kab/kota: Berlin

  • Cerita di Balik Teknik Panenka Zidane di Final Piala Dunia 2006

    Cerita di Balik Teknik Panenka Zidane di Final Piala Dunia 2006

    Liputan6.com, Yogyakarta – Pada menit ketujuh final Piala Dunia 2006 di Olympiastadion Berlin menyajikan momen yang mengubah dinamika sepakbola modern. Zinedine Zidane, mega bintang timnas Prancis, mengeksekusi tendangan penalti dengan teknik Panenka yang beresiko tinggi di hadapan kiper legendaris Italia, Gianluigi Buffon.

    Keputusan menggunakan teknik panenka di partai final Piala Dunia bukanlah tindakan impulsif. Hal ini merupakan hasil analisis yang dilakukan ZIdane terhadap karakteristik lawannya.

    Mengutip dari berbagai sumber, Buffon, yang telah menghadapi Zidane berkali-kali di Serie A, memiliki data lengkap tentang kecenderungan Zidane dalam mengeksekusi penalti. Selama ini, Zidane dikenal selalu mengarahkan tendangan penaltinya ke sisi kanan penjaga gawang.

    Pemahaman ini justru menjadi katalis bagi Zidane untuk mengubah strateginya. Dalam tekanan pertandingan terpenting sepanjang sejarah sepakbola, pemain Prancis tersebut memilih untuk mengecoh Buffon, selaku kiper timnas Italia saat itu.

    Zidane mengecohnya dengan tendangan halus ke tengah gawang. Sementara kiper Italia tersebut telah bergerak ke sisi kanan.

    Eksekusi penalti tersebut memberikan keunggulan sementara bagi Prancis. Marco Materazzi kemudian menyamakan kedudukan pada menit ke-19.

    Pertandingan berlanjut hingga babak perpanjangan waktu dan berakhir dengan kemenangan Italia melalui adu penalti. Meski Prancis gagal mengangkat trofi, keputusan Zidane menggunakan teknik Panenka menunjukkan keberaniannya dalam pengambilan keputusan di lapangan.

    Teknik ini bukan sekadar keberanian. Akan tetapi, hal ini merupakan manifestasi dari analisis taktik yang terhadap perilaku lawan.

    Sayangnya pertandingan tersebut lebih dikenal dengan insiden tandukan Zidane kepada Materazzi yang berujung kartu merah. Insiden tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi terjadi pada menit ke-110 babak kedua perpanjangan waktu.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun

  • Kanselir Jerman Kecam Trump Sebut Zelensky ‘Diktator’: Salah dan Berbahaya!

    Kanselir Jerman Kecam Trump Sebut Zelensky ‘Diktator’: Salah dan Berbahaya!

    Berlin

    Kanselir Jerman Olaf Scholz mengecam Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai “diktator tanpa pemilu”. Scholz menilai komentar Trump itu “salah dan berbahaya”.

    “Yang benar adalah Volodymyr Zelensky adalah kepala negara terpilih di Ukraina,” tegas Scholz saat berbicara kepada media terkemuka Jerman, Spiegel, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025).

    Trump, dalam pernyataan via media sosial pada Rabu (19/2), menyebut Zelensky sebagai “seorang diktator tanpa pemilu”.

    “Seorang Diktator tanpa Pemilu, Zelensky sebaiknya bergerak cepat atau dia tidak akan memiliki negara yang tersisa,” tulis Trump dalam komentarnya via media sosial Truth Social.

    Masa jabatan lima tahun yang dijalani Zelensky sebagai Presiden Ukraina telah berakhir tahun lalu. Namun undang-undang yang berlaku di Ukraina tidak mewajibkan digelarnya pemilu selama masa perang.

    Ukraina berperang melawan Rusia sejak invasi militer besar-besaran dilancarkan Moskow pada Februari 2022 lalu.

    Scholz, dalam pernyataannya, mengecam segala upaya “untuk menyangkal legitimasi demokratis Presiden Zelensky”.

    “Fakta bahwa pemilu yang layak tidak dapat diselenggarakan di tengah perang, tercermin dalam konstitusi dan undang-undang pemilu Ukraina,” sebutnya.

    Kecaman juga disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, yang menyebut komentar Trump itu “absurd”.

    “Jika Anda melihat dunia nyata dibandingkan hanya melontarkan tweet, maka Anda akan mengetahui siapa di Eropa yang harus hidup dalam kondisi kediktatoran: orang-orang di Rusia, orang-orang di Belarusia,” ucap Baerbock dalam wawancara dengan televisi lokal ZDF.

    Berlin sebelumnya juga menolak klaim Trump soal Kyiv telah “memulai” pertemuan dengan Moskow. “Tidak seorangpun kecuali (Presiden Rusia Vladimir) Putin yang memulai atau menginginkan perang ini di jantung Eropa,” tegas Baerbock.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Soal #KaburAjaDulu, Menteri Imipas: Bersyukurlah Hidup di Indonesia, Semua Ada

    Soal #KaburAjaDulu, Menteri Imipas: Bersyukurlah Hidup di Indonesia, Semua Ada

    Soal #KaburAjaDulu, Menteri Imipas: Bersyukurlah Hidup di Indonesia, Semua Ada
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Menteri Imigrasi
    dan Pemasyarakatan (Imipas)
    Agus Andrianto
    mengajak masyarakat untuk bersyukur tinggal di
    Indonesia
    .
    Pernyataan tersebut disampaikan Agus saat menjawab pertanyaan awak media mengenai tagar #KaburAjaDulu yang belakangan ramai diperbincangkan di media sosial.
    Agus menilai Indonesia adalah tempat tinggal yang nyaman, di mana semua kebutuhan hidup mudah diperoleh.
    “Kayaknya kita harus bersyukurlah hidup di Indonesia ya, luar biasa ya, kita semuanya ada,” ungkap Agus, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
    Ia juga menyinggung perbedaan iklim antara Indonesia dan negara-negara lain, mengingatkan bahwa beraktivitas di negara dengan cuaca dingin tidaklah mudah.
    “Di sana (luar negeri) kalau musim dingin setengah mati, jangan coba untuk jualan di luar, bersyukurlah jadi warga Indonesia,” tambah dia.
    Diberitakan sebelumnya, tagar #KaburAjaDulu belakangan ramai diserukan warganet melalui media sosial, termasuk di X atau Twitter.
    Jika tagar #KaburAjaDulu dilihat di X, media sosial itu akan memunculkan unggahan warganet terkait kesempatan studi atau bekerja di luar negeri untuk “kabur” dari Indonesia.
    Lewat #KaburAjaDulu, warganet berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, les bahasa, serta pengalaman berkarier dan kisah hidup di luar negeri.
    Warganet meramaikan tagar #KaburAjaDulu karena ingin kabur dari tekanan pekerjaan, pendidikan, maupun masalah sehari-hari di Indonesia.
    Meski #KaburAjaDulu sekilas hanya seperti tagar biasa, kenyataannya banyak orang Indonesia yang benar-benar ingin pindah ke luar negeri.
    Seorang warganet lewat akun Threads, @yomitro, menganalisis bahwa lebih banyak pengguna tagar #KaburAjaDulu ingin pindah ke Singapura, Amsterdam, Tokyo, Berlin, dan Dubai.
    Sementara itu, diberitakan Kompas.id (4/12/2024), lebih dari 100.000 orang tercatat mengikuti acara Study and Work Abroad Festival Juli-Agustus 2024 yang memberi informasi beasiswa ke luar negeri.
    Di sisi lain, data Direktorat Jenderal Imigrasi menunjukkan, sebanyak 3.912 WNI usia 25-35 tahun memilih menjadi warga negara Singapura pada 2019 hingga 2022.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jelang Pemilu Jerman, Gereja ‘Cawe-Cawe’ Urusan Politik?

