kab/kota: Biak

  • Catat Rekor Baru, Pria Ini Positif COVID-19 Selama 2 Tahun!

    Catat Rekor Baru, Pria Ini Positif COVID-19 Selama 2 Tahun!

    Jakarta

    Seorang pria dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah mengidap COVID-19 akut yang berkelanjutan selama lebih dari 750 hari. Selama periode ini, ia mengalami gejala pernapasan yang persisten dan dirawat di rumah sakit sebanyak lima kali.

    Meski durasinya panjang, kondisi pria ini berbeda dengan long COVID. Sebab, gejalanya bukanlah gejala yang menetap setelah virus menghilang, melainkan fase virus SARS-CoV-2 yang berlanjut selama lebih dari dua tahun.

    Kondisi ini mungkin hanya terjadi pada orang yang rentan. Tetapi, para ahli di Amerika Serikat memperingatkan dalam studi baru mereka.

    “Infeksi jangka panjang memungkinkan virus untuk mengeksplorasi cara menginfeksi sel secara lebih efisien. Dan (studi ini) menambah bukti bahwa varian yang lebih mudah menular telah muncul dari infeksi semacam itu,” terang ahli epidemiologi Universitas Harvard, William Hanage, yang dikutip dari ScienceAlert.

    “Oleh karena itu, menangani kasus-kasus seperti itu secara efektif merupakan prioritas bagi kesehatan individu dan masyarakat,” sambungnya.

    Analisis genetik Joseline Velasquez-Reyes, ahli bioinformatika Universitas Boston dan rekan-rekannya terhadap sampel virus yang dikumpulkan dari pasien antara Maret 2021 dan Juli 2022, mengungkapkan apa yang dilakukan virus tersebut selama invasi yang meluas.

    “Hanya dalam satu orang, jenis mutasi yang sama yang menyebabkan munculnya varian Omicron yang berkembang biak lebih cepat sedang dalam proses pengulangan,” jelas mereka.

    “Hal ini mendukung teori bahwa perubahan mirip Omicron berkembang dari tekanan seleksi yang dialami virus di dalam tubuh kita.”

    Pasien Didiagnosis HIV-1

    Pasien yang telah mengalami HIV-1 stadium lanjut ini yakin telah tertular SARS-CoV-2 pada pertengahan Mei 2020. Selama masa tersebut, ia tidak menerima terapi antiretroviral (ART).

    Ia juga tidak dapat mengakses perawatan medis yang diperlukan, meskipun mengalami gejala pernapasan, sakit kepala, nyeri badan, dan lemas.

    Pria berusia 41 tahun itu memiliki jumlah sel T pembantu imun hanya 35 sel per mikroliter darah, yang menjelaskan bagaimana virus tersebut dapat bertahan begitu lama. Kisaran normalnya adalah 500 hingga 1.500 sel per mikroliter.

    Untungnya, setidaknya dalam kasus ini virus COVID-19 yang membandel ini tidak terlalu menular.

    “Tidak adanya infeksi lanjutan yang diduga terjadi mungkin mengindikasikan hilangnya kemampuan penularan selama adaptasi terhadap satu inang,” beber Velasquez-Reyes dan tim yang dipublikasikan di The Lancet.

    Namun, tidak ada jaminan bahwa infeksi lain yang menetap dalam jangka panjang di dalam tubuh kita akan mengikuti jalur evolusi yang sama. Hal ini yang membuat para ahli waspada dan menyerukan pemantauan ketat COVID-19 yang berkelanjutan dan akses layanan kesehatan yang memadai bagi semua orang.

    “Membersihkan infeksi ini harus menjadi prioritas bagi sistem layanan kesehatan,” simpul para peneliti.

    Untuk mengurangi kemungkinan mutasi yang bermasalah, dokter dan peneliti mengimbau masyarakat untuk terus melakukan vaksinasi dan tetap menggunakan masker di area tertutup yang ramai.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/kna)

  • Pemkot Jaktim sudah sterilisasi 1.714 kucing hingga September 2025

    Pemkot Jaktim sudah sterilisasi 1.714 kucing hingga September 2025

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur sudah melakukan sterilisasi sebanyak 1.714 kucing liar maupun peliharaan dalam periode Januari hingga 14 September 2025.

    “Sterilisasi kucing baik itu liar maupun peliharaan yang sudah kita lakukan dalam periode Januari sampai 14 September 2025 sebanyak 1.714 kucing,” kata Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Timur Taufik Yulianto saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

    Sebanyak 1.714 kucing tersebut terdiri dari 1.319 ekor kucing jantan dan 395 betina. Sterilisasi masih akan terus dilakukan untuk menjaga populasi kucing yang cepat berkembang biak.

    “Kita adakan layanan jemput bola dan menggunakan metode tangkap, sterilkan, dan kembalikan (Trap-Neuter-Return/TNR) untuk kucing liar,” ujar Taufik.

    Dalam program sterilisasi kucing tersebut, kata dia, pihaknya juga melibatkan UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Peternakan (Pusyankeswannak) Dinas KPKP DKI Jakarta, lembaga swadaya masyarakat maupun komunitas pecinta kucing seperti, Yayasan Peduli Lingkungan Indonesia (YPLI) dan Lets Adopt.

    Sementara itu, Kepala Seksi Pemeliharaan dan Kesehatan Hewan Suku Dinas KPKP Jakarta Timur Theresia Ellita mengatakan, sterilisasi tahun ini menargetkan sebanyak 2.000 ekor kucing.

    “Saat ini sudah sekitar 85,7 persen, kita optimistis bisa mencapai target yang ditetapkan. Sebab, dalam memperingati Hari Rabies Sedunia pada 20 September mendatang kita targetkan sterilisasi 400 ekor kucing peliharaan maupun liar,” jelas Elli.

    Elli memastikan, layanan jemput bola masih akan terus digencarkan, terutama dengan menyesuaikan permohonan warga.

    “Kucing juga merupakan salah satu hewan penular rabies. Selain sterilisasi, kita juga lakukan vaksinasi rabies untuk memastikan hewan sehat dan manusia juga lebih terlindungi kesehatannya,” ujar Elli.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 65 Kampung Nelayan Merah Putih Dibangun Tahun Ini, Ini Sebaran Lokasinya

    65 Kampung Nelayan Merah Putih Dibangun Tahun Ini, Ini Sebaran Lokasinya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan sebanyak 65 titik lokasi Kampung Nelayan Merah Putih pada tahap awal pembangunan pada 2025.

    Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya KKP Trian Yunanda memastikan pelaksanaan program Kampung Nelayan Merah Putih ini untuk mendukung peningkatkan produktivitas, kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan sarana prasana perikanan dari hulu sampai hilir.

    Trian mengatakan sebanyak 65 kampung yang siap dibangun pada tahap I 2025 akan memakan anggaran senilai Rp1,34 triliun.

    Adapun, untuk tahap II, KKP tengah mengajukan anggaran ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk pembangunan 35 kampung lainnya. Dengan begitu, target 100 Kampung Nelayan Merah Putih pada 2025 dapat tercapai.

    Trian menjelaskan, pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih mencakup sarana dan prasarana produksi, balai pelatihan dan pelaksanaan pelatihan, serta pusat UMKM dan pasar ikan.

    Sementara itu, rincian bangunan pada program ini terdiri dari dermaga, gedung beku, pabrik es, balai pelatihan, shelter coolbox, sentra kuliner, stasiun pengisian bahan bakar minyak khusus nelayan, ruang ibadah, tempat pengelolaan sampah, bengkel kapal, dan kantor pengelolaan.

    Di samping pembangunan fisik, Trian menyampaikan, social engineering juga dilakukan untuk pengembangan sumber daya manusia, koperasi, kewirausahaan, termasuk kelengkapan sertifikasi, standarisasi, dan perizinan.

    Dia menjelaskan, langkah ini dilakukan agar masyarakat pengelola memiliki kemampuan pengelolaan fasilitas yang ada, serta mampu mengembangkan usaha yang dijalankan menjadi berkelanjutan seperti yang sudah berjalan di Biak, Papua.

    Trian menjelaskan bahwa pembangunan kampung nelayan akan dilakukan bertahap. Dalam hal ini, pemerintah tengah membangun 65 titik Kampung Nelayan Merah Putih.

    Nantinya, pembangunan di setiap lokasi Kampung Nelayan Merah Putih direncanakan akan memakan waktu sekitar 3,5 bulan untuk tahap pertama. Hasil program ini juga diplot untuk mendukung ketahanan pangan nasional melalui produk kelautan perikanan. 

    “Telah ditetapkan 65 lokasi untuk tahap I dari 100 lokasi yang Insya Allah kami akan bangun kurang lebih 3,5 bulan dari hari ini. Ini mudah-mudahan nanti per 2 Desember 2025, 65 lokasi ini sudah selesai dilaksanakan lengkap sarana prasarana produksinya,” kata Trian dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Setelahnya, pemerintah menyiapkan tahap II untuk 35 lokasi Kampung Nelayan Merah Putih. Saat ini, KKP tengah mengajukan anggaran untuk 35 lokasi melalui proses diskresi

    “Ini [35 titik lokasi] semua anggarannya melalui anggaran biaya tambahan [ABT], kami berharap ini bisa dilaksanakan Maret 2026,” terangnya.

    Lebih lanjut, KKP memproyeksikan dampak pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih akan meningkatkan produksi perikanan menjadi rata-rata 800 ton per tahun, dengan jumlah orang yang bekerja secara permanen mencapai 7.000 orang di 100 lokasi nantinya.

    Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Ditjen Perikanan Tangkap KKP Mahrus mengatakan pihaknya juga memberikan bantuan kapal perikanan, sehingga akan menambah aktivitas perikanan di lokasi KNMP.

    “Kemudian selama pembangunan sarana prasana pasti akan ada pekerjaan konstruksi yang akan membuka kesempatan kerja,” ujar Mahrus.

    Sementara itu, Inspektur II Itjen KKP Lutfi memastikan pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih diawasi oleh pengawas internal dan eksternal, seperti Kejaksanaan dan BPKP untuk menjamin transparansi pelaksanaannya.

    Selain itu, pengawasan juga pendampingan oleh para pengawas dimulai dari perencanaan, proses pembangunan, hingga program berjalan.

    Berikut daftar lokasi pembangunan tahap I Kampung Nelayan Merah Putih:

    1. Aceh: Lhok Pawoh, Lancok, Kuala Raja, Birem Puntong

    2. Bali: Seraya Timur

    3. Banten: Cikuhutwan

    4. Bengkulu: Merpas, Penago

    5. DI Yogyakarta: Poncowar

    6. Gorontalo: Leato Selatan

    7. Jawa Barat: Wanasari, Gebang Mekar, Karanganyar, Karangjaladri, Ciwaru

    8. Jawa Tengah: Kertojayan, Jatimalang, Bumiharjo, Karangtduwur, Banyutowo

    9. Jawa Timur: Lteeng, Pujiharjo, Dapenda, Bulumeduro

    10. Kalimantan Barat: Ujung Said, Sungai Nyiirih

    11. Kalimantan Tengah: Tanjung Putri

    12. Kepulauan Riau: Sembulang, Sekanak Raya, Kasu

    13. Lampung: Ketapang, Bandar Agung, Sukorahayu, Margasari

    14. Maluku: Weighiang, Labetawi

    15. Maluku Utara: Wasileo, Supu, Sangowo Timur

    16. Nusa Tenggara Barat: Bilelando, Ekas Buana, Pulau Bungin

    17. Nusa Tenggara Timur: Adang, Mudakputtu, Sulamu, Warloko Pesisiz

    18. Papua Barat Daya: Warmasen

    19. Papua Selatan: Samkai

    20. Sulawesi Barat: Sumare, Babara

    21. Sulawesi Selatan: Aeng Batu Batu, Anjuke, Bentengge, Balangloe Tarowang, Untia, Tongke-Tongke

    22. Sulawesi Tengah: Banagan

    23. Sulawesi Tenggara: Terapung, Gerak Makmur, Malalanda, Anaiwoi, Sorue Jaya

    24. Sumatra Barat: Padang Sarai, Kataping

    25. Sumatera Selatan: Sungsang IV

    Gandeng Pertamina

    Di samping itu, KKP juga menggandeng PT Pertamina untuk memastikan kelancaran pasokan bahan minyak (BBM) di lokasi Kampung Nelayan Merah Putih.

