Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
Tim Redaksi
PATI, KOMPAS.com
– Komunitas seni rupa Taring Padi memeriahkan Festival Kendeng 2025 yang digelar di Dukuh Misik, Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis (18/12/2025).
Mereka memamerkan sejumlah karya lukis yang merekam
perjuangan masyarakat
mempertahankan
Pegunungan Kendeng
dari kerusakan lingkungan.
Di berbagai sudut festival, lukisan-lukisan bertema pelestarian Kendeng terpajang.
Namun, satu karya raksasa berukuran 4 x 6 meter paling menyita perhatian pengunjung.
Lukisan berjudul “
Kendeng Lestari
, Nyawiji Kanggo Ibu Bumi” itu menjadi representasi visual paling kuat yang menggambarkan perjuangan warga Kendeng.
“Ini adalah potret dari apa yang dilakukan sedulur-sedulur Kendeng, JMPPK, Sedulur Sikep, dan Wiji Kendeng. Kami mencoba mengilustrasikan aktivitas dan semangat mereka dalam menjaga Kendeng,” ujar Fitri, salah satu seniman
Taring Padi
.
Lukisan tersebut terbagi dalam dua sisi kontras.
Di sisi kiri, wajah Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh perjuangan pelestarian Kendeng.
Sementara di sisi kanan, sosok Joko Widodo, Ganjar Pranowo, serta aparat negara.
Di bagian tengah lukisan, tergambar aksi pengecoran kaki, simbol ikonik perlawanan warga Kendeng.
“Sisi kiri menggambarkan aktivitas yang dilakukan masyarakat Kendeng, sementara sisi kanan adalah gambaran pihak-pihak yang merusak Pegunungan Kendeng melalui penambangan dan kebijakan,” jelas Fitri.
Proses pengerjaan lukisan ini memakan waktu tiga hingga empat pekan, melibatkan sekitar 10 seniman dan relawan.
Karya tersebut rampung pada 2023 dan sempat dipamerkan di Australia sebelum akhirnya “pulang” ke Kendeng.
Menurut Fitri, proses kreatif lukisan ini bukan sekadar kerja artistik, melainkan perjalanan belajar yang panjang.
Diskusi demi diskusi dilakukan untuk merumuskan konsep, tema, hingga detail terkecil.
“Yang paling lama justru proses diskusinya, sampai akhirnya menemukan bentuk yang tepat,” tandasnya.
Taring Padi sendiri telah konsisten membersamai perjuangan warga Kendeng sejak 2006.
Dalam
Festival Kendeng
2025, Taring Padi menampilkan
lukisan raksasa
ini bersama puluhan karya lain sebagai penanda bahwa karya tersebut telah menjadi satu kesatuan utuh dengan perjuangan warga.
Tak hanya lukisan, Taring Padi juga memamerkan sepuluh panji berisi tembang-tembang perlawanan khas Samin.
Panji-panji tersebut turut dipasang di Pendopo Pengayoman, Blora.
“Festival Kendeng menjadi momen penting. Karya ini akhirnya kami persembahkan kembali kepada warga. Ia kembali ke tanahnya, tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi milik bersama,” ujar seniman Taring Padi lainnya, Bebe.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Blora
-
/data/photo/2025/12/18/6944112a357f3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia Regional 18 Desember 2025
-
/data/photo/2025/12/18/6944112a357f3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia Regional 18 Desember 2025
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
Tim Redaksi
PATI, KOMPAS.com
– Komunitas seni rupa Taring Padi memeriahkan Festival Kendeng 2025 yang digelar di Dukuh Misik, Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis (18/12/2025).
Mereka memamerkan sejumlah karya lukis yang merekam
perjuangan masyarakat
mempertahankan
Pegunungan Kendeng
dari kerusakan lingkungan.
Di berbagai sudut festival, lukisan-lukisan bertema pelestarian Kendeng terpajang.
Namun, satu karya raksasa berukuran 4 x 6 meter paling menyita perhatian pengunjung.
Lukisan berjudul “
Kendeng Lestari
, Nyawiji Kanggo Ibu Bumi” itu menjadi representasi visual paling kuat yang menggambarkan perjuangan warga Kendeng.
