kab/kota: Biak

  • Terungkap Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan MBG di Bandung Barat

    Terungkap Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan MBG di Bandung Barat

    Jakarta

    Sebanyak 1.333 orang lebih menjadi korban keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Ternyata keracunan ini disebabkan oleh bakteri.

    Keracunan massal ini terjadi setelah para korban menyantap MBG di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, hingga penghitungan Jumat (26/9/2025). Selain di Bandung Barat, sebanyak 657 orang mengalami gejala keracunan akibat mengonsumsi MBG di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut.

    Para korban keracunan pun beberapa sempat dipulangkan. Namun, ada pula korban yang datang kembali karena gejala muncul lagi.

    “Jadi semalam kami temukan 4 pasien KLB keracunan yang datang lagi padahal sebelumnya sudah dinyatakan membaik. Kebetulan saya kan ikut menangani langsung, jadi saya juga hafal betul wajahnya,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat Lia N. Sukandar dilansir detikJabar, Jumat (26/9/2025).

    Setelah dilakukan penanganan medis, petugas kemudian melakukan anamnesa terhadap pasien tersebut. Anamnesa atau pengumpulan informasi medis melalui wawancara dengan pasien mengemukakan fakta bahwa penyebab gejala berulang itu karena keawaman pasien dan keluarga.

    “Jadi setelah kita tanya, mereka makan apa di rumah karena kan kita tidak tahu. Ternyata ada yang dikasih jeruk, terus makan ayam goreng, nah apakah itu beli atau masak sendiri kan kita nggak tahu. Jadi hal-hal itu yang membuat mereka bergejala lagi,” kata Lia.

    Petugas Siaga

    Dia pun menginstruksikan semua petugas yang siaga di posko penanganan GOR Kecamatan Cipongkor serta tempat penanganan pasien KLB keracunan lainnya agar mengedukasi pasien dan keluarganya soal apa yang boleh dikonsumsi di rumah setelah dinyatakan membaik.

    “Jadi saya sudah wanti-wanti ke petugas agar mengedukasi pasien bahwa ketika pulang dan dinyatakan membaik itu jangan makan yang macam-macam dulu. Cukup makan bubur saja dan harus yang dimasak sendiri,” ujar Lia.

    Saat ini di posko penanganan GOR Kecamatan Cipongkor tersisa 12 pasien keracunan massal. Ia siaga menerima pasien baru maupun pasien dengan gejala berulang.

    Bakteri Jadi Penyebab Keracunan

    Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat mengungkapkan penyebab 1.333 orang ini. Ternyata penyebabnya karena bakteri Salmonella dan Bacillus cereus.

    Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi menyampaikan bahwa bakteri ditemukan dari sampel makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diperiksa tim laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dilansir Antara, Minggu (28/9/2025).

    Dia menjelaskan, salah satu penyebab utama kontaminasi adalah rentang waktu penyiapan hingga penyajian makanan yang terlalu lama. Hal ini memungkinkan bakteri berkembang biak.

    “Jika makanan disimpan pada suhu ruang lebih dari enam jam, apalagi tanpa pengontrolan suhu yang tepat, risiko tumbuhnya bakteri sangat tinggi,” ujarnya.

    Pentingnya Jaga Higienitas

    Ryan menekankan pentingnya menjaga higienitas dalam proses pengolahan makanan, mulai penggunaan air bersih hingga kebersihan petugas dapur. Dia menyarankan agar makanan disimpan pada suhu di atas 60 derajat Celsius atau di bawah 5 derajat Celsius untuk mencegah pembusukan.

    “Pemasak juga harus mengenakan sarung tangan, pakaian bersih, dan memastikan tidak ada terkontaminasi dari bahan lain,” tuturnya.

    Dinkes Jabar juga mengimbau semua pihak yang terlibat dalam program MBG untuk memperketat protokol keamanan pangan guna mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.

    Halaman 2 dari 4

    (rdp/rdp)

  • Rahasia Satelit Bertahan Mengorbit di Angkasa Terungkap, Ternyata Ini

    Rahasia Satelit Bertahan Mengorbit di Angkasa Terungkap, Ternyata Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satelit kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, mulai dari komunikasi, prakiraan cuaca, hingga pemantauan lingkungan. Namun, banyak yang belum memahami bagaimana satelit mampu bertahan mengorbit di angkasa.

    Peneliti Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN, Satriya Utama, mengatakan rahasianya terletak pada kecepatan orbit yang harus disesuaikan dengan ketinggian.

    “Semakin rendah orbit, semakin besar tarikan gravitasi, sehingga satelit harus bergerak lebih cepat. Sebaliknya, di orbit tinggi kecepatan yang dibutuhkan lebih rendah,” jelas Satriya dalam Pelatihan Dasar Operasi Satelit Low Earth Orbit (LEO) secara daring, dikutip Minggu (28/9/2025).

    Sebagai contoh, satelit di orbit rendah atau low earth orbit (LEO) sekitar 600 kilometer dari permukaan Bumi harus melaju sekitar 7,56 km/s. Sementara satelit di orbit geostasioner (GEO) yang berada 35.786 km dari Bumi hanya memerlukan kecepatan sekitar 3,075 km/s.

