kab/kota: Bogor

  • Gempa Magnitudo 2,3 Guncang Kota Bogor
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 September 2025

    Gempa Magnitudo 2,3 Guncang Kota Bogor Megapolitan 19 September 2025

    Gempa Magnitudo 2,3 Guncang Kota Bogor
    Penulis
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan adanya gempa bumi dengan magnitudo 2,3 yang terjadi di wilayah barat daya Kota Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (19/9/2025) malam.
    “Gempa Magnitudo 2.3 pukul 18:58:34 WIB,” demikian informasi BMKG melalui akun X
    @infoBMKG
    .
    Dalam laporannya, gempa terjadi dengan lokasi 6.73 Lintang Selatan dan 106.58 Bujur Timur.
    Pusat gempa berada di darat, sekitar 28 kilometer barat daya Kota Bogor, dengan kedalaman 10 kilometer.
    BMKG menyampaikan bahwa informasi ini merupakan hasil pemodelan cepat.
    “Informasi ini mengutamakan kecepatan, sehingga hasil pengolahan data belum stabil dan bisa berubah seiring kelengkapan data,” demikian pernyataan BMKG.
    Hingga kini, belum ada laporan terkait dampak kerusakan maupun korban akibat gempa tersebut
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisah Ibu di Sukabumi Bertahan Hidup Setelah Anaknya Jadi Korban TPPO di China

    Kisah Ibu di Sukabumi Bertahan Hidup Setelah Anaknya Jadi Korban TPPO di China

    Pencarian RR (23) gadis asal Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi akhirnya menemui titik terang setelah dua bulan hilang kontak. Menurut SG, saksi sekaligus pihak keluarga, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) menginformasikan, RR tidak berada di Xiamen seperti yang sempat diberitakan, melainkan di Guangzhou, China. 

    “KJRI tadi sore menginformasikan, dia bilang sudah menemukan RR di Guangzhou dan sudah ditemui oleh kepolisian China,” ungkap SG, Kamis (18/9/2025).

    Sebelum dibawa ke China, RR sempat disekap selama dua minggu di sebuah rumah di Bogor. Di sana, kata SG, dokumen keberangkatannya diproses dan skenario pernikahan palsu dengan pria China itu dibuat.

    “RR bercerita, di ruang tamu rumah ada banyak orang. Lalu datang orang yang diduga penghulu dan bertanya di mana orang tua RR. Kemudian ditunjuklah seorang pria, padahal itu semua orang bayaran,” jelasnya.

    Setelah itu, orang-orang tersebut menghubungi pria asal China melalui panggilan video, lalu RR langsung dinikahkan. 

    Setelah disekap, RR dibawa ke Jakarta dan diterbangkan ke China. Setibanya di bandara, ia langsung diserahkan kepada pria yang mengaku sebagai suaminya.

    Keluarga baru mengetahui RR berada di China setelah dua bulan hilang kontak. Salah satu ponsel RR disita, namun RR berhasil menyembunyikan ponsel lainnya. 

    “Kan RR itu punya dua HP, yang satunya diambil oleh mereka supaya menutup komunikasi, nah RR pintar, disembunyikan HP satunya lagi, dari situlah RR bisa komunikasi ketika sudah dua bulan di China,” ungkapnya. 

    Melalui ponsel itulah ia bisa berkomunikasi diam-diam dengan SG dan menceritakan semua yang dialaminya, mulai dari tawaran kerja palsu hingga disekap dan dipaksa menikah.

  • Sungai Cisadane dan Ketahanan Lingkungan

    Sungai Cisadane dan Ketahanan Lingkungan

    Muhammad Syahrul Ramadhan • 19 September 2025 14:26

    Sungai Cisadane adalah salah satu sungai besar yang menjadi nadi ekologis, sosial, dan ekonomi di Jawa Barat dan Banten. Dengan panjang sekitar 126 kilometer, sungai ini berhulu di Gunung Pangrango dan disuplai juga oleh mata air Gunung Salak lalu mengalir melalui Bogor, membelah wilayah Tangerang, hingga bermuara di Tanjung Burung. 

    Sejak lama, Cisadane bukan hanya sebatas aliran air, tetapi juga sumber kehidupan, identitas budaya, dan ruang sosial masyarakat. Tradisi Festival Cisadane dan ritual ruwatan sungai menunjukkan keterikatan historis antara manusia dan alam. 

    Namun demikian, perkembangan aktivitas masyarakat dan industrialisasi dalam beberapa dekade terakhir membawa tekanan besar terhadap daya dukung sungai. Banjir musiman, longsor, pencemaran limbah industri, dan tumpukan sampah plastik telah mendorong Cisadane ke ambang krisis ekologis. Dalam situasi ini, konsep ketahanan lingkungan menjadi aspek penting untuk memahami kapasitas sungai ini bertahan, beradaptasi, dan pulih.

