kab/kota: Berlin

  • Sosok Farida Felix, Ibunda Abraham Michael, sang Anak Tersangka Pembunuhan Satpam di Bogor – Halaman all

    Sosok Farida Felix, Ibunda Abraham Michael, sang Anak Tersangka Pembunuhan Satpam di Bogor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Abraham Michael, anak majikan yang tega membunuh satpam di rumahnya, Septian (37), resmi ditetapkan sebagai tersangka.

    Abraham membunuh korban di rumah mewahnya yang terletak di Lawang Gintung, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/1/2025).

    Terkait hal ini, ibunda Abraham Michael, Farida Felix, turut menjadi sorotan.

    Saat anaknya dibawa ke kepolisian, Farida Felix ikut mendampinginya dalam satu mobil.

    Farida Felix terlihat mengenakan dress dan menenteng tas branded.

    Lantas, siapa Farida Felix? Berikut sosoknya.

    Farida Felix merupakan pengacara dan juga pengusaha.

    Wanita asal Medan, Sumatra Utara itu adalah lulusan Universitas Indonesia.

    Farida Felix mendirikan firma hukum bernama Law Firm Berlin Felix & Partner.

    Rumah yang merupakan tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan itu juga sebagai kantor Farida Felix.

    Selain itu, rupanya keluarga Abraham Michael membuka bisnis rental bernama PT La Dipta Duta di rumah tersebut.

    Kronologi dan Motif Pembunuhan

    Septian ditemukan tewas setelah dibunuh oleh Abraham pada Jumat (17/1/2025) sekitar pukul 04.30 WIB, di rumah mewah tersangka di Lawang Gintung, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.

    Korban tewas akibat adanya luka di dada dan kepalanya. Setelah kejadian tersebut, keluarga korban langsung melaporkannya ke polisi.

    “Tadi (kemarin) ada kejadian tindak pidana diduga pembunuhan yang terjadi di Bogor selatan kurang lebih 4.30 WIB.”

    “Tadi pagi ada dari pihak keluarga korban ke polsek dan dari polsek langsung cek TKP,” kata Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Eko Prasetyo, Jumat.

    Sesaat setelah kejadian, ada gelagat aneh dari Abraham setelah membunuh Septian.

    Abraham justru meminta para asisten rumah tangga (ART) untuk pulang kampung.

    “Jadi di rumah itu ada ibunya, dua ART, dan driver-nya. ART-nya malah disuruh pulang ke Jawa oleh si majikan yang diduga membunuh satpam itu,” kata Kapolsek Bogor Selatan, Kompol Maman Firmansyah, Jumat.

    Meski demikian, Abraham juga tidak melarikan diri. Ia kemudian diantar ibunya untuk diserahkan langsung ke pihak kepolisian.

    “Terduga pelakunya itu inisialnya A. Dia tidak kabur. Malah dia diantar oleh ibunya ke luar rumah untuk diserahkan ke kami (polisi). Saat ini sudah di Polresta sedang dimintai keterangan,” ujar Maman.

    Terkait insiden pembunuhan, Maman mengatakan, seluruh orang yang berada di dalam rumah mewah tersebut tidak melihatnya secara langsung.

    Mereka, kata Maman, hanya mendengar suara benturan saja. Maman menuturkan seluruh orang di rumah tersebut hanya tahu bahwa jasad korban berada di ruang satpam.

    “Mereka tahu korban (satpam) sudah tewas di ruangan satpamnya,” ungkapnya.

    Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Aji Riznaldi Nugroho, mengungkapkan motif pembunuhan terhadap Septian.

    Abraham nekat membunuh korban karena tersangka kesal korban melapor ke ibunya, Farida Felix terkait kerap pulang malam.

    Korban, kata Aji, memiliki tugas untuk mencatat siapa saja yang keluar masuk rumah majikannya.

    Adapun laporan tersebut lantas diberitahukan ke Farida Felix, ibu tersangka.

    Ternyata, berdasarkan catatan tersebut, Abraham dalam dua malam terakhir kerap pulang larut malam. Akhirnya, Abraham pun kena omelan dari ibunya.

    “Abraham kena omel ibunya. Ditegurlah dia karena sering pulang malam,” kata Aji, Sabtu (18/1/2025), dikutip dari Tribun Bogor.

    Aji mengungkapkan Abraham merasa aneh karena ibunya bisa tahu dirinya kerap pulang larut malam.

    Kemudian, Abraham pun mengetahui Septian-lah sosok yang melaporkan kepada ibunya.

    “Ia (Abraham merasa) aneh ibunya tahu. Ternyata dia dilaporkan satpam (ke ibu tersangka),” tutur Aji.

    Setelah mengetahui hal tersebut, Abraham langsung mengumpulkan sopir, asisten rumah tangga (ART), dan satpam.

    Pada momen tersebut, Aji mengatakan dua ART yang bekerja di rumahnya disuruh pulang ke kampung halaman.

    Lalu, pada Jumat malam, Abraham dan Septian pun akhirnya saling cekcok yang berujung terjadinya pembunuhan.

    “Saat subuh si tersangka membunuh Septian,” ucapnya.

    Dalam pembunuhan tersebut, Abraham menikam Septian dengan pisau ke arah perut korban.

    Atas kasus ini, Abraham resmi ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan terhadap Septian.

    “Statusnya sudah naik tersangka,” kata Kapolresta Bogor, Kombes Pol Eko Prasetyo, Sabtu.

    Pasca-ditetapkan menjadi tersangka, Abraham dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.

    Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Aji Riznaldi Nugroho mengatakan Abraham terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

    “Atau Pasal 351 ayat 3 yang mengatur tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian,” ujarnya.

    Bahkan, kata Aji, Abraham juga terancam hukuman lebih berat karena saat ini masih berlangsung penyelidikan terkait ada atau tidaknya pembunuhan berencana terhadap Septian.

    “Untuk itu (pembunuhan berencana) kita masih lakukan pendalaman. Sementara ini kita tetapkan sebagai tersangka dulu dan dijerat Pasal 338 KUHP,” jelasnya.

    (Tribunnews.com/Falza/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Bogor/Sanjaya Ardhi/Rahmat Hidayat)

  • Polisi Masih Cari 1 Barang Bukti Penting Pembunuhan Kesya Irena oleh Oknum TNI AL – Halaman all

    Polisi Masih Cari 1 Barang Bukti Penting Pembunuhan Kesya Irena oleh Oknum TNI AL – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Proses penyidikan kasus pembunuhan Kesya Irena Yola Lestaluhu (20) yang melibatkan oknum anggota TNI AL di Pantai Saoka, Distrik Maladum Mes, Kota Sorong, Papua Barat Daya terus berlanjut.