    Lebih lanjut, Satriya menyebutkan hukum dasar yang mengatur pergerakan satelit, yaitu Hukum Kepler dan Gravitasi Newton. “Dari hukum ini, lahirlah konsep kecepatan orbit dan kecepatan lepas atau escape velocity,” katanya.

    Meski begitu, orbit satelit tidak sepenuhnya stabil. Faktor-faktor seperti hambatan atmosfer tipis di ketinggian rendah dan bentuk Bumi yang tidak sempurna bisa mengubah lintasan satelit secara perlahan.

    Selain menjelaskan mekanisme orbit, Satriya juga memaparkan jenis-jenis orbit sesuai kebutuhan misi satelit. LEO, misalnya, cocok untuk satelit penginderaan jauh karena memiliki periode orbit 90-100 menit. MEO banyak digunakan untuk sistem navigasi GPS, sedangkan GEO dipakai untuk komunikasi dan siaran langsung. Ada pula orbit sinkron Matahari (SSO) yang ideal untuk penginderaan jauh dengan pencahayaan konsisten.

    Saat ini, satelit buatan Indonesia beroperasi di orbit LEO. Namun, keterbatasan waktu kontak dengan stasiun bumi hanya 10-15 menit per lintasan membuat akses data terbatas.

    “Waktu singkat ini harus dimanfaatkan untuk mengunduh data dan mengunggah perintah. Solusi memperpanjang akses data tersebut adalah dengan memperbanyak ground station,” ujar Satriya.

    Indonesia sendiri memiliki empat stasiun bumi, yakni di Tabing (Sumatra Barat), Parepare (Sulawesi Selatan), Biak (Papua), dan Rancabungur (Bogor) yang berfungsi sebagai pusat kendali.

    (tfa/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Darurat Sampah Mikroplastik di Sungai Bondowoso: Ikan Potensial Punah

    Darurat Sampah Mikroplastik di Sungai Bondowoso: Ikan Potensial Punah

    Bondowoso, (beritajatim.com) – Peringatan World Rivers Day (WRD) atau Hari Sungai Sedunia 2025, yang jatuh di minggu keempat September, menjadi momentum penting bagi komunitas Sarkaspace untuk menggelar aksi bersih-bersih Sungai Selokambang.

    Kegiatan ini melibatkan 40 orang panitia terbuka, sekitar 150 pelajar dan remaja, komunitas masyarakat, Dinas Lingkungan Hidup Bondowoso, anggota legislatif, hingga Yayasan Ecoton. Founder Sarkaspace, Ahmad Quraisy, menyebut kegiatan kali ini disambut antusias.

    “Yang daftar panitia saja sampai 40 orang, lalu ada hampir 150 remaja yang ingin terlibat. Kami bahkan terpaksa stop pendaftaran karena takut tidak terkelola dengan baik,” ujarnya pada BeritaJatim.com.

    Dalam aksi bersih-bersih, peserta menemukan beragam sampah lama, mulai dari plakat piala tahun 1997, kemasan sachet 2007, hingga pampers dan pembalut wanita.

    Menurut pria yang karib disapa Uyes itu, temuan ini membuktikan bahwa persoalan sampah plastik di sungai sudah mengakar sejak lama.

    “Sungai Selokambang ini kami pilih karena zonasinya dekat dengan gudang kami, sehingga sampah bisa langsung kami kelola,” tambahnya.

    Selain aksi bersih-bersih, kegiatan juga menghadirkan narasumber dari Yayasan Ecoton yang fokus pada penelitian pencemaran plastik, termasuk mikroplastik.

    Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah, menyampaikan temuan mencengangkan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 50 persen darah manusia sudah mengandung mikroplastik.

    “Paling banyak berasal dari PET, yaitu plastik botol minuman kemasan. Ketika terkena panas atau diguncang, lapisan plastik mengelupas, masuk ke air, lalu diminum manusia,” ungkap Alaika.

    Ia menegaskan, mikroplastik bisa memicu penyakit serius. Mikroplastik masuk ke rantai makanan, lalu ke tubuh manusia. Dampaknya bisa mengacaukan sistem hormonal, memicu kanker, hingga menjadi agen diabet urgenik, penyebab diabetes.

    “Itulah mengapa sekarang kasus kanker dan diabetes meningkat tajam. Bahkan, mikroplastik juga membuat ikan menjadi intersex sehingga berpotensi punah karena gagal berkembang biak,” jelasnya.

    Wakil Ketua DPRD Bondowoso, Sinung Sudrajad, yang hadir dalam acara ini menekankan pentingnya kesadaran kolektif.

    “Sungai adalah jalur peradaban, sumber kehidupan. Wajib hukumnya kita jaga. Acara seperti ini jangan hanya seremonial, tapi harus periodik. Pemerintah, komunitas, bahkan TNI-Polri harus turun bersama,” katanya.

    Sinung juga menyoroti lemahnya penegakan aturan. Meski sudah ada Perda tata kelola sampah dan Perbup pembatasan plastik, implementasinya dinilai minim.

