keleluasaan atas keberlangsungan pemerintahan di daerah dan keberlanjutan pembangunan di daerahnya, jika kepastian pembiayaan dari pusat tidak ada.
    Sehingga risikonya, setelah kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah resmi, untuk urusan pendapatan dan belanja daerah, mereka harus lebih sering berurusan dengan para pihak yang ada di Jakarta ketimbang di daerah.
    Tak pelak, relasi tak sehat pun terbentuk antara kepala daerah dengan wakil-wakil daerah yang ada di Senayan di satu sisi dan Kementerian Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri di sisi lain, untuk memastikan bahwa R-APBD yang telah disepakti di daerah diberi lampu hijau oleh Jakarta.
    Relasi keuangan pusat dan daerah semacam ini sangat tidak sehat dan kurang produktif. Dikatakan tidak sehat karena daerah-daerah menjadi sangat bergantung kepada pusat, terutama untuk mendapatkan proyek-proyek infrastruktur nasional di daerah.
    Relasi ini, diakui atau tidak, memberikan diskresi kepada pusat untuk menghukum daerah secara fiskal, jika daerah tidak sejalan dengan pemerintahan pusat di ranah politik.
    Di era Jokowi, misalnya, bahkan beberapa daerah yang tidak masuk kategori sebagai “daerah pemilih Jokowi”, mengalami pemangkasan anggaran yang cukup signifikan atau menjadi korban politik fiskal pemerintah pusat.
    Dan dikatakan tidak produktif karena daerah-daerah merasa tidak memiliki insentif untuk membangun daerahnya akibat perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang kurang adil.
    Di China, misalnya, sekalipun dikenal secara politik sebagai negara komunis, tapi dalam praktik relasi fiskal pusat dan daerah, China masuk ke dalam negara yang paling desentralistis di dunia.
    Daerah-daerah mendapatkan bagian dari pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh), yang dibagi secara proporsional antara pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten, kota, dan perfektur.
    Dengan konstelasi hubungan fiskal seperti di China, daerah-daerah menjadi sangat termotivasi untuk membangun daerahnya dengan cara mendatangkan sebanyak-banyaknya investasi baru dan mendorong seluas-luasnya pembukaan lapangan pekerjaan baru.
    Pasalnya, setiap kenaikan produktifitas di daerah (karena produksi dari investasi baru), akan ada pendapatan tambahan dari pembagian PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk daerah.
    Di sisi lain, kenaikan produktifitas tersebut akan berjalan simetris dengan pertambahan lapangan pekerjaan baru, di mana daerah pun kembali akan mendapatkan bagian pajak dari pajak pendapatan atas lapangan pekerjaan baru yang terbentuk.
    Dalam banyak kajian tentang ekonomi di China, relasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah yang demikian ternyata terbukti menjadi salah satu sebab mengapa para kepala daerah sangat bersemangat untuk memajukan daerahnya dengan mendatangkan sebanyak-banyaknya investasi baru dan membuka selebar-lebarnya lapangan kerja baru di daerah, selain karena faktor prospek karier politik di dalam Partai Komunis China bagi kepala daerah yang berhasil membangun daerahnya.
    Dan secara nasional, praktik semacam ini ikut berkontribusi secara signifikan kepada kemajuan yang sangat dinamis di China di dalam kurun waktu empat puluh tahun terakhir.
    Sementara di Indonesia, konstelasi fiskal semacam itu masih menjadi mimpi “di siang bolong” hingga hari ini. Daerah-daerah sangat tergantung kepada pusat secara fiskal, sekalipun secara politik daerah-daerah dibiarkan berpesta pora atas nama demokrasi semu.
    Pola ini kemudian secara politik memunculkan kesan bahwa pemimpin daerah yang berhasil adalah pemimpin yang bisa membawa sebanyak-banyaknya anggaran dari pusat ke daerah dalam berbagai bentuk, mulai dari pembesaran anggaran untuk APBD, penetapan daerah sebagai lokasi proyek strategis nasional, sampai pada penggiringan investasi BUMN ke daerah di berbagai sektor.