    Hingga saat ini, pihak kepolisian masih mencari satu barang bukti penting berupa sangkur yang digunakan pelaku, Kelasi ASWP, untuk menikam korban.

    Kasatreskrim Polresta Sorong Kota, AKP Arifal Utama, menjelaskan pelimpahan kasus ke Polisi Militer Angkatan Laut (PM AL) Lantamal XIV Sorong masih terhambat karena belum ditemukannya barang bukti tersebut.

    “Kami masih melengkapi bukti dan keterangan saksi sebelum dilimpahkan ke PM AL,” ujar Arifal pada Kamis (16/1/2025).

    Saat ini, pihak kepolisian telah mengumpulkan empat barang bukti, termasuk rekaman CCTV, sarung sangkur, mobil Innova hitam, dan pakaian milik korban.

    Kronologi Kejadian

    Kepala Seksi Penyelidikan dan Kriminal PMAL Lantamal XIV Sorong, Mayor PM Anton Sugiharto, merilis kronologi kejadian.

    Menurutnya, pelaku berinisial ASWP berpangkat kelasi (KLS), awalnya tidak memiliki hubungan dengan korban.

    Korban dijemput oleh saksi S bersama teman-temannya pada Minggu (13/1/2025) pukul 01.00 WIT, dan mereka menuju tempat hiburan malam di Kota Sorong.

    Setelah berkenalan di tempat hiburan, sekira pukul 03.00 WIT, korban dan pelaku memutuskan untuk pergi bersama.

    Mereka sempat berkumpul di Tembok Berlin dan menenggak minuman keras.

    Korban menolak ajakan pulang saksi S karena ingin diantar oleh pelaku.

    Dalam kondisi terpengaruh alkohol, pelaku dan korban menuju Pantai Saoka.

    “Keduanya dalam kondisi dipengaruhi minuman keras. Dalam perjalanan mereka sempat berhubungan intim,” jelas Anton.

    Di sinilah cekcok terjadi, dan pelaku menikam korban sebanyak 32 kali di bagian dada dan punggung.

    “Kami masih mencari barang bukti sangkur yang digunakan pelaku,” tambah Anton.

    Pihak PMAL berkomitmen untuk segera menyelesaikan penyidikan setelah semua barang bukti terkumpul.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kenapa Seorang Warga Polandia Gugat Polisi Perbatasan Jerman? – Halaman all

    Kenapa Seorang Warga Polandia Gugat Polisi Perbatasan Jerman? – Halaman all

    Jakub Wolinski tidak mengesankan seorang yang gemar berpolemik, tapi toh dia menyeret Republik Federal Jerman ke meja pengadilan.

    Penyebabnya adalah pemberlakuan kembali pemeriksaan di perbatasan. Wolinski hidup di Kota Görlitz yang terbelah antara Polandia dan Jerman. Pegawai sebuah perusahaan Jerman itu setiap hari melintasi perbatasan antara kedua negara.

    Mungkin karena dia mengendarai sebuah minibus berkaca gelap, Wolinski sering menjadi sasaran pemeriksaan polisi perbatasan.

    Pasalnya, kendaraan berkapasitas besar sering kali digunakan penyelundup manusia untuk memindahkan pendatang ilegal. Namun Wolinski tetap bersikukuh polisi tidak punya alasan kuat untuk memeriksanya.

    “Saya memakai mobil ini untuk keperluan pribadi. Kursi anak saja terpasang, sementara di surat dan dokumen tertera di mana mobil ini didaftarkan. Saya tidak tahu atas alasan apa polisi menduga saya menyelundupkan manusia melewatu perbatasan,” kata dia.

    Aturan khusus untuk angkutan kecil?

    Wolinski mengaku tidak mengetahui adanya aturan khusus dalam Kodex Schengen, yang mengizinkan polisi memeriksa kendaraan angkut berkapasitas kecil dengan lebih sering.

    Gugatannya mengarah pada sebuah pemeriksaan, di mana “aparat polisi tidak bisa menjelaskan atas dasar hukum apa mereka ingin menginspeksi mobil saya,” kata dia. Karena tidak puas, Wolinski melayangkan gugatan, didukung kuasa hukumnya Christoph Tometten.

    “Pemerintah Jerman harus segera menghentikan pemeriksaan di perbatasan menuju Polandia,” kata sang advokat.

    “Tidak bisa diterima, bahwa Jerman melanggar hukum Eropa secara sistematis. Kebebasan berpergian milik warga UE adalah pencapaian besar yang tidak boleh diganggu. Hal ini sudah berulangkali ditegaskan oleh Mahkamah Eropa dan sifatnya mengikat bagi pemerintah Jerman,” imbuhnya.

    Kasus Wolinski bukan kasus gugatan pertama yang dikerjakan Tometten terkait praktik pemeriksaan perbatasan oleh negara Uni Eropa.

    Portal hukum Legal Tribune Online, misalnya, menulis tentang kasus seorang warga Austria, yang menggugat pemerintah usai mengalami pemeriksaan di kereta dalam perjalanan menuju Jerman. Kasus itu pun dikawal Tometten.

    Gugatan dari warga Austria sampai ke Mahkamah Eropa di Luksemburg, yang memutuskan bahwa pemerintah Jerman tidak boleh memberlakukan atau memperpanjang pemeriksaan di perbatasan tanpa alasan jelas.

    “Kodex Schengen sudah diubah dalam beberapa tahun terakhir. Sekarang, negara anggota bisa memberlakukan pemeriksaan lebih lama, untuk dua tahun dan dalam kasus tertentu bisa diperpanjang dua kali, kata Johanna Hase dari Institut Politik Eropa di Berlin kepada DW. “Negara bisa memperpanjang aksi pemeriksaan perbatasan selama maksimal tiga tahun dengan alasan yang sama, atau tentunya dengan alasan yang baru.”

    Kembalinya antrian kendaraan

    Di Görlitz, pemeriksaan perbatasan mengembalikan masalah yang sejak lama disangka telah hilang. “Macet terjadi di jalan tol, di dalam kota dan di pintu perbatasan, kata Wolinski. Belum lagi, perasaan tidak nyaman dipelototi aparat keamanan. Semua itu seharusnya tidak lagi mendominasi kehidupan di Görlitz.