    “PR kita adalah pengawasan dan sanksi tegas bagi pelanggar, termasuk yang membuang sampah sembarangan atau mencari ikan dengan cara meracun. Ini harus jadi sinergi lintas stakeholder,” tegasnya.

    Sementara itu, Vidzha (17), siswi SMAN 1 Bondowoso yang ikut bersih-bersih, mengaku terinspirasi.

    “Seru, banyak teman baru. Saya jadi termotivasi untuk tidak buang sampah sembarangan dan terus menjaga lingkungan,” ucapnya. [awi/aje]

  • Pemprov Papua Genjot Ekowisata, Jaga Hutan Sambil Dongkrak Ekonomi Warga

    Pemprov Papua Genjot Ekowisata, Jaga Hutan Sambil Dongkrak Ekonomi Warga

    JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua terus mendorong pengembangan ekowisata sebagai salah satu pilar ekonomi hijau. Langkah ini diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan sekaligus membuka peluang usaha bagi masyarakat adat yang tinggal di sekitarnya.

    Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, Aristoteles Ap, mengatakan hutan di Papua memegang peran vital sebagai sumber kehidupan warganya.

    Menurutnya, pemanfaatan hutan kini tidak hanya berfokus pada produksi kayu, tetapi juga pada jasa lingkungan dan hasil hutan non-kayu.

    “Hutan Papua adalah ibu bagi orang Papua, dari sanalah masyarakat mendapatkan kehidupan dan penghidupan,” ujarnya di Jayapura, dilansir dari ANTARA, Sabtu, 27 September.

    Menurut Aristoteles, oleh sebab itu ekowisata menjadi model yang tepat untuk memberikan manfaat tanpa merusak.

    “Kini sejumlah kawasan di Papua telah dikembangkan secara bertahap dengan konsep ekowisata antara lain, Kampung Hobong di Kabupaten Jayapura yang menawarkan wisata trekking berbasis Danau Sentani, Kampung Yoboy dengan wisata edukasi sagu, hingga Yokiwa yang menyediakan jalur trekking menikmati panorama alam dan budaya lokal,” ujarnya.

    Dia menjelaskan, selain itu, di Kali Biru Genyem masyarakat mengelola jalur wisata alam dan wahana flying fox, sementara di Biak dikembangkan jembatan apung pada kawasan wisata Negeri Dongeng.

    Seluruhnya dikelola masyarakat dengan pendampingan teknis dari Dinas Kehutanan Papua.

    “Dengan adanya pengunjung, masyarakat bisa menjual makanan lokal, kerajinan, hingga produk hutan bukan kayu sehingga ekonomi berputar tanpa harus menebang kayu,” katanya.

    Dia menambahkan, selain wisata, masyarakat juga didorong mengelola hasil hutan bukan kayu seperti madu dan minyak kayu putih yang sudah berjalan di Jayapura dan Biak.

    “Program ini menjadi kontribusi Papua dalam membangun ekonomi hijau nasional. Jika kita menjaga alam, maka alam akan memberi kehidupan,” pungkasnya.

  • Ilmuwan Bicara Soal ‘Virgin Birth’, Wanita Bisa Hamil Tanpa Pria Tapi…

    Ilmuwan Bicara Soal ‘Virgin Birth’, Wanita Bisa Hamil Tanpa Pria Tapi…

    Jakarta

    Ilmuwan berbicara soal kemungkinan wanita mengalami ‘virgin births’ tanpa sperma pria. Kondisi ini dikenal dengan partenogenesis, salah satu bentuk reproduksi aseksual alami yang memungkinkan keturunan berkembang dari sel telur betina yang tidak dibuahi.

    Ada beberapa jenis hewan yang dapat melakukan hal ini. Beberapa di antaranya seperti hiu, buaya, kalajengking, lebah, dan masih banyak lagi.
    Belum jelas apa yang memicu spesies tertentu menjalani proses ini, atau apa persamaan di antara spesies-spesies yang mampu melakukannya. Namun, diketahui parthenogenesis biasanya terjadi ketika betina terisolasi lama dan hampir tidak punya harapan menemukan pasangan.

    Beberapa tahun lalu, peneliti berhasil menerapkan partenogenesis pada mamalia tikus, sesuatu yang ‘mustahil’ sebelumnya. Pada tahun 2022, peneliti di China melaporkan partenogenesis yang berhasil dilakukan dengan bantuan alat rekayasa gen kontroversial CRISPR.

    Hasilnya, seekor tikus lahir melalui metode ini, tumbuh hingga dewasa, dan bahkan mampu bereproduksi. Dengan logika ini, mungkin saja di masa depan metode yang sama dilakukan pada manusia.

    Pakar zoologi Nottingham Trent University, Dr Louise Gentle mengatakan secara teknis partenogenesis pada manusia mungkin saja dilakukan. Namun, ini hanya bisa dilakukan dengan mutasi gen tertentu berkembang biak satu sama lain.

    “Memang ada studi laboratorium yang menghasilkan embrio partenogenetik pada mamalia, tapi itu melalui modifikasi genetik,” jelas Gentle dikutip dari Daily Mail, Rabu (24/9/2025).