“Ini adalah potret dari apa yang dilakukan sedulur-sedulur Kendeng, JMPPK, Sedulur Sikep, dan Wiji Kendeng. Kami mencoba mengilustrasikan aktivitas dan semangat mereka dalam menjaga Kendeng,” ujar Fitri, salah satu seniman
Taring Padi
.
Lukisan tersebut terbagi dalam dua sisi kontras.
Di sisi kiri, wajah Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh perjuangan pelestarian Kendeng.
Sementara di sisi kanan, sosok Joko Widodo, Ganjar Pranowo, serta aparat negara.
Di bagian tengah lukisan, tergambar aksi pengecoran kaki, simbol ikonik perlawanan warga Kendeng.
“Sisi kiri menggambarkan aktivitas yang dilakukan masyarakat Kendeng, sementara sisi kanan adalah gambaran pihak-pihak yang merusak Pegunungan Kendeng melalui penambangan dan kebijakan,” jelas Fitri.
Proses pengerjaan lukisan ini memakan waktu tiga hingga empat pekan, melibatkan sekitar 10 seniman dan relawan.
Karya tersebut rampung pada 2023 dan sempat dipamerkan di Australia sebelum akhirnya “pulang” ke Kendeng.
Menurut Fitri, proses kreatif lukisan ini bukan sekadar kerja artistik, melainkan perjalanan belajar yang panjang.
Diskusi demi diskusi dilakukan untuk merumuskan konsep, tema, hingga detail terkecil.
“Yang paling lama justru proses diskusinya, sampai akhirnya menemukan bentuk yang tepat,” tandasnya.
Taring Padi sendiri telah konsisten membersamai perjuangan warga Kendeng sejak 2006.
Dalam
Festival Kendeng
2025, Taring Padi menampilkan
lukisan raksasa
ini bersama puluhan karya lain sebagai penanda bahwa karya tersebut telah menjadi satu kesatuan utuh dengan perjuangan warga.
Tak hanya lukisan, Taring Padi juga memamerkan sepuluh panji berisi tembang-tembang perlawanan khas Samin.
Panji-panji tersebut turut dipasang di Pendopo Pengayoman, Blora.
“Festival Kendeng menjadi momen penting. Karya ini akhirnya kami persembahkan kembali kepada warga. Ia kembali ke tanahnya, tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi milik bersama,” ujar seniman Taring Padi lainnya, Bebe.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/725520/original/Penjagaan-Daerah-140821.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Viral Polisi Diduga Salah Tangkap Gadis di Blora Usai Dituduh Buang Bayi, Ini Kata Polda Jateng
Bangkit kemudian menceritakan cerita pilu yang dialami AT pada 9 April 2025 silam. Saat itu, AT yang sedang berada di rumah didatangi sejumlah polisi dan bidan. Mereka datang tanpa surat panggilan maupun bukti permulaan yang memadai.
“Langsung dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi. Tidak ada pemeriksaan awal, tidak ada surat penggeledahan, dan tidak ada dua alat bukti yang cukup,” ujarnya usai membuat laporan di Bidpropam Polda Jateng.
Tak sampai di situ kesedihan AT. Saat pemeriksaan dilakukan, AT juga diperlakukan tidak manusiawi.
“Diminta membuka pakaian dan mengalami tindakan pemeriksaan fisik yang tidak semestinya dilakukan kepada anak di bawah umur. Pemeriksaan tersebut bahkan menyentuh area sensitif yang sama sekali tidak relevan dan tidak sesuai prosedur,” katanya.
Beberapa hari kemudian, ujar Bangkit, pihaknya menerima hasil pemeriksaan dari RSUD Blora. AT dinyatakan tidak pernah hamil maupun melahirkan. Anehnya, setelah keluarga menerima hasil pemeriksaan, penanganan kasus justru tidak dilanjutkan kepolisian.
“Begitu polisi tahu korban tidak pernah hamil, kasusnya menguap begitu saja. Ini indikasi kuat adanya penyalahgunaan prosedur. Karena itu kami melaporkan oknum Polsek Jepon dan Polres Blora ke Propam Polda Jateng,” tegasnya.
Kejadian ini menimbulkan kecurigaan keluarga bahwa ada yang tidak beres.
