kab/kota: Berlin

  • Populasi Muslim di Eropa Diprediksi Capai 58 Juta Jiwa pada 2030, Negara Ini yang Terbanyak

    Populasi Muslim di Eropa Diprediksi Capai 58 Juta Jiwa pada 2030, Negara Ini yang Terbanyak

    GELORA.CO – Islam merupakan salah satu agama dengan jumlah pemeluk terbanyak di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan umat Muslim di Eropa terus menunjukkan peningkatan yang signifikan dan diperkirakan tren tersebut akan berlanjut di masa mendatang.

    Menurut laporan Pew Forum on Religion & Public Life, populasi Muslim di Eropa diproyeksikan mencapai 58,2 juta jiwa pada tahun 2030, atau sekitar 8% dari total populasi di Benua Eropa. Kenaikan jumlah ini terutama disebabkan oleh migrasi besar-besaran umat Muslim ke berbagai negara Eropa.

    Negara-Negara Eropa dengan Populasi Muslim Terbanyak:

    Rusia

    Pada masa Uni Soviet, aktivitas keagamaan, termasuk Islam, sempat mengalami penekanan. Sekolah-sekolah Islam ditutup, dan penyebaran agama dibatasi. Namun setelah Rusia menjadi negara federasi, pemerintah memberikan kebebasan beragama dan mengakui Islam sebagai salah satu agama tradisional.

    Rusia diperkirakan akan tetap menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar di Eropa pada tahun 2030. Jumlahnya meningkat dari 16,4 juta jiwa pada 2010 menjadi 18,6 juta jiwa pada 2030, dengan laju pertumbuhan sekitar 0,6% selama dua dekade mendatang.

    Prancis

    Sebagai negara republik dengan sistem presidensial-parlementer dan prinsip sekularisme yang kuat, Prancis memisahkan urusan agama dari negara.

    Islam mulai berkembang di Prancis sekitar tahun 1960 melalui imigrasi dari kawasan Maghreb. Saat ini, Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Katolik, dan pada 2030 diperkirakan mencapai 10,3% dari total populasi.

    Jerman

    Jerman, yang secara resmi bernama Federal Republic of Germany, memiliki 16 negara bagian dengan Berlin sebagai ibu kota. Berdasarkan data SalamGateway, populasi Muslim di Jerman saat ini berkisar antara 5,3 hingga 5,6 juta jiwa (6,4–6,7%), dan diprediksi meningkat menjadi 7,1% pada 2030.

    Albania

    Menurut Encyclopedia, Islam berkembang di Albania sejak penaklukan Ottoman pada abad ke-15. Kini, Muslim Community of Albania menjadi lembaga keagamaan utama di negara itu. Diperkirakan hingga 2030, 83,2% dari total penduduk Albania (sekitar 2,8 juta jiwa) akan memeluk Islam.

    Britania Raya

    Britania Raya (United Kingdom) mencakup Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara. m

    Berdasarkan data Office for National Statistics (ONS) yang dikutip Muslim Council of Britain, terdapat 3,87 juta Muslim di Inggris dan Wales (sekitar 6,5% populasi). Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 5,5 juta jiwa (8,2%) pada 2030.

  • Review Samsung Galaxy Tab S11 Ultra: Tablet Gahar untuk Produktivitas

    Review Samsung Galaxy Tab S11 Ultra: Tablet Gahar untuk Produktivitas

    Jakarta

    Samsung kembali memperkuat posisinya di pasar tablet premium dengan merilis Galaxy Tab S11 Ultra, perangkat layar besar yang menyasar profesional, kreator, dan pengguna yang membutuhkan perangkat fleksibel untuk bekerja hingga hiburan.

    Tablet ini pertama kali diumumkan pada Galaxy Event di Berlin pada 4 September 2025 dan mulai dijual di Indonesia dengan harga mulai Rp 23 juta untuk varian Wi-Fi 12GB/256GB. Lantas, seberapa besar peningkatan dan apakah perangkat ini layak disebut sebagai “pengganti laptop” yang sesungguhnya?

    Desain

    Galaxy Tab S11 Ultra mempertahankan bahasa desain khas Samsung yang premium. Mengusung bodi unibody berbahan Armor Aluminum yang sama digunakan pada Galaxy S25 series.

    Dimensinya kini sedikit ringkas dibandingkan pendahulunya: tebal hanya 5,1 mm, lebar 208 mm, tinggi 326 mm, dan berat 692 gram (varian Wi-Fi). Ini membuatnya setipis iPad Pro 13 inch, meskipun layarnya lebih besar sehingga terasa lebih portabel walau ukurannya jumbo.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Samsung masih mempertahankan sertifikasi IP68 untuk ketahanan debu dan air (tahan rendam hingga 1,5 meter selama 30 menit), fitur langka di kelas tablet. Port USB-C 3.2 Gen 1 mendukung transfer data cepat, sementara slot microSDXC memungkinkan ekspansi hingga 2TB.

    Bagian depan dilindungi oleh Corning Gorilla Glass Victus 2 yang tahan gores,. Desain motch kamera depan kini lebih kecil dan berbentuk tetesan air (teardrop), mengurangi gangguan visual dibandingkan model sebelumnya yang punya dua kamera depan.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra kini punya notch tetesan air Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Di belakang, modul kamera berbentuk oval sederhana dengan dua lensa. Perubahan terbesar ada pada S Pen yang kini menempel secara magnetis di tepi atas tableta sehingga lebih mudah diakses dan terlihat-tidak lagi harus meraba-raba di belakang.

    Sayang magnetnya lemah, berisiko mudah lepas dan hilang. Ditambah lagi case bundling tidak lagi punya area penyimpanan S Pen sehingga perlu menyimpannya dalam tas. Jadi tidak praktis seperti generasi sebelumnya.

    Tak sampai di situ, S Pen juga kehilangan fitur Bluetooth Low Energy. Hanya saja hal ini tidak mengganggu bagi sebagian pengguna.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra punya S Pen baru Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Hampir terlewat, bentuk S Pen berubah menjadi hexagonal (segi enam) dengan ujung berbentuk kerucut mirip pensil klasik dan terasa ringan. Bentuk ini rupanya bukan sekadar estetika, terbukti mencegah stylus berguling saat diletakkan di permukaan datar sehingga lebih stabil. Saat digunakan juga terasa nyaman di tangan, baik menulis atau menggambar.

    Secara keseluruhan kualitas build-nya terasa solid, dengan finishing matte pada warna Gray yang anti-sidik jari. Desain ini ideal untuk pengguna mobile, meski bobotnya masih terasa berat jika dipegang satu tangan dalam waktu lama.

    Untuk kebutuhan produktivitas Samsung memberikan keyboard case yang sedikit berbeda dari model sebelumnya. Ada sejumlah keluhan yang dirasakan, yakni keyboard baru ini tak ada backlight, sudut layar tidak bisa disesuaikan setelah terpasang, dan absennya touchpad yang bikin kami perlu membawa mouse.

    Magnetik di bagian bawah keyboard case Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Untungnya pengalaman mengetik masih nyaman. Kita bisa ketik cepat tanpa banyak kesalahan.

    Ada tombol AI khusus di sebelah spasi untuk membuka cepat Google Gemini untuk pertanyaan teks, ini berguna ketika tengah bekerja di lingkungan tenang tanpa perlu suara. Selain itu ada penyangga magnetik di bagian bawah yang membuat tablet ini dapat berdiri lebih kokoh saat digunakan.

    Layar

    Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Layar menjadi salah satu senjata utama Galaxy Tab S11 Ultra, dengan panel Dynamic AMOLED 2X berukuran 14,6 inch-sama seperti pendahulunya, tapi dengan peningkatan kecerahan yang signifikan. Resolusi 2960 x 1848 piksel (rasio 16:10) menghasilkan kerapatan 239 ppi, cukup tajam untuk teks, gambar, dan video.

    Refresh rate adaptif hingga 120 Hz memastikan scrolling halus, sementara kecerahan puncak 1600 nits membuatnya unggul di lingkungan terang, seperti outdoor atau ruangan bercahaya. Warna vivid dan saturasi tinggi khas Samsung, kontras mendalam, serta dukungan HDR10+ membuat video dan gambar terlihat memukau.