    VP Retail Fuel Sales Pertamina Patra Niaga Windriawan Kurniawan mengatakan langkah ini dilakukan agar tidak ada kendala memperoleh bahan bakar minyak untuk kapal-kapal perikanan, yang dapat menghambat produktivitas para nelayan.

    “Kami terus berkoordinasi dengan KKP dan pemda mengenai titik-tiknya, karena kan harus dipastikan juga bagaimana pasokan bisa sampai ke lokasi,” ujar Windriawan.

    Pertamina juga mengimbau kepada calon mitra pengelola SPBUN, untuk segera melakukan proses pendaftaran untuk pengurusan izin.

    Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berharap agar program Kampung Nelayan Merah Putih tidak hanya untuk memacu produktivitas masyarakat pesisir, melainkan juga memastikan kegiatan ekonomi yang dijalankan memiliki basis pengelolaan yang kuat

    Ketua KNTI Dani Setiawan berharap, program ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan pesisir.

  • Strategi BRIN Bangun Ekosistem Satelit Nasional di Tengah Gempuran Starlink

    Strategi BRIN Bangun Ekosistem Satelit Nasional di Tengah Gempuran Starlink

    Cape Canaveral, Florida

    Di tengah kehadiran konstelasi satelit global seperti Starlink yang resmi beroperasi di Indonesia sejak Mei 2024, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus menggenjot pengembangan ekosistem satelit nasional.

    Dengan misi mempercepat inklusi digital dan mendukung kemandirian teknologi antariksa, BRIN merumuskan strategi kolaboratif untuk memperkuat posisi Indonesia di tengah persaingan global. Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN, Wahyudi Hasbi, mengungkapkan langkah-langkah strategis tersebut kepada detikINET.

    Kolaborasi dengan Swasta: Fondasi Ekosistem Satelit

    BRIN memainkan peran sentral dalam membangun ekosistem satelit nasional melalui kolaborasi dengan sektor swasta seperti PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan Telkom. Meski tidak terlibat langsung dalam proyek komersial seperti Satelit Nusantara Lima (SNL), BRIN mendukung melalui riset pendukung, seperti pengembangan antena phased-array untuk stasiun Bumi, penelitian komunikasi satelit, dan studi mitigasi interferensi.

    “Kami menyiapkan SDM, infrastruktur, dan kegiatan riset sesuai kebutuhan industri. BRIN terbuka untuk kolaborasi, termasuk penggunaan fasilitas uji dan integrasi satelit yang kami miliki,” ujar pria kelahiran Biak ini, saat bertemu di acara peluncuran Satelit Nusantara Lima di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat.

    Kolaborasi ini juga mencakup pengembangan Satelit Konstelasi Nusantara, sebuah program satelit nasional multimisi untuk observasi bumi, pengawasan maritim, dan komunikasi. Dengan pengalaman mengoperasikan tiga satelit LEO (LAPAN-A1, A2, dan A3) yang masih aktif, BRIN kini tengah merancang konstelasi satelit LEO baru untuk mendukung pembangunan nasional dan industri dalam negeri.

    “Harapannya, Indonesia bisa memiliki industri manufaktur satelit sendiri dalam waktu dekat,” tambahnya.

    Wahyudi Hasbi, Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN. Foto: dok pribadi

    Wahyudi menyadari membangun ekosistem satelit nasional bukan perkara mudah. Salah satu tantangan utama adalah minimnya awareness investasi di sektor antariksa, baik dari pemerintah maupun swasta.

    Tak mau berpangku tangan, BRIN coba mengatasi dengan bekerja sama dengan Bappenas dan asosiasi profesi untuk mengkampanyekan potensi space economy, yang diprediksi mencapai USD 1,8 triliun secara global pada 2035.

    “Kami fokus pada hilirisasi riset, pelatihan SDM bersama kampus dan industri, serta penyusunan kebijakan antariksa yang relevan,” jelas Wahyudi.

    Kehadiran Starlink, dengan konstelasi satelit LEO-nya, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Wahyudi menegaskan bahwa layanan satelit GEO VHTS seperti SNL dan layanan NGSO global seperti Starlink dapat saling melengkapi.

    “Pemerintah perlu memastikan kepatuhan regulasi nasional, tetapi kami melihat potensi sinergi untuk memperluas konektivitas dengan memprioritaskan kapasitas nasional,” jelas peraih gelar Doktor (-Ing) dari Technische Universitat Berlin ini.

    SNL, dengan kapasitas lebih dari 160 Gbps dan teknologi Ka-band spot beam, dirancang untuk menjangkau wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), seperti menyediakan backhaul BTS/USO, akses internet sekolah, dan puskesmas. Kombinasi dengan satelit lain menjadikan Indonesia salah satu negara dengan kapasitas satelit terbesar di Asia, memperkuat posisi regionalnya.

    Persiapan Peluncuran Satelit Nusantara Lima Percobaan Ketiga di Cape Canaveral, Florida, AS Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Pun begitu masih besar pekerjaan rumah yang dihadapi Indonesia. Salah satunya mengatasi kesenjangan kapasitas satelit sekitar 1 Tbps di wilayah 3T.

    Melihat persoalan itu, BRIN mendorong strategi multifaset. Jurus tersebut meliputi pembangunan satelit VHTS baru seperti SNL, pengembangan satelit LEO, optimalisasi spektrum, dan pendekatan hibrid dengan serat optik.

    “Kami juga melakukan riset untuk mitigasi interferensi dan pengelolaan spektrum agar operasional satelit lebih efisien,” ungkap Wahyudi.

    BRIN juga berkontribusi pada space situational awareness untuk memastikan keselamatan satelit di orbit. Tak sampai di situ, pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan ekosistem lokal turut pula digarap.

    Upaya yang sampai saat ini BRIN membuka peluang co-development dan co-creation. Perwujudannya meliputi program magang, penggunaan fasilitas riset bersama, dan konsorsium riset dengan perguruan tinggi serta industri.

    “Kami ingin membangun SDM unggul dan memperkuat ekosistem satelit nasional melalui kegiatan Assembly-Integration-Test (AIT) di dalam negeri,” kata bapak tiga anak ini.

    Dengan strategi ini, BRIN tidak hanya berupaya menjawab tantangan persaingan global, tetapi juga membangun fondasi untuk kemandirian teknologi antariksa Indonesia.