“Ini bukan sekadar ulah individu, tetapi ada rantai komando. Bahkan pihak Polres pernah mengatakan supaya masalah ini tidak terlalu dipikirkan. Ini fatal,” ujarnya.
Bangkit sangat miris dengan peristiwa ini. Bagaimana bisa anak di bawah umur menjadi korban salah tangkap sekaligus mengalami perbuatan tak manusiawi.
“Kalau memang AT pelakunya, kami siap menyerahkan. Tapi kalau tidak, harus ada pemulihan nama baik dan kompensasi. Anak ini sudah mengalami tekanan luar biasa,” pungkasnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/725520/original/Penjagaan-Daerah-140821.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Viral Polisi Diduga Salah Tangkap Gadis di Blora Usai Dituduh Buang Bayi, Ini Kata Polda Jateng
Bangkit kemudian menceritakan cerita pilu yang dialami AT pada 9 April 2025 silam. Saat itu, AT yang sedang berada di rumah didatangi sejumlah polisi dan bidan. Mereka datang tanpa surat panggilan maupun bukti permulaan yang memadai.
“Langsung dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi. Tidak ada pemeriksaan awal, tidak ada surat penggeledahan, dan tidak ada dua alat bukti yang cukup,” ujarnya usai membuat laporan di Bidpropam Polda Jateng.
Tak sampai di situ kesedihan AT. Saat pemeriksaan dilakukan, AT juga diperlakukan tidak manusiawi.
“Diminta membuka pakaian dan mengalami tindakan pemeriksaan fisik yang tidak semestinya dilakukan kepada anak di bawah umur. Pemeriksaan tersebut bahkan menyentuh area sensitif yang sama sekali tidak relevan dan tidak sesuai prosedur,” katanya.
Beberapa hari kemudian, ujar Bangkit, pihaknya menerima hasil pemeriksaan dari RSUD Blora. AT dinyatakan tidak pernah hamil maupun melahirkan. Anehnya, setelah keluarga menerima hasil pemeriksaan, penanganan kasus justru tidak dilanjutkan kepolisian.
“Begitu polisi tahu korban tidak pernah hamil, kasusnya menguap begitu saja. Ini indikasi kuat adanya penyalahgunaan prosedur. Karena itu kami melaporkan oknum Polsek Jepon dan Polres Blora ke Propam Polda Jateng,” tegasnya.
Kejadian ini menimbulkan kecurigaan keluarga bahwa ada yang tidak beres.
“Ini bukan sekadar ulah individu, tetapi ada rantai komando. Bahkan pihak Polres pernah mengatakan supaya masalah ini tidak terlalu dipikirkan. Ini fatal,” ujarnya.
Bangkit sangat miris dengan peristiwa ini. Bagaimana bisa anak di bawah umur menjadi korban salah tangkap sekaligus mengalami perbuatan tak manusiawi.
“Kalau memang AT pelakunya, kami siap menyerahkan. Tapi kalau tidak, harus ada pemulihan nama baik dan kompensasi. Anak ini sudah mengalami tekanan luar biasa,” pungkasnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5442450/original/056270600_1765537494-kapolres-blora-2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tiga Santriwati yang Hanyut di Sungai Lusi Blora Ditemukan Meninggal
Liputan6.com, Jakarta – Tiga santriwati yang hanyut di Sungai Lusi di Kelurahan Kedungjenar, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ditemukan dalam kondisi meninggal. Tiga korban ditemukan oleh tim gabungan di lokasi berbeda setelah mengikuti arus sungai dari lokasi kejadian.
Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto mengatakan ketiga korban yang berhasil ditemukan yakni Chika Permata Meylani (16) asal Todanan yang ditemukan sekitar pukul 13.15 WIB di lokasi yang berjarak 3,2 kilometer (Km) dari tempat kejadian.
Sementara korban kedua, yakni Sulistiyana Rofiatun (12) asal Tunjungan, ditemukan sekitar pukul 14.20 WIB di lokasi berjarak 1,8 km dari lokasi kejadian korban terseret arus sungai.
Sedangkan korban ketiga, Asyifa Fitria Ramadhani (13) asal Tunjungan ditemukan pukul 14.35 WIB ditemukan di daerah Kelurahan Mlangsen, Blora Kota yang berjarak 1,3 km dari lokasi kejadian.