    “Walau DNA kita bisa berubah lewat mutasi alami, peluang mutasi yang tepat untuk menyebabkan partenogenesis sangatlah kecil. Untuk bisa terjadi pada manusia, individu dengan mutasi serupa harus bertemu dan bereproduksi. Itu kemungkinan yang amat tipis, tapi secara teori bisa saja,” sambungnya.

    Sel telur telur manusia masih membutuhkan ‘informasi’ tertentu dari sperma agar bisa berkembang menjadi embrio. Informasi ini berupa modifikasi epigenetik, yaitu perubahan pada aktivitas gen tanpa mengubah susunan DNA.

    Alat rekayasa gen seperti CRISPR bisa saja mengubah syarat dasar ini dengan menciptakan mutasi buatan. Namun, untuk melakukannya pada manusia akan menimbulkan masalah etika serius.

    “Secara teori, CRISPR bisa dipakai untuk mengubah gen, tapi pada manusia hal itu ilegal, tidak bermoral, dan tidak etis,” tegas profesor genetika di Universitas São Paulo Brazil, Tiago Campos Pereira sembari menegaskan adanya hambatan biologis untuk hal tersebut.

    Profesor Biologi Universitas Southampton Herman Wijnen menuturkan sejauh ini hanya tikus satu-satunya mamalia yang berhasil menjalani partenogenesis. Ia mengingatkan adanya potensi bahaya jangka panjang dari individu hasil partenogenesis, termasuk risiko penyakit.

    Semua bayi yang lahir melalui partenogenesis pada dasarnya adalah klon genetik identik dari induknya, termasuk hidup spesies.

    “Saya tidak yakin ada peneliti yang serius mencoba pada manusia karena alasan etika yang jelas,” ujar Wijnen.

    Gentle juga menambahkan kurangnya keragaman genetik dapat mengancam kelangsungan hidup spesies. Ini dapat memicu kepunahan sebuah populasi.

    Jadi, meskipun partenogenesis pada manusia tidak sepenuhnya mustahil, sebaiknya tetap dihindari demi kelangsungan umat manusia.

    “Parthenogenesis berisiko bagi kelangsungan hidup spesies, karena jika satu individu rentan terhadap penyakit, maka semua akan rentan, dan populasi bisa punah,” tandas Gentle.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video KuTips: Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/kna)

  • PSBS vs Madura United Berakhir Tanpa Pemenang

    PSBS vs Madura United Berakhir Tanpa Pemenang

    JAKARTA – PSBS Biak menjamu Madura United pada pekan ketujuh Super League 2025/2026. Namun, dalam laga yang berlangsung di Stadion Maguwoharjo, Selama, itu pertandingan berakhir tanpa pemenang.

    Kedua tim bertemu pada Kamis, 25 September 2025, malam WIB. Pertandingan berakhir bahkan tanpa gol.

    Madura United selaku tim tamu mencoba membuat peruntungan dengan mendominasi penguasaan bola pada awal pertandingan. Ada upaya yang nyaris membuka peluang saat laga bergulir 20 menit pertama.

    Penyelesaian Lulinha yang meneruskan umpan Taufany hampir jadi angka pembuka. Sayangnya, bola terlalu keras hingga membentur tiang gawang PSBS Biak.

    Setelahnya, sundulan Medonca menerima umpan Lulinha masih melebar. PSBS kemudian membalas jelang turun minum melalui sepakan Kevin Lopez yang ternyata tidak cukup menguji Miswar Saputra.

    Usai jeda, Laskar Sape Kerap langsung menggedor pertahanan PSBS Biak. Sayang sekali, sepakan Aji Kusuma berhasil dimentahkan Kadu.

    Wasit menunjuk titik putih ke arah kotak penalti PSBS usai permainan melewati 70 menit. Namun, Lulinha yang maju sebagai eksekutor penalti, melepaskan tembakan yang melambung tinggi.

    Jelang laga berakhir, PSBS dua kali mengancam Madura United. Tembakan jarak jauh Luquinhas ditepis Miswar Saputra.

    Setelahnya, umpan silang dari sayap kiri ditanduk Mochine Hasan, tapi bola masih melebar tipis. Skor 0-0 menandai kedudukan akhir pertandingan.

    Dengan demikian, satu angka yang didapat menempatkan Madura United di posisi ke-15 klasemen Super League. Mereka mengumpulkan enam poin dari tujuh laga.

    Sementara PSBS Biak di zona degradasi usai menempati posisi ke-16 dengan lima poin.

  • Cacing Tanah Terbesar di Bumi Bisa Tumbuh hingga 3 Meter

    Cacing Tanah Terbesar di Bumi Bisa Tumbuh hingga 3 Meter

    Jakarta

    Cacing tanah Gippsland raksasa (Megascolides australis) rata-rata memiliki panjang sekitar 1 meter dengan lingkar tubuh 2 sentimeter. Namun, mereka dapat tumbuh lebih besar lagi. Beberapa individu bahkan berukuran hingga 3 meter panjangnya.

