kab/kota: Bojonegoro

  • KPK Sebut Eks Ketua DPRD Jatim Terima Fee Dana Hibah Rp 32 Miliar Lewat Istri dan Staf – Page 3

    KPK Sebut Eks Ketua DPRD Jatim Terima Fee Dana Hibah Rp 32 Miliar Lewat Istri dan Staf – Page 3

    Asep menjelaskan bahwa kasus yang melibatkan Kusnadi, JPP, HAS, SUK, WK, dan AR sebagai tersangka tersebut bermula dari adanya dugaan pertemuan antara pimpinan DPRD Jatim bersama fraksi untuk menentukan jatah hibah pokok pikiran (pokir) atau pokmas tahun 2019-2022 bagi setiap anggota DPRD Jatim.

    Kusnadi kemudian mendapatkan jatah dana hibah pokmas dengan total Rp 398,7 miliar selama 2019-2022, yakni dengan rincian Rp 54,6 miliar pada 2019, Rp 84,4 miliar pada 2020, Rp 124,5 miliar pada 2021, dan Rp 135,2 miliar pada 2022.

    Uang tersebut didistribusikan oleh Kusnadi kepada JPP sebagai korlap pengondisian dana pokmas di Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.

    Kemudian HAS sebagai korlap di Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan. Sementara SUK, WK, dan AR sebagai korlap di Kabupaten Tulungagung.

    Kelima korlap kemudian membuat proposal permohonan dana hibah dengan menentukan jenis pekerjaan, membuat rencana anggaran biaya (RAB), dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kusnadi yang menghasilkan kesepakatan pembagian biaya komitmen.

    Pembagian tersebut meliputi untuk Kusnadi sekitar 15-20 persen, korlap sekitar 5-10 persen, pengurus pokmas sekitar 2,5 persen, dan admin pembuatan proposal dan LPJ sekitar 2,5 persen.

    “Bayangkan, dari anggaran yang 100 persen, kemudian hanya 55 persen (untuk masyarakat, red.). Itu pun kemudian belum diambil keuntungannya oleh yang pelaksana,” kata Asep.

    ”Nah pelaksana misalkan mengambil 10 atau 15 persen. Jadi, yang nanti diterapkan hanya sekitar 40 persenan dari nilai anggarannya. Tentu saja ini sangat berpengaruh terhadap kualitas bangunan yang ada atau kualitas pekerjaan, jalan mudah rusak, bangunan mudah roboh, dan lain-lain, seperti itu imbasnya,” sambungnya.

    Selanjutnya, dana hibah yang disetujui tersebut dicairkan melalui rekening di Bank Jatim atas nama pokmas atau lembaga yang mengajukan proposal

    “Seluruh dananya diambil oleh para korlap yang kemudian membagi jatah kepada pengurus pokmas, serta admin pembuatan dan LPJ. Sementara untuk aspirator atau dalam hal ini adalah oknum anggota DPRD Jatim diberikan di awal atau sebagai ijon,” kata Asep.

  • Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Terima Suap Rp32,2 M dari Dana Hibah Pokmas

    Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Terima Suap Rp32,2 M dari Dana Hibah Pokmas

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi (KUS) menerima suap Rp32,2 miliar dari dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) tahun anggaran 2019-2022.

    Perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024, Sahat Tua P. Simanjuntak (STS).

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan KUS menerima suap dari 5 koordinator lapangan (Korlap) yang bertugas menyalurkan dana hibah ke wilayah yang diembannya.

    “Pada rentang 2019 – 2022, saudara KUS telah menerima komitmen fee secara transfer melalui rekening istrinya dan staf pribadinya ataupun tunai yang berasal dari beberapa Korlap mencapai total Rp32,2 miliar,” kata Asep dalam Konferensi Pers, Kamis (2/10/2025).

    Asep menyampaikan terjadi pengkondisian penyaluran dana Pokmas di beberapa daerah melalui Koordinator Lapangan (Korlap) dari total dana yang diterima KUS untuk hibah Pokmas Rp398,7 miliar

    Para Korlap tersebut adalah HAS selaku Korlap Pokmas menyalurkan anggaran ke Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.