    Lapisan anti-reflektif mengurangi silau. Secara keseluruhan, ini adalah layar tablet Android terbaik saat ini, ideal untuk multitasking, mengedit konten atau menonton streaming.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra dibekali quad speaker. Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Bicara nonton, Galaxy Tab S11 Ultra memiliki kualitas audio yang memanjakan telinga. Ini berkat sistem quad speaker stereo yang disusun secara simetris. Speaker ini termasuk yang terkeras di antara tablet Android, mampu menghasilkan volume tinggi dengan kekuatan yang mengejutkan mengingat bodinya tipis hanya 5,1 mm. Dukungan Dolby Atmos meningkatkan pengalaman imersif saat menonton.

    Kamera

    Meski bukan fokus utama tablet, sistem kamera Galaxy Tab S11 Ultra tetap kompeten. Kamera depan tunggal 12 MP dengan field of view lebar ideal untuk video call, menghilangkan kebutuhan dual-lens sebelumnya-meski notch-nya terasa kurang perlu.

    Di belakang, ada dual setup: sensor utama 13 MP (f/2.0, autofocus) dan ultrawide 8 MP (f/2.2, 120° FoV), sama seperti Tab S10 Ultra. Hasil foto tajam di cahaya baik, dengan dynamic range luas dan warna akurat, cocok untuk scan dokumen atau foto cepat.

    Performa

    Galaxy Tab S11 Ultra. Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Ditenagai chipset MediaTek Dimensity 9400+ berbasis prosesor 3nm. Tidak mengejutkan karena Samsung telah memakai chip flagship MediaTek pada generasi sebelumnya.

    Samsung mengkalim tablet ini menawarkan peningkatan performa hingga 24% pada CPU, 27% pada GPU, dan 33% pada NPU dibandingkan Tab S10 Ultra. Hanya ada satu kondigurasi yang dijual di Indonesia, yakni RAM 12GB (LPDDR5X) dipadukan penyimpanan 256 GB berjenis UFS 4.0.

    Benchmark menunjukkan kekuatannya: Geekbench 6 mencetak 2596 (single-core) dan 8670 (multi-core). Dalam pengujian real-world, tablet ini menangani multitasking berat seperti menjalankan empat app simultan (Chrome, Spotify dan Instagram, dan Capcut) tanpa lag. Gaming seperti Genshin Impact berjalan lancar di pengaturan tinggi 60 FPS, dengan manajemen termal yang baik-suhu hanya naik 5-7°C setelah 30 menit.

    Dukungan Wi-Fi 7, Bluetooth 5.4, dan opsional 5G membuat konektivitas andal. Secara keseluruhan, performa ini menjadikannya saingan kuat iPad Pro M4 untuk tugas produktivitas dan kreatif.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINETBaterai

    Kapasitas baterai 11.600 mAh-peningkatan 400 mAh dari Tab S10 Ultra-memberikan daya tahan impresif. Dalam tes loop video 1080p (kecerahan 50%), tablet bertahan 17 jam 21 menit; untuk browsing web, mencapai 14-15 jam.

    Pengisian cepat 45W wired (tanpa charger di kotak) capai 21% dalam 15 menit dan 38% dalam 30 menit-penuh dalam 90 menit. Efisiensi prosesor 3nm berkontribusi besar, dengan idle drain minimal (kurang dari 1% per jam).

    Fitur seperti reverse charging (untuk charge ponsel) menambah nilai, meski tidak ada wireless charging. Baterai ini cukup untuk seharian kerja, edit video, dan streaming tanpa khawatir.

    One UI 8.1Foto sebelum dan sesudah diedit pakai Galaxy AI Foto: Screenshot detikINET

    Galaxy Tab S11 Ultra berjalan pada Android 16 dengan kulit One UI 8.1, yang dioptimalkan untuk layar besar. Antarmuka mendukung mode tablet dan DeX-mode desktop yang mirip PC, kini dengan Extended Mode untuk dual-screen saat terhubung ke monitor eksternal. Pengguna bisa buat hingga empat workspace kustom, dengan Edge Panels untuk akses cepat app dan tools.Yang paling menonjol adalah integrasi Galaxy AI yang ditingkatkan, didukung NPU kuat.

    Fitur seperti Circle to Search, Live Translate, dan Note Assist bekerja mulus. AI baru seperti Sketch to Image dan Transcript Assist sangat berguna untuk kreator. Karena layar yang lapang kita bisa melihat gambar sebelum dan sesudah di edit menggunakan Galaxy AI.

    Samsung janji tujuh tahun update OS dan keamanan, hingga Android 23-terpanjang untuk tablet Android. Pengalaman software-nya bersih, dengan widget lockscreen yang fleksibel, meski beberapa fitur AI butuh koneksi internet.

    Opini detikINET

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra adalah tablet Android terbaik saat ini, dengan keseimbangan sempurna antara desain ramping, layar memukau, performa ganas, dan fitur AI inovatif yang membuatnya layak sebagai pengganti laptop ringan.

    Samsung Galaxy S11 Ultra untuk produktivitas Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Harga Rp23 juta mungkin terasa mahal, tapi nilai jangka panjang-termasuk S Pen gratis, keyboard case cover, ekspansi storage, dan update panjang-membuatnya worth it untuk profesional dan kreator.

    Jadi jika kamu butuh layar besar untuk kerja dan hiburan, ini pilihan utama. Tapi bisa pilih Galaxy Tab S11 standar jika anggaran terbatas namun tetap ingin tablet mumpuni untuk aktivitas harian.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Unboxing Samsung Galaxy Tab S11 Ultra: Layar Besar Spek Gahar”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • Jerman Khawatirkan Masa Depan Demokrasi

    Jerman Khawatirkan Masa Depan Demokrasi

    Berlin

    Dunia digital media sosial kian riuh dan cepat. Siapa yang menonjol, akan terangkat ke permukaan — Donald Trump, Elon Musk, Javier Milei. Mereka menguasai tajuk berita lewat pesta mewah, roket luar angkasa, hingga gergaji mesin. Semangat zaman seolah diringkas dalam segelintir tokoh flamboyan.

    Namun di luar hiruk-pikuk itu, ada kelompok yang justru tampak seperti antitesis dunia digital: kelas menengah — orang-orang yang jarang menjadi sorotan, tapi menjadi tulang punggung masyarakat demokratis dan terbuka.

    Karena peran penting itulah, selama hampir dua dekade para ilmuwan sosial Jerman meneliti bagaimana “tengah” ini berpikir. Studi yang dilakukan atas dukungan Friedrich-Ebert-Stiftung itu menelusuri sikap mereka terhadap ekstremisme kanan, xenofobia, antisemitisme, dan pandangan sosial-darwinistik. Studi ini disebut sebagai semacam seismograf sosial, alat pendeteksi dini terhadap gejala anti-demokrasi di Jerman.

    Spektrum tengah yang stabil tapi tegang

    Hasil penelitian terbaru menggambarkan kondisi yang kontradiktif: stabil, tapi tegang.

    “Kelompok tengah kini lebih stabil dan menahan laju dukungan terhadap ekstremisme kanan,” kata Andreas Zick, Direktur Institut Penelitian Konflik dan Kekerasan di Universitas Bielefeld, kepada DW.

    Tim peneliti mewawancarai sekitar 2.000 responden dari berbagai lapisan — mencerminkan keragaman latar belakang, pendidikan, pendapatan, dan perilaku pemilih di Jerman.

    Ekstremisme kanan menurun

    Berbeda dengan gambaran gaduh di media sosial dan kenaikan pamor partai Alternatif untuk Jerman (AfD), temuan ini menunjukkan: hanya tiga persen warga Jerman memiliki pandangan ekstrem kanan yang solid — angka yang menurun dibanding masa lalu.

    Mayoritas masyarakat justru melihat demokrasi dan keberagaman secara positif. Tujuh dari sepuluh responden menganggap peningkatan ekstremisme kanan sebagai ancaman — meski faktanya tren itu menurun. Lebih dari setengah responden juga menyatakan siap terlibat melawan ekstremisme.