    “Satelit seperti SNL dan rencana konstelasi LEO kami adalah langkah menuju ekosistem yang kuat, yang tidak hanya mendukung konektivitas, tetapi juga observasi bumi dan pengawasan maritim,” pungkas Wahyudi.

    (afr/rns)

  • Indonesia Jadi Pusat Antariksa Dunia

    Indonesia Jadi Pusat Antariksa Dunia

    Jakarta

    Adi Rahman Adiwoso, CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan Ketua Asosiasi Antariksa Indonesia, punya mimpi besar: menjadikan Indonesia penguasa low-earth orbit di garis khatulistiwa.

    Dengan rencana membangun bandar antariksa di Biak dan mendorong anak muda terjun ke industri satelit, ia ingin menciptakan ekosistem antariksa yang kuat.

    Bisakah Indonesia mewujudkan ambisi ini di tengah tantangan birokrasi dan minimnya minat STEM?

    Kedaulatan Antariksa: Mengapa Penting?

    Adi yakin, menguasai antariksa adalah kunci strategis bagi Indonesia. “Kalau kita bergantung pada asing seperti Elon Musk, saat darurat, kita puyeng,” tegasnya.

    Ia menyebut low-earth orbit di ekuator, yang meliputi 1,5 miliar penduduk dari Asia hingga Brasil, sebagai aset berharga. “Siapa yang kontrol orbit ini, kontrol masa depan,” katanya mengutip dokumenter Wild Wild Space.

    Satelit bukan hanya soal komunikasi, tapi juga logistik pangan. Dengan teknologi multispektral, satelit dapat memprediksi panen dan mengelola distribusi pangan. “Kalau Bali banjir, padi rusak. Tapi Sumatera Selatan panen tiga bulan lagi. Data satelit bantu trading beras,” jelas Adi

    Ia mencontohkan bagaimana satelit bisa memetakan kapan padi atau jagung siap panen, mendeteksi gagal panen di wilayah tertentu, atau memprediksi kebutuhan beras nasional. Misalnya, jika Kalimantan kekurangan beras, satelit bisa menunjukkan surplus di Sulawesi untuk distribusi cepat.

    “Ini soal logistik cerdas. Satelit lihat pola cuaca, banjir, atau kekeringan, lalu kita atur pasokan pangan supaya stabil,” tambahnya. Teknologi ini juga memungkinkan prediksi pasar global, seperti gagal panen di Amerika Selatan, untuk peluang ekspor yang menguntungkan.

    Adi Rahman Adiwoso, CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Spaceport Biak: Langkah Menuju Dunia

    Kunci visi Adi adalah pembangunan bandar antariksa di Biak, Papua. Lokasinya di khatulistiwa memungkinkan peluncuran roket lebih efisien, menghemat energi hingga USD 3,6 juta per peluncuran.

    “Di Biak, roket bisa bawa 900 kg dengan mesin sama, dan puingnya jatuh di perairan internasional,” ujarnya.

    Tapi mimpi bapak dua anak ini tak hanya membuat spaceport di Biak. Lebih dari itu, dia ingin menjadikan Papua sebagai pusat keunggulan antariksa, termasuk sumber daya manusianya.

    “Saya bilang ke teman-teman di Papua, jangan cuma jadi satpam di spaceport. Sini, saya sekolahin anak-anak Papua jadi engineer roket,” katanya dengan semangat.

    Ia membayangkan generasi muda Papua terlibat langsung dalam merancang, membangun, dan mengoperasikan teknologi antariksa.

    “Papua punya potensi luar biasa. Anak-anak di sana cerdas, tapi kurang akses. Kalau kita kasih pelatihan dan pendidikan, mereka bisa jadi tulang punggung industri antariksa Indonesia,” tambahnya.

    Penerus Ekosistem Antariksa

    Satelit Nusantara Lima. Foto: PSN

    Adi mengungkap keprihatinnya pada minimnya minat anak muda Indonesia di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). “Beasiswa (STEM) BRIN dan LPDP ada ribuan, tapi yang daftar sedikit,” keluhnya.

    Namun, ia tak menyerah. Pria kelahiran Yogyakarta ini berbagai upaya agar minat anak muda pada antariksa semakin bertambah.

    Salah satunya dia pernah mendukung siswa SMK Pontianak membuat roket dari pupuk NPK dan gula dengan modal Rp 32 juta. Hasilnya? Roket mereka mencapai ketinggian 1,1 km.

    “Kalau dikasih kesempatan, anak muda bisa. Yang kurang cuma keberanian,” tegasnya.

    Selain SDM, birokrasi turut menjadi perhatian Adi. “Regulasi harus cepat dan simpel, tapi birokrasi kita lambat,” kritiknya.

    Ia mencontohkan Selandia Baru, yang dengan 5 juta penduduk punya Menteri Antariksa, sementara Indonesia masih terjebak aturan rumit.

    “Pemerintah sudah mulai perhatian, tapi eksekusinya harus dipercepat,” ujarnya.

    Selain itu, Adiwoso menyoroti mentalitas ‘champion of mediocrity’ di kalangan masyarakat Tanah Air. Menurutnya, kegagalan adalah bagian dari proses, bukan akhir.

    “Kita (sukanya) cari jalan mudah, cukup segini. Padahal, kalau mau nomor satu, harus kerja keras dan berani gagal,” katanya.

    CEO PSN Adi Rahman Adiwoso Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Bukan Sekadar Uang

    Bagi Adi, antariksa bukan sekadar ladang keuntungan finansial. Dengan semangat yang membara, ia menegaskan bahwa motivasinya jauh melampaui urusan materi.

    “Kalau cuma cari duit, cetek. Saya mau bikin sesuatu yang bermanfaat,” ujarnya

    Adi ingin teknologi antariksa mengatasi masalah nyata, seperti ketimpangan akses di pulau kecil.

    “Pulau kecil pun berhak dapat listrik dan internet cepat. Satelit bisa bikin itu terjadi,” katanya.

    Dengan PSN yang kini punya kapasitas satelit terbesar di Asia Pasifik dan rencana spaceport Biak, ia berharap Indonesia tak lagi jadi penonton di panggung antariksa global.

    “Kalau gue mati duluan, gue jadi hantu penasaran kalau Biak belum jadi spaceport,” pungkas Adi dengan canda.