    Hal ini menjadikan mereka salah satu spesies cacing tanah terbesar di Bumi, setidaknya yang kita ketahui. Ada sekitar 6.000 spesies cacing tanah yang telah diberi nama di seluruh dunia, meskipun para ilmuwan memperkirakan mungkin ada hampir 30.000 spesies, yang sebagian besar tersembunyi di bawah tanah, jauh dari jangkauan para ilmuwan.

    Cacing Tanah Raksasa Afrika (Microchaetus rappi) sering dijuluki cacing tanah terbesar di dunia berkat penemuan satu individu pada 1967 yang panjangnya mencapai 6,7 meter. Namun, kasus ini tergolong luar biasa, dan panjang rata-rata spesies ini sekitar 1,8 meter.

    Kalian mungkin berasumsi bahwa ukuran cacing tanah Gippsland raksasa membuatnya sulit untuk diabaikan, tetapi cacing besar ini sangat sulit ditemukan. Mereka hanya menghuni sekitar lima lokasi yang diketahui di Gippsland, sebuah wilayah di tenggara Australia di Victoria, yang perbukitan dan anak sungainya dipenuhi tanah lembap dan lembap.

    Mereka tampak seperti cacing tanah biasa, meskipun ukurannya jauh lebih besar, lebih gemuk, dan memiliki sedikit rona ungu keabu-abuan.

    Seperti kebanyakan cacing, mereka menghabiskan sebagian besar hidupnya di bawah tanah dan biasanya hanya terlihat di permukaan ketika terowongan mereka terkikis oleh hujan atau banjir. Namun, ada cara mudah untuk mengetahui keberadaan mereka, injak tanah dan kalian mungkin mendengar suara ‘slurp’ di bawah kaki seperti dalam video di bawah ini.

    Suara itu adalah cacing-cacing yang menghindari masalah dan menggeliat semakin dalam ke tanah yang tergenang air. Meski perawakannya besar, cacing-cacing raksasa ini sangat rapuh. Tubuh mereka mudah robek jika dipegang atau digerakkan terlalu kasar, menyebabkan mereka berdarah merah terang.

    Dikutip dari IFL Science, kehidupan seksual mereka diselimuti misteri. Mereka hermafrodit, jadi setiap cacing memiliki organ seksual jantan dan betina. Ketika dua cacing berkembang biak, mereka bertukar sperma satu sama lain dan menggunakannya untuk membuahi sel telur mereka sendiri. Namun, tidak jelas bagaimana proses ini terjadi, karena semuanya terjadi di bawah tanah dan belum pernah disaksikan oleh manusia.

    Pada musim semi-panas, mereka dapat menghasilkan satu telur berwarna kuning keemasan transparan, seukuran telur ayam kecil yang sangat tipis. Telur ini berisi satu anak ayam dan membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk menetas. Anehnya, mereka belum pernah berhasil dikembangbiakkan di penangkaran, sehingga semakin menambah misteri seputar reproduksi mereka.

    Mengingat semua tantangan ini, cacing tanah raksasa Gippsland terdaftar sebagai spesies ‘rentan’ terhadap kepunahan dalam Daftar Merah IUCN. Seperti banyak raksasa jinak di dunia, cacing ini menghadapi masa depan yang tidak pasti di planet yang berubah dengan cepat.

    (rns/afr)

  • Sengkarut Masalah di Balik Ribuan Anak Keracunan Makanan Bergizi Gratis

    Sengkarut Masalah di Balik Ribuan Anak Keracunan Makanan Bergizi Gratis

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) yang sedang digencarkan pemerintah kembali menuai kritik setelah berulang kali terjadi kasus keracunan pangan di berbagai daerah. Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menilai kejadian ini bukanlah insiden wajar, melainkan sinyal kegagalan sistemik dalam tata kelola keamanan pangan.

    “Ini bukan soal sekali-dua kali salah masak. Ini kegagalan sistemik food safety dan governance pengadaan,” ujar Dicky kepada detikcom, Jumat (26/9/2025).

    Menurut Dicky, pola keracunan yang berulang dan bahkan terjadi lintas daerah hampir selalu mengindikasikan adanya masalah di banyak titik rantai makanan.

    Masalah pertama biasanya muncul dari kontrol suhu dan waktu. Dalam standar internasional, makanan tidak boleh terlalu lama berada di ‘zona bahaya’ antara 5 sampai 60 derajat Celsius, karena pada rentang ini bakteri berkembang biak sangat cepat.

    Idealnya ada aturan praktis yang disebut ‘2-jam/4-jam rule’, tetapi di lapangan sering dilanggar. Pendinginan cepat menggunakan teknologi seperti blast chiller jarang tersedia, begitu pula fasilitas penyimpanan panas. Akibatnya, makanan yang seharusnya aman justru menjadi medium pertumbuhan bakteri.

    Kedua, sistem distribusi dan logistik juga sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Banyak makanan yang harus menempuh perjalanan jauh tanpa wadah dingin khusus atau data logger untuk memantau suhu. Kemasan pun kerap tidak kedap udara dan mudah disusupi bakteri.