    Jelang Pemilu Jerman, Gereja ‘Cawe-Cawe’ Urusan Politik?

    Jakarta

    Pada akhir Januari, Partai Kristen Demokrat (CDU), Partai Kristen Sosialis (CSU), Partai Liberal Demokrat (FDP) dan Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) yang sebagian berhaluan ekstrem kanan- satu suara dalam voting di parlemen Jerman Bundestag soal kebijakan suaka yang jauh lebih ketat.

    Asosiasi Gereja Protestan EKD dan Konferensi Waligereja Katolik Jerman telah dengan tegas memperingatkan kecenderungan aliansi dengan partai anti imigran itu.

    Sebuah surat datang dari Prelat Anne Gidion dan Prelat Karl Jsten. Mereka mengepalai kantor penghubung gereja Protestan dan Katolik untuk politik Jerman. Jadi kata-kata mereka seharusnya cukup berbobot besar,ketika bersuara di Berlin. Meski demikian, peringatan mereka tidak digubris oleh CDU/CSU dan FDP.

    Apakah demokrasi mulai remuk?

    Menurut survei teranyar, hingga dua pertiga penduduk mendukung kebijakan suaka yang lebih ketat, tetapi pada saat bersamaan separuh responden percaya bahwa satu suara dengan Partai AfD adalah hal yang salah.

    “Kolaborasi” dengan AfD menimbulkan kemarahan besar. Gidion dan Jsten juga mengingatkan, setelah runtuhnya koalisi yang dipimpin oleh Partai Sosial Demokrat (SPD), faksi-faksi Bundestag telah sepakat untuk tidak bersekutu dengan AfD dalam pemungutan suara. “Kami khawatir demokrasi Jerman akan mengalami kerusakan besar jika janji politik ini diabaikan,” tegas duo petinggi gereja tersebut.

    Ketegangan, terutama antara gereja dan partai-partai Kristen, juga terlihat sesaat sebelum pemilu dini pada tanggal 23 Februari. Ketua CSU dan Perdana Menteri Bayern Markus Sder berspekulasi di media Redaktionsnetzwerk Deutschland (RND) bahwa surat Gidion dan Jsten tidak terkoordinasi.

    Sder, yang beragama Protestan, juga menekankan: “Kami menerima kritik, tetapi sebaliknya kami juga harus diizinkan untuk mengungkapkan pendapat – termasuk saya sebagai seorang Kristen yang taat.”

    Ketua CSU di parlemen Negara Bagian Bayern, Klaus Holetschek, bahkan lebih jelas lagi menekankan: “Dalam demokrasi, pertanyaan-pertanyaan politik sehari-hari seharusnya ada di parlemen, bukan di khotbah,” gerutunya dalam sebuah wawancara dengan harian “Augsburger Allgemeine Zeitung”.

    Kritik yang dilontarkan EKD dan Konferensi Waligereja Katolik Jerman terhadap kebijakan calon kanselir CDU/CSU, Friedrich Merz, merupakan “kesalahan kardinal”, yakni kekeliruan mendasar.

    Holetschek, seorang umat Katolik, mengatakan kepada kantor berita Evangelical Press Service (epd) bahwa dia tidak punya firasat baik jika gereja-gereja dengan jelas memihak dalam perdebatan politik yang sangat kontroversial sesaat sebelum pemilihan umum. Dia melihat “kompetensi utama” gereja dalam memberi masyarakat landasan Kristen, bukan dalam mengambil keputusan.

    Gereja menekankan perlindungan martabat manusia

    Ketua Dewan EKD Kirsten Fehrs membela kemajuan gereja-gereja dalam isu-isu utama seperti migrasi dan demokrasi. Kami memiliki posisi yang jelas mengenai hal ini, tandasnya.

    Mengenai Partai CDU dan CSU, yang namanya sudah mencerminkan pengaruh Kristen, ia merujuk pada tradisi yang sudah lama ada: “Hubungan tersebut dicirikan oleh keyakinan mendasar yang sama, misalnya seperti perlindungan martabat manusia atau pelestarian ciptaan (Tuhan),” kata Fehrs dalam sebuah konferensi pers di Berlin.

    Dalam kesempatan tersebut dijabarkan hasil riset yang dilakukan bersama dengan Diakonie Protestan mengenai suasana hati masyarakat di Jerman. Pada bulan Desember lalu, lembaga penelitian opini Forsa mensurvei 2000 responden berusia 18 tahun ke atas. Hasil survei daring itu, menurut Fehrs bikin ketar-ketir: “Kebanyakan orang di negara ini merasakan adanya perpecahan. Dan banyak yang mengurung diri dalam gelembung dunia mereka sendiri.”

    Takut terhadap kebebasan berekspresi?

    Menurut penelitian itu, konsekuensinya lumayan serius: Lebih dari separuh responden (51 persen) mengatakan mereka tidak dapat lagi mengekspresikan diri secara bebas tanpa mendapat masalah. Hampir sepertiganya (32 persen) telah menjauhkan diri dari orang lain atau bahkan memutuskan kontak karena isu kontroversial. Sementara dalam segmen survei yang disebut barometer politik kekhawatiran menunjukkan bahwa ketakutan akan meningkatnya kebencian, permusuhan, dan konflik sosial — sangatlah besar.