    Gugatannya secara eksplisit dialamatkan kepada “Kepolisian Federal Jerman,” yang menolak mengomentari kasus yang masih berlangsung.

    Menurut Kodex Schengen, pemeriksaan perbatasan bisa diberlakukan dalam kondisi darurat dan “bahaya yang serius,” misalnya ancaman terhadap keamanan nasional.

    Pemerintah harus menyusun argumen hukum yang kuat, serta tidak bisa memperpanjang pemeriksaan sesukanya.

    “Apakah ancamannya memang besar sehingga memaksa Jerman menggunakan instrumen terakhir yakni pemeriksaan perbatasan, semuanya masih penuh tanda tanya, kata Hase. “Saya juga penasaran bagaimana kasusnya akan berkembang.”

    Schengen dan Dublin

    Kebijakan Jerman giat memeriksa perbatasan, dikuatkan oleh Aturan Dublin yang mewajibkan agar pengungsi ditampung di negara persinggahan pertama di UE. Artinya, proses suaka menjadi urusan negara di perbatasan terluar seperti Yunani atau Italia.

    Namun faktanya, aturan ini sering dilanggar, entah lewat kelihaian sindikat penyelundupan, atau “praktik main mata” aparat di perbatasan.

    “Saya sarankan untuk mempertimbangkan investasi keamanan di tempat lain,” kata Wolinski. “Saya yakin bahwa polisi perbatasan Polandia, yang menjaga perbatasan timur kami dan juga perbatasan luar Uni Eropa, akan senang jika orang-orang yang berjaga di perbatasan mendapat dukungan.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

  • Akhir Nasib Kesya usai Cinta Satu Malam dengan Oknum TNI, Tenggak Miras Lalu Dibunuh Karena Tak Puas

    Akhir Nasib Kesya usai Cinta Satu Malam dengan Oknum TNI, Tenggak Miras Lalu Dibunuh Karena Tak Puas

    TRIBUNJATIM.COM – Pilu nasib wanita bernama Kesya Irena Yola Lestaluhu (20) yang meninggal setelah dibunuh oleh oknum TNI AL.

    Wanita itu dibunuh di Kota Sorong, Papua Barat Daya.

    Sebelumnya, ada penemuan jasad wanita tanpa busana yang ditemukan di Pantai Saoka, Distrik Maladum Mes, Kota Sorong, Minggu (12/1/2025) pagi.

    Jasad wanita itu diketahui adalah wanita bernama Kesya.

    Diketahui hubungan antara Kesya dengan oknum TNI adalah sebatas cinta satu malam.

    Kesya dibunuh karena oknum TNI tak puas.

    Kesya secara tragis tewas dibunuh oleh teman kencan satu malamnya, yakni ASWP, prajurit TNI AL berpangkat kelasi (KLS) tata usaha (TTU) yang berdinas di Koarmada III.

    Jajaran Polisi Militer Angkatan Laut (PM-AL) Lantamal XIV/Sorong pun mengungkapkan kronologi hingga motif kasus pembunuhan terhadap Kesya yang melibatkan oknum anggota TNI AL ini.

    Kepala Seksi Penyelidikan dan Kriminal (Lidkrim) PM-AL Lantamal XIV/Sorong Mayor (PM) Anton Sugiharto menjelaskan, mulanya korban dijemput di rumah oleh saksi S bersama beberapa temannya pada Minggu pukul 01.00 WIT dini hari.

    Rombongan kemudian menuju ke sebuah tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong.

    “Aantara korban dan pelaku beda rombongan, sehingga sejak awal tidak ada hubungan apa-apa. Dari keterangan saksi S, mereka masuk pukul 02.00 WIT, barulah mulai kenalan di tempat itu,” kata Anton kepada awak media pada Rabu (15/1/2025), dilansir TribunSorong.com.

    Pada pukul 03.00 WIT, teman pelaku hendak pulang sehingga korban juga ingin ikut mengantar.

    Korban lantas kembali ke THM lalu menemui saksi S dan beberapa teman-temannya di dalam.

    “Pada pukul 04.30 WIT, korban dan pelaku keluar menggunakan mobil jenis Innova hitam. Sementara lainnya gunakan kendaraan mereka masing-masing,” ungkap Anton.

    Kedua rombongan ini sempat berkumpul di Tembok Berlin area reklamasi selanjutnya menenggak minuman keras (miras).

    Saksi S kemudian mengajak koban pulang, tetapi ditolak karena hendak diantar oleh pelaku.

    “Setelah itu, pelaku dan korban menuju ke sebuah hotel dengan tujuan check in namun gagal sehingga menuju ke Saoka,” 

    “Keduanya dalam kondisi dipengaruhi minuman keras. Dalam perjalanan mereka sempat berhubungan intim,” ujar Anton.

    Pada momen inilah terjadi peristiwa tragis yang mana pelaku gelap mata setelah terjadi cekcok karena merasa belum puas.

    Pelaku sontak mengambil sangkur lalu menikam korban berkali-kali di bagian dada serta punggung yang totalnya ada 32 tusukan.

    “Kami masih mencari barang bukti sangkur yang dipakai pelaku (menikam korban, red)” sebut Anton.

    Menurut Anton, pihaknya telah mengamankan sejumlah bukti berupa pakaian korban, sarung sangkur, mobil, hingga rekaman closed circuit television (CCTV) di THM.

    Anton juga menjelaskan terkait saksi hingga saat ini yang telah diperiksa ada empat orang termasuk S, sosok teman yang jemput korban.

    “Saya tegaskan korban dan saksi masuk ke tempat hiburan tidak sama. Pelaku masuk masuk pukul 23.00 WIT, dan korban masuk pukul 01.00 WIT,” terangnya.

    Terancam Pidana dan Dipecat

    Diberitakan sebelumnya, Komandan PM-AL Lantamal XIV/Sorong Letkol (CPM) Dian Sumpena menyebut bahwa pihaknya akan menindak tegas anggotanya yang melakukan aksi pembunuhan ini.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, ASWP mengakui bahwa dia mengeksekusi korban seorang diri.

    “Dia melakukan sendiri karena pengaruh minuman keras (miras)” ujar Dian, Selasa (14/1/2025)..

    Adapun soal konsumsi miras tersebut didukung tangkapan kamera CCTV.

    Dalam rekaman CCTV, pelaku terlihat berada di sebuah tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong sebelum terjadinya peristiwa pembunuhan.