    Ketiga, higiene dan sanitasi dapur, menurutnya masih menjadi persoalan klasik. Mulai dari cuci tangan yang tidak disiplin, peralatan masak yang bercampur antara bahan mentah dan matang, hingga air bersih yang tidak terjamin. Kontaminasi silang menjadi hal sangat mungkin terjadi, apalagi jika tidak ada sistem kontrol hama.

    Selain itu, kualitas bahan baku dan pemasok juga rawan. Banyak bahan pangan berisiko tinggi seperti telur, ayam, nasi, santan, atau saus kelapa tidak melalui proses uji mikrobiologi maupun sertifikasi. Dalam praktiknya, pergantian pemasok lebih sering didasarkan pada harga murah atau kejar volume, bukan pada rekam jejak keamanan pangan.

    “Tak kalah penting adalah lemahnya sistem mutu dan tata kelola. Standar seperti HACCP atau ISO 22000 yang seharusnya memastikan keamanan pangan, sering kali hanya berhenti di tataran administratif. Audit dilakukan sebatas dokumen, tanpa menelusuri kondisi nyata di lapangan. Kontrak pengadaan pun tidak mencantumkan aturan ketat tentang suhu dan waktu penyajian, apalagi sanksi, mekanisme recall, atau asuransi jika terjadi insiden,” sorotnya.

    “Terakhir, perencanaan menu juga sering tidak adaptif. Menu dengan bahan rawan, misalnya berbasis santan atau saus basah, tetap disajikan walaupun disimpan berjam-jam pada suhu ruang. Padahal, jenis makanan seperti ini justru paling sering memicu insiden keracunan,” lanjutnya.

    Tidak Bisa Disamaratakan

    Dicky menekankan, Indonesia tidak bisa memaksakan satu model penyediaan makanan untuk seluruh wilayah. “Konteks kita besar, bukan hanya geografis, tapi juga budaya dan akses. Kalau dipaksakan seragam, justru berisiko,” jelasnya.

    Menurutnya, konsep hybrid lebih realistis. Di kota besar, sekolah bisa bekerja sama dengan katering berskala besar yang memiliki rantai dingin dan sistem distribusi digital. Di daerah dengan akses sedang, penyediaan makanan bisa melibatkan warung atau unit pangan lokal dengan pengawasan ketat dari dinas kesehatan.

    Sementara itu, untuk wilayah terpencil dengan transportasi sulit, pendekatan berbeda diperlukan: misalnya penyediaan dry pack atau ready-to-cook pack seperti abon atau kacang kedelai. Produk-produk ini lebih tahan lama, bergizi tinggi, bisa difortifikasi dengan zat besi, vitamin A, serta protein hewani, dan juga berfungsi sebagai cadangan darurat (emergency supply).

    “Tantangan berikutnya tentu variasi menu agar anak tidak bosan. Tapi secara gizi dan keamanan jauh lebih aman ketimbang memaksakan satu model distribusi nasional,” tambahnya.

    Belajar dari Negara Lain

    Dicky menegaskan, kunci keberhasilan program makan sekolah di berbagai negara terletak pada disiplin standar keamanan pangan dan transparansi penuh pada publik. Pemerintah harus berani membuka data secara apa adanya, termasuk jika ada kelemahan atau temuan lapangan.

    “Kalau mau MBG berhasil, Indonesia harus transparan, adaptif pada kondisi tiap daerah, dan tidak hanya berhenti pada administrasi di atas kertas. Standar keamanan pangan dan gizi harus nyata dijalankan di lapangan,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: PM Israel Benjamin Netanyahu Keracunan Makanan Basi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

    Gaduh Keracunan MBG

    8 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Amoeba Pemakan Otak Tewaskan Belasan di India, Gimana Penyebarannya?

    Amoeba Pemakan Otak Tewaskan Belasan di India, Gimana Penyebarannya?

    Jakarta

    Malam sebelum festival Onam di Negara Bagian Kerala, India, Sobhana (45) terbaring menggigil di dalam ambulans. Kondisinya nyaris tidak sadarkan diri ketika keluarganya melarikan Sobhana ke rumah sakit.

    Beberapa hari sebelumnya, perempuan yang hidup dari berjualan jus buah di sebuah desa di Distrik Malappuram itu mengeluh pusing. Ia menduga akibat tekanan darah tinggi. Dokter meresepkan obat dan mengirimnya pulang.

    Namun, kondisinya memburuk secara drastis: rasa tidak nyaman berubah menjadi demam, demam menjadi gemetar menggigil hebat, sampai akhirnya Sobhana meninggal dunia tepat ketika festival dimulai pada 5 September.

    Setelah ditelusuri, penyebab kematian Sobhana rupanya disebabkan Naegleria fowleri lebih dikenal sebagai ameba atau amoeba pemakan otak yang masuk ke tubuh melalui hidung melalui air tawar.

    Kasus ini rupanya cukup langka di Kerala, India sehingga kebanyakan dokter sukar mendeteksi karena tidak pernah menemui kasus semacam ini sepanjang karier mereka.

    “Kami tidak berdaya untuk menghentikannya. Kami baru mengetahui penyakit itu setelah kematian Sobhana,” kata Ajitha Kathiradath, sepupu korban dan seorang pekerja sosial terkemuka.