    Ketahanan dapat didefinisikan sebagai kapasitas suatu sistem, baik alam, sosial, ekonomi, maupun gabungan antaranya, untuk bertahan, beradaptasi, dan pulih ketika menghadapi gangguan, tekanan, atau perubahan, tanpa kehilangan fungsi, struktur, dan identitas utamanya, serta dengan kemampuan untuk bertransformasi bila diperlukan guna menjamin keberlanjutan jangka panjang. 

    Dalam literatur ekologi, kajian tentang ketahanan terbagi ke dalam dua kelompok besar dengan fokus yang berbeda (Donohue et al., 2013). Kelompok pertama adalah penelitian tentang stabilitas ekologi tradisional yang berasumsi bahwa pola dan proses ekologis beroperasi dalam satu rezim keseimbangan (basin of attraction). Konsep-konsep dalam kelompok ini berfokus pada resistensi, persistensi, variabilitas, dan ketahanan. 

    Untuk memperjelas perbedaan dengan pendekatan lain, ketahanan dalam kerangka ini biasanya disebut engineering resilience (Gunderson, 2000), yang identik dengan kemampuan sistem untuk pulih, bangkit kembali, dan kembali ke kondisi semula (Angeler & Allen, 2016).

    Pengukuran stabilitas ekologi ini berguna untuk mengkarakterisasi respon ekosistem setelah terganggu, misalnya sejauh mana suatu sistem menyimpang, berfluktuasi, dan pulih pasca gangguan. Akan tetapi, ukuran ini tidak menangkap sifat sistem adaptif kompleks dari ekosistem, yakni interaksi rumit faktor abiotik dan biotik serta kemungkinan munculnya rezim alternatif, misalnya danau yang berubah dari kondisi jernih ke keruh. Kompleksitas perilaku sistem adaptif inilah yang kemudian dikenal sebagai ecological resilience (Gunderson, 2000). 

    Konsep ini kian menarik perhatian para ilmuwan, baik dalam ilmu alam, penilaian risiko, maupun desain infrastruktur. Ecological resilience menekankan kapasitas adaptif, yakni seberapa besar gangguan dapat diserap sebelum sistem melewati ambang batas yang menyebabkan reorganisasi substansial dalam struktur dan fungsi sehingga stabil pada rezim alternatif.

    Dalam konteks Sungai Cisadane, kedua konsep ini dapat digunakan untuk memahami masalah sekaligus mencari solusi. Dari sisi engineering resilience, pertanyaannya adalah sejauh mana Cisadane dapat pulih kembali setelah banjir, longsor, atau pencemaran. 

    Sedangkan dari sisi ecological resilience, fokusnya adalah apakah sistem sungai masih mampu menyerap tekanan berulang tanpa beralih ke kondisi baru yang lebih buruk, misalnya rezim sungai tercemar permanen dengan keanekaragaman hayati rendah.
    Tiga masalah utama Cisadane memperlihatkan relevansi dua pendekatan ini. 

    Pertama adalah banjir tahunan di Tangerang yang dipicu oleh curah hujan ekstrem di hulu dan menyusutnya daerah resapan. Dari sudut engineering resilience, perbaikan pintu air, tanggul, dan kolam retensi adalah upaya untuk mempercepat pemulihan. 

    Tetapi dari sudut ecological resilience, banjir berulang menunjukkan jika sistem telah kehilangan kapasitas adaptif, karena ruang sungai semakin sempit dan fungsi resapan hilang, sehingga banjir bisa menjadi rezim baru yang permanen. 

    Kedua, longsor dan erosi bantaran di Bogor sering merusak rumah serta infrastruktur. Secara engineering resilience, solusi teknis seperti bronjong atau tanggul dapat menahan tebing. Tetapi secara ecological resilience, permukiman ilegal di bantaran dan hilangnya vegetasi menunjukkan reorganisasi struktural yang jika terus berlangsung akan mengubah fungsi sungai secara permanen. 

    Ketiga, pencemaran air akibat limbah industri dan sampah plastik adalah ancaman paling serius. Secara engineering resilience, pencemaran bisa dipulihkan dengan instalasi pengolahan air limbah. Tetapi jika ambang adaptif terlampaui, Cisadane bisa jatuh ke rezim alternatif, yakni sungai tercemar permanen yang kehilangan biodiversitas dan gagal menyediakan air layak.

    Kerangka hukum sebenarnya sudah ada. UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, serta RTRW Kota Tangerang 2012–2032 dll., menegaskan sempadan Cisadane sebagai kawasan lindung. Namun demikian, lemahnya penegakan hukum membuat regulasi tersebut tidak efektif. 