    Untuk menangkal meluasnya belenggu kebebasan berbicara, gereja dan Diakonie kini ingin menawarkan “ruang berkomunikasi”. Orang-orang yang memiliki pendapat yang sangat berbeda sebaiknya saling mendengarkan. Mereka yang bersimpati dengan AfD atau memilihnya juga dipersilakan bicara.

    Tidak ada toleransi tanpa batas terhadap AfD

    Namun, Presiden Dewan EKD Kirsten Fehrs skeptis terhadap perwakilan partai karena AfD mewakili posisi ekstremis sayap kanan dan nasionalis etnis. Kedua gereja Kristen tersebut telah menjauhkan diri dari partai sayap kanan tersebut dalam pernyataan publik mereka sejak tahun 2024: “Kami memiliki kesimpulan bersama untuk memperingatkan agar tidak memilih partai ekstremis sayap kanan, termasuk AfD, karena mereka mengecualikan kelompok minoritas dan membahayakan demokrasi,” tegas Fehrs saat itu.

    Sebuah inisiatif kini dirilis di internet untuk memungkinkan dialog terbuka, dengan nama Verstndigungsorte (tempat musyawarah) di situs: https://www.mi-di.de/verstaendigungsorte.

    Selain itu, enam forum dialog utama direncanakan. Acara pembukaan dialog berlangsung di Hanau pada tanggal 17 Februari, sebuah kota di sebelah timur Frankfurt am Main. Di kota itu, seorang ekstremis sayap kanan membunuh sembilan orang yang memiliki akar migran pada tahun 2020. Diskusi akan difokuskan pada pelajaran apa yang dapat dipetik dari serangan bermotif SARA ini.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Lagi Tren Gerakan #KaburAjaDulu di RI Langsung Disorot Media Asing

    Lagi Tren Gerakan #KaburAjaDulu di RI Langsung Disorot Media Asing

    Foto: Warga beraktivitas dengan latar belakang Gunung Fuji, gunung tertinggi di Jepang dengan ketinggian 3.776 meter (12.460 kaki), di Fujikawaguchiko, prefektur Yamanashi pada tanggal 31 Oktober 2024. (AFP/YUICHI YAMAZAKI)
    Warga beraktivitas dengan latar belakang Gunung Fuji, gunung tertinggi di Jepang dengan ketinggian 3.776 meter (12.460 kaki), di Fujikawaguchiko, prefektur Yamanashi pada tanggal 31 Oktober 2024. (AFP/YUICHI YAMAZAKI)

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gerakan ‘Kabur Aja Dulu’ yang viral di media sosial ternyata menjadi sorotan media asing. Fenomena ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap berbagai masalah di Indonesia yang membuat para generasi muda ingin pindah ke negara asing.

    Salah satu media asing South China Morning Post mengungkap, anak muda Indonesia menyuarakan keinginan untuk merantau melalui tagar #KaburAjaDulu di platform seperti X dan TikTok. “Kalau kamu tidak terlalu terikat dengan negara ini, pertimbangkan benar-benar untuk #KaburAjaDulu. Serius,” tulis pengguna X, Petra Novandi.

    Pengamat menilai ada berbagai alasan di balik tren ini. Pendiri Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, menyebutkan faktor ekonomi, ketidakadilan sosial, dan harapan akan masa depan yang lebih baik sebagai pemicu utama diskusi ini.

    Di media sosial, pengguna berbagi tips serta kelebihan dan kekurangan hidup di luar negeri. Pengguna X, Hafizha Anisa, misalnya, mengaku muak dengan masalah di Indonesia, tetapi tetap mencintai alam, makanan, cuaca, dan budaya negara ini.

    Seorang warga Indonesia di Jerman, Yoel Sumitro, membagikan daftar negara dengan gaji tinggi, kualitas hidup baik, serta kemudahan visa dan peluang kerja di sektor teknologi. Ia merekomendasikan Singapura, Amsterdam, Tokyo, Berlin, dan Dubai sebagai tujuan utama bagi pekerja teknologi.

    “Banyak yang bertanya langsung kepada saya bagaimana cara bekerja di luar negeri,” kata Sumitro. Pria asal Solo ini telah bekerja di Jerman, Singapura, dan AS, serta kini menjabat sebagai senior director di perusahaan di Berlin sejak 2022.

    Sumitro pertama kali tinggal di luar negeri pada 2011 saat menempuh pendidikan magister di University of Washington. Setelah lulus, ia bekerja di beberapa negara sebelum kembali ke Indonesia pada 2018.

    “Bekerja di Indonesia menyenangkan karena dekat dengan keluarga dan teman. Saya tidak memiliki keluhan karena mendapatkan fasilitas dan gaji yang baik sebagai pekerja berketerampilan tinggi,” ujarnya.

    Namun, setelah empat tahun di Indonesia, ia merasa kariernya stagnan. “Jika ingin berkembang lebih jauh, saya harus ke luar negeri. Saya ingin merasakan menjadi eksekutif dalam tim multinasional,” katanya.

    Menanggapi tren ini, Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, menyatakan kesiapan membantu anak muda memperoleh keterampilan kerja di luar negeri. “Kalau mau pergi, pastikan untuk bekerja di luar negeri. Daripada pergi tanpa arah, kami akan membantu mempersiapkan kalian,” ujarnya di kompleks parlemen Senayan.

    Menurut Yanuar Nugroho, peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura, fenomena ini bukan sekadar tren baru. Namun, motifnya kini lebih kompleks karena banyak yang merasa tidak ada harapan di Indonesia.

    “Mereka melihat kondisi politik, ekonomi, sosial, dan hukum tidak membaik. Namun, migrasi dalam jumlah besar tetap sulit karena mencari pekerjaan di luar negeri tidaklah mudah,” kata Yanuar.

    Ia menilai gerakan ini lebih bersifat simbolis dibandingkan eksodus nyata. “Banyak yang hanya ingin menunjukkan bahwa jika mereka punya uang, mereka akan pergi,” tambahnya.

    Fenomena ini juga menunjukkan kontradiksi dengan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo Subianto. Di lapangan, sentimen yang berkembang justru menunjukkan ketidakpuasan yang signifikan.

    Primawan Satrio, warga Indonesia di Korea Selatan sejak 2020, mengaku enggan kembali ke Indonesia karena kebijakan pemerintah. Ia menyoroti pemotongan anggaran pendidikan dan penelitian yang berdampak pada karier istrinya sebagai peneliti medis.