    Begitupun JPP sebagai Korlap untuk wilayah Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan SUK, WK, dan AR mengkondisikan dana Pokmas untuk Kabupaten Tulungagung.

    Asep merincikan KUS mendapat dana dari JPP sebesar Rp18,6 miliar; HAS sebesar Rp11,5 miliar, dan SUK, WK, serta AR sebesar Rp21 miliar.

    “Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyarakat hanya sekitar 55% sampai dengan 70% dari anggaran awal,” ujar Asep.

    Para Korlap membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sendiri, dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sendiri pengkondisian anggaran.

    Selain itu, KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap aset milik KUS yakni 3 bidang tanah dengan total luas mencapai 10.566 m2 di Kabupaten Tuban; 2 bidang tanah beserta bangunan dengan total seluas 2.166 m2 di Kabupaten Sidoarjo; dan 1 unit kendaraan roda empat (Mitsubishi Pajero).

    Atas perbuatannya, Tersangka JPP, HAS, SUK, dan WK, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Polres Bojonegoro Turun Tangan Usut Tuntas Dugaan Keracunan Massal Siswa Kedungadem

    Polres Bojonegoro Turun Tangan Usut Tuntas Dugaan Keracunan Massal Siswa Kedungadem

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kepolisian Resor (Polres) Bojonegoro langsung bergerak dan bertindak tegas mengusut tuntas insiden dugaan keracunan massal yang menimpa ratusan siswa di Kecamatan Kedungadem. Insiden ini terjadi usai para siswa menyantap menu Makanan Bergizi Gratis (MBG). Sejumlah pihak terkait telah dimintai keterangan oleh aparat.

    Kapolres Bojonegoro, AKBP Afrian Satya Permadi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi lapangan secara langsung ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), lokasi penyedia menu MBG.

    Langkah konkret kepolisian tidak hanya berhenti pada pengecekan lokasi. AKBP Afrian menegaskan, pihaknya telah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk mengambil sampel seluruh menu MBG. Sampel ini selanjutnya dikirimkan dan diperiksa di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Bojonegoro.

    “Kami langsung melakukan cek ke tempat tersebut, mendampingi dinkes untuk pengambilan sampel guna dikirimkan ke laboratorium kesehatan daerah,” tegas AKBP Afrian, Kamis (2/10/2025).

    Polisi lulusan Akpol tahun 2006 ini menambahkan, timnya juga telah melakukan klarifikasi terhadap berbagai pihak yang dianggap bertanggung jawab dan memiliki wewenang. Tindakan itu, kata AKBP Afrian, merupakan bagian dari upaya kepolisian untuk mengungkap biang kerok di balik kejadian keracunan massal di Kecamatan Kedungadem.

    “Melakukan klarifikasi terhadap para pihak yang berwenang di SPPG. Selain itu, juga mengklarifikasi Dinkes dan Kepala Sekolah setempat,” jelas Eks Sekpri Wakapolri ini.

    Kondisi Siswa Membaik dan Sudah Dipulangkan

    Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, Ninik Susmiati, mengabarkan kondisi terkini para korban. Seluruh siswa yang sempat dilarikan ke Puskesmas Kedungadem kini sudah berangsur membaik dan telah diizinkan pulang ke rumah masing-masing.

    Peristiwa ini paling banyak berdampak pada siswa SMAN 1 Kedungadem, dengan total 22 siswa sempat dirawat di Puskesmas, 50 ditangani di UKS, dan 61 siswa tidak masuk karena sakit. Beberapa siswa dari SDN Tumbrasanom (4 siswa) dan MTs Plus Nabawi (6 siswa) juga dilaporkan sakit.

    “Semua siswa yang dirawat di puskesmas saat ini sudah pulang. Kondisinya membaik,” ujar Ninik Susmiati.