    Dian mengatakan bahwa saat ini sang oknum TNI AL sudah ditahan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

    Diungkapkannya bahwa Panglima Koarmada III juga telah memberi atensi pada kasus pembunuhan ini sekaligus memerintahkan agar pelaku hukuman berat.

    “Kalau perlu dipecat dari satuan TNI AL Koarmada III,” tegas Dian.

    Atas perbuatannya, ASWP dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunsorong.com

  • KSAL Perintahkan Puspomal Tindak Tegas Oknum Anggota TNI AL yang Bunuh Wanita Muda di Sorong – Halaman all

    KSAL Perintahkan Puspomal Tindak Tegas Oknum Anggota TNI AL yang Bunuh Wanita Muda di Sorong – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Danpuspomal Laksda TNI Samista mengungkapkan pihaknya telah melaporkan kasus pembunuhan wanita muda di Sorong, Papua barat Daya kepada Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali. 

    Menurut Samista, KSAL telah memerintahkan kepadanya dan jajaran untuk menindak tegas pelaku.

    “Berkaitan dengan kejadian yang baru-baru ini terjadi di Sorong, kami sudah menghadap dan melaporkan kejadian ini kepada Pimpinan TNI AL, Bapak KSAL. Bapak KSAL memerintahkan kepada kami untuk menindak tegas,” ungkap Samista di Mako Puspomal Jakarta pada Rabu (15/1/2025).

    “Sekali lagi dikatakan, untuk menindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.

    Samista mengatakan saat ini tersangka telah ditahan Polisi Militer TNI AL di Sorong.

    Saat ini, ungkapnya, proses pemeriksaan masih berjalan.

    Ia pun memohon waktu agar jajarannya dapat mengumpulkan barang bukti dan saksi.

    “Kemungkinan di sana akan lebih rumit. Kenapa? Karena pelakunya tunggal dan tidak ada saksi yang lain. Saksinya hanya beberapa yang terindikasi pada saat sebelum terjadi pembunuhan itu,” ungkapnya.

    “Jadi mohon waktu, tapi yakin bahwa Pimpinan TNI AL sudah memerintahkan kepada jajaran kami, khususnya polisi militer, untuk menindak tegas. Kenapa? Agar tidak terjadi lagi kepada yang lainnya. TNI AL sudah berjuang untuk membangun, jangan sampai tercoreng oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ujar dia.

    Diberitakan TribunSorong.com sebelumnya, jajaran Polisi Militer Angkatan Laut Lantamal XIV/Sorong merilis kronologi hingga motif kasus pembunuhan Kesya Irena Yola Lestaluhu (20) di Pantai Saoka, Kota Sorong, Papua Barat Daya yang melibatkan oknum anggota TNI AL.

    Kepala Seksi Penyelidikan dan Kriminal (Lidkrim) PM-AL Lantamal XIV/Sorong Mayor (PM) Anton Sugiharto mengatakan pelaku berinisial ASWP yang berpangkat kelasi satu (KLS).

    Dalam kasus tersebut, awalnya korban dijemput di rumah oleh saksi S bersama beberapa temannya pada Minggu (13/1/2025) pukul 01.00 WIT dini hari.

    Rombongan kemudian menuju ke sebuah tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong.

    “Antara korban dan pelaku beda rombongan, sehingga sejak awal tidak ada hubungan apa-apa. Dari keterangan saksi S, mereka masuk pukul 02.00 WIT, barulah mulai kenalan di tempat itu,” kata Mayor (PM) Anton Sugiharto kepada awak media pada Rabu (15/1/2025).

    Kemudian pada pukul 03.00 WIT, teman pelaku hendak pulang sehingga korban juga ingin ikut mengantar.

    Korban kemudian kembali ke THM lalu menemui saksi S dan beberapa teman-temannya di dalam.

    “Pada pukul 04.30 WIT, korban dan pelaku keluar menggunakan mobil jenis Inova hitam. Sementara lainnya gunakan kendaraan mereka masing-masing,” kata Anton.

    Kedua rombongan kemudian sempat berkumpul di Tembok Berlin area reklamasi dan menenggak minuman keras (keras).

    Saksi S kemudian mengajak koban pulang, namun ditolak karena hendak diantar oleh pelaku.

    “Setelah itu, pelaku dan korban menuju ke sebuah hotel dengan tujuan check in namun gagal sehingga menuju ke Saoka,” ungkap Anton.

    “Keduanya dalam kondisi dipengaruhi minuman keras. Dalam perjalanan mereka sempat berhubungan intim,” lanjut dia. 

    Pada momen itulah pelaku gelap mata setelah terjadi cekcok karena merasa belum puas.

    Pelaku mengambil sangkur lalu menikam korban berkali-kali di bagian dada serta punggung dengan total 32 tusukan.

    Anton membeberkan, hingga kini pihaknya telah memeriksa empat orang saksi termasuk teman yang jemput Keisya Lestaluhu berinisial S

    Pihaknya juga telah mengamankan sejumlah bukti berupa pakaian korban, sarung sangkur, mobil, hingga rekaman CCTV di THM.

    “Kami masih mencari barang bukti sangkur yang dipakai pelaku (menikam korban, red),” ucap Anton.

    Atas perbuatannya, pelaku ASWP dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana mengancam hukuman penjara paling lama 20 tahun.

  • Sosok S Rekan Oknum TNI AL yang Ditolak Kesya, Penjemput Korban Lolos dari Insiden Tragis – Halaman all

    Sosok S Rekan Oknum TNI AL yang Ditolak Kesya, Penjemput Korban Lolos dari Insiden Tragis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Di balik pembunuhan seorang wanita oleh oknum TNI AL berinisial ASWP di Sorong, tersimpan cerita sosok S.

    Sosok S menjadi saksi kejadian yang menceritakan kronologi peristiwa yang menewaskan perempuan bernama Kesya Irene Yola Lestaluhu (20), di Pantai Saoka, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Minggu (13/1/2025) dini hari.

    Demikian disampaikan oleh Kepala Seksi Penyelidikan dan Kriminal (Lidkrim) PM-AL Lantamal XIV/Sorong Mayor (PM) Anton Sugiharto, pada  Rabu (15/1/2025), dikutip dari TribunSorong.com.

    Saksi S mengaku menjemput korban bersama beberapa temannya pada pukul 01.00 WIT. 

    Mereka kemudian menuju tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong.

    Saat itu, pelaku dan korban baru berkenalan di tempat hiburan malam dan tidak memiliki hubungan apapun.

    Pelaku sebelumnya sudah ada di THM sekitar pukul 23.00 WIT.