    Pemerintahan Prabowo berencana memangkas anggaran kementerian dan lembaga negara sebesar Rp306 triliun. Pemotongan ini termasuk anggaran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berkurang Rp1,4 triliun atau hampir 25 persen dari total Rp5,8 triliun.

    “Kami tidak berencana kembali karena istri saya ingin berkarier di luar negeri, baik sebagai dokter spesialis di Jepang atau Australia maupun peneliti di Korea Selatan. Tahun depan, kami mempertimbangkan mengajukan izin tinggal permanen di sini,” kata Primawan.

    Gerakan ini juga memicu kekhawatiran akan potensi brain drain. Pada 2023, terungkap bahwa hampir 4.000 warga Indonesia menerima paspor Singapura antara 2019 dan 2022.

    Namun, Sumitro di Berlin tidak melihat hal ini sebagai kerugian bagi Indonesia. “India mendapat banyak manfaat dari warganya yang bekerja di AS dan Eropa, baik melalui remitansi maupun transfer pengetahuan,” ujarnya.

    Meski masih berupa diskusi daring, Yanuar menilai pemerintah harus segera bertindak. “Pemerintah Prabowo harus memenuhi janji-janji kampanyenya, seperti membuka lapangan kerja dan menjamin kepastian hukum, agar generasi muda tidak semakin ingin pergi,” pungkasnya.

    (wur)

  • Review Hotel dan Restoran, Asli atau Palsu dan Apa Cirinya? – Halaman all

    Review Hotel dan Restoran, Asli atau Palsu dan Apa Cirinya? – Halaman all

    Pujian setinggi langit dilontarkan dalam ulasan seorang pria yang menandatangani review-nya dengan nama Dan. “Kamar-kamarnya benar seperti dalam mimpi. Luas, berperabotan keren, dan dirancang dengan baik hingga ke detailnya,” tulisnya dalam review atau ulasan Google tentang hotel The Flamingo di Timmendorfer Strand di pantai Laut Baltik, Jerman. Ia juga mengaku dibuat takjub oleh kebersihan hotel dan pemandangan yang indah.

    Tapi Anja tidak terkesan. “Kalau mau kebersihan dan kualitas, ini bukan tempat yang tepat,” tulisnya. Rambut di saluran pembuangan, debu, handuknya kotor, jamur. Hotel itu sendiri tidak mengomentari ulasan Anja.

    Kian banyak wisatawan mencari ulasan pelanggan di platform seperti Google, Booking.com, atau Tripadvisor saat memutuskan hotel atau restoran saat berlibur.

    “Peringkat dan ulasan daring sangatlah penting,” kata Tobias Warnecke, direktur pelaksana Asosiasi Hotel Jerman IHA. Di samping rekomendasi dari teman dan kenalan, ulasan jadi kriteria terpenting bagi banyak orang yang ingin liburan.

    Ulasan daring makin penting bagi konsumen

    Ulasan pelanggan juga penting bagi pelaku bisnis perhotelan, kata Warnecke. “Jika sebuah hotel tidak muncul di dua halaman pertama hasil pencarian di portal terkait, pelanggan mungkin tidak akan menemukannya,” katanya.

    Penilaian pelanggan juga membantu meningkatkan hasil pencarian hotel di platform seperti Google. Karena itu, sebagian besar pelaku bisnis perhotelan berupaya membaca dan menanggapi ulasan tersebut.

    Namun jumlah ulasan palsu terus meningkat. Menurut penyelidikan Komisi Eropa tahun 2022, sebanyak dua pertiga ulasan bisa jadi bukan ulasan asli.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Jonas Kahl, pengacara yang mengkhususkan diri dalam hukum media, menangani masalah ini setiap hari. “Karena ulasan di internet semakin penting bagi konsumen, jumlah sengketa hukum pun meningkat,” ujar Kahl.

    Spektrum konfliknya berkisar dari ulasan positif yang dibayar oleh perusahaan, ulasan negatif dari pelanggan yang ingin memeras perusahaan tertentu, hingga ulasan palsu yang dipakai perusahaan untuk merugikan saingan mereka.

    Hati-hati bila terlalu banyak ulasan positif

    Sekilas, ulasan sulit palsu dikenali. Menurut perusahaan Jerman Trusted Shops, yang memiliki sistem pemeringkatan sendiri dan memberi sertifikasi ke perusahaan daring, pelanggan harus waspada jika hanya melihat ulasan positif dari suatu layanan atau perusahaan.

    Ulasan berbayar sering kentara dari buruknya gaya penulisan, karena banyak yang dibuat dengan alat penerjemahan otomatis. Indikasi lain adalah jika jumlah ulasan tiba-tiba meroket pada tanggal tertentu. Hati-hati juga dengan ulasan anonim.

    Memang, tidak mudah mengenali ulasan palsu karena ada banyak perusahaan di internet yang menawarkan layanan ulasan berbayar. Pakar hukum seperti Kahl sangat menyarankan perusahaan untuk tidak menggunakannya. Itu jelas tidak mendukung adanya persaingan sehat, katanya.

    Platform perjalanan melawan ulasan palsu

    Gara-gara membanjirnya ulasan palsu, tekanan pada platform pemesanan juga meningkat. Uni Eropa telah mengharuskan perusahaan untuk setidaknya menunjukkan apakah mereka telah memeriksa keaslian komentar dan ulasan.

    Banyak industri juga makin sadar bahwa ulasan palsu bisa mempertanyakan kredibilitas dan model bisnis mereka. Maka pada tahun 2023, platform perjalanan terbesar Booking.com, TripaAdvisor, dan Expedia, yang bergerak di bidang perhotelan, penelitian, dan layanan pelanggan, membentuk Coalition for Trusted Reviews. Kelompok ini berkomitmen memastikan konsumen dapat memercayai ulasan yang dibaca.

    Tahun 2023, TripAdvisor melaporkan, mencatat rekor dengan memblokir 2 juta ulasan menyesatkan dari situsnya. Ulasan juga tidak segera dipublikasikan, tetapi disaring dulu oleh sistem otomatis dan, jika perlu, oleh tim moderator. Menurut Tripadvisor, moderator konten bertugas 24 jam sehari, tujuh hari seminggu dan bekerja dalam 28 bahasa untuk memeriksa apa pun yang dipertanyakan oleh sistem otomatis.

