Bondowoso (beritajatim.com) – Sebanyak 60 desa di 19 kecamatan se Kabupaten Bondowoso hingga saat ini tidak dapat mencairkan Dana Desa (DD) tahap II non-earmark tahun 2025, setelah pemerintah pusat menetapkan aturan baru melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2025.
PMK tersebut merupakan revisi atas regulasi mengenai pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran dana desa tahun anggaran 2025. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pengetatan syarat pencairan dana non-earmark—dana yang tidak terikat peruntukan tertentu—yang harus diajukan lengkap sebelum 17 September 2025.
Bagi desa yang tidak mengajukan berkas tepat waktu, dana non-earmark tidak akan disalurkan sama sekali. Ketentuan ini mulai berlaku setelah PMK 81/2025 ditetapkan pada 19 November 2025 dan diundangkan pada 25 November 2025.
Selain batas waktu pengajuan, PMK juga memunculkan syarat baru: desa diwajibkan membentuk Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) sebagai komponen penyaluran dana.
Berdasarkan laporan internal, Bondowoso termasuk dalam daerah yang belum bisa mencairkan dana non-earmark bersama sejumlah kabupaten lain di Indonesia. Untuk Jawa Timur, Bondowoso berada di daftar yang sama dengan antara lain Sidoarjo (127 desa), Mojokerto (117 desa), Blitar (70 desa), Lamongan (102 desa), Banyuwangi (92 desa), dan Malang (118 desa).
Di Bondowoso sendiri, 51 desa tidak bisa mencairkan dana non-earmark, sementara 9 desa bahkan tidak dapat mencairkan earmark maupun non-earmark. Satu desa, yakni Padasan, tercatat belum menerima DD sejak tahap awal karena kepala desanya tersangkut kasus hukum.
Kepala Desa Bendelan, Kecamatan Binakal, Bambang Suhartono, mengakui desanya gagal mencairkan dana non-earmark karena keterlambatan administrasi.
“Dana yang belum kami jalankan itu sekitar Rp290 juta. Rencananya untuk paving di dua titik, tembok penahan tanah, dan program pemberdayaan masyarakat. Karena belum bisa cair, tekanan sosial-politik di masyarakat cukup terasa,” ujarnya, Kamis, 11 Desember 2025.
Bambang menambahkan dirinya belum menyampaikan persoalan ini kepada warga karena masih berharap ada perubahan kebijakan. “Informasinya, syarat pengajuan bukan lagi 17 September, tetapi 17 Desember. Semoga pemerintah pusat bisa mendengar aspirasi para kepala desa,” katanya.
Hal serupa dialami Desa Mengen, Kecamatan Tamanan. Kepala Desa Mengen, Fauzan, menyebut dana non-earmark desanya sekitar Rp100 juta.
“Rencananya untuk pemberdayaan masyarakat, mungkin mesin rajang tembakau atau dukungan untuk UMKM. Saya sudah sampaikan ke warga apa adanya, bahwa kami terhambat aturan itu,” ujarnya.
Ketua APDESI Bondowoso, Mathari, mengonfirmasi bahwa sekitar 15 kepala desa dari Bondowoso turut mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta pada Senin, 8 Desember 2025. Aksi tersebut mendesak pemerintah pusat meninjau ulang PMK 81/2025.
“PMK ini sangat membebani kepala desa. Mereka punya janji kepada masyarakat untuk membangun. Dana non-earmark yang tidak bisa cair di Bondowoso rata-rata Rp200–400 juta per desa,” ujarnya.
Mathari, yang juga Kades Bukor di Kecamatan Wringin, mengaku desanya sendiri tidak terdampak aturan ini, namun ia hadir untuk menyampaikan aspirasi kolektif para kepala desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bondowoso, Mahfud Junaidi, menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya terjadi di Bondowoso, melainkan di banyak daerah lain.
“Ada 60 desa di Bondowoso yang belum salur dana non-earmark. Satu di antaranya adalah Padasan yang memang bermasalah sejak awal. Sisanya karena terlambat melengkapi persyaratan hingga batas waktu 17 September 2025,” terangnya.
Mahfud menyebut pihaknya telah melakukan sosialisasi mengenai aturan pusat tersebut. Di Jawa Timur saja, ada 1.261 desa yang serupa Bondowoso. “Ini terjadi di banyak tempat, bukan hanya Bondowoso,” tambahnya.
PMK 81/2025 diteken oleh Menteri Keuangan Purbaya, yang menggantikan Sri Mulyani pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di kalangan kepala desa, muncul harapan agar Menkeu memberikan kelonggaran atau masa transisi.
Sejumlah desa, termasuk di Bondowoso, berharap pemerintah pusat mempertimbangkan perubahan jadwal pengajuan menjadi 17 Desember 2025 seperti informasi yang beredar. Jika kebijakan tidak berubah, dana non-earmark ratusan juta rupiah di puluhan desa akan hangus dan program desa terpaksa dihentikan. (awi/ian)