    Koreksi terhadap citra miring

    Temuan ini juga membantah persepsi umum bahwa kawasan timur Jerman lebih ekstrem dibanding barat. Memang, xenofobia lebih banyak ditemukan di timur, tapi secara mengejutkan, pandangan ekstrem kanan yang utuh justru sedikit lebih banyak di barat.

    Para peneliti mendefinisikan “pandangan ekstrem” bukan dari satu-dua sikap diskriminatif, melainkan bila seluruh pandangan hidup seseorang dibentuk oleh ide-ide anti-demokratis dan anti-kemanusiaan.

    Meski kabar baiknya cukup banyak, para ilmuwan tetap waspada. “Kita harus bertanya, seberapa kuat demokrasi bila diuji dari tengahnya sendiri?” ujar Zick.

    Di zona abu-abu

    Tim peneliti menemukan semakin banyak orang berada di wilayah abu-abu — tidak ekstrem, tapi juga tidak teguh mendukung demokrasi. “Jika kita lihat pandangan mereka terhadap isu rasisme dan seksisme, kelompok ini cenderung condong ke penolakan demokrasi ketimbang dukungan,” kata Zick.

    Mereka lebih mudah terpengaruh populisme dan retorika kanan. Yang lebih mengkhawatirkan: kepercayaan terhadap institusi dan prinsip demokrasi menurun tajam.

    Fenomena ini tak lepas dari serangan terus-menerus partai AfD terhadap institusi negara, partai demokratis, dan masyarakat sipil. Dengan dukungan algoritma media sosial, narasi mereka — sering kali disertai gambar buatan kecerdasan buatan (AI) — menyebar luas, menampilkan Jerman seolah berada di tepi kehancuran.

    Akibatnya, banyak media justru ikut terjebak dalam nada panik dan sensasi: apakah masyarakat Jerman akan “tergelincir”?

    Tren autoritarianisme di kalangan muda

    Meski para peneliti menilai alarm semacam itu berlebihan, mereka tetap mencatat tren mengkhawatirkan: pandangan ekstrem kanan meningkat di kalangan muda.

    “Semakin muda usianya, semakin kuat kecenderungan ke arah pandangan ekstrem,” ujar Nico Mokros, salah satu penulis studi dan pakar radikalisme pemuda.

    Mokros menemukan, sebagian anak muda mulai menyerap unsur ideologi nasional-sosialis: keyakinan akan diktator kuat, sentimen antisemit, dan kerinduan pada nasionalisme sempit.

    Yang lebih ironis, di satu sisi mereka menginginkan figur kuat yang bisa memutuskan segalanya, tapi di sisi lain frustrasi karena keputusan hidup mereka diambil orang lain. Frustrasi itu sering berubah menjadi agresi terhadap kelompok minoritas — mencari kambing hitam untuk melampiaskan kemarahan.

    Para peneliti memperingatkan, dinamika ini bisa berujung pada kekerasan dan eksklusi sosial.

    Suara tengah yang tak boleh diabaikan

    Pesan utama dari penelitian ini jelas: suara kelompok tengah harus lebih mendapat ruang dalam wacana publik.

    Menurut Zick, hal itu belum terjadi. “Ketika orang melihat ekstremisme kanan meningkat, tapi negara seolah tak berbuat cukup, kepercayaan terhadap demokrasi menurun,” katanya.

    “Dan di situlah ekstremis serta populis masuk dengan klaim: kami punya solusinya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Erdogan Sekakmat Kanselir Jerman yang Salahkan Hamas Atas Gaza”

    (nvc/nvc)

  • Jenderal NATO: Rusia Sudah Siap Serbu Eropa

    Jenderal NATO: Rusia Sudah Siap Serbu Eropa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang pejabat tinggi militer Jerman memperingatkan bahwa Rusia memiliki kapasitas untuk melancarkan serangan terbatas terhadap wilayah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kapan saja. Hal ini terjadi saat keduanya bersitegang pasca perang Ukraina.

    Letnan Jenderal Alexander Sollfrank, yang memimpin komando operasi gabungan Jerman dan mengawasi perencanaan pertahanan, menyatakan bahwa meski terlibat dalam perang di Ukraina, kemampuan tempur Rusia saat ini masih memadai untuk tindakan tersebut. Sollfrank, yang berbicara di markasnya di Berlin utara, menggarisbawahi dua skenario ancaman dari Rusia yakni jangka panjang dan pendek.

    “Jika Anda melihat kemampuan dan kekuatan tempur Rusia saat ini, Rusia bisa melancarkan serangan skala kecil terhadap wilayah NATO paling cepat besok,” kata Letjen Sollfrank kepada Reuters dalam sebuah wawancara dikutip Reuters.

    Ia menambahkan bahwa Rusia memiliki cukup tank tempur utama untuk melakukan serangan terbatas yang dapat dipertimbangkan secepatnya. Namun, ia menekankan bahwa serangan semacam itu akan kecil, cepat, terbatas secara regional, tidak besar.

    Kemudian, Sollfrank juga menggemakan peringatan NATO bahwa Rusia berpotensi melancarkan serangan skala besar terhadap aliansi yang beranggotakan 32 negara itu paling cepat tahun 2029. Hal ini akan terjadi jika upaya persenjataan Moskow terus berlanjut.

    Sollfrank mengatakan keputusan Moskow untuk menyerang NATO akan ditentukan oleh tiga faktor yakni kekuatan militer Rusia, rekam jejak militer, dan kepemimpinan.

    “Ketiga faktor ini membawa saya pada kesimpulan bahwa serangan Rusia berada dalam ranah kemungkinan. Apakah itu akan terjadi atau tidak, sebagian besar bergantung pada perilaku kita sendiri,” tambahnya, merujuk pada upaya pencegahan NATO.

    Jenderal tersebut mencatat bahwa taktik perang hibrida Moskow, termasuk intrusi drone baru-baru ini ke wilayah udara Polandia, harus dipandang sebagai elemen yang saling terhubung dari strategi yang mencakup perang di Ukraina.

    “Rusia menyebutnya perang non-linear. Dalam doktrin mereka, ini adalah perang sebelum menggunakan senjata konvensional. Dan mereka mengancam akan menggunakan senjata nuklir-itu adalah perang melalui intimidasi,” jelas Sollfrank.

    “Tujuan Rusia adalah untuk memprovokasi NATO dan mengukur responsnya, dalam rangka meningkatkan rasa tidak aman, menyebar ketakutan, menyebabkan kerusakan, memata-matai, dan menguji ketahanan aliansi.”

    Peringatan ini muncul ketika Berlin secara signifikan meningkatkan postur pertahanannya. Awal tahun ini, Jerman melonggarkan rem utang konstitusionalnya untuk memenuhi target pengeluaran militer inti NATO sebesar 3,5% dari output nasional pada tahun 2029.

    Selain itu, Jerman berencana menambah angkatan bersenjatanya sebanyak 60.000 tentara, menjadikan total personel militer menjadi sekitar 260.000.

    Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri berulang kali membantah niat agresif. Ia mengatakan bahwa invasi skala penuh Moskow tahun 2022 ke Ukraina adalah pertahanan terhadap ambisi ekspansionis NATO.

    (tps/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Haruskah Jerman Kembalikan Patung Nefertiti ke Mesir?

    Haruskah Jerman Kembalikan Patung Nefertiti ke Mesir?

    Jakarta

    Nefertiti adalah simbol abadi kecantikan dan kekuasaan yang penuh misteri. Keindahan karya ikonik ini memikat Adolf Hitler, Beyonce, hingga para aktivis Revolusi Arab. Namanya berarti “yang indah telah datang,” tapi mungkin juga berarti: yang tak pernah kembali.

    Lebih dari tiga ribu tahun yang lalu, Nefertiti berdiri di sisi Akhenaten, Firaun yang menantang langit Mesir dengan hanya satu dewa—Aten, sang matahari. Ia adalah ratu yang ikut mengubah tatanan kosmos dan kepercayaan, memindahkan pusat penyembahan dari banyak wajah ilahi ke satu cahaya tunggal.