    Booking.com mengatakan bahwa hanya pelanggan yang benar-benar memesan akomodasi lewat platform tersebut yang dapat memberi ulasan. Di sisi lain, Google menjelaskan bahwa ulasan tidak diperiksa keasliannya sebelum dipublikasikan, tapi Google punya sistem deteksi spam otomatis untuk menyingkirkan kemungkinan ulasan palsu. Perusahaan tersebut juga mendorong bisnis untuk melaporkan ulasan yang melanggar kebijakan Google dan mungkin palsu.

    Namun, para advokat konsumen mengatakan peraturan saat ini belum cukup. “Dengan cara yang dipublikasikan saat ini, ulasan daring tidak terlalu membantu konsumen,” kata Stefanie Grunert, yang sehari-hari berurusan dengan hukum dan perdagangan di Asosiasi Federal Organisasi Konsumen di Berlin, Jerman.

    Grunert menyarankan dibuatnya seperangkat aturan yang jelas dan seragam, karena saat ini masih”ada banyak yang membingungkan” konsumen, ujarnya.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

  • Apa yang Spesial di Berlinale 2025? – Halaman all

    Apa yang Spesial di Berlinale 2025? – Halaman all

    Festival Film Internasional Berlinale ke-75 berlangsung dari tanggal 13 hingga 23 Februari 2025 dengan menampilkan hampir 250 film. Festival dimulai pada hari Kamis dengan pemutaran perdana “The Light”, karya Tom Tykwer. Sineas Jerman di balik film “Run Lola Run” (1998) dan serial “Babylon Berlin” ini kembali dengan film drama yang dibintangi oleh Lars Eidinger dan Nicolette Krebitz. Film ini menggambarkan sebuah keluarga kelas menengah yang kehidupannya berubah setelah seorang pembantu rumah tangga dari Suriah memasuki kehidupan mereka.

    Dalam acara pembukaan, aktris Inggris, Tilda Swinton, menerima penghargaan Honorary Golden Bear, penghargaan Beruang Emas Kehormatan tersebut diberikan untuk dedikasi dan pengabdian seumur hidup aktris tersebut di industri perfilman. Aktris asal Skotlandia ini rutin menghadiri Berlinale selama bertahun-tahun, baik sebagai ketua juri di tahun 2009 maupun mendampingi film-filmnya. Sejauh ini 26 filmnya telah ditayangkan pada festival film tersebut.

    Edward Berger akan menyampaikan pidato pada malam penghargaan tersebut. Sutradara yang dinominasikan Oscar untuk film “Conclave” dan “All Quiet on the Western Front” itu kini sedang menggarap film produksi Netflix yang dibintangi oleh Swinton, berjudul “The Ballad of a Small Player.”

    Juri internasional juga akan diperkenalkan pada upacara pembukaan Berlinale. Sutradara Amerika Serikat, Todd Haynes (Film “Carol,” “I’m Not There”) akan menjadi ketua juri internasional.

    Rekan-rekan juri adalah artis Cina, Fan Bingbing, sutradara dan aktor Jerman, Maria Schrader, sutradara Maroko-Prancis, Nabil Ayouch, desainer kostum Jerman Bina Daigeler, sutradara Argentina, Rodrigo Moreno, serta kritikus film dan pembawa acara podcast AS, Amy Nicholson.

    Tujuh anggota juri akan memilih pemenang Beruang Emas dan Perak tahun ini, yang penganugrahannya akan dilakukan pada tanggal 22 Februari.

    Sorotan kompetisi

    Keseluruhan program menampilkan hampir 250 film yang terbagi dalam beberapa kategori. Kompetisi utama Berlinale terdiri dari 19 karya film, yang mewakili 26 negara.

    ‘Mantan’ Pemenang Berlinale 2021 kembali mengikuti kompetisi adalah sineas Rumania, Radu Jude, yang mempersembahkan “Kontinental ’25.” Empat tahun lalu, Radu Jude memenangkan Beruang Emas melalui film “Bad Luck Banging atau Loony Porn.” Sutradara Korea, Hong Sang-soo, yang telah mengoleksi beberapa penghargaan Silver Bears beberapa tahun terakhir, kembali dengan film “What Does that Nature Say to You.”

    Dua film Tiongkok, “Girls on Wire,” yang disutradarai oleh Vivian Qu, dan ‘Living the Land,’ yang disutradarai oleh Huo Meng membuat debut dunia mereka lewat kompetisi ini.

    Ada juga produksi film bersama antar negara Jerman, Kanada, Italia, Palestina, Qatar, Yordania dan Arab Saudi – yakni film “Yunan” karya Ameer Fakher Eldin dan dibintangi oleh komedian Lebanon, Georges Khabbaz, dan aktris legendaris Jerman, Hanna Schygulla, yang terkenal dengan filmnya bersama sutradara Rainer Werner Fassbinder.

    Hanya ada satu film dokumenter dalam kompetisi utama, “Timestamp,” karya Kateryna Gornostai. Film ini memberikan wawasan tentang kehidupan sekolah di Ukraina setelah invasi Rusia ke negara tersebut.

    Bintang film yang akan menghadiri di festival ini

    Film-film kompetisi akan menghadirkan para selebriti di Berlin: “Blue Moon” karya Richard Linklater, yang dibintangi oleh Ethan Hawke, Margaret Qualley, dan Andrew Scott. Sineas Amerika Serikat ini pernah memenangkan penghargaan Silver Bear untuk sutradara terbaik untuk film “Before Sunrise” (1995) dan “Boyhood” (2014).

    “If I Had Legs I’d Kick You,” karya Mary Bronstein, dibintangi oleh Rose Byrne dan A$AP Rocky. “The Ice Tower,” yang disutradarai oleh Lucile Hadzihalilovic, menampilkan bintang Prancis Marion Cotillard. Sebagai pemeran utama dalam film “Dreams” karya Michel Franco, aktris Jessica Chastain juga akan hadir di Berlin.

    Berlinale Special adalah bagian dari festival ini yang menyorot para selebritas dalam perayaan dengan menggelar karpet merah. Bong Joon Ho, pembuat film “Parasite” yang meraih penghargaan, akan hadir di Berlin untuk pemutaran perdana film fiksi ilmiah terbarunya, “Mickey 17”, yang dibintangi oleh Robert Pattinson.

    Timothee Chalamet juga dijadwalkan akan hadir di Berlinale untuk debut film “A Complete Unknown,” di mana ia berperan sebagai Bob Dylan.

    Festival ini juga akan menyambut bintang “Euphoria”, Jacob Elordi, yang akan menemani serial TV Justin Kurzel, “The Narrow Road to the Deep North.”