    Permukiman ilegal masih berdiri di bantaran, industri kerap membuang limbah, dan sanksi hukum jarang diterapkan. Hal ini menandakan lemahnya governance resilience, yaitu kapasitas kelembagaan untuk menjaga sistem agar tetap adaptif menghadapi tekanan.
    Membangun ketahanan Cisadane menuntut strategi yang menggabungkan engineering resilience dan ecological resilience. 

    Dari sisi engineering resilience, perlu dibangun infrastruktur adaptif: tanggul alami, kolam retensi, dan sistem peringatan dini untuk banjir. Dari sisi ecological resilience, strategi harus menyentuh transformasi tata guna lahan dan perilaku sosial. Inspirasi global memberikan pelajaran berharga. 

    Revitalisasi Cheonggyecheon di Seoul menunjukkan keberanian politik mengubah sungai kumuh menjadi ruang publik sehat. Proyek River of Life di Kuala Lumpur memperlihatkan integrasi sanitasi dan wisata kota. Konsep Room for the River di Belanda menekankan pentingnya memberi ruang bagi sungai untuk meluap secara terkendali. Jika diadaptasi ke Cisadane, strategi tersebut dapat meliputi relokasi warga bantaran, rehabilitasi hutan hulu melalui agroforestri, pembangunan sabuk mangrove di hilir, dan pengembangan ekowisata sebagai insentif sosial-ekonomi.

    Masyarakat adalah pilar utama dalam ketahanan lingkungan. Partisipasi publik membuat strategi teknis menjadi lebih kokoh. Komunitas Banksasuci di Tangerang membuktikan bahwa pengelolaan sampah dapat disinergikan dengan pemberdayaan ekonomi. Keterlibatan warga dapat diarahkan pada tiga ranah: edukasi lingkungan di sekolah dan komunitas, pengembangan ekonomi hijau seperti bank sampah dan urban farming, serta ekowisata berbasis komunitas yang memadukan nilai ekonomi dan budaya. Dengan hal itu, Cisadane tidak hanya dipandang sebagai objek kebijakan pemerintah, tetapi juga ruang kolektif yang dijaga bersama.

    Sekalipun peluang revitalisasi terbuka, tantangan yang dihadapi selalu ada. Lemahnya penegakan hukum, fragmentasi kelembagaan antara hulu dan hilir, keterbatasan pendanaan, serta dampak perubahan iklim berupa curah hujan ekstrem dan intrusi air laut menurunkan kapasitas adaptif sistem. 

    Rekomendasi yang dapat diajukan antara lain memperkuat sanksi hukum, menerapkan model pengelolaan terpadu lintas wilayah (Integrated Water Resources Management), mengembangkan skema pendanaan inovatif seperti green bond atau carbon credit, serta memanfaatkan teknologi digital untuk pemantauan kualitas air dan prediksi banjir. Keterlibatan generasi muda melalui pendidikan dan gerakan komunitas akan memastikan keberlanjutan yang bersifat jangka panjang.

    (Eriko Silaban)

    Sungai Cisadane adalah salah satu sungai besar yang menjadi nadi ekologis, sosial, dan ekonomi di Jawa Barat dan Banten. Dengan panjang sekitar 126 kilometer, sungai ini berhulu di Gunung Pangrango dan disuplai juga oleh mata air Gunung Salak lalu mengalir melalui Bogor, membelah wilayah Tangerang, hingga bermuara di Tanjung Burung. 
     
    Sejak lama, Cisadane bukan hanya sebatas aliran air, tetapi juga sumber kehidupan, identitas budaya, dan ruang sosial masyarakat. Tradisi Festival Cisadane dan ritual ruwatan sungai menunjukkan keterikatan historis antara manusia dan alam. 
     
    Namun demikian, perkembangan aktivitas masyarakat dan industrialisasi dalam beberapa dekade terakhir membawa tekanan besar terhadap daya dukung sungai. Banjir musiman, longsor, pencemaran limbah industri, dan tumpukan sampah plastik telah mendorong Cisadane ke ambang krisis ekologis. Dalam situasi ini, konsep ketahanan lingkungan menjadi aspek penting untuk memahami kapasitas sungai ini bertahan, beradaptasi, dan pulih.

    Ketahanan dapat didefinisikan sebagai kapasitas suatu sistem, baik alam, sosial, ekonomi, maupun gabungan antaranya, untuk bertahan, beradaptasi, dan pulih ketika menghadapi gangguan, tekanan, atau perubahan, tanpa kehilangan fungsi, struktur, dan identitas utamanya, serta dengan kemampuan untuk bertransformasi bila diperlukan guna menjamin keberlanjutan jangka panjang. 
     