    Patung dada Nefertiti yang terbuat dari batu kapur dan berlapis plaster dan cat ini ditemukan tim arkeologi Jerman yang dipimpin Ludwig Borchardt dalam ekspedisi yang didanai kolektor seni James Simon di tahun 1912.

    Borchardt lalu memboyong patung tersebut ke Berlin. Pengelolanya, Yayasan Warisan Budaya Prusia, menyebut Nefertiti sebagi ‘primadona tak terbatantahkan di Museum Neues’. Museum ini merupakan bagian dari kompleks Museuminsel Berlin, salah satu situs warisan dunia UNESCO.

    Seruan restitusi kian keras

    Tuntutan pengembalian oleh Mesir muncul sejak hari pertama patung dada Nefertiti diperkenalkan ke publik di Jerman. Kini, dengan dibukanya Grand Egyptian Museum di Kairo, restitusi kembali bergema.

    Semua pengunjung yang melakukan tur di Grand Egyptian Museum diminta menandatangani petisi restitusi Nefertiti. Hal ini diprakarsai mantan Menteri Pariwisata dan Urusan Kepurbakalaan Mesir, Zahi Hawass, tahun lalu.

    “Meski banyak seruan untuk berdialog dan juga permintaan untuk mengakui bagaimana artefak unik ini berakhir di Jerman telah diabaikan, petisi ini dimaksudkan untuk membuka kembali dialog, mendorong pengembalian patung ke Kairo, dan meminta tanggapan resmi otoritas Jerman,” bunyi petisi yang ditujukan kepada Menteri Kebudayaan Jerman dan Yayasan Warisan Budaya Prusia.

    Juru bicara Menteri Kebudayaan Jerman mengatakan kepada DW melalui pernyataan tertulis bahwa “pertanyaan mengenai perlindungan properti budaya yang berkaitan dengan Mesir, termasuk Patung dada Nefertiti, berada di bawah yurisdiksi Kementerian Luar Negeri Federal.”

    Yayasan Warisan Budaya Prusia tidak menanggapi permintaan komentar dari DW, tetapi posisi yayasan tersebut mengenai isu ini tidak berubah selama beberapa tahun terakhir: patung tersebut diperoleh secara sah dan tidak ada alasan untuk mengembalikannya ke Mesir.

    Apakah Nefertiti diperoleh secara sah?

    “Patung Nefertiti ditemukan dalam proses penggalian yang diizinkan oleh Dinas Layanan Kepurbakalaan Mesir,” kata Stefan Mchler, juru bicara Yayasan Warisan Budaya Prusia, kepada DW dalam pernyataan tertulis pada Oktober 2024.” Patung itu dibawa ke Berlin berdasarkan pembagian hasil temuan arkeologi, yang saat itu lazim dilakukan. Pembagian itu juga mencakup banyak artefak lainnya.

    “Patung itu dibawa keluar dari Mesir secara sah, dan tidak ada klaim restitusi dari pemerintah Mesir,” tambah Mchler.

    Namun, peneliti dan aktivis pelestarian warisan Mesir, Monica Hanna, membantah klaim tersebut. Menurut penelitiannya, Ludwig Borchardt secara sengaja dan curang menampilkan Nefertiti sebagai patung murahan saat pembagian hasil temuan. Ia menggambarkannya sebagai “seorang putri kerajaan yang dicat,” sementara dari catatan pribadinya Borchardt menunjukkan bahwa ia tahu nilai patung tersebut yang menggambarkan Ratu Nefertiti.

    “Deskripsi patung tidaklah berguna, harus lihat langsung,” tulis Borchardt dalam catatannya.

    Sejarawan Jerman Sebastian Conrad, penulis buku The Making of a Global Icon: Nefertiti’s Twentieth-Century Career, menambahkan bahwa selain perdebatan mengenai pembagian hasil temuan, validitas etis dari hukum pembagian hasil temuan itu patut dipertanyakan.

    “Itu adalah hukum yang eksis di bawah ketimpangan kekuasaan era imperialisme, karena Mesir pada dasarnya adalah koloni Inggris saat itu. Pertanyaan sebenarnya adalah apakah seseorang bisa dengan sah menggunakan basis hukum tersebut,” katanya kepada DW. “Saya akan katakan begini: secara formal sah, tetapi dari perspektif masa kini, tidak sah secara moral.”

    Sejarawan Jrgen Zimmerer, yang berfokus pada studi kolonialisme dan genosida, menyoroti perdebatan serupa terjadi di Jerman terkait karya seni yang dirampas dari kaum Yahudi oleh Nazi pada masa drittes Reich.

    “Kita tidak bisa hanya diam dan berkata, ‘Itu legal saat itu, jadi mereka tidak memiliki hak mengklaim,’ alih-alih mematuhi hukum secara kaku (kata per kata), kita baiknya menekankan prinsip dan nilai hukum yang benar secara moral. Kita tahu hukum-hukum itu tidak adil dan merampas hak orang Yahudi, dan kita tidak ingin mengambil keuntungan dari itu,” katanya kepada DW.

    “Mengapa kita harus bersikap berbeda dalam konteks kolonial?” tegas Zimmerer.

    Hitler memblokir upaya restitusi

    Ahli Mesir Kuno Monica Hanna juga mempertanyakan Jerman yang menyatakan tidak ada klaim restitusi dari pemerintah Mesir. Ia menegaskan bahwa otoritas Mesir sudah meminta pengembalian patung itu tak lama setelah pertama kali dipamerkan di Berlin pada tahun 1924 dan menambahkan,
    “Apakah museum benar-benar membutuhkan permintaan resmi dari pemerintah? Opini publik di Mesir sangat jelas menginginkan kembalinya patung dada Nefertiti. Apa yang menjadi milik kami, adalah milik kami.”

    Pada tahun 1925, Mesir mengancam akan melarang penggalian arkeologi Jerman di wilayahnya kecuali patung itu dikembalikan. James Simon, dermawan yang membiayai penggalian Borchardt dan yang menyumbangkan patung dada Nefertiti kepada Museum Berlin, secara pribadi mendukung pertukaran artefak dengan Mesir dan membantu negosiasi pengembalian Nefertiti, sebagaimana dijelaskan peneliti Ruth E. Iskin dalam artikelnya The Other Nefertiti: Symbolic Restitutions.

    Meski kontribusi Simon diakui di Berlin melalui dengan keberadaan Galeri James Simon di pintu masuk utama Museuminsel, upaya Simon untuk mengembalikan patung itu telah dihapus dari narasi resmi Jerman.

    Rencana pertukaran Simon tidak pernah terwujud, begitu pula upaya berikutnya pada tahun 1933. Salah satu pemimpin Nazi, Hermann Gring, berharap dapat menarik dukungan politik Mesir kepada Jerman dengan mengembalikan Nefertiti. Namun, Hitler, pengagum sang ratu menggagalkan rencana tersebut, “Saya tidak akan pernah menyerahkan kepala sang ratu,” katanya.

    Bertahan dalam Perang Dunia II di dalam kantong plastik

    Jerman juga beralasan bahwa patung tersebut terlalu rapuh untuk dipindahkan kembali ke Mesir.

    Meski mengakui bahwa dirinya bukan ahli dalam hal ini, sejarawan Sebastian Conrad menunjukkan, “Pada akhir Perang Dunia II, mereka memasukkannya ke dalam kantong plastik dan menyimpannya di tambang garam di Thuringia. Setelah itu, ia dipindahkan ke Wiesbaden. Jadi sebenarnya Nefertiti sudah melakukan banyak perjalanan, bukan hanya dari Kairo ke Berlin.”

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Pertanyaan penting bagi Jerman

    Berlin saat ini sedang menjalankan proses pengembalian objek-objek kolonial, terutama melalui pengembalian Perunggu Benin ke Nigeria. Meskipun hasilnya merupakan buah dari perjuangan panjang para aktivis, keputusan itu relatif lebih mudah dilakukan. Sebagian dari 512 koleksi objek di Berlin dikembalikan ke Nigeria, sementara lainnya tetap dipajang di Humboldt Forum melalui perjanjian pinjaman jangka panjang.