    Dan tak ketinggalan, aktor Inggris, pemeran Doctor Strange, Benedict Cumberbatch, juga akan hadir di Berlin untuk pemutaran perdana “The Thing with Feathers” di Eropa.

    Adakah film Indonesia?

    Tahun ini terdapat empat film Indonesia yang ditampilkan di Berlinale. Untuk Kategori Penonton Muda atau Generation Kplus, terdapat film Little Rebel Cinema Club garapan Sutradara Khozy Rizal. Khozy Rizal memulai debutnya di dunia perfilman Indonesia lewat Film Makassar is a City for Footballl Fans di tahun 2021.

    Untuk Kategori Berlinale Shorts, yaitu film pendek yang akan ditampilkan, terdapat dua film dari Indonesia. Film bergenre horror Sammi, Who Can Detach His Body Parts karya Rein Maychaelson yang dibintangi Mai Djenar Maisa Ayu dan Jefri Nichol, serta film garapan Timoteus Anggawan Kusno, berjudul After Colossus, kisah fiksi mistis di era Reformasi.

    Selain itu tak ketinggalan untuk kategori Forum Expanded, dimana dalam kategori ini para pembuat film melakukan ekplorasi terhadap medium film itu sendiri. Film Mirage:Eigenstate karya Riar Rizaldi, mengeksplorasi ragam interpretasi tentang realitas melalui interpretasi mistis sufi monorealisme, hingga teori mekanika kuantum.

    Masih merupakan festival politik

    Di luar acara karpet merah yang mewah, festival ini juga menyoroti berbagai peristiwa terkini dan bersejarah.

    Dengan festival film yang berlangsung 80 tahun setelah pembebasan Auschwitz, pemutaran film monumental “Shoah” (1985) karya Claude Lanzmann menjadi bagian dari program khusus. Selain itu ada film dokumenter baru yang mengulas kembali karya terobosan representasi Holocaust dalam sinema, berjudul “All I Had was Nothingness”, karya Guillaume Ribot.

    “Teman-teman yang Tak Diinginkan: Bagian I – Udara Terakhir di Moskow” adalah film dokumenter tentang para intelektual yang diusir ke pengasingan di bawah rezim Rusia saat ini. “Das Deutsche Volk” mengulas kembali penembakan rasis di Hanau pada tahun 2020. Dan “A Letter to David” adalah sebuah surat sinematik untuk sandera Hamas, David Cunio, yang masih ditahan di Gaza.

    Tantangan yang ‘menyenangkan’ dan debut direktur Tricia Tuttle

    Dibandingkan dengan Cannes dan Venesia, Berlin selalu dianggap sebagai festival film yang paling politis di Eropa.

    “Orang-orang sering bertanya kepada kami apakah kami adalah festival yang politis. Dan ya, meskipun saya akan mengatakan bahwa kami adalah festival sosial, politik ada dalam DNA kami. […] Berlin adalah kota yang sarat dengan sejarah. Kami tidak menghindar dari hal ini,” kata direktur festival, Tricia Tuttle, menjelang acara tahun ini. Ini adalah edisi pertama Berlinale di bawah kepemimpinan Tuttle.

    Tahun lalu, kritik terhadap politik Israel selama acara penghargaan – khususnya oleh sutradara Israel dan Palestina dalam film dokumenter “No Other Land” – menimbulkan tuduhan antisemitisme dari beberapa politisi Jerman.

    Dengan festival yang sebagian besar didanai oleh publik, Tuttle kini menghadapi tantangan untuk memenuhi persyaratan anggota parlemen Jerman, sambil tetap mengizinkan para seniman untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas.

    Kurator kelahiran AS ini pada presentasi Berlinale mengatakan, “banyak pembuat film dari negara-negara Arab yang telah mendekati kami selama beberapa minggu terakhir, hanya untuk memastikan bahwa festival ini merupakan ruang untuk dialog dan wacana yang terbuka.”

    “Jujur saja, ini adalah sebuah tantangan. Tahun ini benar-benar menantang. Setiap festival selalu menantang. Kita hidup di dunia yang sangat terpecah belah dan terbagi-bagi dan [di mana] wacana tidak selalu ramah dan terbuka,” ujarnya, sambil menambahkan, proses penyusunan program bersama tim festival ”sangat menggembirakan dan menyenangkan, serta merupakan suatu keistimewaan tersendiri.”

    Di luar perdebatan politik, salah satu misi Tuttle adalah merevitalisasi festival Berlin melalui program yang modern dan menyegarkan.

    Salah satu contoh perubahan yang telah dipelopori oleh Tuttle untuk mencapai tujuan ini adalah dengan memperkenalkan sebuah program baru yang kompetitif, yang disebut Perspectives. Ini secara eksklusif akan menampilkan debut film panjang demi menyediakan “platform yang lebih menonjol bagi para pembuat film baru,” katanya. Salah satu karya yang berkompetisi akan memenangkan penghargaan Best First Feature Award, yang akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar €50.000, atau setara 851 juta rupiah.

    Diharapkan dalam perjalanannya, para penggemar film akan menemukan kisah baru yang ingin mereka ikuti di tahun-tahun mendatang.

    Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

  • Film Garapan MAXStream Studios Siap Tayang di Festival Film Berlin 2025

    Film Garapan MAXStream Studios Siap Tayang di Festival Film Berlin 2025

    Jakarta

    Telkomsel melalui MAXStream Studios mengumumkan film pendek Little Rebels Cinema Club yang disutradarai Khozy Rizal. Film ini terpilih untuk tayang perdana secara internasional sekaligus berkompetisi di ajang Festival Film Internasional Berlin 2025.

    Film berdurasi 17 menit ini merupakan salah satu produk hasil program Secinta Itu Sama Sinema (SISS) yang digagas oleh MAXStream Studios.

    “Telkomsel melalui MAXStream Studios terus berkomitmen untuk mendukung perkembangan ekosistem perfilman yang inklusif dan berkelanjutan. Terpilihnya Little Rebels Cinema Club di festival film bergengsi ini merupakan peluang untuk memperkenalkan kreativitas sineas muda Indonesia ke audiens global,” ujar Vice President Digital Lifestyle Telkomsel & Produser Eksekutif Film Little Rebels Cinema Club, Lesley Simpson dalam keterangan tertulis, Kamis (13/2/2025).

    Lesley menerangkan keberhasilan ini sekaligus menunjukkan komitmen Telkomsel sebagai perusahaan telekomunikasi pertama di Indonesia yang berkomitmen mendukung industri perfilman nasional ke kancah panggung internasional. Selain itu pihaknya membuka semua peluang dalam menciptakan ekosistem perfilman yang inklusif dan berkelanjutan bagi sineas muda Indonesia.