    Dalam literatur ekologi, kajian tentang ketahanan terbagi ke dalam dua kelompok besar dengan fokus yang berbeda (Donohue et al., 2013). Kelompok pertama adalah penelitian tentang stabilitas ekologi tradisional yang berasumsi bahwa pola dan proses ekologis beroperasi dalam satu rezim keseimbangan (basin of attraction). Konsep-konsep dalam kelompok ini berfokus pada resistensi, persistensi, variabilitas, dan ketahanan. 
     
    Untuk memperjelas perbedaan dengan pendekatan lain, ketahanan dalam kerangka ini biasanya disebut engineering resilience (Gunderson, 2000), yang identik dengan kemampuan sistem untuk pulih, bangkit kembali, dan kembali ke kondisi semula (Angeler & Allen, 2016).
     
    Pengukuran stabilitas ekologi ini berguna untuk mengkarakterisasi respon ekosistem setelah terganggu, misalnya sejauh mana suatu sistem menyimpang, berfluktuasi, dan pulih pasca gangguan. Akan tetapi, ukuran ini tidak menangkap sifat sistem adaptif kompleks dari ekosistem, yakni interaksi rumit faktor abiotik dan biotik serta kemungkinan munculnya rezim alternatif, misalnya danau yang berubah dari kondisi jernih ke keruh. Kompleksitas perilaku sistem adaptif inilah yang kemudian dikenal sebagai ecological resilience (Gunderson, 2000). 
     
    Konsep ini kian menarik perhatian para ilmuwan, baik dalam ilmu alam, penilaian risiko, maupun desain infrastruktur. Ecological resilience menekankan kapasitas adaptif, yakni seberapa besar gangguan dapat diserap sebelum sistem melewati ambang batas yang menyebabkan reorganisasi substansial dalam struktur dan fungsi sehingga stabil pada rezim alternatif.
     
    Dalam konteks Sungai Cisadane, kedua konsep ini dapat digunakan untuk memahami masalah sekaligus mencari solusi. Dari sisi engineering resilience, pertanyaannya adalah sejauh mana Cisadane dapat pulih kembali setelah banjir, longsor, atau pencemaran. 
     
    Sedangkan dari sisi ecological resilience, fokusnya adalah apakah sistem sungai masih mampu menyerap tekanan berulang tanpa beralih ke kondisi baru yang lebih buruk, misalnya rezim sungai tercemar permanen dengan keanekaragaman hayati rendah.
    Tiga masalah utama Cisadane memperlihatkan relevansi dua pendekatan ini. 
     
    Pertama adalah banjir tahunan di Tangerang yang dipicu oleh curah hujan ekstrem di hulu dan menyusutnya daerah resapan. Dari sudut engineering resilience, perbaikan pintu air, tanggul, dan kolam retensi adalah upaya untuk mempercepat pemulihan. 
     
    Tetapi dari sudut ecological resilience, banjir berulang menunjukkan jika sistem telah kehilangan kapasitas adaptif, karena ruang sungai semakin sempit dan fungsi resapan hilang, sehingga banjir bisa menjadi rezim baru yang permanen. 
     
    Kedua, longsor dan erosi bantaran di Bogor sering merusak rumah serta infrastruktur. Secara engineering resilience, solusi teknis seperti bronjong atau tanggul dapat menahan tebing. Tetapi secara ecological resilience, permukiman ilegal di bantaran dan hilangnya vegetasi menunjukkan reorganisasi struktural yang jika terus berlangsung akan mengubah fungsi sungai secara permanen. 
     
    Ketiga, pencemaran air akibat limbah industri dan sampah plastik adalah ancaman paling serius. Secara engineering resilience, pencemaran bisa dipulihkan dengan instalasi pengolahan air limbah. Tetapi jika ambang adaptif terlampaui, Cisadane bisa jatuh ke rezim alternatif, yakni sungai tercemar permanen yang kehilangan biodiversitas dan gagal menyediakan air layak.
     
    Kerangka hukum sebenarnya sudah ada. UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, serta RTRW Kota Tangerang 2012–2032 dll., menegaskan sempadan Cisadane sebagai kawasan lindung. Namun demikian, lemahnya penegakan hukum membuat regulasi tersebut tidak efektif. 
     
    Permukiman ilegal masih berdiri di bantaran, industri kerap membuang limbah, dan sanksi hukum jarang diterapkan. Hal ini menandakan lemahnya governance resilience, yaitu kapasitas kelembagaan untuk menjaga sistem agar tetap adaptif menghadapi tekanan.
    Membangun ketahanan Cisadane menuntut strategi yang menggabungkan engineering resilience dan ecological resilience. 
     
    Dari sisi engineering resilience, perlu dibangun infrastruktur adaptif: tanggul alami, kolam retensi, dan sistem peringatan dini untuk banjir. Dari sisi ecological resilience, strategi harus menyentuh transformasi tata guna lahan dan perilaku sosial. Inspirasi global memberikan pelajaran berharga. 
     