    Tahun ini, jumlah orang yang terdiagnosa infeksi ameba tersebut mencapai lebih dari 70 pasien dari usia tiga bulan hingga 92 tahun. Dari jumlah itu, sebanyak 19 orang meninggal dunia.

    Bagaimana ameba pemakan otak berkembang?

    Organisme ini menyebabkan infeksi otak yang dikenal sebagai meningoensefalitis amoeba primer (PAM). Efek infeksinya pun hampir selalu fatal.

    Ameba ini umumnya masuk melalui hidung, biasanya ketika seseorang berenang di air tawar, yang menjadi tempat hidup Naegleria fowleri. Setelah masuk ke dalam tubuh melalui hidung, ameba cepat merusak jaringan otak.

    Sebagian besar dokter tidak pernah menemui kasus seperti ini seumur hidup mereka karena saking langkanya.

    Hingga saat ini, hanya 488 kasus yang dilaporkan di seluruh dunia sejak 1962. Sebagian besar terjadi di Amerika Serikat, Pakistan, dan Australia. Sekitar 95% dari korban yang terinfeksi meninggal dunia.

    Di Kerala, infeksi ameba ini mulai terdeteksi pada 2016. Saat itu, hanya satu atau dua kasus per tahun. Hingga baru-baru ini kasus tersebut mulai berakibat fatal.

    Akan tetapi, tingkat kesembuhannya meningkat sejak tahun lalu. Penyakit akibat ameba ini ditemukan 39 kasus pada tahun lalu dengan tingkat kematian 23%.

    Tahun ini, meski jumlah kasusnya lebih banyak mencapai 70 kasus, tapi tingkat kematiannya hanya sekitar 24,5%.

    Naegleria fowleri atau ameba pemakan otak hidup di danau, sungai, dan mata air panas. (Universal Images Group via Getty Images)

    Menurut para dokter, peningkatan jumlah kasus mencerminkan deteksi yang lebih baik dari kinerja laboratorium yang canggih.

    “Kasus-kasus meningkat tetapi kematian menurun. Strategi pengujian agresif dan diagnosis dini telah meningkatkan kelangsungan hidup. Ini suatu pendekatan yang unik di Kerala,” ucap Aravind Reghukumar, kepala penyakit menular di Medical College and Hospital di Thiruvananthapuram.

    Baca juga:

    Deteksi dini memungkinkan pengobatan khusus, seperti kombinasi obat antimikroba dan steroid yang menargetkan ameba, yang dapat menyelamatkan nyawa.

    Saat ini, ilmuwan telah mengidentifikasi sekitar 400 spesies ameba bebas, tapi hanya enam yang diketahui dapat menyebabkan penyakit pada manusia, termasuk Naegleria fowleri dan Acanthamoeba. Adapun kedua ameba ini dapat menginfeksi otak.

    Di Kerala, laboratorium kesehatan masyarakat kini dapat mendeteksi lima jenis patogen utama, kata para pejabat.

    Bagaimana upaya pencegahan penyebaran ameba pemakan otak di Kerala?

    Pemerintah daerah juga telah memasang papan peringatan di sekitar kolam untuk melarang berenang atau mandi. Berlandasakan pada Undang-Undang Kesehatan Masyarakat, pemerintah juga berupaya menerapkan klorinasi rutin kolam renang dan tangki air disertai pengawasan yang ketat.

    Akan tetapi, langkah klorinasi ini rupanya berpotensi mematikan habitat lain, seperti ikan misalnya. Di sisi lain, pengawasan tiap sumber air desa di negara yang berpopulasi lebih dari 30 juta orang ini tidak lah mudah.

    Nebula NPPapan peringatan di kolam di Kerala yang melarang publik berenang setelah kematian seorang perempuan akibat meningoensefalitis amoebik.

    Ketergantungan yang tinggi pada air tanah, baik melalui kolam dan sumur, di Asia bagian selatan, termasuk India, membuatnya sangat rentan tercemar ameba pemakan otak ini. Sebab ameba pemakan otak mudah berkembang biak di air tanah dan air tawar.

    Kerala memiliki hampir 5,5 juta sumur dan 55.000 kolam. Jutaan warga mengandalkan sumur sebagai sumber air harian mereka dan menganggap sumur dan kolam sebagai tulang punggung kehidupan mereka, tanpa mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi.

    “Beberapa infeksi terjadi pada orang yang mandi di kolam, bahkan dari kolam renang. Bisa juga tertular melalui pembilasan hidung dengan air yang merupakan ritual keagamaan,” kata Anish TS, seorang epidemiolog terkemuka.

    Oleh karena itu, otoritas kesehatan masyarakat telah berusaha merespons dengan mengampanyekan klorinasi kolam pada 2,7 juta sumur di akhir Agustus.

    Baca juga:

    Para pejabat pun kini lebih menekankan pada kesadaran daripada pelarangan.