    Penyebab Pasti Masih Menunggu Hasil Lab

    Meskipun para korban sudah pulang, Ninik mengakui bahwa penyebab pasti keracunan massal ini belum bisa dipastikan. Indikasi bisa berasal dari berbagai faktor, mulai dari makanan, air, alat makan, hingga kondisi lingkungan di sekolah maupun dapur SPPG.

    “Kasus seperti ini tentu banyak kemungkinan penyebabnya. Karena itu, semua sampel makanan, peralatan makan, dan air sudah kami bawa untuk diperiksa di Labkesda Dinkes Bojonegoro,” pungkasnya. [lus/suf]

  • KPK Tahan 4 Tersangka Pemberi Suap Dana Hibah Pokmas di Jawa Timur

    KPK Tahan 4 Tersangka Pemberi Suap Dana Hibah Pokmas di Jawa Timur

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan 4 tersangka dalam kasus dugaan korupsi suap dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur 2019-2022.

    Keempat tersangka, yaitu Hasanuddin (HAS) anggota DPRD Jatim 2024-2029; Jodi Pradana Putra (JPP) selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar; Sukar (SUK) mantan Kepala Desa Kabupaten Tulungagung; Wawan Kristiawan (WK) pihak swasta dari Tulungagung. Adapun satu tersangka lainnya A. Royan (AR) yang tidak ditahan hari ini karena berhalangan sakit.

    “Terhadap keempat Tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 s.d. 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK, Merah Putih,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers, Kamis (2/10/2025).

    Asep mengatakan mereka merupakan pemberi suap kepada Kusnadi (KUS) mantan Ketua DPRD Jawa Timur. Dalam konstruksi perkaranya, KUS mulanya memperoleh APBD untuk hibah Pokmas sebesar Rp398,7 miliar dengan rincian; Rp54,6 miliar (tahun 2019); Rp84,4 miliar (tahun 2020); Rp124,5 miliar (tahun 2021); Rp135,2 miliar (tahun 2022).

    Dia menyampaikan terjadi pengkondisian penyerapan dana Pokmas di beberapa daerah melalui Koordinator Lapangan (Korlap).

    HAS selaku Korlap Pokmas menyalurkan anggaran ke Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan.

    Begitupun JPP sebagai Korlap untuk wilayah Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan SUK, WK, dan AR mengkondisikan dana Pokmas untuk Kabupaten Tulungagung.

    Masing-masing Korlap memanipulasi proposal pengajuan dana hingga laporan pertanggungjawaban. Adapun dalam hal ini KUS bersama Korlap membuat perjanjian komitmen fee saat anggaran telah cair.

    Dalam rentang 2019-2022, KUS menerima komitmen fee dari masing-masing Korlap yang ditransfer melalui rekening istri dan staf pribadi KUS. Total yang didapatkan KUS sebesar Rp32,2 miliar.

    Dari JPP sebesar Rp18,6 miliar dari total dana hibah Rp91,7 miliar; HAS sebesar Rp11,5 miliar dari total dana Rp30 miliar; dan SUK, WK, serta AR sebesar Rp21 miliar dari anggaran yang dikelola Rp10 miliar.

    Atas perbuatannya, Tersangka JPP, HAS, SUK, dan WK, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

  • KPK Sebut Kusnadi Terima Fee Rp32,2 Miliar, Ditransfer ke Rekening Istri dan Staf Pribadi

    KPK Sebut Kusnadi Terima Fee Rp32,2 Miliar, Ditransfer ke Rekening Istri dan Staf Pribadi

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Kusnadi selaku Ketua DPRD Jawa Timur menerima fee atau komisi sebesar Rp32,2 miliar terkait pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Pemerintah Provinsi Jatim Tahun Anggaran (TA) 2019-2022. Fee tersebut diterima Kusnadi yang juga politikus PDI Perjuangan tersebut melalui transfer ke rekening istri dan staf pribadinya.