“Dengan ditemukannya tiga korban ini, total santriwati yang meninggal dunia ada lima orang karena sebelumnya ditemukan dua korban meninggal,” ujar Wawan dilansir Antara, Jumat (12/12/2025).
Kedua korban meninggal tersebut, yakni Nur Cahyati (15) warga Desa Kawengan, Jepon, ditemukan pukul 13.00 WIB tak jauh dari lokasi kejadian sekitar 200 meter dan Nuriita Aprila Sari (16) asal Kunduran, ditemukan pukul 14.00 WIB di lokasi yang berjarak 600 meter dari lokasi kejadian.
Sementara tiga korban selamat, yakni Fatma Azya Azzahira (17) asal Kelurahan Kedungjenar, Aqiella Ghasany (15) dan Raisha Afiqa Maulida (14) sama-sama dari Randublatung.
“Ketiga korban selamat setelah tersangkut pada batang pohon dan berhasil dievakuasi oleh warga serta tim SAR yang datang ke lokasi,” ujarnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5441294/original/056447600_1765472869-Aktivis_Kendeng_Gunretno__2_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Duduk Perkara Aktivis Kendeng Dipolisikan karena Dituding Halangi Penambangan
Liputan6.com, Jakarta – Kawasan Pegunungan Kendeng yang menghampar di wilayah perbatasan selatan Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kini memanas. Kondisi ini menyusul dilaporkannya Gunretno, aktivis peduli lingkungan ke Polda Jateng.
Pentolan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang selama ini dikenal kritis menolak aktivitas pertambangan itu, dituding menghalangi dan menghambat pertambangan batu kapur karst oleh pengusaha tambang galian C.
Pelapor tersebut adalah Didik Setyo Utomo, pemilik tambang di Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.
Informasi yang dihimpun Liputan6.com, Gunretno dilaporkan Didik Setyo Utomo ke Ditreskrimsus Polda Jateng pada 5 November 2025.
Pasal yang diadukan pengusaha tambang galian C asal Desa Tambakromo Pati, terkait Pasal 162 Undang-Undang Minerba tentang setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan.
Pihak pelapor Didik Setyo Utomo mengklaim bahwa aktivitas usaha pertambangannya dihalang-halangi oleh Gunretno.
Laporan yang masuk ke Polda Jateng, membuat warga Desa Gadudero, di mana Gunretno tinggal, kini memanas. Warga desa yang banyak menjadi simpatisan gerakan JMPPK ini, memberikan dukungan atas perkara yang menimpa Gunretno.
Untuk diketahui, perjuangan JMPPK selama belasan tahun tetap konsisten menolah apapun aktivitas yang merusak alam Pegunungan Kendeng.
Tercatat mereka getol menolak rencana pendirian pabrik semen di Pati selatan yang dilakukan di Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Tambakromo Pati.
Tidak hanya itu, JMPPK yang beranggotakan warga yang tersebar di Kabupaten Pati, Rembang, Kudus, Grobogan dan Blora itu, juga terus konsisten menolak pabrik semen di Rembang dan Grobogan.
Gigihnya perjuangan JMPPK menolak rencana pabrik semen dilakukan berbagai cara. Di antaranya unjuk rasa di depan kantor Bupati Pati, melakukan long march dari Kecamatan Sukolilo Pati ke Kantor Gubernur Jateng beberapa tahun silam.
Mereka juga sempat melakukan aksi cor kaki dengan semen di depan kantor Istana Negara, yang sempat membuat salah satu aktivis perempuan meninggal dunia beberapa tahun lalu.
Peserta aksi cor kaki dengan semen ini meninggal dunia, diduga karena kelelahan.
Perbesar
Aktivis Kendeng Gunretno. (Liputan6.com/Arief Pramono)… SelengkapnyaGunretno Diperiksa Polda Jateng
Sepekan usai dilaporkan ke polisi, penyidik Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah akhirnya memanggil Gunretno, Kamis (4/12/2025). Gunretno dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
Gunretno yang membawa serta anak dan istrinya itu, mendatangi Kantor Ditreskrimsus Polda Jateng di Semarang. Tak hanya itu, Gunretno juga dikawal ratusan warga Pegunungan Kendeng Pati.