    Semoga visi Adi mengubah Indonesia jadi pusat antariksa dunia dapat terwujud.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Tindak Lanjut UGM soal Dosen FKH Tersangka Praktik Stem Cell Ilegal”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • Strategi Satelit RI Digempur Teknologi Global

    Strategi Satelit RI Digempur Teknologi Global

    Orlando

    Di era disrupsi teknologi satelit, PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) tak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Adi Rahman Adiwoso, PSN berhasil menjadikan Indonesia pemilik kapasitas satelit terbesar di Asia Pasifik dengan Satelit Nusantara 5. Dengan teknologi canggih dan strategi berani, PSN siap bersaing dengan raksasa global seperti Starlink. Apa rahasia mereka?

    Nusantara 5: Satelit Termurah di Asia

    PSN mencuri perhatian dengan satelit Nusantara 5, yang memiliki kapasitas hampir 400 Gbps, jauh melampaui Cina (62,5 Gbps) dan Jepang (20-30 Gbps).

    “Kami rancang satelit termurah di Asia,” ujar Adiwoso saat berbincang dengan detikINET.

    Rahasianya? Teknologi Very High Throughput (HTS) yang dioptimalkan untuk efisiensi biaya. Adiwoso menjelaskan, PSN merancang satelit dengan komponen hemat, seperti antena seharga USD 100-200, bukan USD 1000 seperti kompetitor.

    “Kami bilang ke tim, pakai kunyit, pakai ini, pakai itu, supaya murah tapi canggih,” candanya.

    Hasilnya, satelit PSN menawarkan kapasitas besar dengan harga per Megahertz yang jauh lebih rendah, ideal untuk melayani daerah terpencil Indonesia.

    CEO PSN Adi Rahman Adiwoso Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Biak: Kunci Strategis di Khatulistiwa

    PSN juga punya kartu as: posisi geografis Indonesia di garis khatulistiwa. Adiwoso mendorong pembangunan bandar antariksa (spaceport) di Biak, Papua, yang menawarkan efisiensi peluncuran roket.

    “Di Biak, roket bisa bawa 900 kg dengan mesin sama, hemat energi dibandingkan peluncuran dari tempat lain,” katanya.

    Keunggulan lain Biak adalah lokasi peluncuran yang aman. “Tahap roket jatuh di perairan internasional, jadi tak perlu izin tetangga,” jelas Adiwoso.

    Ia menargetkan spaceport selesai pada 2027 dengan investasi USD 50 juta atau Rp 820 miliar. Jika berhasil, Biak bisa menyaingi Rocket Lab di Selandia Baru.

    Jurus Melawan Starlink: Kedaulatan Teknologi

    Satelit Nusantara Lima. Foto: dok PT PSN

    Persaingan dengan pemain global seperti Starlink menjadi tantangan besar. Adiwoso khawatir ketergantungan pada asing berisiko, terutama dalam keadaan darurat.

    “Kalau Elon Musk matikan satelit, kita puyeng semua,” tegasnya.

    Oleh karena itu, PSN fokus pada kedaulatan teknologi untuk mendukung navigasi udara, laut, dan komunikasi di pulau-pulau kecil Indonesia yang tak terjangkau fiber optik. Strategi PSN adalah ‘highest technology with the cheapest cost’.

    Mereka menargetkan daerah dengan ekonomi lemah dengan menyediakan internet berkecepatan tinggi via satelit.

    “Pulau kecil juga berhak dapat high-speed internet, nggak boleh dibatasi,” ujar Adiwoso.

    Meski ambisius, PSN menghadapi rintangan. Birokrasi di Indonesia sering menghambat inovasi.

    “Pemerintah mulai perhatian, tapi regulasi harus cepat dan sederhana,” kata Adiwoso.

    Ia juga menyoroti minimnya minat anak muda di bidang STEM. “Beasiswa BRIN dan LPDP banyak, tapi yang daftar sedikit. Kita harus bikin anak muda excited,” tambahnya.

    Untuk mengatasi ini, PSN melatih SDM lokal melalui Balai Latihan Kerja (BLK) di sejumlah daerah.

    “Kami ajari mereka pasang dan pelihara stasiun Bumi, biar dapat kerjaan,” jelasnya.

    Adiwoso tak hanya ingin PSN bertahan, tapi juga memimpin. Ia bermimpi menjadikan Indonesia pusat antariksa dunia dengan sistem satelit ekuatorial yang menjangkau 1,5 miliar orang.

    “Mimpi nggak bayar, kenapa nggak berani?” tanyanya, menantang generasi muda.

    Dengan Nusantara 5 dan rencana spaceport Biak, PSN membuktikan Indonesia bisa bersaing di panggung global. Akankah strategi ini menjadikan Indonesia penguasa antariksa di Asia? Waktu yang akan menjawab.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Satelit Nusantara Lima Milik Indonesia Siap Meluncur 9 September”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/fay)

  • Adi Rahman Adiwoso, Bapak Satelit Indonesia yang Melawan Arus

    Adi Rahman Adiwoso, Bapak Satelit Indonesia yang Melawan Arus

    Orlando

    Di tengah gemerlap teknologi satelit global, ada sosok yang diam-diam mengukir sejarah di Indonesia. Sosok tersebut adalah Adi Rahman Adiwoso, CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).

    Banyak orang yang menjulukinya sebagai ‘Bapak Satelit Indonesia’ karena perannya membangun konektivitas nasional melalui satelit, salah satunya Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sekaligus Ketua Dewan Pembina Asosiasi Antariksa Indonesia (ARIKSA), Rudiantara

    Namun pria berusia 72 tahun ini santai saja dengan julukan tersebut. “Saya cuma menikmati hidup saya,” ujarnya santai.

    Perjalanan Adi penuh keberanian melawan arus, dari menolak kewarganegaraan Amerika hingga mendirikan PSN di tengah ketiadaan regulasi. Ini kisahnya.

    Awal Karier di Negeri Paman Sam

    Adi memulai petualangannya di Purdue University, Amerika Serikat, mengambil jurusan Aeronautics dan Astronautics. Ia lulus dalam waktu singkat, hanya 5 semester. Ia kemudian magang di Hughes Aircraft Company pada 1974, perusahaan di balik satelit Palapa yang legendaris.

    “Waktu itu saya kedinginan di Amerika, tapi semangat belajar besar,” kenangnya.