    “Pada rentang 2019 – 2022, Sdr. KUS (Kusnadi, red) telah menerima komitmen fee secara transfer melalui rekening istrinya dan staf pribadinya ataupun tunai yang berasal dari beberapa Korlap mencapai total Rp32,2 miliar,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Kamis (2/10/2025).

    Rincianya, dari Jodi Pradana Putra (JPP) selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar sebagai Korlap melakukan pengkondisian dana Pokmas di 3 (tiga) daerah, meliputi Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung sejumlah Rp18,6 miliar atau 20,2% dari total dana hibah yang dikelola sebesar Rp91,7 miliar

    Dari Hasanuddin selaku pihak swasta dari Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2024 – 2029 yang memegang dana Pokmas di 6 (enam) daerah, yakni Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan, Kusnadi menerima Rp11,5 miliar atau 30,3% dari total dana hibah yang dikelola sebesar Rp30 miliar.

    Sedangkan dari Sukar (SUK) selaku mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung bersama Wawan Kristiawan (WK) dan A Royan (AR) selaku pihak swasta dari Tulungagung; bertugas mengelola dana Pokmas di Kabupaten Tulungagung, Kusnadi menerima Rp2,1 miliar atau 21% dari dana hibah yang dikelola sebesar Rp10miliar.

    “Dalam perkara ini, KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap asetaset milik Sdr. KUS (Kusnadi, red),” tegas Asep.

    Menurutnya, aset tersebut meliputi tiga bidang tanah dengan total luas mencapai 10.566 m2 di Kabupaten Tuban. Dua bidang tanah beserta bangunan dengan total seluas 2.166 m2 di Kabupaten Sidoarjo.

    “Dan, satu unit kendaraan roda empat berupa Mitsubishi Pajero ” kata Asep. [hen/ian]

  • KPK Sebut Kusnadi Terima Fee Rp32,2 Miliar, Ditransfer ke Rekening Istri dan Staf Pribadi

    KPK Sebut Kusnadi Dapat Jatah Hibah Rp398,7 Miliar, hanya Sebagian yang Diterima Masyarakat

    Jakarta (beritajatim.com) –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan pertemuan antara pimpinan DPRD Jawa Timur bersama fraksi untuk menentukan jatah hibah Pokok Pikiran (pokir) pada tahun 2019 hingga 2022.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut Mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi mendapat jatah hibah pokir dengan total nilai mencapai Rp398,7 miliar.

    “Bahwa terhadap Sdr. KUS selaku Ketua DPRD Jatim mendapat jatah dana hibah pokir mencapai total Rp398,7 miliar,” kata Asep, Kamis (2/10/2025).

    Rinciannya yaitu Rp54,6 miliar pada 2019, Rp84,4 miliar pada 2020, Rp124,5 miliar pada 2021, dan Rp135,2 miliar pada 2022. Dari jatah tersebut, sebagian dana didistribusikan melalui sejumlah pihak swasta yang berperan sebagai koordinator lapangan (korlap).

    Hasanuddin dari Kabupaten Gresik yang kini menjabat Anggota DPRD Jatim periode 2024–2029, disebut memegang kendali dana Pokmas di enam daerah, yakni Kabupaten Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan. Sementara itu, Jodi Pradana Putra (JPP) dari Kabupaten Blitar bertugas mengondisikan dana Pokmas di Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.

    Di sisi lain, Sukar (SUK), mantan Kepala Desa dari Tulungagung, bersama Wawan Kristiawan (WK) dan A Royan (AR) dari Tulungagung juga disebut mengelola dana Pokmas di daerah tersebut.

    “Selanjutnya, masing-masing Koordinator Lapangan (Korlap) membuat proposal permohonan dana hibah dengan menentukan jenis pekerjaannya sendiri, membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) sendiri, dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sendiri,” papar Asep.

    Menurut KPK, terjadi kesepakatan pembagian fee dari dana hibah pokir. Kusnadi diduga menerima sekitar 15-20 persen, Korlap mendapat 5-10 persen, pengurus Pokmas 2,5 persen, serta admin pembuat proposal dan LPJ 2,5 persen.