    Revitalisasi Cheonggyecheon di Seoul menunjukkan keberanian politik mengubah sungai kumuh menjadi ruang publik sehat. Proyek River of Life di Kuala Lumpur memperlihatkan integrasi sanitasi dan wisata kota. Konsep Room for the River di Belanda menekankan pentingnya memberi ruang bagi sungai untuk meluap secara terkendali. Jika diadaptasi ke Cisadane, strategi tersebut dapat meliputi relokasi warga bantaran, rehabilitasi hutan hulu melalui agroforestri, pembangunan sabuk mangrove di hilir, dan pengembangan ekowisata sebagai insentif sosial-ekonomi.
     
    Masyarakat adalah pilar utama dalam ketahanan lingkungan. Partisipasi publik membuat strategi teknis menjadi lebih kokoh. Komunitas Banksasuci di Tangerang membuktikan bahwa pengelolaan sampah dapat disinergikan dengan pemberdayaan ekonomi. Keterlibatan warga dapat diarahkan pada tiga ranah: edukasi lingkungan di sekolah dan komunitas, pengembangan ekonomi hijau seperti bank sampah dan urban farming, serta ekowisata berbasis komunitas yang memadukan nilai ekonomi dan budaya. Dengan hal itu, Cisadane tidak hanya dipandang sebagai objek kebijakan pemerintah, tetapi juga ruang kolektif yang dijaga bersama.
     
    Sekalipun peluang revitalisasi terbuka, tantangan yang dihadapi selalu ada. Lemahnya penegakan hukum, fragmentasi kelembagaan antara hulu dan hilir, keterbatasan pendanaan, serta dampak perubahan iklim berupa curah hujan ekstrem dan intrusi air laut menurunkan kapasitas adaptif sistem. 
     
    Rekomendasi yang dapat diajukan antara lain memperkuat sanksi hukum, menerapkan model pengelolaan terpadu lintas wilayah (Integrated Water Resources Management), mengembangkan skema pendanaan inovatif seperti green bond atau carbon credit, serta memanfaatkan teknologi digital untuk pemantauan kualitas air dan prediksi banjir. Keterlibatan generasi muda melalui pendidikan dan gerakan komunitas akan memastikan keberlanjutan yang bersifat jangka panjang.
     
    (Eriko Silaban)
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (RUL)

  • Profesi Pengantar Makanan di Australia Digemari WNI, Tapi Perlu Berhati-hati

    Profesi Pengantar Makanan di Australia Digemari WNI, Tapi Perlu Berhati-hati

    Menjadi pengantar makanan di Australia adalah satu pekerjaan yang digemari banyak mahasiswa dan pemegang Working Holiday Visa (WHV) asal Indonesia.

    Salah satunya adalah Tiwi Rizqi, yang datang ke Melbourne, untuk mendampingi suaminya yang sedang kuliah S2 jurusan ‘teaching’.

    Perempuan asal Bogor tersebut sempat bekerja sebagai ‘cleaner’ di sebuah universitas dan juga di pabrik coklat, sebelum memutuskan untuk banting setir menjadi kurir pengantar makanan.

    “Karena saya juga punya anak, jadi saya tidak bisa kerja yang full-time,” ujar Tiwi kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

    “Kebetulan saya orangnya suka keluar, jadi kenapa enggak saya sambil main keluar tapi menghasilkan uang? Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil [pekerjaan] Uber Eats.”

    Uber Eats adalah platform pemesanan makanan daring yang diluncurkan oleh perusahaan Uber pada bulan Agustus 2014.

    Dengan menggunakan ‘e-bike’ atau sepeda listrik, Tiwi mengaku bisa bekerja selama lima hari dalam seminggu.

    Setiap harinya, ia bisa bekerja selama empat jam.

    Fleksibilitas yang ditawarkan pekerjaan ini membuatnya populer di kalangan mahasiswa asal Indonesia, menurut Tiwi.

    “Banyak yang menarik Uber, ada yang pakai sepeda, ada juga yang pakai mobil,” ujarnya.

    Diminta tetap berhati-hati

    Sebagai profesi yang bisa dilakukan siapa saja, para pengamat memperingatkan agar para pengirim makanan terus berhati-hati.

    Peringatan ini dikeluarkan setelah terungkapnya sejumlah pelanggaran di jalan raya yang bisa mengancam keselamatan, menurut sebuah penelitian yang dilakukan Monash University dalam laporan yang ditugaskan oleh Victorian Automotive Chamber of Commerce (VACC).

    Salah satu jenis pelanggaran yang sering ditemukan adalah memodifikasi sepeda yang bisa membahayakan pengemudinya.

    Doni, kurir pengantar makanan asal Indonesia yang meminta agar identitasnya disamarkan, sempat memodifikasi sepeda listriknya demi bisa mengejar bonus.