“Saat diklarifikasi polisi ya materi pertanyaannya soal menghalang-halangi kegiatan tambang legal. Saya tidak merasa,” ujar Gunretno dihubungi Liputan6.com, Kamis (11/12/2025).
Gunretno menegaskan sejak awal memang tak menyetujui adanya aktivitas pertambangan di Pegunungan Kendeng. Meski demikian, Gunretno mengakui bahwa ada usaha tambang yang sudah mengantongi izin dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng di wilayah itu.
Namun Gunretno mempertanyakan keabsahan izin usaha tambang tersebut. Sebab sepengetahuan dia, usaha tambang diberikan izin resmi setelah mengantongi 60 persyaratan yang harus dipenuhi sebuah pertambangan legal.
“Enam puluh persyaratan ini dipenuhi atau tidak? Saat saya mendatangi lokasi tambang juga tidak ada papan namanya. Patok titik koordinat yang dikeluarkan izin juga tidak tidak ada,” ungkap Gunretno.
Perbesar
Aktivis Kendeng Gunretno. (Liputan6.com/Arief Pramono)… Selengkapnya
Dengan kejanggalan itu, dia mendesak Dinas ESDM Jateng dan kepolisian turut memeriksa terkait legalitas izin pertambangan di Pegunungan Kendeng tersebut.
Sedangkan untuk usaha tambang di Desa Gadudero, lanjut Gunretno, izin penambangan yang dikeluarkan hanya satu titik berdasarkan keterangan polisi.
“Namun faktanya di Gadudero ada dua titik. Nah ini sejauh mana keilegalannya? Jadi perlu kita mengakses izin yang dikeluarkan ESDM Jawa Tengah di Pegunungan Kendeng itu siapa saja? Ini harus terbuka ESDM,” tandas Gunretno.
Gun menjelaskan, luasan pertambangan di Desa Gadudero mencapai sekitar 9 hektare. Ia melihat bahwa aktivitas pertambangan di kedua titik tersebut sangat aktif.
“Kalau disebut menghalang-halangi, faktanya aktivitas pertambangan jalan terus,” imbuh Gunretno dengan nada tenang.
Dengan kondisi itu, Gunretno mendesak Dinas ESDM Jateng membuka secara transparan terkait dokumen perizinan tambang di Pegunungan Kendeng terutaka di Desa Gadudero.
Gunretno bersama aktivis JMPPK tak akan mundur memperjuangkan, bahwa hasil kajian lingkungan hidup strategis (KHLS) telah merekomendasikan tidak boleh ada izin yang keluar di wilayah Pegunungan Kendeng.
“Karena ini (Pegunungan Kendeng) rumahnya air, ini spons air untuk kehidupan anak cucu, dan di luar itu, kapur ini berfungsi sebagai penyerap CO2 dua kali lipat,” terang Gun.
Gunretno, mengaku tidak gentar meskipun dirinya dilaporkan ke pihak kepolisian oleh seorang bos tambang.
Gunretno menegaskan jika pelaporan tersebut justru memicu semangatnya untuk terus menolak keberadaan seluruh aktivitas pertambangan di kawasan Pegunungan Kendeng.
Penjelasan Polda Jateng
Sementara itu, Kanit I Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jateng Kompol Hepy Pria Ambara menjelaskan, pemanggilan Gunretno dilakukan karena adanya laporan.
Ambara terkesan enggan memaparkan identitas maupun latar belakang pihak pelapor. Hanya saja, pelaporan terhadap Gun masuk ke Ditreskrimsus Polda Jateng pada 5 November 2025.
“Pasal yang diadukannya itu terkait Pasal 162 Undang-Undang Minerba tentang setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan,” terang Ambara kepada wartawan. Menurut Ambara, pihak pelapor mengeklaim bahwa aktivitas usaha pertambangan miliknya di Desa Gadudero dihalang-halangi oleh Gunretno.
“Tapi kan kami masih mencari fakta yang benar di lapangan itu seperti apa,” tukas Ambara.
Ambara menyebut bahwa saat ini pelaporan kepada Gunretno masih dalam tahap pemeriksaan awal. Pihaknya akan melakukan penggalian keterangan saksi-saksi lain.