    Kesempatan emas datang saat ia mendapat Hughes Fellowship, beasiswa yang memungkinkannya melanjutkan S2 di California Institute of Technology (Caltech). Sambil kuliah, ia bekerja 20 jam seminggu untuk membiayai hidup.

    “Saya suka kerja sampai jam 3 sore, bahkan lebih, karena bisa pakai komputer kantor sendirian. Zaman dulu kan nggak ada laptop,” ceritanya dengan tawa.

    CEO PSN Adi Rahman Adiwoso Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Membangun Palapa: Menyatukan NKRI

    Pada 1975, Adi mendapat tugas memasang stasiun bumi Palapa di Indonesia. Ia berkeliling ke pelosok, dari Waingapu hingga Flores, di tengah minimnya infrastruktur.

    “Belum ada hotel, ATM, bawa tas penuh duit cash,” ujarnya.

    Pengalaman ini membuka matanya tentang betapa terbatasnya komunikasi di Indonesia saat itu.

    “Kalau mau telepon gubernur, pakai radio HF. Kadang nyambung, kadang nggak,” ungkapnya.

    Ketika satelit Palapa menyala, Adi menyaksikan momen bersejarah: seorang bupati di Waingapu terpukau melihat TVRI di layar 12 inch Sony Trinitron.

    “Saya baru sadar setelah 20 tahun, Palapa itu bukan sekadar satelit. Itu alat mempersatukan NKRI,” katanya.

    Saat itu, televisi dan radio nasional belum ada, dan kebijakan pusat bisa butuh berbulan-bulan sampai ke daerah.

    Unicorn Pertama Indonesia

    Adi Rahman Adiwoso usai peluncuran Satelit Nusantara Lima. Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Setelah hampir 9 tahun di Amerika, Adi ditawari kewarganegaraan Amerika oleh Hughes Aircraft. Ia menolak. “Banyak orang pengen jadi warga Amerika, saya malah nggak kepengen,” ungkapnya. Di usia 28, ia memilih pulang ke Indonesia dengan semangat membangun. “Kalau gagal, saya bisa balik. Kalau berhasil, saya tinggal,” katanya kepada bosnya saat itu.

    Keputusan ini terbayar. Adi mendirikan PT RKN, startup yang membuat gerbang jalan tol pertama di Indonesia, mengalahkan kompetitor dari Perancis dan Jepang.

    “Anak Indonesia kalau dikasih kesempatan, pasti bisa. Yang kurang cuma keberanian,” tegasnya.

    Pada 1991, bersama Profesor Iskandar Alisjahbana, Adi mendirikan PSN, perusahaan satelit swasta pertama di Indonesia. Tantangannya besar: regulasi satelit saat itu hanya mengizinkan Telkom dan Indosat beroperasi. Dengan keberanian dan dukungan dari Presiden Soeharto serta Menteri BJ Habibie, PSN akhirnya mendapat izin, meski awalnya tak boleh melayani pasar dalam negeri.

    PSN melesat cepat. Pada 1995, perusahaan ini go public di Nasdaq, Amerika Serikat, dengan valuasi USD 1 miliar, menjadikannya unicorn pertama Indonesia.

    Namun, perjalanan tak selalu mulus. Krisis moneter 1997-1998 membuat PSN terlilit utang USD 650 juta. “Saat itu Rp 2.000 jadi Rp16.000 per dolar, babak belur,” kenang Adi.

    Tapi ia tak menyerah. Dengan strategi rekapitalisasi, PSN bangkit dan meluncurkan satelit Nusantara 1 pada 2014 hingga akhirnya pada 11 September 2025 melesatkan Satelit Nusantara Lima.

    Filosofi Hidup: Never Give Up

    Adi memegang filosofi ‘never give up’. Baginya, kegagalan adalah ‘sukses yang tertunda’.

    Meski dijuluki ‘Bapak Satelit Indonesia’, Adi tetap rendah hati. “Saya nggak peduli orang bilang apa. Saya cuma ingin bikin sesuatu yang bermanfaat,” ujarnya.

    Visi ini terlihat dari usahanya membangun bandar antariksa di Biak dan mendorong anak muda terjun ke bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).

    Kini, di usia 72 tahun, Adi tak berhenti bermimpi. Ia ingin Indonesia punya kedaulatan antariksa, dengan PSN sebagai pemimpin kapasitas satelit di Asia Pasifik.

    “Kalau elo mau jadi nomor satu, harus kerja keras. Indonesia punya potensi, tapi kita jangan jadi juara mediocrity,” pesannya.

    Kisah Adi adalah bukti bahwa keberanian, kerja keras, dan visi besar bisa mengubah wajah teknologi Indonesia. Apa pelajaran yang bisa kita ambil darinya untuk masa depan?

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Satelit Nusantara Lima Milik Indonesia Siap Meluncur 9 September”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/fay)

  • Strategi BRIN Bangun Ekosistem Satelit Nasional di Tengah Gempuran Starlink

    Jembatan Digital Menuju Indonesia Digital 2045

    Jakarta

    Indonesia terus melangkah menuju visi Indonesia Digital 2045, di mana transformasi digital menjadi tulang punggung kemajuan bangsa. Salah satu kunci untuk mewujudkan visi ini adalah Satelit Nusantara Lima (SNL/N5), satelit Very High Throughput Satellite (VHTS) berkapasitas lebih dari 160 Gbps yang digadang menjadi “jembatan digital” bagi wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

    Satelit yang dikembangkan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) bersama Boeing ini dirancang dengan teknologi Ka-band spot beam sekitar 101 beam dan akan beroperasi dari slot orbit 113 derajat bujur timut mulai April 2026.

    Dengan masa desain lebih dari 15 tahun, SNL diharapkan mampu menyediakan akses internet berkecepatan tinggi untuk beragam kebutuhan, mulai dari backhaul BTS/USO, konektivitas sekolah dan puskesmas, hingga layanan publik di daerah yang sulit dijangkau serat optik.

    “Kapasitas besar SNL dan jangkauan spot beam-nya sangat strategis untuk memperluas akses internet di wilayah 3T. Ini mendukung percepatan dan pemerataan inklusi digital, yang menjadi pilar penting menuju Indonesia Digital 2045,” ujar Wahyudi Hasbi, Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN, saat berbincang dengan detikINET di sela-sela peluncuruan SNL di Cape Canaveral, Florida, AS.