    “Dulu [saya] juga pakai e-bike yang ilegal … alasannya karena kita butuh orderan antar cepat, apalagi kalau kita sedang ada quest,” ujarnya.

    “Quest ini kalau istilah di Uber Eats seperti kalau kita berhasil menyelesaikan jumlah trip yang dilakukan dalam waktu tertentu, kita bakal dapat bonus uang.”

    Dalam seminggu, Doni menargetkan penghasilan sebesar AU$800 (Rp8 juta) sampai AU$900 (Rp9 juta).

    Mengantar makanan menjadi tambahan penghasilan bagi Doni, yang juga bekerja di sebuah restoran cepat saji di Melbourne.

    Demi bisa mengejar kecepatan dan bonus, Doni menggunakan sepeda listrik ilegal yang menggunakan ‘throttle’.

    “Makanya kalau pakai yang ilegal cepat aja sih, apalagi kalau di jalan raya, apalagi kalau terpaksa masuk highway [jalan raya] atau masuk underpass [jalan bawah tanah],” katanya.

    Namun menurut Associate Profesor Alexa Delbosc dari Monash University, penggunaan sepeda tersebut tidak aman.

    “Kami menarik kesimpulan kalau pengemudi menggunakan sepeda listrik ini sudah seperti sepeda motor,” katanya.

    “Kendaraan menggunakan ‘throttle’ yang bisa melaju … dalam kecepatan yang relatif tinggi, ditambah bobotnya yang relatif berat, bukanlah kombinasi yang baik untuk keamanan.”

    Profesor Alexa mengatakan perilaku mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi bisa menimbulkan risiko tabrakan dengan sepeda lain, atau kecelakaan dengan pejalan kaki.

    Sejumlah pelanggaran pengantar makanan

    Bulan Agustus kemarin, Kepolisian Victoria di Melbourne merazia pengemudi sepeda listrik pengantar makanan yang dianggap melanggar aturan.

    Kepolisian Victoria mengeluarkan 37 denda bagi pesepeda yang melaju di trotoar, ke arah yang salah di jalan raya, menggunakan telepon seluler ketika berkendara, dan tidak menaati rambu lalu lintas.

    Pelanggaran ini juga tercatat dalam laporan Monash University dan VACC awal Agustus lalu, dalam penelitian yang memonitor 27.000 pesepeda selama tiga hari.

    “Kami melacak sejumlah perilaku, seperti mengendarai sepeda listrik ini di trotoar, yang tidak sesuai aturan di Victoria,” ujar Profesor Alexa.

    “Bersepeda ke arah yang salah, [dan] bersepeda 25 kilometer per jam tanpa mengayuh, yang artinya mereka hanya mengandalkan baterai.”

    Profesor Alexa juga mengaku pernah melihat sepeda listrik pengantar makanan melaju di jalan tol.

    “Ini menggambarkan masalah yang lebih besar tentang bagaimana sepeda listrik digunakan,” katanya.

    “Dan mungkin [minimnya] pemahaman pesepeda tentang aturan di jalan dan persyaratan hukumnya.”

    Menurutnya, perlu ada penyelidikan lebih lanjut mengenai produk sepeda listrik yang beredar di pasaran.

    Sebagai pengantar makanan di Australia, Tiwi mengatakan ia menentang pengantar makanan yang tidak mengikuti aturan jalan raya di Australia.

    “Pertama itu bisa mencelakakan orang juga, maksudnya kalau mereka mengendarai sepedanya di trotoar, kan banyak orang yang jalan kaki,” ujarnya.

    “Apalagi kalau sepedanya dimodifikasi seperti itu, sudah kalau motor kalau cepat banget dan tidak terkontrol bisa membahayakan orang lain.”

  • Longsor Terjadi di Dekat Sungai Ciapus Bogor, 3 Rumah Ambruk

    Longsor Terjadi di Dekat Sungai Ciapus Bogor, 3 Rumah Ambruk

    Longsor terjadi di Kelurahan Margajaya, Bogor Barat, Kota Bogor pada Kamis (18/9). Bencana ini terjadi pada tebing setinggi 12 meter dan diakibatkan oleh kondisi tanah labil yang tergerus arus Sungai Ciapus.

    Imbas dari kejadian ini, tiga rumah ikut ambruk dan terbawa tanah yang longsor. Diketahui, tidak ada korban luka dan jiwa dalam insiden ini. Sementara warga yang terkena dampaknya mengungsi ke tempat yang lebih aman.