    Namun, Nefertiti jelas merupakan artefak yang unik. Conrad dan Zimmerer berpendapat masih ada alternatif selain mempertahankan aslinya: tiruan patung yang dipamerkan bersama sejarah penemuan dan upaya restitusinya “tentu akan menarik,” ujar Conrad.

    “Yang hilang hanyalah apa yang disebut ‘aura autentiknya’,” kata Zimmerer. Namun ia lanjut bertanya, “Haruskah museum Berlin mendapatkan keuntungan dari ‘aura’ ini, mengingat keberadaaanya lahir dari ketidakadilan kolonial?

    “Menurut saya, seharusnya tidak.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Jerman Butuh Perawat Asing, Tapi Apakah Mereka Bisa Betah?

    Jerman Butuh Perawat Asing, Tapi Apakah Mereka Bisa Betah?

    Jakarta

    Lebih dari 300.000 orang meninggalkan tanah kelahiran mereka dalam beberapa tahun terakhir untuk pindah dan merawat lansia serta pasien sakit di Jerman. Hal ini tentu menguntungkan bagi Jerman — tetapi apakah juga menyenangkan bagi para perawat itu sendiri? Banyak negara kini bersaing untuk mendapatkan tenaga mereka.

    Para peneliti menamai fenomena ini sebagai industri migrasi internasional, sebuah ‘bisnis’ yang mengatur tenaga kerja migran seperti pemain di pasar yang bersaing mendapatkan karyawan baru. Ahli geografi Stefan Kordel dari Universitas Erlangen-Nrnberg di selatan Jerman mengatakan kepada DW bahwa migrasi tenaga kerja di sektor perawatan kini sudah sangat profesional. Pemerintah, sektor swasta, bahkan klinik dan panti jompo individual, bersaing untuk mendapatkan tenaga perawat dan peserta pelatihan. Kepentingan ekonomi ikut dipertaruhkan.

    Dalam kasus ekstrem, rekan Kordel, Tobias Weidinger, menambahkan, situasinya bisa seperti ini: “Mereka mengatakan kepada agen perekrutan, ‘Tolong kirimkan kami lima imigran untuk tahun pelatihan berikutnya. Jika salah satu dari mereka kembali ke negara asal, kirim saja yang lain. Kami minta lima orang, jadi kirim lima, ya!”

    Di media sosial, klinik sering menyoroti betapa pentingnya memiliki orang dengan latar belakang imigran sebagai bagian dari tim. Lebih dari 25% populasi Jerman memiliki apa yang disebut di Jerman sebagai “latar belakang imigran”, sebuah kategori statistik untuk menggambarkan seseorang yang berimigrasi ke Jerman atau memiliki setidaknya satu orang tua kelahiran luar negeri.

    Menurut Badan Tenaga Kerja Federal, sektor perawatan di Jerman akan “runtuh” tanpa kaum pekerja migran ini: “Hampir satu dari empat tenaga perawat di panti jompo adalah warga negara asing.” Dan di semua profesi perawatan, satu dari lima orang berasal dari luar negeri. Tren ini terus meningkat. Banyak perawat akan segera pensiun, sementara yang lain meninggalkan profesi karena beban kerja yang berlebihan.

    Penelitian: Bagaimana nasib perawat dengan latar belakang migran di Jerman?

    Selain tenaga perawat baru yang baru tiba dari luar negeri, banyak spesialis Jerman di klinik atau perawatan geriatri adalah warga Jerman dengan latar belakang migran. Banyak dokter dan perawat adalah mantan pengungsi dari Suriah atau Ukraina. Mereka semua membantu memastikan pasien sakit dan lansia di Jerman dirawat — setidaknya untuk saat ini.

    Namun, seiring penuaan masyarakat, permintaan meningkat tajam, dan pertanyaannya tetap: Apakah tenaga perawat ini merasa cukup nyaman di Jerman untuk tetap tinggal?

    Dalam studi mereka berjudul Inclusion of Care Workers and Nurses with a Migration Background, para peneliti menggambarkan apa saja yang penting untuk kesejahteraan: di tempat kerja sektor perawatan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari di luar pekerjaan.

    Perekrutan: Brosur warna-warni — siapa yang menang?

    “Berlin itu cantik, Heidelberg itu romantis,” demikian isi brosur warna-warni yang mempromosikan Jerman, papar Kordel, seraya menambahkan bahwa banyak imigran akhirnya berakhir di daerah pedesaan, di mana kehidupan sangat berbeda dari yang digambarkan brosur.

    Bagi tenaga perawat, sering kali soal kebetulan fasilitas mana yang mereka tempati dan seberapa banyak bantuan yang mereka dapat untuk membangun kehidupan baru.

    Ada program pemerintah yang disebut “triple win” untuk negara-negara tertentu seperti Filipina, India, Indonesia, dan Tunisia. Tujuannya adalah semua pihak diuntungkan: Negara asal, Jerman, dan para peserta misalnya biaya kursus bahasa dan tiket pesawatnya ditanggung. Agen swasta bisa memperoleh cap persetujuan pemerintah yang menjamin: “Rekrutmen Perawat secara Adil di Jerman”.

    Namun, beberapa agen memungut biaya tinggi dari tenaga perawat, lapor Stefan Kordel: “Beberapa orang harus membayar €12.000 (sekitar Rp200 juta), dengan mengambil pinjaman di bank atau mengumpulkan uang dari keluarga mereka.” Lalu mereka harus mengambil pekerjaan kedua selain pekerjaan perawatan untuk melunasi utang-utang itu. Kordel mengatakan bahwa karena itu informasi yang lebih baik, pemeriksaan, dan sanksi sangat dibutuhkan.

    Kekecewaan terhadap pekerjaan keperawatan di Jerman

    Di banyak negara asal, keperawatan tidak diajarkan sebagai program pelatihan kejuruan seperti di Jerman, melainkan bagian dari gelar universitas. Mereka yang tidak diberi informasi dengan benar, bisa mendulang kecewa di Jerman, karena alih-alih melakukan tugas medis, mereka diharapkan menghabiskan banyak waktu untuk memberikan perawatan dasar, memandikan orang, atau menyajikan makanan. Di banyak negara lain, tugas-tugas ini sering dilakukan oleh anggota keluarga atau asisten.

    Ada rasa kekecewaan sangat besar ketika tenaga perawat terlatih dari Filipina tidak diizinkan memasang infus atau kateter di Jerman, lapor Myan Deveza-Grau dari organisasi diaspora Filipina PhilNetz e.V. kepada DW: “Mereka tidak mengerti: Kenapa saya tidak diizinkan melakukan tugas itu?”

    Belajar bahasa Jerman: Dialek dan beban ganda

    “Saya harus belajar bahasa Jerman banyak di malam hari. Itu sebabnya saya tidak punya waktu. Di akhir pekan, kami harus mempersiapkan ujian dan kursus bahasa Jerman. Dan kami juga harus menghadiri kursus bahasa Jerman pada hari Minggu.” Begitulah seorang peserta pelatihan dari Vietnam mendeskripsikan keseharian sebagai peserta pelatihan dalam studi tersebut. Situasi ini hampir tidak memberinya waktu untuk membangun kontak sosial. Di samping itu, birokrasinya “bikin sakit kepala”, keluh mereka. Hal ini membuat program pendampingan dan pengertian dari rekan kerja menjadi semakin penting.

    Peserta pelatihan dan tenaga perawat mengikuti kursus bahasa Jerman di negara asal mereka dan membawa sertifikat bahasa. Namun, sering kali ada penantian lama sebelum mereka bisa masuk ke Jerman. Dan di beberapa wilayah Jerman, orang berbicara dengan dialek tertentu kadang sulit dipahami. Para peneliti di FAU merekomendasikan agar kursus bahasa yang terarah ditawarkan bersamaan dengan bekerja, dan institusi sebaiknya membangun jejaring regional untuk tujuan ini.

    Beberapa perubahan dalam sistem keperawatan bisa membuat hidup lebih mudah bagi semua orang, kata para peneliti. Misalnya, ada tim shift pagi yang bersikeras semua pasien dimandikan sebelum pukul 8:30 agar bisa ada waktu istirahat. Namun jika seorang perawat harus mengantar anaknya dulu ke tempat penitipan anak dan tidak bisa mengandalkan anggota keluarga lain karena mereka tinggal di luar negeri, perawat itu baru bisa mulai bekerja pada pukul 8:30 pagi.