    Bayangkan pelajar di pelosok Papua yang bisa mengakses pembelajaran daring, atau puskesmas di pulau terpencil yang terhubung dengan sistem kesehatan digital. SNL memungkinkan semua ini dengan menyediakan konektivitas andal melalui teknologi VSAT untuk rumah tangga dan infrastruktur telekomunikasi lainnya.

    Wahyudi Hasbi, Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN. Foto: dok pribadi

    Perkuat Posisi Indonesia di Asia

    Tak hanya untuk kebutuhan domestik, SNL juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemain kunci dalam teknologi satelit di Asia. Dengan kapasitas lebih dari 160 Gbps, dikombinasikan dengan satelit Indonesia lainnya, negeri ini memiliki salah satu kapasitas satelit terbesar di kawasan.

    “Ini memperkuat posisi Indonesia dalam teknologi satelit regional, sekaligus membuka peluang untuk memberikan konektivitas bagi negara tetangga,” tambah Wahyudi.

    Keberadaan SNL juga menunjukkan komitmen Indonesia untuk bersaing di panggung global, termasuk dengan konstelasi satelit seperti Starlink yang telah beroperasi di Indonesia sejak Mei 2024. Layanan satelit GEO VHTS seperti SNL dinilai dapat saling melengkapi dengan satelit LEO global, dengan prioritas pada penguatan kapasitas nasional.

    Dukungan Riset untuk Ekosistem Satelit Nasional

    Satelit Nusantara Lima Foto: PSN

    Meski SNL adalah proyek komersial PSN, BRIN turut berkontribusi melalui riset pendukung untuk memperkuat ekosistem satelit nasional. “Kami tidak terlibat langsung dalam pembangunan atau operasi SNL, tetapi BRIN mendukung melalui pengembangan antena phased-array untuk stasiun bumi, penelitian komunikasi satelit, dan penguatan kebijakan antariksa nasional,” jelas alumnus Technische Universitat Berlin ini.

    BRIN juga aktif mengatasi kesenjangan kapasitas satelit di wilayah 3T melalui strategi seperti pembangunan satelit VHTS baru, optimalisasi spektrum, dan pendekatan hibrid dengan serat optik. Wahyudi menekankan bahwa kesenjangan kapasitas sekitar 1 Tbps dapat dikurangi bertahap dengan kombinasi teknologi ini.

    Lebih jauh, BRIN memiliki visi jangka panjang untuk mengembangkan Satelit Konstelasi Nusantara, sebuah program satelit nasional multimisi yang mencakup observasi bumi, pengawasan maritim, dan komunikasi.

    “Kami juga sedang mengembangkan satelit LEO untuk mendukung pembangunan nasional, melanjutkan pengalaman dari tiga satelit LEO sebelumnya yang masih beroperasi,” ungkap pria kelahiran Biak ini.

    Kolaborasi dengan sektor swasta seperti PSN dan Telkom, serta komunitas akademik, menjadi kunci untuk mencapai kemandirian teknologi satelit. BRIN membuka peluang co-development melalui riset bersama, pelatihan SDM, dan pemanfaatan fasilitas Assembly-Integration-Test (AIT) di dalam negeri.

    “Harapannya, dalam waktu tidak terlalu lama, Indonesia memiliki industri manufaktur satelit sendiri,” tutur Wahyudi.

    Meski penuh potensi, pengembangan infrastruktur satelit nasional tidak lepas dari tantangan, terutama soal investasi. “Awareness untuk investasi di bidang antariksa, baik dari pemerintah maupun swasta, masih perlu ditingkatkan,” kata bapak tiga anak ini.

    Untuk mengatasinya, BRIN menggiatkan kampanye tentang potensi space economy, yang diprediksi mencapai nilai global USD 1,8 triliun pada 2035, bersama Bappenas dan asosiasi profesi.

    “BRIN mengatasinya semua tantangan lewat hilirisasi riset, program pelatihan SDM dengan kampus dan industri, serta kontribusi dalam penyusunan kebijakan antariksa yang relevan,” pungkas Wahyudi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Satelit Nusantara Lima Milik Indonesia Siap Meluncur 9 September”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • Impian Sekjen Ariksa Aryo Djojohadikusumo Setelah Satelit Nusantara 5 Meluncur ke Orbit

    Impian Sekjen Ariksa Aryo Djojohadikusumo Setelah Satelit Nusantara 5 Meluncur ke Orbit

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Antariksa Indonesia (Ariksa) menyebut peluncuran Satelit Nusantara 5 menjadi titik baru bagi pelaku usaha dalam mendorong kemandirian luar angkasa Tanah Air.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ariksa Aryo PS Djojohadikusumo yang hadir dalam peluncuran Satelit Nusantara 5 menyebut PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) sebagai perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki pengusaha Tanah Air. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian luar angkasa bukan hanya domain badan usaha milik negara (BUMN) dan pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat.

    “Indonesia sebagai negara dengan tapak batas terbesar di area khatulistiwa, dengan teritori hak kedaulatan terbesar di khatulistiwa perlu berada di antariksa. Hari ini kita berbangga karena bertambah satu lagi armada satelit Indonesia. Ke depannya akan terus bertambah dan bukan hanya diluncurkan dari negara luar, tetapi juga dari Tanah Air,” kata Arto dari Florida, Amerika Serikat, Kamis (11/9/2025) waktu setempat atau Jumat (12/9/2025) pagi di Tanah Air.

    Aryo menyebut dengan pencapaian baru ini, Ariksa akan memperjuangkan hadirnya kawasan bandar udara antariksa di Tanah Air ke depannya. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat mengembangkan Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida sebagai kawasan ekosistem luar angkasa. Sejumlah perusahaan swasta yang berlomba menembus tepi langit seperti Blue Origin milik Jeff Bezos hingga SpaceX milik Elon Musk memiliki markas pengembangan di kawasan tersebut.

    Ia menekankan, kehadiran kawasan bandar udara antariksa selain meningkatkan perekonomian Indonesia juga akan menjadi sumber aspirasi dan inspirasi bagi anak-anak muda Tanah Air untuk mewujudkan mimpi menembus luar angkasa.

    Satelit Nusantara 5 milik PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) meluncur mencapai orbit./Istimewa-PSN.