    Semuanya, lagi-lagi, sayangnya terkait dengan “kuasa” yang ada di Jakarta, bukan di daerah.
    Dan terakhir, masalah ketiga, adalah rendahnya moralitas politik dan sensitifitas sosial kepemimpinan baru di daerah.
    Akibat sumbatan keuangan dari pusat, baik karena konstelasi fiskal antara pusat dan daerah maupun karena kebijakan efisiensi nasional, kepala-kepala daerah justru mengembalikan bebannya kepada rakyat di daerah dengan menaikkan berbagai jenis pajak yang menjadi hak daerah.
    Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa keadaan ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja sejak dua tahun terakhir.
    Sikap beberapa kepala daerah ini mirip dengan sikap “para kapitalis” nasional di saat pajak barang dan jasa naik. Seketika harga barang dan jasa dinaikkan oleh produsennya alias dibebankan kembali kepada konsumen.
    Pemerintah pusat boleh saja berharap, atau tepatnya bermimpi, bahwa pemerintahan daerah akan berkreasi secara fiskal saat kebijakan efisiensi diberlakukan di awal tahun.
    Namun untuk Indonesia, harapan dan mimpi itu terlalu muluk. Bagi daerah yang takut kepada rakyatnya atau khawatir ditegur oleh pusat, kebijakan efisiensi ditanggapi dengan “aksi kembali ke rutinitas” di mana anggaran untuk pembangunan dipangkas sedemikian rupa, sementara anggaran rutin semakin membesar.
    Walhasil, pemerintah daerah hanya berjalan berdasarkan rutinitas yang sudah berlangsung selama ini. Tak ada pembangunan berarti, pun tak ada investasi baru yang diperjuangkan karena tidak ada anggaran untuk memperjuangkannya. Ujung-ujungnya juga “nol” alias “nihil”.
    Sementara bagi kepala daerah yang merasa terlalu banyak “utang” yang harus dibayar dengan berbagai macam proyek daerah yang dibiayai dari APBD, mau tak mau sumber pendapatan baru harus diraih, agar beberapa “proyek” atau “rencana” yang telah disepakati dengan “pihak ketiga” semasa Pilkada tetap bisa dibiayai di tahun depan.
    Jika PAD meningkat, plus realisasi belanja di tahun ini bisa maksimum, maka di tahun depan ajuan APBD yang akan disepakati oleh pusat dipastikan juga akan membesar. Bagi kepala daerah semacam ini, rakyat tak berada pada barisan prioritas.
    Jika rakyat masih bisa dibebani dengan kenaikan pajak-pajak daerah demi ambisi fiskal kepala daerah terpilih, maka tanpa malu dan ragu, rakyat di daerah akan terus dibebani.
    Namun, yang lupa dimasukkan ke dalam ekuasi politik fiskal kepala daerah jenis ini adalah bahwa potensi resistensi dan perlawanan dari rakyat daerah bisa meledak secara tak terduga.
    Dan itulah yang terjadi di Pati, mungkin juga nanti di Cirebon atau Jombang, jika kepala daerahnya tak segera merevisi aturan kenaikan PBB di daerahnya.
    Boleh jadi kali ini kepala-kepala daerah ini akan selamat secara politik, setidaknya sampai 2029. Namun sejatinya, dukungan sebenarnya sudah hilang.

    If you once forfeit the confidence of your fellow citizen, you can never regain their respect and esteem
    ,” kata Abraham Lincoln di tahun 1854.
    Sekali rakyat merasa benar-benar telah tersakiti, jangan harap kepercayaan itu akan kembali seperti semula.
    Dan dalam hemat saya, pernyataan Lincoln ini harus menjadi catatan untuk semua pemimpin di Indonesia, tidak hanya kepala daerah, tapi juga Presiden Prabowo Subianto, bahkan Jokowi sekalipun, yang bayang-bayangnya masih menghantui ruang publik kita sampai hari ini. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.