    “Dari keterangan saksi S, mereka masuk pukul 02.00 WIT, barulah mulai kenalan di tempat itu,” kata Mayor (PM) Anton Sugiharto kepada awak media.

    Pada pukul 03.00 WIT, teman pelaku hendak pulang, sehingga korban juga ingin ikut mengantar.

    Korban kemudian kembali ke THM lalu menemui saksi S dan beberapa teman-temannya di dalam.

    Setelah pulang dari THM, pelaku dan korban keluar bersama menggunakan mobil, berpisah dengan rombongan lain.

    “Pada pukul 04.30 WIT, korban dan pelaku keluar menggunakan mobil jenis Innova hitam. Sementara lainnya gunakan kendaraan mereka masing-masing,” ucap Anton.

    Kedua rombongan sempat berkumpul di Tembok Berlin area reklamasi, lalu menenggak minuman keras (keras).

    Setelah itu, saksi S mengajak  korban pulang.

    Namun, ajakan saksi S ditolak oleh korban karena dirinya hendak diantar oleh pelaku.

    Baru setelah itu, pelaku dan korban mencoba check in ke hotel tapi gagal, lalu menuju Pantai Saoka hingga akhirnya terjadilah pembunuhan tersebut.

    Dalam kasus ini, kata Anton, pihaknya sudah memeriksa empat orang, termasuk teman yang menjemput Kesya, yakni berinisial S.

    “Saya tegaskan korban dan saksi masuk ke tempat hiburan tidak sama. Pelaku masuk pukul 23.00 WIT, dan korban masuk pukul 01.00 WIT,” katanya.

    Insiden Pembunuhan

    Awalnya, pelaku dan korban mencoba untuk check-in di sebuah hotel, tapi gagal.

    “Pelaku dan korban menuju ke sebuah hotel dengan tujuan check-in, namun gagal sehingga menuju ke Saoka,” kata Anton.

    Setelah itu, dalam kondisi dipengaruhi alkohol, keduanya disebutkan sempat berhubungan badan ketika dalam perjalanan menuju Pantai Saoka.

    “Keduanya dalam kondisi dipengaruhi minuman keras. Dalam perjalanan mereka sempat berhubungan intim,” ungkap Anton.

    Pada momen itulah, terjadi peristiwa pembunuhan tersebut.

    Karena pelaku gelap mata setelah terjadi cekcok karena merasa belum puas berhubungan intim dengan korban.

    Pelaku kemudian mengambil sangkur lalu menikam korban berkali-kali di bagian dada serta punggung.

    Total, ada 32 tusukan (sebelumnya diberitakan 27 tusukan).

    “Kami masih mencari barang bukti sangkur yang dipakai pelaku (menikam korban, red),” ujar Anton.

    Untuk barang bukti yang lain, Anton mengatakan, pihaknya telah mengamankan pakaian korban, sarung sangkur, mobil, hingga rekaman CCTV di tempat hiburan malam (THM).

    Naik ke Peradilan Militer

    Panglima Koarmada III Laksamana Muda TNI Hersan menginstruksikan PM-AL Lantamal XIV/Sorong, agar menindak oknum anggota yang membunuh Kesya itu.

    “Saya sangat sayangkan (kasus pembunuhan, red). Saya minta tegakkan aturan di kasus ini,” ujar Hersan saat menghadiri acara di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (14/1/2025), dikutip dari TribunSorong.com.

    Hersan menegaskan, selama ini pimpinan telah memberikan arahan secara tegas kepada para prajurit TNI AL.

    Jika tidak dihiraukan serta ada yang melanggar, otomatis akan dihukum berat.

    “Saya sudah sampaikan anggota tidak dibenarkan bawa pistol dan sangkur di luar penugasan resmi,” ucap Hersan.

    “Kami pastikan beri sanksi seberat-beratnya. Saya sudah meminta kasus ini secepatnya naik ke Pengadilan Militer.”

    Pangkoarmada III menyatakan, proses hukum terhadap kasus ini masih terus berjalan oleh pihak kepolisian bersama TNI AL.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSorong.com dengan judul Terungkap Kronologi dan Motif Oknum Anggota TNI AL Eksekusi Kesya Lestaluhu di Pantai Saoka Sorong

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Rifqah) (TribunSorong.com/Safwan) 

  • Sejarah Ambruknya Polisi Rahasia Jerman Timur Stasi

    Sejarah Ambruknya Polisi Rahasia Jerman Timur Stasi

    Jakarta

    Kementerian Keamanan Negara, MfS, Republik Demokratik Jerman atau DDR, yang didirikan pada tahun 1950, mendefinisikan fungsinya sebagai “perisai dan pedang partai”. Dalam praktiknya, MfS melakukan spionase, penindasan, dan sabotase, terhadap penduduk sendiri. Stasi, sebagaimana MfS dikenal secara umum, adalah instrumen represi terpenting milik Partai Persatuan Sosialis Jerman, SED.

    Meski demikian, Stasi tidak dapat mencegah jatuhnya Tembok Berlin pada tanggal 9 November 1989, yang menjadi lonceng kematian bagi lembaga polisi rahasia itu.

    Sembilan hari setelah pembukaan perbatasan, Stasi berganti nama menjadi Kantor Keamanan Nasional, AfNS. Nama baru, sistem lama — begitulah pandangan mayoritas dari 17 juta warga Jerman Timur.

    Pada tanggal 15 Januari 1990, Stasi menjadi topik utama pembahasan pada pertemuan Meja Bundar di Berlin. Dalam serangkaian pertemuan ini, perwakilan rezim lama yang dipimpin kepala pemerintahan Hans Modrow bertemu dengan aktivis hak-hak sipil untuk membahas masa depan DDR.

    Hari itu, gerakan politik Forum Baru menyerukan unjuk rasa di depan markas besar Stasi. “Bawa kapur dan batu bata!” demikian bunyi salah satu selebaran. Bata rencananya digunakan untuk menyegel gedung dinas rahasia secara simbolis, dalam apa yang disebut sebagai aksi protes “dengan imajinasi dan tanpa kekerasan.”

    “Tidak ada bahaya lagi”

    Ribuan orang mengikuti seruan tersebut, termasuk warga Berlin Timur Arno Polzin yang berusia 27 tahun- Dia mengaku tidak pernah melupakan satu detail. “Fakta bahwa Anda bisa masuk ke gedung Stasi tanpa cedera,” tanpa penjagaan, atau kontrol.