    “Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyarakat hanya sekitar 55 persen sampai 70 persen dari anggaran awal,” tegas Asep.

    Asep menambahkan, dana hibah yang disetujui dicairkan melalui rekening Bank Jatim atas nama kelompok masyarakat atau lembaga pengaju proposal. Namun seluruh dana kemudian ditarik para korlap untuk dibagikan sesuai jatah masing-masing.

    “Para Korlap kemudian membagi jatah kepada pengurus Pokmas serta admin pembuatan dan LPJ. Sedangkan untuk aspirator (Kusnadi, red), diberikan di awal atau sebagai ijon,” ungkapnya. [hen/ian]

  • DBH Migas 2026 Disunat, Bojonegoro Hanya Terima Rp941 M dari Sektor Energi

    DBH Migas 2026 Disunat, Bojonegoro Hanya Terima Rp941 M dari Sektor Energi

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro dipastikan hanya menerima dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp3,29 triliun pada 2026. Jumlah ini turun Rp1,46 triliun dibanding alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp4,75 triliun.

    TKD dari pemerintah pusat terdiri atas sejumlah komponen, yakni Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Desa (DD), Dana Insentif Fiskal, Dana Hibah ke Daerah, Dana Otonomi Khusus, serta Dana Keistimewaan. Dari beberapa pos tersebut, penurunan paling signifikan terjadi pada DBH, khususnya DBH minyak bumi.

    Pada 2025, Pemkab Bojonegoro menerima DBH minyak bumi Rp1,93 triliun. Namun tahun depan, jumlah itu anjlok menjadi Rp941 miliar.

    “Untuk DBH SDA menurun bisa juga karena harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” kata Kepala KPPN Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, Kamis (2/10/2025).

    Selain DBH minyak bumi, DBH pajak juga terpangkas tajam dari Rp975 miliar pada 2025 menjadi Rp302 miliar di 2026. Beberapa alokasi DAK Non Fisik turut berkurang, di antaranya Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan PAUD, Bantuan Operasional Kesehatan, Bantuan Puskesmas, serta Bantuan Keluarga Berencana.

    Meski banyak komponen yang dikurangi, sejumlah pos anggaran justru mengalami peningkatan. DAU naik dari Rp995 miliar menjadi Rp1,22 triliun pada 2026. Tambahan anggaran ini dialokasikan untuk belanja yang tidak ditentukan penggunaannya, termasuk kebutuhan PPPK, kelurahan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum.

    Kenaikan signifikan juga terjadi pada DAK Fisik, dari Rp524 juta pada 2025 melonjak menjadi Rp39 miliar tahun depan, atau bertambah Rp38,6 miliar. DAK ini diperuntukkan bagi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur jalan.

    Teguh menjelaskan, turunnya DBH SDA disebabkan ketentuan dalam Undang-undang APBN 2026 yang hanya memperhitungkan 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

    Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Lasuri, menegaskan pihaknya akan mengawal kebijakan tersebut. “Kalau pemotongan murni maka tidak ada harapan untuk kekurangannya dibayarkan di tahun yang akan datang, tapi kalau penundaan kita masih punya harapan untuk dibayarkan di tahun yang akan datang,” ujarnya.

    Sebagai langkah lanjut, DPRD berencana mendatangi Kementerian Keuangan untuk meminta kejelasan. Pasalnya, Bojonegoro merupakan daerah penghasil yang menyumbang sekitar 30 persen produksi minyak bumi nasional. [lus/beq]

  • Dana Transfer Daerah 2026 untuk Bojonegoro Anjlok Rp1,46 Triliun

    Dana Transfer Daerah 2026 untuk Bojonegoro Anjlok Rp1,46 Triliun

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro diproyeksikan harus bersiap mengencangkan ikat pinggang pada tahun 2026 mendatang. Pasalnya, alokasi dana transfer dari pemerintah pusat dipastikan turun signifikan, terutama dari sektor andalan daerah, yakni minyak dan gas (migas).