    Berlatar di tahun 2008, film ini menceritakan kisah Doddy, seorang bocah 14 tahun yang mereplikasi adegan film zombie bersama sahabatnya menggunakan handycam milik kakaknya, Anji, seorang remaja dengan emosi yang kompleks. Melihat Little Rebels Cinema Club yang sebelumnya telah berhasil tayang di JAFF 2024 dan akan tayang perdana internasional di Festival Film Internasional Berlin 2025, hal ini menjadi bentuk kontribusi nyata MAXStream Studios dalam mendukung karya lokal untuk bersaing di tingkat internasional.

    Populer dengan sebutan Berlinale, Festival Film Internasional Berlin adalah salah satu festival film bergengsi di dunia dan berlangsung setiap tahun di Berlin, Jerman. Penyelenggaraan Festival yang ke-75 kali ini diadakan pada 13-23 Februari 2025 dan terdiri dari beberapa kategori.

    Salah satu kategori perlombaan pada Berlinale 2025 adalah Generation Kplus yang terdiri dari 10 film pendek bertemakan anak, termasuk Little Rebels Cinema Club dari Indonesia. Perlombaan pada kategori ini memiliki juri khusus yang berusia seumuran dengan target audiens, dengan rentang umur 11-14 tahun, sehingga memberikan perspektif segar dan relevan terhadap cerita yang ditampilkan.

    Sutradara Film Little Rebels Cinema Club, Khozy Rizal mengungkapkan pihaknya mengapresiasi MAXStream Studios yang telah mendukung film Little Rebels Cinema Club hingga dapat berlaga di festival film internasional terkemuka. Film ini mencerminkan perjuangan tokoh protagonis cilik dalam menghadapi tantangan kehidupan.

    “Meski menunjukkan realita kehidupan yang berat, Little Rebels Cinema Club mencoba membungkus alurnya dengan penuh kehangatan sehingga penonton dapat memaknai kehidupan dengan harapan dan cinta. Kami optimis dewan juri akan terpikat oleh pengalaman audio-visual yang menyentuh dan bermakna ini,” kata Khozy.

    MAXStream Studios sendiri merupakan rumah produksi yang telah melahirkan film dan serial dengan platform penayangan utama pada MAXstream, IndiHomeTV (Channel AllPlay Entertainment, AllPlay Sports, Fun Planet) & MyTelkomsel. MAXStream Studios telah memproduksi sebanyak 130 judul konten film dan series yang dapat dinikmati di berbagai kanal penayangan, mulai dari bioskop, platform Over-the-Top (OTT), hingga Free-to-Air (FTA). Informasi lengkap mengenai Festival Film Internasional Berlin 2025 dapat diakses di berlinale.de, dan terkait MAXStreamStudios dapat diakses pada akun media sosial @maxstream.tv serta website maxstream.tv.

    (prf/ega)

  • Scholz dan Merz Saling Serang dalam Debat Pertama Calon Kanselir Jerman

    Scholz dan Merz Saling Serang dalam Debat Pertama Calon Kanselir Jerman

    Jakarta

    Politik dalam negeri Jerman mendominasi duel TV pertama antara Olaf Scholz dan Friedrich Merz, Minggu (9/2). Pertukaran kedua calon kanselir Jerman itu sempat diselingi sejumlah isu internasional, beberapa menit tentang perang Ukraina dan Presiden AS Donald Trump.

    Selama 90 menit, Scholz dari Partai Sosialdemokrat, SPD, dan Merz, kandidat dari partai konservatif Uni Kristen Demokrat, CDU, saling beradu gagasan bagaimana mengatasi masalah terbesar, kelesuan ekonomi, pertahanan dan arus migrasi.

    Sentimen publik sedang tidak berpihak kepada petahana dan partai SPD. Kendati hari pencoblosan pada tanggal 23 Februari sudah dekat, dukungan bagi SPD enggan beranjak dari kisaran 15%, menurut sejumlah jajak pendapat teranyar.

    Padahal, Scholz memenangkan pemilu legislatif terakhir pada September 2021 dengan lebih dari 25 persen suara. Pemilu kali ini sebabnya menjadi ujian bagi masa depannya di SPD. Jika, sebagaimana yang diprediksi, Friedrich Merz memenangkan kekanseliran, Scholz dipastikan bakal pensiun dini.

    Momentum bagi partai konservatif

    Koalisi konservatif CDU/CSU saat ini memimpin dalam jajak pendapat dengan sekitar 30 persen. Dukungan tidak menyusut setelah CDU turut mengandalkan suara partai radikal kanan demi mengetatkan kebijakan keimigrasian yang akhirnya gagal di parlemen. Buntutnya, ratusan ribu orang berdemonstrasi di depan kantor CDU di Berlin, di München jumlah demonstran bahkan berkisar 250.000 orang.

    SPD dan Scholz menuduh Merz melakukan “pelanggaran tabu,” dan “ingkar janji,” karena pernah bersumpah tidak akan bekerja sama dengan partai ekstremis Alternatif untuk Jerman, AfD. Di Jerman, sikap tersebut sudah menjadi konsensus umum di antara partai-partai moderat di parlemen.

    “Kami mendengar dari Merz tahun lalu bahwa tidak akan ada kerja sama dengan AfD – dan sekarang sudah ada.” Menurutnya, kini tidak lagi bisa dipastikan, apakah Merz akan teguh memegang janjinya tersebut, kata Scholz dalam debat TV akhir pekan kemarin.

    Merz bantah ingkar

    Dalam pertukaran tersebut, Merz kembali menegaskan betapa realita politik tidak mengizinkan adanya kerja sama dengan AfD. “Kita sangat berbeda dalam berbagai isu, terutama yang menyangkut Eropa, NATO, mata uang euro, Rusia, Amerika – tidak ada titik temu antara AfD dan CDU, dalam koalisi apa pun, dalam level toleransi apa pun.”

    Namun titik temu tersebut muncul dalam pengetatan kebijakan keimigrasian yang dikampanyekan Merz. Menurut program CDU, Jerman harus kembali mengontrol dan mengusir pengungsi di perbatasan. Bagi Scholz, kedua kebijakan tidak hanya melanggar hukum Eropa, tapi juga berpeluang tipis untuk bisa diloloskan.

