Bojonegoro (beritajatim.com) — Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) akan dimintai keterangan pihak Satreskrim Polres Bojonegoro terkait perizinan toko modern. Pasalnya, kuota pendirian toko modern di wilayah kota sudah habis sejak 2021, namun belakangan banyak berdiri toko modern baru, Minggu (23/2/2025).
Dua ASN yang akan diperiksa itu, mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Yusnita Liasari dan mantan Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro (Disdagkop UM).
“Siap memberikan keterangan,” kata mantan Kepala DPMPTSP Pemkab Bojonegoro, Yusnita Liasari, dikonfirmasi tentang kabar bakal adanya undangan dari Polres Bojonegoro kepada pihaknya.
Sementara Kasatreskrim Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono mengatakan, dalam proses penyelidikan dugaan adanya gratifikasi pendirian toko modern di wilayah hukumnya, ia bakal memanggil dua mantan kepala dinas itu pada pekan depan.
Namun, hingga hari ini hanya Yusnita Liasari yang buka suara. Sedangkan mantan Kadisdagkop Sukaemi memilih bungkam. “Kami panggil (Sukaemi dan Yusnita Liasari) minggu depan,” ujarnya.
Sukaemi diketahui kini telah dimutasi pada posisi barunya sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Sedangkan Yusnita Liasari sekarang menjabat Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Sebagai informasi, Polres Bojonegoro melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim telah melayangkan panggilan terhadap pihak-pihak terkait dugaan pungli pengurusan izin toko modern berjejaring, diantaranya lima pemilik gerai dan perusahaan toko modern berjejaring.
Namun dari lima pemilik gerai toko modern tersebut, dua diantaranya mangkir, satu pihak tidak hadir tanpa disertai alasan, sedangkan satunya lagi beralasan ada di luar negeri.
Polemik ini timbul ketika terjadi jumlah toko modern melebihi kuota sebagaimana diatur dalam Perbup 48/2021. Terkait ini, sejumlah fakta terkuak kala rapat kerja antara Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro dengan DPMPTSP dan Disdagkop UM.
Saat itu terjadi dua penafsiran berbeda dari dua organisasi perangkat daerah (OPD) itu. Suakemi mengklaim, pihaknya memiliki kewenangan menerbitkan rekomendasi pendirian toko modern berdasar pada Perbup 48/2021.
Sebaliknya, Yusnita membantah dalam penerbitan izin toko modern tidak diperlukan rekomendasi dari Disdagkop UM.
“Dalam Perbup 48/2021 Pasal 10 ayat (1) huruf d, disebutkan “mendapatkan rekomendasi teknis izin usaha”. Artinya yang berhak adalah Disdag, ketika itu belum Disdagkop UM,” kata Sukaemi memberikan tafsiran aturan tersebut ketika itu.
Menurut Kemmi, sapaan karibnya, Disdagkop UM memiliki tugas pokok dan fungsi (tusi) memberikan rekomendasi, tetapi sebelumnya harus berpedoman pada ITR (Informasi Tata Ruang) dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (DPU Bima PR). Jika lokasi dimaksud oleh DPU Bima PR boleh sebagai kawasan perdagangan, maka pihaknya mempedomani untuk menerbitkan rekomendasi, apabila masih ada kuota.
“Misalnya kecamatan kota, kami lihat kuotanya 19, sedangkan dalam catatan kami (baru 17) kami belum merekom 19, maka kami masih punya kewenangan mengeluarkan rekom, setelah itu dimasukkan dalam SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung) sebagai persayaratan untuk mendapatkan PBG,” ungkapnya.
Rekomendasi yang harus ada menurut Kemmi itu dibantah oleh DPMPTSP, bahwa penerbitan izin tidak perlu ada rekomendasi. Ini bertentangan dengan klaim Kemmi yang baru menerbitkan 17 rekomendasi, sebab mengacu pada perbup yang sama, kuota pendirian toko modern sudah habis.
“Izin yang kami terbitkan sudah sesuai dengan Perbup 48/2021, untuk kuota Kecamatan Bojonegoro sudah penuh (19), terakhir kami terbitkan tahun 2021, itu sebelum terbit Perbup 48, maka setelah itu kami tidak terbitkan izin lagi karena kuota sudah penuh,” beber Yusnita.
“Jadi rekomendasi Pak Kemmi itu tidak ada di OSS pak, izin usaha kan diproses di OSS, bukan di lainnya, dan OSS tidak mensyaratkan rekomendasi,” tegas Lia, panggilan karib Yusnita Liasari. [lus/ted]