    Di area yang tertutup rapat selama puluhan tahun itu, dia melihat petugas polisi antihuru-hara berseragam di lantai atas sebuah gedung. “Mereka jelas tidak ada di sana untuk mengintimidasi atau mengusir para penyusup,” kata Polzin kepada DW.

    Pendudukan markas Stasi oleh demonstran di Berlin menjatuhkan benteng terakhir rezim komunis di Jerman Timur.

    Dua kali di kandang Stasi

    Kejatuhan polisi rahasia dimulai sekitar 300 kilometer barat daya Berlin. Di Erfurt, seniman Gabriele Sttzer dan sekelompok perempuan mengorganisir pendudukan gedung Stasi lokal pada tanggal 4 Desember 1989. Perbatasan antara Timur dan Barat sudah terbuka, tetapi mereka tidak percaya kebebasan akan datang dengan sendirinya. “Negara belum bubar,” kata Gabriele Sttzer dalam wawancara dengan DW.

    Saat itu, polisi, tentara dan agen Stasi masih bersenjata lengkap. “Ada kegelapan di DDR, yang masih menggelayut,” usai jatuhnya Tembok Berlin. Para perempuan mengumpulkan keberanian dan meminta izin masuk ke dalam gedung. Mereka menjelaskan kepada penjaga yang terkejut, “Anda telah membuat berkas tentang kami, informasi itu adalah milik kami. Kami ingin menyimpannya sekarang. Kami ingin melihat apakah Anda menghancurkannya.”

    Di mata Stasi, perempuan muda itu adalah musuh negara sejak usia dini. Kejahatannya: Pada tahun 1976, dia berdemonstrasi bersama aktivis hak-hak sipil menentang pengusiran penulis lagu Wolf Biermann. Atas perbuatannya, Gabriele Sttzer dijatuhi hukuman satu tahun di penjara perempuan Hoheneck.

    Meskipun dipermalukan, dia menolak untuk mengungsi ke Jerman Barat dan sebaliknya mencari nafkah sebagai seniman lepas di DDR. Saat itu pun, Stasi terus memantau pergerakan Gabriele Sttzer.

    Cara yang digunakan gerakan bawah tanah demi mengelabui dinas rahasia pada tahun 1989 disebutnya “cerdik” dan “luar biasa.” Pendudukan kantor Stasi di Erfurt sontak menjadi buah bibir. Sejak itu, satu per satu kota – Halle, Leipzig atau Gotha – menjadi saksi ambruknya kekuasaan polisi rahasia.

    “Mereka masuk, menginginkan berkas Stasi dan tidak ada tembakan yang dilepaskan,” kata Gabriele.

    Hanya di Berlin prosesnya memakan waktu lebih lama. Menurut Markus Meckel, bekas menteri luar negeri DDR pada tahun 1990 setelah pemilihan umum bebas pertama, penyebabnya adalah sistem negara yang tersentralisasi.

    “Di sanalah pusat kekuasaan berada, termasuk aparat represifnya.” Dan Stasi hanya dapat dilenyapkan “jika pemerintah sendiri menjadi tidak stabil dan tidak melihat jalan keluar lain.” Momen itu terjadi pada tanggal 15 Januari 1990.

    Lengsernya Hans Modrow

    Tiga hari setelah penyerbuan markas Stasi, kepala pemerintahan DDR terakhir, Hans Modrow, menyerah pada aksi jalanan. Dia memerintahkan pembubaran dinas rahasia. Membuka arsip Stasi merupakan “pencapaian hebat” dari Kamar Rakyat DDR, kata Meckel dalam wawancara dengan DW. Sebuah pencapaian “yang harus diperjuangkan melawan keinginan perwakilan pemerintah Jerman Barat”.

    Kanselir Jerman Barat Helmut Kohl lebih memilih untuk menyimpan informasi rahasia DDR dalam keadaan terkunci dan terkunci. Untuk mencegah hal tersebut, Arno Polzin dan para demonstran di Berlin menduduki benteng Stasi untuk kedua kalinya pada bulan September 1990.

    Dengan pendudukan kedua, tujuan terpenting aktivis hak-hak sipil DDR akhirnya tercapai: “Berkas saya adalah milik saya,” kata Arno Polzin, sembari menyebutkan ketakutan lain yang memotivasi demonstran: bahwa dinas rahasia Jerman Barat akan memperoleh akses ke berkas-berkas tersebut “sebelum warga DDR sempat mengetahui apa yang sedang terjadi.” Sekarang, berkas-berkas Stasi bisa diakses oleh siapa saja yang berkepentingan.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

    (ita/ita)

  • Motif Anggota TNI AL Bunuh Wanita di Sorong, Korban Alami 32 Tusukan – Halaman all

    Motif Anggota TNI AL Bunuh Wanita di Sorong, Korban Alami 32 Tusukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah update kasus pembunuhan wanita tanpa busana yang jasadnya ditemukan di Pantai Saoka, Distrik Maladumes, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Minggu (12/1/2025).

    Korban diketahui bernama Kesya Irena Yola Lestaluhu (20), warga Jalan Danau Tigi, Kelurahan Rufei, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong.

    Berdasarkan keterangan Kepala Seksi Penyelidikan dan Kriminal (Lidkrim) PM-AL Lantamal XIV/Sorong Mayor (PM), Anton Sugiharto, pelaku pembunuhan adalah anggota TNI Angkatan Laut (AL) berinisial ASWP berpangkat kelasi (KLS).

    Awalnya, korban dijemput di rumah oleh saksi S bersama beberapa temannya pada Minggu (13/1/2025) pukul 01.00 WIT.

    Rombongan lantas menuju ke sebuah tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong.

    “Antara korban dan pelaku beda rombongan, sehingga sejak awal tidak ada hubungan apa-apa.” 

    “Dari keterangan saksi S, mereka masuk pukul 02.00 WIT, barulah mulai kenalan di tempat itu,” kata Anton Sugiharto kepada awak media, Rabu (15/1/2025), dilansir Tribun Sorong.

    Pada pukul 03.00 WIT, teman pelaku hendak pulang sehingga korban juga ingin ikut mengantar.

    Korban lalu kembali ke THM, menemui saksi dan beberapa temannya di dalam.

    “Pada pukul 04.30 WIT, korban dan pelaku keluar menggunakan mobil jenis Innova hitam. Sementara lainnya gunakan kendaraan mereka masing-masing,” terang Anton.