    Kepala Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, mengungkapkan, total Transfer ke Daerah (TKD) untuk Bojonegoro pada tahun 2026 dialokasikan sebesar Rp3,29 triliun. Jumlah itu anjlok Rp1,46 triliun dibandingkan alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp4,75 triliun.

    “Kami sampaikan alokasi dana transfer pusat ke daerah (TKD) untuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2026, yang memang dialokasikan turun,” ujar Teguh Ratno Sukarno, Kamis (2/10/2025).

    Komponen Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi faktor utama penyebab turunnya TKD Bojonegoro. Pada tahun 2025, Bojonegoro menerima DBH sebesar Rp2,92 triliun. Namun, pada 2026 jumlahnya merosot drastis menjadi hanya Rp1,24 triliun, atau berkurang sekitar Rp1,68 triliun.

    Teguh menjelaskan bahwa penurunan ini tidak lepas dari adanya perubahan kebijakan dalam Undang-Undang APBN 2026. “Sesuai ketentuan di UU APBN 2026, alokasi DBH Sumber Daya Alam (SDA) diperhitungkan hanya 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” jelasnya.

    Kebijakan baru ini berbeda dari mekanisme perhitungan sebelumnya yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Selain faktor regulasi, Teguh menambahkan dinamika pasar komoditas global juga ikut memengaruhi besaran DBH.

    “Untuk DBH SDA, penurunan juga bisa disebabkan oleh harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” tambahnya.

    Penurunan alokasi dana transfer tidak hanya dialami Bojonegoro. Secara nasional, APBN 2026 menetapkan alokasi TKD sebesar Rp693 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan alokasi TKD pada APBN 2025 yang mencapai Rp848 triliun, atau turun sekitar Rp155 triliun.

    Dana TKD sendiri merupakan gabungan dari berbagai komponen, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga Dana Desa, yang selama ini menjadi penopang utama anggaran daerah di Indonesia. [lus/beq]

  • Sidang Pembunuhan Dua Jamaah Subuh di Kedungadem Bojonegoro, Terdakwa Ngaku Beri ‘Pelajaran’

    Sidang Pembunuhan Dua Jamaah Subuh di Kedungadem Bojonegoro, Terdakwa Ngaku Beri ‘Pelajaran’

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasus pembunuhan sadis terhadap dua jamaah salat Subuh di Musala Al Manar, Desa/Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro kembali memasuki babak persidangan di Pengadilan Negeri (PN) setempat.

    Sidang lanjutan dengan nomor perkara 117/Pid.B/2025/PN Bjn ini beragendakan pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan pemeriksaan terdakwa, Rabu (1/10/2025).

    Pemeriksaan terdakwa dan saksi kunci

    Persidangan digelar di Ruang Kartika PN Bojonegoro, dengan dipimpin oleh Hakim Ketua Wisnu Widiastuti, didampingi Hakim Anggota Hario Purwo Hantoro dan Achmad Fachrurrozi. Agenda ini menghadirkan terdakwa utama, Sujito bin Slamet (67).

    Selain terdakwa, JPU juga menghadirkan sejumlah saksi kunci. Di antaranya adalah Arik Wijayanti (60), korban selamat yang juga istri dari salah satu korban meninggal, almarhum Abdul Aziz (62). Saksi lain termasuk keluarga almarhum Cipto Rahayu (61) serta beberapa warga dan pengurus musala yang menyaksikan langsung aksi pembunuhan tersebut.

    JPU Adieka Raharditiyanto menjelaskan bahwa fokus sidang kali ini adalah pemeriksaan terhadap Sujito serta pemaparan surat keterangan hasil pemeriksaan korban atau Visum et Repertum (VeR).

    Kronologi Terungkap: Dendam Tanah dan Bantuan

    Majelis Hakim berupaya keras menggali dan merunut kronologi peristiwa, termasuk detail motif yang melatarbelakangi terdakwa hingga tega menghabisi nyawa kedua tetangganya.