    Jadi, mengapa tidak memperkenalkan shift lebih lambat untuk ibu atau ayah, yang bisa memandikan beberapa pasien lebih lambat? Ini juga akan membantu orang tua yang bukan imigran dan juga menyenangkan pasien yang ingin tidur lebih lama.

    Di beberapa tempat, jarangnya moda angkutan publik beroperasi pada malam hari setelah shift malam selesai atau tidak ada apartemen terjangkau dekat tempat kerja — juga jadi masalah. Mencari solusi untuk mengatasi hambatan seperti ini akan menguntungkan seluruh tenaga kerja, bukan hanya imigran.

    Diskriminasi dan rasisme

    “Apa saran yang akan Anda berikan kepada seseorang dari luar negeri yang ingin bekerja di bidang keperawatan di Jerman?” tanya para peneliti kepada tenaga perawat.

    Seorang perempuan dari Guinea yang sudah tinggal di Jerman lebih dari sepuluh tahun dan memiliki paspor Jerman menjawab: “Anda pasti akan menghadapi rasisme.”

    Seperti yang ditunjukkan oleh studi, kasusnya bukanlah yang terisolasi. Klinik dan panti jompo telah berusaha meningkatkan kesadaran di antara pegawai mereka. Namun, hampir tidak ada peningkatan kesadaran untuk pasien dan kerabat mereka. Weidinger mengatakan: “Jika orang yang dirawat berkata, ‘Saya tidak mau dirawat oleh orang kulit hitam,’ maka situasi menjadi sulit.”

    Diskriminasi terhadap kaum minoritas ada di semua bidang kehidupan, sebagaimana studi lain juga menunjukkan: di kantor pemerintah, transportasi umum, jalanan, dan pasar perumahan.

    Tanggung jawab ada pada masyarakat secara keseluruhan agar tenaga perawat merasa nyaman, tandas Stefan Kordel. “Pengalaman diskriminasi dan rasisme memengaruhi keputusan untuk tetap tinggal — atau meninggalkan tempat kerja, tempat tinggal, bahkan Jerman.”

    Tenaga perawat Filipina juga khawatir tentang populisme sayap kanan dan Partai Alternatif bagi Jerman atauAlternative for Germany (AfD), lapor Deveza-Grau. Beberapa orang berkata, “Saya tetap akan coba bekerja. Jika tidak berhasil, saya pergi ke tempat lain.” Negara Kanada, misalnya, aktif merekrut tenaga asing.

    Perawat di Jerman: Tetap atau pindah?

    Orang ingin diterima dan merasa seperti di rumah, seperti yang didokumentasikan studi: “Saya akan tinggal di tempat keluarga saya baik-baik saja. Di tempat saya tidak dilecehkan dan punya teman.”

    Para peneliti Universitas Erlangen-Nrnberg merekomendasikan lebih banyak jejaring antara pembuat keputusan politik, agen penempatan, dan fasilitas perawatan, terutama dengan mereka yang memang sudah menjadi imigran. Ini juga yang diinginkan organisasi Filipina, tandas Myan Deveza-Grau.

    Banyak orang kini menyadari bahwa budaya ramah sangat dibutuhkan, kata peneliti Weidinger. “Membuat imigran berpartisipasi, berintegrasi, dan bertahan adalah proses jangka panjang,” pungkasnya. Ini soal “menciptakan kondisi kerja dan hidup yang menarik dalam jangka panjang, dengan memperhatikan keadaan khusus imigran. Itu berarti menciptakan kondisi kerja dan hidup yang menarik bagi semua orang.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video: Industri Mobil Jerman Mulai Beralih ke Produksi Suku Cadang Drone


    (ita/ita)

  • Daftar Game PS4, PS5, Xbox, Nintendo Switch dan PC Rilis November 2025

    Daftar Game PS4, PS5, Xbox, Nintendo Switch dan PC Rilis November 2025

    Jakarta

    Berbeda dari bulan-bulan sebelumnya, perilisan game kali ini lebih didominasi oleh platform PC. Bagi gamer yang penasaran, mari simak daftarnya berikut.

    Jika berkaca dari bulan lalu, gamer telah disuguhkan sederet game keren seperti Ghost of Yotei yang tersedia di PS5, lalu Super Mario Galaxy + Super Mario Galaxy 2 di Nintendo Switch-Switch 2, kemudian Battlefield 6, atau Little Nightmare yang hadir di semua platform.

    Lantas bagaimana dengan bulan ini, apakah ada rekomendasi game seru untuk dimainkan? Jawabannya ada. Ambil contoh seperti Football Manager 26 yang resmi dirilis pada hari ini, Selasa, 4 November 2025.

    Football Manager hadir di berbagai macam platform, sehingga tidak hanya di PC, tapi juga di PS5, Xbox, dan juga mobile. Bagi gamer yang ingin memainkan game ini di HP, dapat melakukannya lewat Netflix.

    Selain Football Manager 26, game bagus lainnya yang meluncur pada November 2025 ialah Fallout 4: Anniversary Edition. Bethesda akan menyajikan karya terbarunya ini ke para penggemar pada 10 November 2025 di PlayStation, Xbox, dan PC.

    Lalu ada Call of Duty: Black Ops 7 yang siap dimainkan pada 14 November 2025. Para penikmat game tembak-tembakan dapat memainkannya di PS4, PS5, Xbox One, Xbox Series X/S, dan PC.

    Daftar Game PS4, PS5, Hingga Xbox Rilis November 2025

    Untuk daftar lengkap game yang rilis pada November 2025 adalah sebagai berikut, dihimpun dari Eurogamer, Selasa (4/11/2025).

    3 November

    Tavern Keeper (Early access, Steam)Devil Jam (PC, PS5, Xbox Series X/S, Switch)

    4 November

    Age of Empires 4: Anniversary Edition (PS5)1000xResist (PS5, Xbox Series X/S)Age of Empires 4: Dynasties of the East (Xbox Series X/S, PC, PS5)Beyond the Grove (PC)Windstorm: The Legend of Khiimori Early Access (PC)Europa Universalis V (PC)Football Manager 26 (PC)Football Manager 26 Console (Xbox, PS5)Football Manager 26 Mobile (Netflix)Football Manager 26 Touch (Apple Arcade)Master Lemon: The Quest for Iceland (PC, PS5, Xbox Series X/S, Switch)Let’s Sing 2026 (PS5, Xbox Series X/S, Switch)Satisfactory (PlayStation, Xbox)Windstorm: The Legend of Khiimori (PC)

    5 November

    Foolish Mortals (PC)Bloodgrounds (PC)Dog Witch (PC)Strange Seed (PC)Vivid World (PC)Nature (PC, Mac)Biped 2 (PlayStation, Xbox Series X/S, PC) – 5th November
    Cairn (PS5, PC)The Fable: Manga Build Roguelike (PC)Sonic Rumble (PC, Mobile)

    6 November

    MySims (Apple Arcade)MySims Kingdom (Apple Arcade)Unbeatable (PS5, Xbox Series X/S, PC)Syberia – Remastered (PS5, Xbox Series X/S, PC)Hyrule Warriors Age of Imprisonment (Switch 2)Honeycomb: The World Beyond (PS5, Xbox Series X/S, PC)Egging On (PS5, Xbox Series X/S, PC)Dinkum (Switch)The Posthumous Investigation (PC)Whiskerwood (PC)The Last Caretaker (PC)It Takes a War (PC)Dinocop (PC)Diggergun (PC)Jitter (PC)Of Ash and Steel (PC)Rebel Engine (PC)

    7 November

    Voidtrain (Xbox Series X/S, PC)Sword of Justice (iOS, Android, PC)House Fighters: Total Mess (PlayStation, Xbox, Switch)A Pizza Delivery (PS5, Xbox Series X/S, PC)Anima: Gate of Memories I & II Remaster (PS5, Xbox Series X/S, PC)I Hate This Place (PS5, Switch, Xbox Series X/S, PC)