    Adi Rahman Adiwoso, CEO PSN yang juga Ketua Umum Ariksa, menyebut bahwa kemandirian dalam penguasaan orbit adalah sebuah keharusan. Ia mengingatkan adanya kutipan dari film dokumenter Wild Wild Space (2024) yang sangat relevan bagi dunia antariksa.

    “Whoever controls space, may very well control the future of humanity (Siapa pun yang menguasai teknologi antariksa, sangat mungkin akan menguasai masa depan umat manusia),” kata Adi dalam pernyataan terpisah.

    Menurut sosok yang berpengalaman dalam industri luar angkasa sejak era pra-Satelit Palapa 1 atau sejak 1974 itu, Indonesia harus mempertahankan kemandirian atas langitnya di sepanjang garis ekuator. Peluang hadirnya bandar udara antariksa di Biak, Papua, juga dinilai sangat menjanjikan secara bisnis.

    Adi mencontohkan, posisi Biak yang sangat dekat ke orbit ekuator memungkinkan peningkatan signifikan. Tanpa investasi baru, roket India yang hanya mampu mengangkat muatan 600 kilogram dapat ditingkatkan hingga 900 kilogram. Ia menyebut, secara kasar, untuk pengiriman material 1 kilogram ke luar angkasa dibutuhkan biaya sekitar US$12.000. Dengan demikian, terdapat tambahan penghematan hingga US$3,6 juta setiap peluncuran.

    “Saya gak usah koreksi alat [roketnya]. Itu mengurangi biaya sangat banyak. Belum lagi dari penghematan bahan bakar,” kata Adi.

    Ia menambahkan, dengan asumsi pengembangan bandar udara antariksa di Biak sebesar US$50 juta, hanya dibutuhkan 15 kali peluncuran untuk mengembalikan modal investasi. Sedangkan di sepanjang ekuator, dibutuhkan 50 hingga 70 satelit beroperasi secara berkesinambungan. Kawasan ini juga dihuni 12% penduduk bumi atau sekitar 1 miliar orang.

    “Itu legacy [bandar udara Antariksa] akan memberikan Indonesia kemampuan sangat strategis,” katanya.

  • Impian Sekjen Ariksa Aryo Djojohadikusumo Setelah Satelit Nusantara 5 Meluncur ke Orbit

    Harapan Sekjen Ariksa Aryo Djojohadikusumo Setelah Satelit Nusantara 5 Meluncur ke Orbit

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Antariksa Indonesia (Ariksa) menyebut peluncuran Satelit Nusantara 5 menjadi titik baru bagi pelaku usaha dalam mendorong kemandirian luar angkasa Tanah Air.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ariksa Aryo PS Djojohadikusumo yang hadir dalam peluncuran Satelit Nusantara 5 menyebut PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) sebagai perusahaan yang 100% sahamnya dimiliki pengusaha Tanah Air. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian luar angkasa bukan hanya domain badan usaha milik negara (BUMN) dan pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat.

    “Indonesia sebagai negara dengan tapak batas terbesar di area khatulistiwa, dengan teritori hak kedaulatan terbesar di khatulistiwa perlu berada di antariksa. Hari ini kita berbangga karena bertambah satu lagi armada satelit Indonesia. Ke depannya akan terus bertambah dan bukan hanya diluncurkan dari negara luar, tetapi juga dari Tanah Air,” kata Arto dari Florida, Amerika Serikat, Kamis (11/9/2025) waktu setempat atau Jumat (12/9/2025) pagi di Tanah Air.

    Aryo menyebut dengan pencapaian baru ini, Ariksa akan memperjuangkan hadirnya kawasan bandar udara antariksa di Tanah Air ke depannya. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat mengembangkan Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida sebagai kawasan ekosistem luar angkasa. Sejumlah perusahaan swasta yang berlomba menembus tepi langit seperti Blue Origin milik Jeff Bezos hingga SpaceX milik Elon Musk memiliki markas pengembangan di kawasan tersebut.

    Ia menekankan, kehadiran kawasan bandar udara antariksa selain meningkatkan perekonomian Indonesia juga akan menjadi sumber aspirasi dan inspirasi bagi anak-anak muda Tanah Air untuk mewujudkan mimpi menembus luar angkasa.

    Satelit Nusantara 5 milik PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) meluncur mencapai orbit./Istimewa-PSN.

    Adi Rahman Adiwoso, CEO PSN yang juga Ketua Umum Ariksa, menyebut bahwa kemandirian dalam penguasaan orbit adalah sebuah keharusan. Ia mengingatkan adanya kutipan dari film dokumenter Wild Wild Space (2024) yang sangat relevan bagi dunia antariksa.

    “Whoever controls space, may very well control the future of humanity (Siapa pun yang menguasai teknologi antariksa, sangat mungkin akan menguasai masa depan umat manusia),” kata Adi dalam pernyataan terpisah.

    Menurut sosok yang berpengalaman dalam industri luar angkasa sejak era pra-Satelit Palapa 1 atau sejak 1974 itu, Indonesia harus mempertahankan kemandirian atas langitnya di sepanjang garis ekuator. Peluang hadirnya bandar udara antariksa di Biak, Papua, juga dinilai sangat menjanjikan secara bisnis.

    Adi mencontohkan, posisi Biak yang sangat dekat ke orbit ekuator memungkinkan peningkatan signifikan. Tanpa investasi baru, roket India yang hanya mampu mengangkat muatan 600 kilogram dapat ditingkatkan hingga 900 kilogram. Ia menyebut, secara kasar, untuk pengiriman material 1 kilogram ke luar angkasa dibutuhkan biaya sekitar US$12.000. Dengan demikian, terdapat tambahan penghematan hingga US$3,6 juta setiap peluncuran.

    “Saya gak usah koreksi alat [roketnya]. Itu mengurangi biaya sangat banyak. Belum lagi dari penghematan bahan bakar,” kata Adi.

    Ia menambahkan, dengan asumsi pengembangan bandar udara antariksa di Biak sebesar US$50 juta, hanya dibutuhkan 15 kali peluncuran untuk mengembalikan modal investasi. Sedangkan di sepanjang ekuator, dibutuhkan 50 hingga 70 satelit beroperasi secara berkesinambungan. Kawasan ini juga dihuni 12% penduduk bumi atau sekitar 1 miliar orang.

    “Itu legacy [bandar udara Antariksa] akan memberikan Indonesia kemampuan sangat strategis,” katanya.