    “Saya tidak tahu bagaimana seseorang bisa sangat bodoh. Kebijakan ini mengancam semua yang telah diupayakan Jerman dalam mereformasi sistem suaka di Uni Eropa, dan semua itu untuk sebuah kebijakan, yang bisa dipastikan akan ditolak Mahkamah Eropa dan pengadilan administrasi,” kata dia.

    Merz menjawab bahwa pengusiran pencari suaka dimungkinkan oleh konstitusi. “Kami memperoleh dukungan yang sangat kuat dari masyarakat terhadap kebijakan ini. Hasil jajak pendapat juga menunjukkan peningkatan. Jadi, ini tidak mungkin sepenuhnya salah.” Bahkan, “kami mendapat ratusan anggota baru” di CDU, kilahnya.

    Serangan personal

    Scholz dan Merz tidak pernah menyukai satu sama lain, atau berhemat kata pedas ketika melayangkan kritik. “Anda tidak mampu,” pekik Merz dalam berbagai pidato di parlemen. Penampilan kanselir dianggapnya “memalukan,” dan betapa Scholz tidak lebih dari sekedar “makelar kekuasaan.”

    Scholz sebaliknya membalas dengan menyebut Merz dengan sebutan “Fritze”, singkatan nama Friedrich yang juga berarti “seorang tukang,” yang gemar menceritakan “omong kosong,” tukasnya dalam dialek Jerman Utara.

    Ketika ditanya, bagaimana rivalitas kedua figur akan berdampak pada perundingan koalisi paskapemilu, Merz mengatakan, “Saya tidak merasa terhina dengan ucapan kanselir, saya beranggapan begitu pula sebaliknya, bahwa dia tidak menganggap personal apa yang saya katakan.”

    “Saya yakin, sudah lazim dalam demokrasi bahwa kami saling berdebat,” kata Scholz.

    Ramai isu Domestik

    Kedua partai terutama terbelah soal rem utang bagi pemerintah, yang tertanam di dalam konstitusi demi mencegah belanja berlebihan demi kepentingan politik satu golongan. SPD ingin melonggarkan batasan utang demi membiayai investasi masa depan, terutama modernisasi militer yang kian genting. Pandangan serupa dikampanyekan Partai Hijau.

    CDU dan Partai Liberal Demokrat, FDP, menolak penambahan utang baru, dan sebaliknya menjanjikan dana tambahan investasi dan belanja militer lewat pertumbuhan ekonomi dan pengetatan anggaran sosial. Menurut Merz, jika pemerintah berhasil mendorong 400.000 pengangguran untuk kembali bekerja, negara akan berhemat enam miliar Euro.

    Salah satu cara yang digagas CDU adalah dengan menyusun mekanisme sanksi bagi penerima bantuan negara yang menolak bekerja.

    Wara-wiri koalisi

    Dua pekan jelang pencoblosan, Merz yang merupakan calon favorit, sudah harus menjawab pertanyaan wartawan seputar pembentukan koalisi. Tanpa AfD, CDU hanya memiliki FDP di spektrum kanan, yang sejauh ini belum berhasil melampaui ambang batas lima persen.

    Merz sebabnya tidak menutup kemungkinan berkoalisi dengan kedua partai kiri-tengah, SPD dan Partai Hijau. Dia menyaratkan, koalisi pemerintah di masa depan harus mampu menghasilkan kebijakan politik yang mencegah menguatnya AfD, yang berarti pengetatan kebijakan kemigrasian.

    “Siapapun yang ingin memerintah bersama kami, harus mau bergerak dan berkompromi,” kata dia. “Setelah tanggal 23 Februari nanti, kita harus bisa saling berdialog secara bijak dan mencari solusi atas masalah di Jerman. Jika kita berhasil, maka saya akan sangat puas,” imbuhnya setelah acara debat.

    Siapa pemenang duel?

    Survei yang dilakukan setelah acara debat di televisi menempatkan Olaf Scholz sebagai pemenang duel dengan dukungan 37 persen, sementara 34 persen memilih Friedrich Merz. Adapun sebanyak 29 persen responden tidak melihat perbedaan.

    Keduanya mengaku puas atas hasil debat televisi, yang menurut Merz merupakan “pelajaran bagi demokrasi.” Bagi Scholz, demokrasi berarti bertukar pandangan pada posisi yang berbeda dan saya pikir saya mampu mengemukakan beberapa poin yang sangat bagus.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemiliknya Misterius, Mobil Parkir Setahun di Bandara Kena Tarif Rp 3,3 Miliar

    Pemiliknya Misterius, Mobil Parkir Setahun di Bandara Kena Tarif Rp 3,3 Miliar

    Jakarta

    Sebuah mobil Volkswagen Golf TDI menjadi viral lantaran kena tarif parkir tembus miliaran rupiah. Mobil itu terparkir sudah lebih dari 365 hari di luar Bandara Berlin, Jerman.

    Dikutip dari Carscoops, Minggu (9/2/2025) sejatinya tempat parkir ini gratis untuk 10 menit pertama, tetapi setiap jam tambahan dikenakan biaya €23 (Rp 386 ribu), ditambah biaya harian sebesar €552 (Rp 9,2 juta).

    Selama 365 hari, itu berjumlah biaya parkir yang benar-benar gila lebih dari €200.000 (Rp 3,3 miliaran).

    Harganya jadi lebih mahal 6 kali Golf di pasar mobil bekas.

    Identitas pemilik mobil itu belum ditemukan. Pun bagaimana motif mobil bisa diparkir lebih dari setahun di bandara.

    Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana denda parkir yang belum dibayar.

    APCOA Deutschland GmbH, perusahaan yang bertanggung jawab untuk mengelola fasilitas parkir saat ini berhubungan erat dengan otoritas terkait dan pemilik tempat parkir untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    Salah satu dugaan sementara mobil tersebut pernah dicuri lalu parkir di dekat Bandara Berlin.

    Sementara itu, polisi sedang menyelidiki apakah mobil itu dicuri. Departemen Kepolisian Hannover belum mengkonfirmasi apakah kendaraan tersebut dilaporkan hilang atau dari mana asalnya. Polisi Federal Berlin, yang bertanggung jawab atas keamanan bandara, juga menyatakan bahwa mereka tidak memiliki laporan tentang mobil tersebut.

    Perwakilan APCOA mengatakan bahwa penegakan hukum bergantung pada identifikasi pemilik kendaraan dan menentukan apakah mereka memiliki kemampuan keuangan untuk menyelesaikan hutang. Sampai saat itu, meteran parkir akan terus berjalan, menjadikan Volkswagen ini salah satu mobil termahal yang diparkir dalam sejarah.

    (riar/lua)