    “Majelis Hakim merunut bagaimana rangkaian kejadian yang sebenarnya, niatnya [terdakwa] bagaimana, sikap dan kondisi batin terdakwa, semuanya sudah terbukti jelas,” terang Adieka usai persidangan.

    Dalam pemeriksaan, terungkap adanya dua hal yang kontradiktif dari pengakuan terdakwa. Di satu sisi, Sujito berdalih bahwa ia tidak memiliki niatan untuk membunuh. Ia mengaku aksinya hanya bertujuan untuk “memberikan pelajaran” kepada korban.

    Namun, pengakuan itu berlawanan dengan fakta bahwa terdakwa mengakui telah menyiapkan sebilah parang sebelum penyerangan dilakukan saat salat Subuh. Hal ini menguatkan indikasi adanya niat terencana, bukan spontanitas.

    Akar masalah utama pembunuhan ini, menurut keterangan di persidangan, adalah dendam dan sakit hati terdakwa terhadap para korban. Persoalan ini dipicu oleh sengketa bantuan untuk cucunya serta konflik terkait tanah yang kini dijadikan akses jalan umum.

    Keterangan Berbelit-belit, JPU Siapkan Tuntutan

    JPU Adieka menyebutkan, selama persidangan, terdakwa Sujito menunjukkan sikap yang keras kepala dan memberikan keterangan yang berbelit-belit. Hal ini sempat membuat jalannya persidangan berjalan alot.

    “Sudah jelas dan terbukti, bahwa ada niat sebelumnya, bukan spontanitas dari terdakwa. Saat memberikan keterangan juga terkesan berbelit-belit dan terdakwa ini keras kepala, sehingga sedikit mengganggu jalannya persidangan,” jelas Adieka.

    Usai sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi kunci, sidang selanjutnya akan digelar dengan agenda pembacaan tuntutan. “Selanjutnya agenda pembacaan tuntutan, dan saat ini masih kami sempurnakan. Untuk memberikan keadilan,” tutup Adieka.

    Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa, Sunaryo Abumain, memilih untuk tidak memberikan tanggapan yang detail. Ia menyatakan akan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Majelis Hakim. “Biar hakim yang menilai dan memutuskan, kami sepenuhnya mengikuti,” singkatnya. [lus/suf]

  • Pencemaran Bengawan Solo di Bojonegoro Masih Misteri, DLH Tunggu Hasil Uji Laboratorium

    Pencemaran Bengawan Solo di Bojonegoro Masih Misteri, DLH Tunggu Hasil Uji Laboratorium

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasus pencemaran Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro hingga kini belum terungkap secara pasti. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro masih menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel air yang diambil beberapa waktu lalu.

    Kepala DLH Bojonegoro, Luluk Alifah, menyampaikan bahwa pengujian dilakukan di laboratorium di Surabaya dan diperkirakan hasilnya baru keluar pada 8 Oktober 2025. “Hasil uji sedang dalam proses di laboratorium Surabaya, dan kami menunggu hasilnya,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

    Sebagai langkah investigasi, DLH Bojonegoro berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, serta Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup di Surabaya. Komunikasi juga dilakukan dengan DLH Ngawi sebagai wilayah hulu Bengawan yang melintasi Bojonegoro.

    Menurut Luluk, kondisi air di Ngawi juga diduga telah tercemar dalam beberapa waktu terakhir. Karena itu, keterhubungan aliran sungai menjadi salah satu aspek penting dalam penelusuran sumber pencemaran.

    Pemantauan kondisi air Bengawan dilakukan secara langsung di lapangan maupun melalui sistem Monitoring Online Status Mutu Air milik Kementerian Lingkungan Hidup.

    Sebelumnya, pencemaran di Sungai Bengawan Solo wilayah Bojonegoro dilaporkan terjadi sejak 16 hingga 23 September 2025 dengan tingkat pencemaran kategori sedang. Kondisi serupa kembali terulang dari 27 September hingga 1 Oktober, berdasarkan data sistem monitoring kementerian. [lus/beq]