  • Legok–Parung Panjang Macet 15 Km akibat Blokade Truk, 10 Menit Jadi 3 Jam
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        18 September 2025

    Legok–Parung Panjang Macet 15 Km akibat Blokade Truk, 10 Menit Jadi 3 Jam Bandung 18 September 2025

    Legok–Parung Panjang Macet 15 Km akibat Blokade Truk, 10 Menit Jadi 3 Jam
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com –
    Kemacetan parah akibat aksi blokade sopir truk tambang di perbatasan Legok–Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025) malam, mulai terurai sekitar pukul 22.00 WIB.
    Sebelumnya, lalu lintas lumpuh total hingga sepanjang 15 kilometer di Jalan Muhammad Toha sejak pukul 19.00 WIB.
    Seorang warga Parung Panjang, Salim, yang pulang kerja dengan sepeda motor, menceritakan pengalamannya terjebak macet selama tiga jam.
    Ia berangkat dari Jagabaya menuju Parung Panjang sekitar pukul 19.00 WIB dan baru tiba di rumah pukul 22.00 WIB.
    “Biasanya perjalanan cuma 10 menit, tapi tadi bisa sampai tiga jam. Jalur alternatif pun sempit, hanya cukup untuk motor lewat jalan tikus,” kata Salim saat dihubungi Kompas.com, Kamis malam.
    Malam ini, kemacetan perlahan mulai terurai setelah adanya perundingan antara sopir truk, perangkat desa, dan kepolisian.
    “Barusan sudah mulai dibuka, pengendara sudah bisa melintas,” lanjutnya.
    Selain blokade truk, sambung dia, kemacetan juga dipicu penutupan jalur Rumpin-Gunung Sindur akibat perbaikan Jembatan Leuwiranji.
    Kondisi itu juga yang membuat seluruh kendaraan menumpuk di Jalan Muhammad Toha ditambah lagi ada aksi blokade.
    “Truk yang blokade banyak, ada yang kosong ada yang isi. Kemacetan makin parah karena jalur Gunung Sindur ditutup, jadi semua kendaraan tumpah ke sini (Jalan M Toha),” ujarnya.
    “Kalau naik mobil bisa sampai lima jam. Saya juga pernah merasakan langsung saat naik mobil,” ucapnya.
    Meski sudah mulai terurai, Salim menilai kemacetan di kawasan Parungpanjang sulit dihindari.
    “Barusan sudah mulai dibuka, pengendara sudah bisa melintas. Tapi macet di sini sudah jadi makanan sehari-hari, tiap berangkat atau pulang kerja pasti kena,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Update Aksi Blokade Jalan Sopir Truk Tambang: Lalin Parung Panjang-Tangerang Sudah Normal
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        18 September 2025

    Update Aksi Blokade Jalan Sopir Truk Tambang: Lalin Parung Panjang-Tangerang Sudah Normal Bandung 18 September 2025

    Update Aksi Blokade Jalan Sopir Truk Tambang: Lalin Parung Panjang-Tangerang Sudah Normal
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Arus lalu lintas di perbatasan Parung Panjang-Tangerang, Kabupaten Bogor, sudah normal, Kamis (18/9/2025) malam.
    “Sudah kondusif, lalu lintas sudah normal,” kata Kasat Lantas Polres Bogor AKP Rizky Guntama Ganda Permana, dihubungi Kompas.com.
    Senada, anggota Satpol PP Kecamatan Parung Panjang, Mulyadi, mengatakan bahwa sejak pukul 21.02 WIB, kondisi di lokasi sudah kondusif.
    “Sudah beres, sekarang lalu lintas sudah lancar,” ucap Mulyadi.
    Dia mengakui bahwa di perbatasan wilayah tersebut sempat ramai oleh sopir truk tambang.
    Kondisi itu juga diperparah karena pada jam-jam tersebut arus lalu lintas sedang ramai.
    “Sementara sudah diurai sama rekan Dishub, Satpol PP, dan masyarakat sekitar,” ungkapnya.
    Sopir truk tambang kini sudah bisa melintas sesuai dengan jam operasional yang berlaku.
    “Sudah bisa melintas, sekarang sudah jamnya operasional truk,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, arus lalu lintas di kawasan perbatasan Parung Panjang-Tangerang mengalami kemacetan.
    Kemacetan tersebut disebabkan adanya aksi blokade jalan oleh sopir truk tambang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pria yang Curi Vespa dan Lompat ke Kali di Depok Jadi Tersangka, Terancam 9 Tahun Penjara
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        18 September 2025

    Pria yang Curi Vespa dan Lompat ke Kali di Depok Jadi Tersangka, Terancam 9 Tahun Penjara Megapolitan 18 September 2025