Ditreskrimsus Polda Jateng baru memeriksa dua orang, yakni pelapor dan Gunretno selaku terlapor dalam perkara itu.
“Nanti ada saksi-saksi lain. Ketika saksi sudah kami rasa cukup, kami periksa ahli,” ucap Ambara.
Ambara pun tak membantah bahwa Gunretno kemungkinan akan kembali dipanggil untuk memberikan klarifikasi lanjutan.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5440651/original/038733800_1765440977-IMG-20251211-WA0022.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Santriwati MBS Al Maa’uun Hanyut di Sungai Lusi Blora, 3 Berhasil Diselamatkan
Liputan6.com, Jakarta – Sebanyak delapan santriwati Muhammadiyah Boarding School (MBS) Tahfidzul Qur’an Al Maa’uun Blora dikabarkan hanyut terbawa arus Sungai Lusi di wilayah Kelurahan Kedungjenar, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, pada Kamis (11/12/2025) pagi.
Dari jumlah tersebut, tiga santriwati berhasil diselamatkan warga, sementara lima santriwati lainnya masih dalam pencarian tim gabungan.
Pantauan di lokasi pada pukul 09.00 WIB, tim dari BPBD Kabupaten Blora, Kepolisian, dan TNI telah membagi sektor pencarian. Petugas menyisir aliran sungai dengan berenang dan menyusuri tepian yang licin akibat hujan.
Saksi mata, Adit, menuturkan sekitar pukul 06.00 WIB ia melihat sekelompok anak bermain di bantaran sungai. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan minta tolong.
“Tiba-tiba ada jeritan-jeritan dari anak-anak, teriak minta tolong tenggelam,” ujarnya.
Mendengar teriakan itu, warga segera berlari menuju lokasi dan berhasil mengevakuasi 3 santriwati dalam kondisi lemas dan trauma.
Kapolsek Blora Kota, AKP Rustam, menjelaskan bahwa seluruh korban adalah pelajar (santriwati) perempuan dari sebuah boarding school Muhammadiyah.
Mereka diketahui sedang berkunjung ke rumah salah satu ustaz yang tinggal di kawasan perumahan dekat Sungai Lusi.
“Informasinya, mereka berkunjung ke rumah ustaznya. Setelah itu para siswa bermain di sungai,” katanya.
Menurut keterangan warga, para santriwati memang kerap datang ke rumah ustaz tersebut dan beberapa kali mengadakan kegiatan seperti perkemahan.
-

Jasad Remaja Tenggelam di Embung Gayam Bojonegoro Ditemukan 2 KM dari TKP
Bojonegoro (beritajatim.com) – Tim SAR gabungan berhasil menemukan Muhammad Khoirul Anam (14), remaja yang dilaporkan tenggelam di embung Desa Gayam, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dalam kondisi meninggal dunia pada Kamis (11/12/2025). Penemuan ini mengakhiri operasi pencarian intensif yang telah berlangsung selama dua hari pasca insiden nahas tersebut.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Bojonegoro, Heru Wicaksi, mengonfirmasi bahwa tragedi anak tenggelam ini bermula pada Rabu (10/12/2025) sekitar pukul 13.30 WIB. Korban diketahui bermain bersama empat temannya di tepi embung Dusun Gayam RT 03 RW 01 saat kejadian berlangsung.
Berdasarkan kronologi yang dihimpun di lapangan, korban yang akrab disapa Irul ini sempat terlihat masuk dan keluar dari air dengan selamat pada percobaan pertama. Namun, situasi berubah fatal ketika ia kembali menceburkan diri untuk kedua kalinya. Irul tidak kunjung muncul kembali ke permukaan air, memicu kepanikan rekan-rekannya.
Keempat teman korban segera berlari meminta pertolongan kepada warga setempat. BPBD Bojonegoro yang menerima laporan masuk pada pukul 14.43 WIB langsung merespons dengan menerjunkan personel dan peralatan ke lokasi kejadian tenggelam di Gayam Bojonegoro tersebut untuk memulai operasi penyelamatan.