    Masyarakat didesak untuk membersihkan tangki dan kolam secara rutin, menggunakan air hangat yang bersih untuk membersihkan hidung, menjauhkan anak-anak dari alat penyiram air di taman, dan menghindari kolam yang tidak aman.

    “Ini adalah masalah yang sulit. Di beberapa tempat seperti tempat sumber air panas, papan peringatan dipasang untuk memperingatkan kemungkinan adanya amoeba dalam sumber air. Tapi tidak serta merta membuat warga mematuhinya,” kata Dennis Kyle, seorang profesor penyakit menular dan biologi seluler di Universitas Georgia, kepada BBC.

    “Dalam lingkungan yang diawasi secara rutin, klorinasi bisa efektif mengurangi infeksi dan dapat menjangkau kolam renang hingga tempat pemandian,” ujarnya.

    Apa ada hubungannya dengan perubahan iklim?

    Para ilmuwan memperingatkan bahwa perubahan iklim memperkuat risiko infeksi.

    Air yang lebih hangat, musim panas yang lebih panjang, dan kenaikan suhu menciptakan kondisi ideal bagi amoeba ini.

    Menurut Profesor Anish TS, kenaikan suhu 1 derajat celsius saja bisa memicu penyebaran Naegleria fowleri di iklim tropis Kerala. Selain itu, polusi air menyediakan makanan bagi bakteri yang dikonsumsi oleh ameba.

    Abhishek Chinnappa/Getty ImagesKerala memiliki hampir 5,5 juta sumur dan 55.000 kolam.

    Dengan semua tantangan ini, Dr. Kyle Dennis, seorang profesor penyakit menular di University of Georgia, mencatat bahwa beberapa kasus di masa lalu mungkin tidak terdeteksi, sehingga ameba ini tidak diidentifikasi sebagai penyebabnya.

    Ia juga menjelaskan bahwa kombinasi obat saat ini masih “sub-optimal” dan bahwa “kami tidak memiliki data yang cukup untuk menentukan apakah semua obat tersebut benar-benar membantu atau diperlukan”.

    Kerala mungkin berhasil mendeteksi lebih banyak pasien dan menyelamatkan lebih banyak nyawa, tetapi pelajaran dari kasus ini tidak hanya berlaku di negara bagian tersebut.

    Perubahan iklim dapat mengubah peta penyebaran penyakit, dan bahkan patogen paling langka pun mungkin dapat menyebar dalam waktu dekat.

    (ita/ita)

  • Klasemen Super League 2025/2026 setelah Persib dan Borneo Menang pada Pekan Keenam

    Klasemen Super League 2025/2026 setelah Persib dan Borneo Menang pada Pekan Keenam

    JAKARTA – Pekan keenam Super League 2025/2026 tuntas digelar setelah Persib Bandung dan Borneo FC menghadapi lawan masing-masing dan membukukan kemenangan.

    Laga penutup pekan keenam berlangsung pada Senin, 22 September 2025, dengan menghadirkan pertandingan antara Arema FC vs Persib Bandung disusul Borneo FC yang menjamu Persis Solo.

    Arema FC menjamu Persib di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Senin, 22 September 2025, sore WIB. Berstatus tuan rumah, Singo Edan unggul lebih dulu melalui Matheus Blade pada menit ke-12.

    Persib kemudian membalas melalui Uilliam Barros pada menit ke-59 dan Federico Barba pada menit keempat injury time babak kedua.

    Kemenangan Maung Bandung terasa dramatis karena anak asuh Bojan Hodak itu harus bermain dengan 10 orang sejak menit ke-64.

    Sementara itu, Borneo menghadapi Persis di Stadion Segiri, Samarinda, Kalimantan Timur, pada malam harinya.

    Pesut Etam menang tipis 1-0 atas Persis berkat gol Mariano Peralta pada menit-menit akhir laga.

    Dengan kemenangan tersebut, Borneo mengumpulkan 15 poin dari lima pertandingan dan kukuh di puncak klasemen. Skuad Pesut Etam unggul lima poin atas Persija dan PSIM.

    Borneo menjadi tim yang belum terkalahkan dan masih memiliki rekor kemenangan sempurna.

    Persib yang mengantongi kemenangan dari laga tandang di markas Arema FC melesat ke peringkat keempat dengan 10 poin, melewati Persebaya dan Dewa United yang kini mengoleksi sembilan poin.

    Empat klub yang sama-sama meraih delapan poin hingga saat ini ialah Malut United, Arema, Bhayangkara, dan Persijap.

    Persik Kediri, Persita Tangerang, Bali United, PSM, dan Madura United masih berada di papan tengah. Lalu, zona degradasi saat ini ditempati Persis Solo, PSBS Biak, dan Semen Padang.

    Klasemen Super League 2025/2026

    Borneo FC (15 poin)Persija (11 poin)PSIM (11 poin)Persib (10 poin)Persebaya (9 poin)Dewa United (9 poin)Malut (8 poin)Arema (8 poin)Bhayangkara (8 poin)Persijap (8 poin)Persik (7 poin)Persita (7 poin)Bali United (6 poin)PSM (6 poin)Madura United (5 poin)Persis (5 poin)PSBS (4 poin)Semen Padang (4 poin)