    Kedua rombongan ini sempat berkumpul di Tembok Berlin area reklamasi dan selanjutnya mengonsumsi minuman keras (miras).

    Saksi S kemudian mengajak korban pulang, tetapi menolak karena akan diantar oleh pelaku.

    “Setelah itu, pelaku dan korban menuju ke sebuah hotel dengan tujuan check in namun gagal sehingga menuju ke Saoka.”

    “Keduanya dalam kondisi dipengaruhi minuman keras. Dalam perjalanan mereka sempat berhubungan intim,” ujarnya.

    Saat itulah terjadi peristiwa pembunuhan karena pelaku gelap mata seusai terjadi cekcok karena merasa belum puas. 

    Pelaku mengambil sangkur, lalu menikam korban berkali-kali pada bagian dada serta korban sebanyak 32 tusukan.

    “Kami masih mencari barang bukti sangkur yang dipakai pelaku (menikam korban, red),” ujar Anton.

    Ia menyebut, pihaknya sudah mengamankan sejumlah barang bukti berupa pakaian korban, sarung sangkur, mobil, sampai rekaman CCTV di THM.

    Sementara itu, saksi yang sudah diperiksa berjumlah empat orang, termasuk teman yang menjemput korban, yakni S.

    “Saya tegaskan korban dan saksi masuk ke tempat hiburan tidak sama. Pelaku masuk masuk pukul 23.00 WIT, dan korban masuk pukul 01.00 WIT,” terangnya.

    Tangis Pelaku

    Saat dihadirkan di Markas Polisi Militer (PM) AL, Lantamal XIV/Sorong, Kota Sorong, pelaku telah mengenakan baju tahanan berwarna oranye, tangan terborgol serta mengenakan sebo hitam.

    Kelasi ASWP yang berdinas di Koarmada III dibawa ke ruang VVIP Markas PM sekitar pukul 10.41 WIT, dikawal dua anggota.

    Saat ditanya oleh seorang perwira TNI AL, pelaku tampak berkaca-kaca kemudian meneteskan air mata.

    Setelah sekitar lima menit dihadapkan ke media, Kelasi ASWP pun digiring kembali ke ruang tahanan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSorong.com dengan judul: Terungkap Kronologi dan Motif Oknum Anggota TNI AL Eksekusi Kesya Lestaluhu di Pantai Saoka Sorong.

    (Tribunnews.com/Deni)(TribunSorong.com/Safwan)

  • Detik-detik Oknum Anggota TNI AL Eksekusi Kesya, ASWP Gelap Mata, Tak Puas Usai Berhubungan Badan

    Detik-detik Oknum Anggota TNI AL Eksekusi Kesya, ASWP Gelap Mata, Tak Puas Usai Berhubungan Badan

    GELORA.CO  – Kesya Irena Yola Lestaluhu (20) ditemukan tewas di Pantai Saoka, Distrik Maladum Mes, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Minggu (13/1/2025).

    Pelakunya, seorang oknum anggota TNI AL berinisial ASWP berpangkat kelasi (KLS) yang berdinas di Koarmada III.

    Detik-detik dan kronologis pembunuhan Kesya diungkap jajaran Polisi Militer Angkatan Laut (PM-AL) Lantamal XIV/Sorong.

    Kepala Seksi Penyelidikan dan Kriminal (Lidkrim) PM-AL Lantamal XIV/Sorong Mayor (PM) Anton Sugiharto mengatakan, awalnya korban dijemput oleh saksi S bersama beberapa temannya, Minggu (13/1/2025) pukul 01.00 WIT dini hari.

    Rombongan kemudian menuju ke sebuah tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong.

    “Antara korban dan pelaku beda rombongan, sehingga sejak awal tidak ada hubungan apa-apa. Dari keterangan saksi S, mereka masuk pukul 02.00 WIT, barulah mulai kenalan di tempat itu,” kata Mayor (PM) Anton Sugiharto kepada awak media, Rabu (15/1/2025).

    Pukul 03.00 WIT, teman pelaku hendak pulang sehingga korban juga ingin ikut mengantar.

    Korban kemudian kembali ke THM lalu menemui saksi S dan beberapa teman-temannya di dalam.

    “Pada pukul 04.30 WIT, korban dan pelaku keluar menggunakan mobil jenis Innova hitam. Sementara lainnya gunakan kendaraan mereka masing-masing,” ucap Anton.

    Kedua rombongan ini sempat berkumpul di Tembok Berlin area reklamasi selanjutnya menenggak minuman keras (keras).

    Saksi S kemudian mengajak koban pulang, namun ditolak karena hendak diantar oleh pelaku.

    “Setelah itu, pelaku dan korban menuju ke sebuah hotel dengan tujuan check in namun gagal sehingga menuju ke Saoka,” kata Anton.

    “Keduanya dalam kondisi dipengaruhi minuman keras. Dalam perjalanan mereka sempat berhubungan intim,” ujarnya. 

    Pada momen itulah terjadi peristiwa tragis, pelaku gelap mata setelah terjadi cekcok karena merasa belum puas.

    Pelaku lalu mengambil sangkur lalu menikam korban berkali-kali di bagian dada serta punggung yang totalnya ada 32 tusukan (sebelumnya diberitakan 27 tusukan–red).

    “Kami masih mencari barang bukti sangkur yang dipakai pelaku (menikam korban, red),” ujar Anton.

    Pihaknya telah mengamankan sejumlah bukti berupa pakaian korban, sarung sangkur, mobil, hingga rekaman CCTV di THM.

    Anton juga membeberkan, terkait saksi hingga kini yang telah diperiksa empat orang termasuk teman yang jemput Keisya Lestaluhu yakni berinisial S.

    “Saya tegaskan korban dan saksi masuk ke tempat hiburan tidak sama. Pelaku masuk masuk pukul 23.00 WIT, dan korban masuk pukul 01.00 WIT,” katanya.

    Peradilan Militer

    Panglima Koarmada III Laksamana Muda TNI Hersan menginstruksikan PM-AL Lantamal XIV/Sorong agar menindak oknum anggota yang membunuh Kesya Irena Yola Lestaluhu.

    Personel tersebut berinisial ASWP pangkat kelasi (KLS) tata usaha (TTU) yang berdinas di Koarmada III.

    “Saya sangat sayangkan (kasus pembunuhan, red). Saya minta tegakkan aturan di kasus ini,” ujar Hersan saat menghadiri acara di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (14/1/2025).

    Hersan menegaskan, selama ini pimpinan telah memberikan arahan secara tegas kepada para prajurit TNI AL.