    Pria yang Curi Vespa dan Lompat ke Kali di Depok Jadi Tersangka, Terancam 9 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    Polisi menetapkan pria berinisial RS sebagai tersangka kasus pencurian motor Vespa matic di Jalan Ponpes Qotrun, Cipayung Jaya, Kota Depok.
    “Tersangka atas nama inisial RS umur 26 tahun, tinggal di Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Satu pelaku lagi masih DPO atas nama inisial J,” kata Kapolsek Pancoran Mas AKP Hartono dalam jumpa pers, Kamis (18/9/2025).
    RS dijerat Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 hingga 9 tahun penjara.
    Kasus ini bermula saat RS bersama J (DPO) mengintai motor Vespa yang terparkir di teras rumah korban.
    Keduanya kemudian beraksi menggunakan kunci
    letter
    T untuk merusak motor tersebut. Setelah berhasil, pelaku mendorong kendaraan itu menjauh dari lokasi.
    “Pelaku kemudian mendorong atau menyetut kendaraan untuk meninggalkan TKP, sudah lumayan jauh (kaburnya),” ungkap Hartono.
    Namun, aksi ini ternyata terlihat oleh salah seorang saksi dan mereka langsung mengejar RS dan J.
    Saat pengejaran, seorang pelaku sempat mengeluarkan senjata tajam (sajam) jenis golok dan mengarahkan kepada saksi yang mengejarnya.
    “Dia sempat lari, lari sambil mengeluarkan golok, diayunkan ke warga yang melakukan pengejaran,” terang Hartono.
    RS akhirnya melompat ke kali untuk kabur, sementara J berhasil melarikan diri. Tak lama, personel Polsek Pancoran Mas yang mendapat laporan berhasil mengamankan RS.
    Hasil pemeriksaan mengungkap RS merupakan residivis kasus pencurian motor dengan vonis 2,5 tahun penjara pada 2020, yang saat itu ditangani Polsek Bojong Gede.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gadis Sukabumi Jadi Korban Perdagangan Manusia, Dipaksa Menikah Sebelum Dikirim ke China

    Gadis Sukabumi Jadi Korban Perdagangan Manusia, Dipaksa Menikah Sebelum Dikirim ke China

    Sebelum dibawa ke China, RR sempat disekap selama dua minggu di sebuah rumah di Bogor. Di sana, kata SG, dokumen keberangkatannya diproses dan skenario pernikahan palsu dengan pria China itu dibuat.

    “RR bercerita, di ruang tamu rumah ada banyak orang. Lalu datang orang yang diduga penghulu dan bertanya di mana orang tua RR. Kemudian ditunjuklah seorang pria, padahal itu semua orang bayaran,” jelasnya.

    Setelah itu, orang-orang tersebut menghubungi pria asal China melalui panggilan video, lalu RR langsung dinikahkan. 

    Setelah disekap, RR dibawa ke Jakarta dan diterbangkan ke China. Setibanya di bandara, ia langsung diserahkan kepada pria yang mengaku sebagai suaminya.

    Keluarga baru mengetahui RR berada di China setelah dua bulan hilang kontak. Salah satu ponsel RR disita, namun RR berhasil menyembunyikan ponsel lainnya. 

    “Kan RR itu punya dua HP, yang satunya diambil oleh mereka supaya menutup komunikasi, nah RR pintar, disembunyikan HP satunya lagi, dari situlah RR bisa komunikasi ketika sudah dua bulan di China,” ungkapnya. 

    Melalui ponsel itulah ia bisa berkomunikasi diam-diam dengan SG dan menceritakan semua yang dialaminya, mulai dari tawaran kerja palsu hingga disekap dan dipaksa menikah.

  • Kondisi Cuaca Memburuk, Evakuasi Jenazah di Bogor Tertunda
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        18 September 2025

    Kondisi Cuaca Memburuk, Evakuasi Jenazah di Bogor Tertunda Bandung 18 September 2025

    Kondisi Cuaca Memburuk, Evakuasi Jenazah di Bogor Tertunda
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Tim SAR gabungan hingga saat ini belum dapat mengevakuasi jenazah yang ditemukan di Curug Seribu, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
    Proses evakuasi terhambat oleh hujan yang terus mengguyur kawasan tersebut.
    “Kami tidak bisa melaksanakan penanganan hari ini, dan akan dilanjutkan esok hari (Kamis) mengingat kondisi cuaca hujan dan debit air yang meningkat,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, M Adam kepada wartawan pada Rabu (17/9/2025).
    Adam menjelaskan, jenazah yang ditemukan kemungkinan merupakan warga setempat yang hilang selama 12 hari.
    “Dia dicari oleh tim lokal dan tidak berani melapor karena keluarga korban awam,” ujarnya.
    Meskipun demikian, untuk memastikan identitas jenazah dan informasi lainnya, Tim SAR gabungan masih harus menunggu proses evakuasi selesai dilakukan.
    “Informasi awal demikian,” pungkas Adam.
    Sebelumnya, sesosok jenazah ditemukan terjepit di batang pohon di aliran Curug Seribu.
    Penemuan ini menambah kesedihan di tengah upaya pencarian yang telah dilakukan oleh pihak keluarga dan tim lokal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.