Operasi pencarian berlanjut secara masif pada hari kedua, Kamis (11/12/2025). Tim SAR gabungan yang terdiri dari unsur BPBD, Satpol PP, Polri, TNI, dan Damkarmat bahu-membahu menyisir area. Dukungan personel juga datang dari berbagai elemen relawan, termasuk LPBINU, Cepu Adventure Blora/KRI, EBR, dan ORARI.
Penyisiran dilakukan menyeluruh mulai dari titik lokasi kejadian (TKP) hingga mengikuti aliran arus air di sekitar embung. Upaya keras tim gabungan akhirnya membuahkan hasil, meskipun korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa cukup jauh dari titik awal tenggelam.
“Korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Radius ditemukan korban kurang lebih 2 km dari titik TKP,” ujar Kalaksa BPBD Bojonegoro, Heru Wicaksi.
Setelah dievakuasi dari lokasi penemuan, jenazah Muhammad Khoirul Anam langsung dibawa ke rumah duka di Dusun Gayam. Pihak keluarga segera memproses pemakaman korban. Insiden di embung Gayam ini menjadi atensi serius bagi masyarakat, khususnya para orang tua, untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas anak-anak di area perairan terbuka yang berisiko tinggi. [lus/beq]
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5437181/original/008039700_1765237517-1765227032510.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Catatan Kriminal Blora Sepanjang 2025: Curanmor Paling Dominan
Liputan6.com, Blora – Menutup tahun 2025, Polres Blora menyampaikan bahasan evaluasi kinerja yang menggambarkan dua sisi, mengenai stabilitas keamanan yang diklaim terjaga, dan sederet persoalan kriminal serius.
Di balik narasi kamtibmas yang aman dan kondusif, data internal justru menunjukkan kenaikan kriminalitas, potensi konflik sosial, serta dinamika keamanan daerah yang semakin kompleks.
Kapolres Blora, AKBP Wawan Andi Susanto kepada Liputan6.com menegaskan, stabilitas daerah dapat terjaga berkat sinergi lintas sektor.
Namun fakta di lapangan tetap memperlihatkan bahwa kerentanan sosial, rawannya konflik perguruan silat, hingga gelombang unjuk rasa yang terpicu isu nasional masih menjadi ancaman laten.
“Situasi kamtibmas tetap aman dan kondusif melalui sinergi stakeholder dan peran aktif masyarakat,” ujarnya, Senin (8/12/2025).
Ia menyebut pengamanan agenda besar seperti operasi pasar, kegiatan perguruan silat, dan stabilisasi pangan sebagai capaian penting, meski hal itu sekaligus memperlihatkan bahwa pendekatan yang digunakan masih bertumpu pada respons reaktif.
Data kriminalitas justru menunjukkan tren yang kurang menggembirakan. Polres Blora mencatat kenaikan 19 kasus, dari 161 kasus pada 2024 menjadi 180 kasus pada 2025.
Curanmor menjadi tindak pidana yang paling dominan. Berbagai strategi preemtif dan penegakan hukum telah dijalankan, namun lonjakan kasus menunjukkan bahwa efektivitasnya masih perlu dievaluasi.
Tantangan besar juga datang dari maraknya kekerasan secara bersama-sama yang melibatkan kelompok perguruan silat, yang menurut Kapolres berpotensi memicu konflik sosial berkepanjangan.
Wawan turut menyoroti peristiwa kebakaran sumur minyak ilegal di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Bogorejo, yang disebutnya sebagai salah satu penanganan menonjol tahun ini.
Ia mengklaim Polres Blora mampu menangani korban, menindak pelaku, serta mencegah meluasnya dampak kebakaran melalui kerja sama lintas sektor.
Namun peristiwa tersebut kembali mengungkap persoalan klasik eksploitasi minyak tradisional yang rawan bencana dan kriminalitas, tanpa solusi menyeluruh di tingkat akar rumput.
Sepanjang tahun ini Polres Blora juga mengklaim telah membenahi ruang pelayanan, meningkatkan kapasitas personel, menambah barcode pengaduan, serta memperkuat pengamanan internal.
Meski demikian, publik masih mempertanyakan apakah pembenahan tersebut benar-benar diikuti dengan pengawasan internal yang efektif untuk mencegah penyimpangan dan memastikan layanan bebas pungli.