    10 November

    Fallout 4: Anniversary Edition (PlayStation, Xbox, PC)Into The Grid (PC)Go Kart Island (PC)Below the Crown (PC)School of Magic: Deck & Slash (PC)Shard Squad (PC)

    11 November

    Lumines Arise (PS5, PC)Bittersweet Birthday (PC)Windswept (PlayStation, Xbox, Switch, PC)NASCAR 25 (PC)Schematic Void (PC)Unpetrified: Echoes of Nature (PC)Rue Valley (Switch, PC, PS5, Xbox Series X/S)Goodnight Universe (PS5, Xbox Series X/S, Switch, Switch 2, PC)P1: Anchor Light (Xbox Series X/S)

    12 November

    Million Depth (PC)The Remake of the End of the Greatest RPG of All Time (PC)Winter Burrow (PC, Switch, Xbox)Tombwater (PC)

    13 November

    Little Corners (PC)Tracked: Shoot to Survive (Meta Quest)Assetto Corsa Rally early access (PC)Inazuma Eleven: Victory Road (PC, PS5, PS4, Switch 2, Switch, Xbox Series X/S)Yakuza Kiwami (Switch 2)Yakuza Kiwami 2 (Switch 2)Anno 117: Pax Romana (PS5, Xbox Series X/S, PC)

    14 November

    Call of Duty: Black Ops 7 (PS5, Xbox Series X/S, PC)Dragon Ball: Sparking! Zero (Switch 2, Switch)Project Chameleon (PC)Dice of Kalma (PC, Android, iOS)Dark Atlas: Infernum (PC, PS5)Where Winds Meet (PC, PS5)15 NovemberEscape From Tarkov (PC)

    17 November

    Dungeons & Kingdoms (PC)Forestrike (PC, Switch)Sheepherds! (PC)Peace Island (PC)Unmourned (PC)Solo Leveling: ARISE OVERDRIVE (PC)The Berlin Apartment (PlayStation, Xbox, PC)

    18 November

    Marvel’s Deadpool VR (Meta Quest 3 and 3S)Morsels (PS5, Xbox Series X/S, Switch, PC)Kingdoms of the Dump (PC)A Better World (PC, Mac)A Pinball Game That Makes You Mad (PC)News Tower (PC)SpongeBob SquarePants: Titans of the Tide (PS5, Xbox Series X/S, Switch 2, PC)

    19 November

    Demonschool (PS5, PS4, Xbox Series X/S, Switch, PC)

    20 November

    Kirby Air Riders (Switch 2)S.T.A.L.K.E.R. 2: Heart of Chornobyl (PS5)Hades II Physical (Switch 2)Demeo x Dungeons & Dragons: Battlemarked (PC, PS5, PSVR2, Meta Quest)R-Type Delta HD Boosted (Switch, PlayStation, Xbox Series X/S, PC)Outlaws + Handful of Missions: Remaster (PC, Switch, PlayStation, Xbox)Effulgence RPG (PC)

    21 November

    Japanese Drift Master (Xbox Series X/S)

    24 November

    Constance (PC)Pools (PS5, PSVR2)

    25 November

    Project Motor Racing (PS5, Xbox Series X/S, PC)

    26 November

    Detective Instinct: Farewell, My Beloved (Switch, PC)

    27 November

    Bubble Bobble Sugar Dungeons (PS5, Switch, PC)

    28 November

    30 November

    (hps/fay)

  • Ada Drone Misterius, Bandara Jerman Setop Penerbangan

    Ada Drone Misterius, Bandara Jerman Setop Penerbangan

    Jakarta

    Penerbangan dihentikan sementara selama hampir dua jam di Bandara Berlin Brandenburg, Jerman karena penampakan drone-drone misterius. Ini merupakan kejadian terbaru dari serangkaian insiden serupa di seluruh Eropa, ungkap seorang juru bicara bandara.

    Lepas landas dan pendaratan ditangguhkan antara pukul 20.08 (19.08 GMT) dan 21.58 pada Jumat (31/10) waktu setempat, dan “serangkaian penerbangan” dialihkan ke kota-kota lain di Jerman selama penangguhan itu, kata juru bicara tersebut.

    Larangan penerbangan malam di Berlin juga dilonggarkan untuk mengurangi dampak pada operasional penerbangan, tambahnya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/11/2025).

    “Kami berasumsi bahwa bahaya telah dihindari untuk sementara waktu,” kata juru bicara tersebut.

    Kepolisian di negara bagian Brandenburg mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan penampakan drone dan mengatakan sebuah mobil patroli dan sebuah helikopter telah dikerahkan.

    Mobil patroli tersebut telah mendeteksi sebuah drone, tetapi asalnya belum teridentifikasi, kata seorang juru bicara.

    Para pemimpin Jerman telah berulang kali menyuarakan kewaspadaan tentang meningkatnya ancaman drone setelah serangkaian penampakan kendaraan udara tak berawak (UAV) di bandara-bandara serta lokasi militer sensitif tahun ini.

    Bandara-bandara di Denmark, Norwegia, dan Polandia juga baru-baru ini menangguhkan penerbangan karena drone-drone misterius, sementara Rumania dan Estonia menuding Rusia di balik drone-drone tersebut. Namun, Rusia telah membantah tuduhan tersebut.

    Jerman — pendukung utama Ukraina di NATO dalam perang melawan Rusia — juga menyalahkan Moskow.

    Beberapa penampakan UAV telah dilaporkan dalam beberapa bulan terakhir di atas pangkalan militer, lokasi industri, dan infrastruktur penting lainnya di Jerman.

    Pada awal Oktober lalu, drone-drone yang terlihat di atas kota Munich di selatan Jerman dua kali menutup bandara kota tersebut. Ini menyebabkan ribuan penumpang gagal terbang setelah penerbangan mereka dibatalkan atau dialihkan.

    Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt telah meminta Jerman untuk “menemukan respons baru terhadap ancaman hibrida ini” — termasuk kemampuan yang lebih besar untuk mendeteksi, menilai, dan berpotensi menembak jatuh pesawat tak berawak.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Nasib Pengungsi Anak di Laut: Perjalanan Sendirian yang Mematikan

    Nasib Pengungsi Anak di Laut: Perjalanan Sendirian yang Mematikan

    Jakarta

    “Tak seorang pun akan mempertaruhkan nyawanya di laut jika ada cara yang lebih baik. Tapi tidak ada alternatif. Itulah mengapa kami mempertaruhkan nyawa kami.”

    Itulah kata-kata seorang bocah berusia 15 tahun dari Guinea yang diselamatkan sebagai anak yang tidak didampingi di laut oleh NGO yang berbasis di Berlin, SOS Humanity.

    Organisasi yang telah menyelamatkan pengungsi dan migran di laut selama satu dekade ini memperingatkan bahwa semakin banyak anak-anak dan remaja yang berangkat sendirian dari Libya atau Tunisia menuju Eropa dengan kapal yang terlalu penuh dan sering kali tidak layak laut. Sekitar seperlima dari mereka yang diselamatkan adalah anak di bawah umur.

    Esther, seorang psikolog klinis asal Jerman, menjadi relawan sebagai petugas kesehatan mental dalam misi penyelamatan di Mediterania pada November dan Desember 2024.

    Dalam konferensi pers di Berlin pada Selasa, di mana Esther tidak menyebutkan nama belakangnya, ia mengatakan bahwa selama berada di laut, enam kapal yang membawa 347 orang berhasil diselamatkan. Di antara mereka terdapat 43 orang muda, sebagian besar anak yang tidak didampingi, dalam kondisi fisik dan mental yang buruk.

    “Sering kali mereka berada di laut tanpa makanan atau minuman selama beberapa hari dan malam, mengalami dehidrasi, mabuk laut, dan sering memiliki luka bakar akibat bahan bakar dan air laut. Banyak juga yang menderita scabies atau infeksi dan luka lainnya, karena mereka telah berada di kamp-kamp di Libya dalam waktu lama. Semua mereka kelelahan secara emosional,” ujarnya.

