Jember (beritajatim.com) – Komisi C DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timut, mempersoalkan rendahnya nominal penawaran pemenang lelang proyek pemerintah daerah setempat. Rendahnya nominal ini berdampak terhadap kualitas pekerjaan.
Ketua Komisi C Ardi Pujo Prabowo mengatakan, dari 27 pemenang lelang, beberapa di antaranya memiliki nominal penawaran di bawah 80 persen dari harga perkiraan sendiri (HPS).
“Padahal kami dari awal ingin (nominal penawaran) pemenang lelang minimal 80 persen, sehingga kualitas dan kuantitas pembangunan akan baik,” kata Ardi, usai rapat dengar pendapat di ruang Komisi C, Senin (6/10.2025).
HPS adalah perkiraan harga yang ditetapkan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) sebagai dasar untuk menilai kewajaran harga penawaran penyedia dan menjadi acuan anggaran pengadaan. Penyusunan HPS didasarkan pada analisis biaya seperti material, tenaga kerja, keuntungan, dan pajak, serta berbagai data yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ardi menekankan kepada Dinas PU Bina Marga untuk meninjau ulang pemenang tender yang menawarkan nominal di bawah 80 persen dari HPS. “Jadi kami tidak ingin main-main. Pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di Jember harus benar-benar bagus dan berkualitas,” katanya.
Apalagi, lanjut Ardi, harga perkiraan sendiri (HPS) yang dibuat Pemkab Jember lebih rendah daripada Kabupaten Lumajang, Bondowoso, dan Banyuwangi. “Kami menekankan untuk minimal menyetarakan harga dengan tetangga sebelah untuk HPS, karena ini mempengaruhi kualitas kita. Kualitas kita harus benar-benar baik,” katanya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra Hanan Kukuh Ratmono juga berharap agar UKPBJ memperhatikan masalah ini dengan serius. “Kepentingan kami adalah kepentingan masyarakat agar mendapat manfaat berupa pekerjaan yang bagus, umur infrastruktur yang lama,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Jember Prima Kusuma Dewi mengatakan, evaluasi kewajaran harga dilakukan jika ada penawaran lelang di bawah 80 persen.
“Jadi tidak bisa serta-merta kalau ada penawaran di bawah 80 persen dari HPS bisa digugurkan. Itu tertuang dalam Surat Edaran Kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Tertib Evaluasi Kewajaran Harga pada Tender Barang atau Jasa Lainnya dan Pekerjaan Konstruksi,” kata Prima.
Menurut Prima, kelompok kerja (pokja) lelang akan mengirimkan undangan klarifikasi kewajaran harga, jika ada penawaran di bawah 80 persen. Rekanan akan diminta memberikan bukti pendukung berupa AHSP (Analisis Harga Satuan Pekerjaan) minimal untuk MPU (Mata Pembayaran Utama).
Tak cukup itu. Rekanan juga dimintai bukti dukung harga satuan dasar yang terdiri dari upah, bahan material, peralatan pada MPU. “Ketiga, bukti perhitungan kuantitas atau koefisien yang ditawarkan pada MPU, dan informasi nilai keuntungan dan biaya umum pada setiap mata pembayaran utama. Yang selanjutnya, MPU itu ditetapkan oleh PPK (Pejabatt Pembuat Komitmen),” kata Prima.
Menurut Prima, evaluasi kewajaran harga (EKH) itu harus dihadiri direktur atau personel perusahaan yang memperoleh kuasa direktur. “Cara pelaksanaan klarifikasi dapat dilakukan dengan luring atau daring,” katanya.
Prima mengaku sudah berupaya agar pemenang tender bisa memberikan tawaran minimal 80 persen dari HPS. “Keuntungan dan overhead itu sudah kita pisah. Dalam pelaksanaan EKH, pokja meminta peserta menyampaikan AHSP sekurang-kurangnya untuk MPU yang memisahkan nilai biaya umum dan keuntungan,” katanya.
Prima mengatakan, pokja sudah melakukan klarifikasi lapangan hingga ke Pertamina dan distributor. “Ini kita membicarakan paket pembangunan jalan, bahan yang terbesar adalah AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course),” katanya. Sementara untuk penyediaan personel, pokha sudah melakukan klarifikasi hingga pemberi kerja. [wir]