    Jika tidak dihiraukan serta ada yang melanggar, otomatis akan dihukum berat.

    “Saya sudah sampaikan anggota tidak dibenarkan bawa pistol dan sangkur di luar penugasan resmi,” ucap Hersan.

    “Kami pastikan beri sanksi seberat-beratnya. Saya sudah meminta kasus ini secepatnya naik ke Pengadilan Militer.”

    Pangkoarmada III menyatakan, proses hukum terhadap kasus ini masih terus berjalan oleh pihak kepolisian bersama TNI AL.

    Minta Maaf

    Pangkoarmada III Laksamana Muda TNI Hersan atas nama TNI AL menyampaikan keprihatinan mendalam.

    “Atas nama institusi, saya menyampaikan permohonan maaf yang mendalam kepada keluarga korban dan masyarakat atas peristiwa ini,” kata Hersan kepada wartawan, Senin (13/1/2025) dikutip dari Kompas.com.

    Ia pun memastikan akan menegakkan keadilan bagi semua pihak, khususnya keluarga korban.

    “Kami turut berduka cita atas kejadian ini dan akan memastikan keadilan ditegakkan bagi semua pihak yang terdampak,” ujar dia.

    Hersan memastikan anggotanya yang terlibat akan diproses secara transparan, tegas, dan sesuai hukum yang berlaku.

    Menurutnya, Koarmada III sangat menjunjung tinggi prinsip keadilan dan supremasi hukum.

    Komandan PM-AL Lantamal XIV/Sorong Letkol (CPM) Dian Sumpena mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengakui mengeksekusi korban seorang diri.

    “Dia melakukan sendiri karena pengaruh minuman keras (miras),” ujarnya, Selasa (14/1/2025). 

    ASWP Dalam Pengaruh Miras

    Sebelumnya ASWP mengakui membunuh Kesya Irena Yola Lestaluhu seorang diri.

    ASWP yang berpangkat kelasi (KLS) tata usaha (TTU) itu dalam pengaruh minuman keras saat melakukan aksi pembunuhan terhadap Kesya.

    Komandan PM-AL Lantamal XIV/Sorong Letkol (CPM) Dian Sumpena mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengakui mengeksekusi korban seorang diri.

    “Dia melakukan sendiri karena pengaruh minuman keras (miras),” kata Letkol Dian Sumpena dikutip dari Tribunsorong.com, Selasa (14/1/2025).

    Menurut Letkol Dian Sumpena, dari rekaman kamera closed circuit television (CCTV) menunjukkan pelaku ASWP berada di sebuah tempat hiburan malam (THM) di Kota Sorong sebelum peristiwa pembunuhan.

    Kronologis Kesya Ditemukan Tewas

    Sebelumnya Kesya Irena Yola Lestaluhu ditemukan tewas tanpa busana di Pantai Saoka, Distrik Maladumes, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Minggu (12/1/2025) pagi.

    Korban tercatat sebagai warga Jalan Danau Tigi, Kelurahan Rufei, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong.

    Ibu korban, Amina Latale mengatakan sebelum ditemukan tewas, putrinya sempat menerima telepon dari temannya pada Sabtu (11/1/2025) malam sekira pukul 23.00 WIT.

    Setelah itu, Kesya pun pamit kepada orang tuanya untuk menemui temannya di Pantai Saoka pada Minggu (12/1/2025) dini hari sekira pukul 01.00 WIT.

    “Dia keluar rumah pada pukul 01.00 WIT,” kata Amina Latale, Minggu siang dikutip dari Tribunsorong.com.

    Amina mengaku dirinya sempat melarang putrinya keluar rumah karena hari sudah malam.

    “Saya awalnya sudah larang dia keluar, karena sebelumnya mereka juga sudah ke Suprau sore hari,” ujar Amina.

    “Saya sudah bilang, Kesya jangan jalan, ini sudah larut. Dia (korban, red) bilang saya jalan pakai mobil,” lanjut dia.

    Larangan tersebut rupanya tidak diindahkan Kesya, karena temannya tetap ingin menjemput pada malam itu.

    Korban pun duduk di depan rumah menunggu jemputan kemudian pergi ke lokasi yang telah disebutkan, yakni kawasan Pantai Saoka.

    Pagi harinya, Kesya ditemukan tidak bernyawa di sekitar Pantai Saoka

  • Waspada, Aplikasi Kebugaran Gratisan Diduga Jual Data dan Privasi Pengguna – Page 3

    Waspada, Aplikasi Kebugaran Gratisan Diduga Jual Data dan Privasi Pengguna – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sebuah penelitian yang dirilis oleh layanan VPN Surfshark mengungkap kalau 12 dari 15 aplikasi kebugaran yang populer rupanya aktif membagikan data pribadi pengguna dengan pihak ketiga. Hal ini dinilai telah melanggar privasi pengguna.

    Parahnya di antara aplikasi-aplikasi kebugaran, ada nama Strava dan Fitbit. Keduanya dituding mengumpulkan 84 persen data-data pengguna yang dianggap potensial.

    Chief Security Officer di Surfshark, Tomas Stamulis, menyebutkan, “Penelitian kami menunjukkan bahwa aplikasi gratis berbagi lebih banyak data dengan pihak ketiga, dibandingkan aplikasi berbayar, yang lebih menyoroti privasi.”

    Dikutip dari Tech Radar, Minggu (12/1/2025), aplikasi-aplikasi kebugaran yang dimaksud meliputi pelacak latihan, aplikasi latihan, dan hingga platform latihan pribadi.

    Para ahli mengambil informasi pengumpulan data untuk tiap aplikasi dari halaman App Store, pada 30 Desember 2024.

    App Store menyediakan daftar 35 titik data, yang dikategorikan ke dalam 16 kategori titik data unik. Tim kemudian mengamati kumpulan data itu berdasarkan jumlah, jenis, dan penanganan titik data yang dikumpulkan oleh setiap aplikasi.

    Surfshark mengungkap skenario yang cukup mengkhawatirkan bagi para pengguna aplikasi ini. Hasilnya, 80 persen aplikasi yang dianalisis membagikan data pelacakan pengguna dengan pihak ketiga.

    Tiga maraton utama dunia, Berlin, Chicago, New York, berlangsung di musim gugur. Cara ikut serta kalau tidak menembus kualifikasi waktu dan lotere, melalui pengumpulan dana. Mengapa para pelari memilih jalur ini? Dan apa manfaatnya bagi organisasi ya…