    Anak-anak sangat berisiko di kamp-kamp Libya

    Selama bertahun-tahun, Libya, yang berdasarkan kesepakatan multimiliar euro dengan Uni Eropa seharusnya mengambil alih pengendalian perbatasan dan secara drastis mengurangi jumlah migran, menghadapi kritik keras atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
    “Orang muda menceritakan kepada saya tentang kekerasan seksual ekstrem, penyiksaan, kerja anak, kehilangan anggota keluarga, dan kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan,” kenang Esther. “Beberapa dari mereka menunjukkan bukti fisik dari apa yang mereka alami. Beberapa memiliki bekas luka akibat penyiksaan, serta foto dan video yang diambil di kamp-kamp Libya yang menunjukkan mereka diikat dan dipukuli.”

    Lebih dari 3.500 anak hilang atau meninggal

    Anak-anak yang berhasil melarikan diri dari kamp menghadapi bahaya yang lebih besar selama perjalanan.

    Menurut perkiraan UNICEF pada April, sekitar 3.500 anak telah meninggal atau hilang dalam 10 tahun terakhir saat mencoba mencapai Italia melalui rute Mediterania tengah. Ini berarti hampir satu anak meninggal atau hilang setiap hari selama satu dekade penuh.

    Statistik ini membuat SOS Humanity menyerukan penghentian segera kerja sama UE dengan Libya dan Tunisia.

    “Proporsi anak-anak di antara mereka yang melarikan diri sebenarnya meningkat secara stabil selama 10 tahun terakhir. Sekitar seperlima dari semua kedatangan di Italia adalah anak-anak. Dalam penyelamatan kami, rata-ratanya bahkan lebih dari sepertiga,” kata Till Rummenhohl, direktur pelaksana SOS Humanity.

    “Kami baru-baru ini mengevakuasi seluruh kapal yang hanya berisi anak-anak, 120 orang. Mereka adalah anak-anak yang benar-benar panik, bepergian sendirian dan meloncat ke air karena takut terhadap penjaga pantai Libya,” tambahnya.

    Kebijakan Trump potong bantuan USAID berdampak dramatis

    Jumlah anak-anak dan remaja yang semakin banyak menempuh perjalanan berbahaya ke Eropa kemungkinan akan meningkat di masa depan, kata Lanna Idriss, kepala SOS Children’s Villages Worldwide. Penyebabnya: pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump telah membubarkan badan bantuan pembangunan USAID, dengan konsekuensi dramatis.

    Dalam sebuah studi yang diterbitkan musim panas ini, jurnal medis The Lancet menghitung bahwa pemotongan USAID dapat mengakibatkan lebih dari 14 juta kematian global dalam lima tahun ke depan, termasuk hingga 5 juta anak di bawah usia 5 tahun. Jerman juga telah memotong bantuan pembangunan hampir €1 miliar (sekitar Rp19,3 triliun).

    “Kita sedang memasuki siklus buruk yang akan membuat lebih banyak anak-anak menempuh rute ini,” kata Idriss, dengan mengutip Somalia sebagai contoh. “Negara itu 80% bergantung pada USAID. Tahun lalu, kami menjangkau 4,5 juta anak-anak dan remaja di Somalia; tahun ini, hanya 1,3 juta. Mengapa? Karena kamp-kamp yang seharusnya mendukung anak-anak ini kosong sejak musim panas.”

    Vera Magali Keller memimpin firma hukum di Berlin yang berspesialisasi mendukung organisasi kemanusiaan, termasuk yang melakukan penyelamatan di laut.

    Anak-anak dan remaja harus diberikan perlindungan dan evakuasi prioritas selama penyelamatan di laut, kata pengacara itu kepada DW, merujuk pada Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang telah disepakati semua negara anggota PBB.

    “Di beberapa negara Eropa, ada prospek khusus untuk mendapatkan izin tinggal, hak perlindungan, dan hak reunifikasi keluarga. Di Italia, misalnya, hal ini sering berlaku sampai usia dewasa secara hukum. Secara umum, anak-anak dan remaja harus ditempatkan terpisah dari orang dewasa dan diberi perlindungan khusus. Penahanan harus dihindari sejauh mungkin,” kata Keller.

    Pemerintah Jerman memotong dana untuk penyelamatan laut

    SOS Humanity telah mengumumkan rencana untuk mengerahkan kapal penyelamat lain di Mediterania pada 2026. Kapal ini akan beroperasi terutama di lepas pantai Tunisia, mencari kapal migran dan memantau pelanggaran hak asasi manusia.

    Untuk melakukannya, organisasi penyelamatan laut ini akan mengandalkan donasi, karena pemerintah Jerman telah menghentikan dana tahunan €2 juta (sekitar Rp38,6 miliar) untuk penyelamatan laut sipil. Ini menjadi salah satu alasan Keller pesimis tentang masa depan.

    “Mengingat perkembangan politik dan hukum saat ini, saya tidak melihat prospek yang positif. Saya khawatir kriminalisasi dan penindasan terhadap penyelamatan laut sipil akan meningkat di bawah koalisi saat ini. Standar perlindungan dan penerimaan bagi pengungsi di Eropa yang sudah buruk kemungkinan akan terus memburuk,” katanya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Alasan Pengungsi Perang Thailand-Kamboja Tak Mau Kembali ke Rumah

    (ita/ita)

  • Nelly Furtado Umumkan Keputusan Rehat dari Panggung Musik

    Nelly Furtado Umumkan Keputusan Rehat dari Panggung Musik

    JAKARTA – Solois pop kawakan asal Kanada, Nelly Furtado, memutuskan untuk rehat dari hingar bingar panggung. Penyanyi 46 tahun itu mengumumkan melalui akun media sosialnya bahwa ia akan menarik diri dari pertunjukan langsung untuk dan memusatkan energi pada usaha kreatif dan pribadi yang baru.

    Keputusan ini diambil seiring dengan refleksi Furtado atas bagaimana para penggemar kembali menjalin koneksi dengan musiknya dalam beberapa tahun terakhir.

    “Saya memutuskan untuk menarik diri dari penampilan panggung untuk masa mendatang dan mengejar beberapa usaha kreatif dan pribadi lain yang saya rasa akan lebih sesuai dengan fase kehidupan saya berikutnya,” tulis Furtado, mengutip keterangan unggahan, Senin, 27 Oktober.

    Meski begitu, Furtado menegaskan bahwa kecintaannya pada musik tidak akan pernah pudar. Ia masih akan terus menulis lagu seperti sebelumnya.

    “Saya sangat menikmati karier saya, dan saya masih suka menulis musik karena saya selalu melihatnya sebagai hobi yang cukup beruntung saya jadikan karier,” katanya. “Saya akan mengidentifikasi diri sebagai penulis lagu selamanya.”

    Adapun, pengumuman mengejutkan ini muncul bertepatan dengan peringatan 25 tahun album debutnya, “Whoa, Nelly!”, yang sempat mencapai posisi ke-24 di tangga lagu Billboard 200 pada Januari 2001.

    Unggahan tersebut menampilkan foto lawas Furtado saat berusia 20 tahun, sesaat sebelum penampilan profesional pertamanya di Lilith Fair pada tahun 1999. Kemudian slide berikutnya menampilkan video dari pertunjukan terbarunya di Berlin.

    “Musik saya telah menjangkau generasi penggemar yang benar-benar baru, dan saya tidak bisa lebih bahagia tentang hal itu,” lanjut Furtado.

    Ia pun mengenang harapannya saat muda: “Pada tahun 2000, saya ingat merasa punya tujuan dengan harapan suatu saat ada anak yang akan membersihkan piringan hitam ‘Whoa, Nelly!’ di toko kaset dan menganggapnya keren atau menginspirasi. Jadi, saya tidak pernah bisa menduga bahwa akan ada begitu banyak cara baru untuk menemukan musik ‘lama’ di tahun 2025!”

    urtado menggambarkan pengalaman ini sebagai sesuatu yang sureal dan penuh sukacita. “Banyaknya orang yang menemukan kembali musik saya merupakan hal yang sureal dan menggembirakan. Sangat menyenangkan untuk merangkul kesempatan ini, naik ke panggung lagi, dan melihat dari dekat kekuatan sejati dari musik yang baik. Itu membuat saya benar-benar percaya pada keajaiban,” pungkasnya.