kab/kota: Berlin

  • Analisis DNA Ungkap Fakta Kesehatan Hitler

    Analisis DNA Ungkap Fakta Kesehatan Hitler

    Jakarta

    80 tahun setelah kematian Adolf Hitler, sebuah dokumenter baru dari stasiun televisi publik Inggris Channel 4 mengklaim mengungkap fakta medis tentang diktator tersebut. “Hitler’s DNA: Blueprint of a Dictator” juga berusaha menjelaskan perilakunya lewat analisis genetik. Namun, dari sudut pandang ilmiah, klaim ini sangat diragukan.

    Sindrom Kallmann, kelainan langka sang diktator

    Berdasarkan hasil analisis DNA, Hitler menderita sindrom Kallmann, kelainan genetik langka yang menyebabkan produksi hormon seks rendah. Dampaknya pubertas terhambat atau tertunda, kadar testosteron rendah, indra penciuman lemah (anosmia), testis tidak turun ke kantung zakar, dan kemungkinan memiliki ukuran penis sangat kecil atau kelainan genital lainnya.

    Tentara Inggris sudah mengejek kondisi fisik Hitler sejak 1939 lewat lagu satir “Hitler Has Only Got One Ball.” Temuan DNA ini sejalan dengan catatan medis Hitler di Penjara Landsberg, tempat ia dipenjara pada 1924 setelah percobaan kudeta pemerintahan yang gagal. Saat itu, dokter penjara mendiagnosis “kriptorkidisme sisi kanan,” artinya testis kanan Hitler tidak turun.

    Dokter pribadi Hitler, Theodor Morell, juga diketahui secara rutin memberikan suntikan testosteron sejak 1944. Hal ini turut mendukung teori sindrom Kallmann.

    Risiko gangguan mental dalam DNA Hitler

    Dokumenter yang akan tayang akhir bulan November ini juga menyebut DNA Hitler menunjukkan kemungkinan tinggi ADHD, perilaku autistik, skizofrenia, dan kecenderungan antisosial.

    Ada beberapa sumber yang bisa diverifikasi dan pengamatan saksi sezaman yang menunjukkan “ketidakstabilan mental” Hitler. Dalam buku rilisan tahun 2013 berjudul “A First-Rate Madness: Uncovering the Links Between Leadership and Mental Illness”, psikiater keturunan Iran-Amerika Nassir Ghaemi yang juga profesor psikiatri di Tufts University School of Medicine dan pengajar psikiatri di Harvard Medical School, meneliti ketidakstabilan mental pada pemimpin sejarah, mulai dari Abraham Lincoln hingga musuh Hitler asal Inggris, Winston Churchill. Hitler menjadi satu-satunya contoh negatif.

    Ghaemi menilai temuan DNA ini “ilmiah” dan meyakini bahwa Hitler menderita manik depresi. “Sifat manik meningkatkan kreativitas dan ketahanan, sementara gejala depresi meningkatkan empati dan realisme. Semua itu adalah kekuatan bagi seorang pemimpin. Keterampilan kepemimpinan ini bisa digunakan dalam orientasi politik apa pun, baik otokratis seperti Hitler maupun demokratis seperti Churchill,” kata Ghaemi, yang tidak terlibat dalam pembuatan dokumenter tersebut, kepada DW.

    Ghaemi menambahkan bahwa kemungkinan Hitler menderita sindrom Kallmann bisa menjelaskan mengapa ia tampak tidak memiliki libido tinggi, berbeda dengan kebanyakan orang dengan sifat manik, meskipun ia menunjukkan banyak ciri manik lainnya seperti bicara banyak, energi fisik tinggi, kebutuhan tidur rendah, dan harga diri yang tinggi. Namun, semua hal ini hanya bersifat indikasi, bukan bukti.

    Interpretasi hubungan antara genetik dan perilaku yang dipertanyakan

    Meskipun penilaian dan temuan medis baru ini membantu memahami psikologi Hitler, mengaitkan perilaku seseorang hanya dari analisis genetik dan tes skor risiko poligenik tidak tepat secara ilmiah.

    Tingkat keparahan gangguan mental tergantung pada gabungan rumit antara genetika, lingkungan, sejarah hidup, dan pengalaman individu. Tes genetik yang membutuhkan penilaian menyeluruh berdasarkan gejala, lingkungan, dan diskusi dengan orang yang bersangkutan tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis penyakit mental.

    “Melompat dari studi biologi ke studi perilaku adalah langkah besar,” kata psikolog Inggris Simon Baron-Cohen dalam dokumenter itu.

    Para ahli genetika dan psikolog yang terlibat dalam pembuatan dokumenter mengakui bahwa menarik kesimpulan tentang perilaku seseorang hanya dari kemungkinan kondisi genetiknya tidak realistis, tetapi mereka tetap berspekulasi mengenai diagnosis atau pola perilaku.

    Spekulasi ini kini menimbulkan masalah bagi ahli genetika dan arkeolog Inggris-Kanada, Turi King, yang memimpin Milner Centre for Evolution di University of Bath dan dikenal lewat analisis DNA jenazah Richard III yang ditemukan terkubur di sebuah parkiran di Leicester.

    King, yang direkrut oleh produksi dokumenter Hitler itu, ingin menerbitkan temuan DNA ini di jurnal medis untuk telaah sejawat, tapi perusahaan produksi tidak mau menunggu proses akademik panjang, dan King akhirnya setuju. Karena keputusan itu, reputasi akademiknya kini dipertaruhkan.

    Analisis genetik ini menepis setidaknya satu rumor yang sudah ada bertahun-tahun lamanya, yaitu dugaan bahwa Hitler memiliki darah Yahudi. Pada 2022, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, sempat mengklaim Hitler memiliki kakek Yahudi. Namun, analisis DNA kini menunjukkan bukti genetik yang jelas bahwa Hitler berasal dari Austria-Jerman.

    Dari darah di sofa bunker

    Menurut dokumenter, material DNA yang diperiksa berasal dari sofa bernoda darah yang diduga menjadi tempat Hitler menembak dirinya di bunkernya di Berlin, 30 April 1945.

    Saat itu, Kolonel Roswell P. Rosengren, petugas pers Angkatan Darat AS, mengambil sepotong kain sofa sebagai suvenir dari “bunker Fhrer” tempat Hitler diduga bunuh diri. Kini, kain tersebut disimpan di Gettysburg Museum of History, Pennsylvania. Kisah ini masuk akal karena ada beberapa foto yang menunjukkan Hitler duduk di sofa itu, serta tentara Rusia dan Amerika yang memotong kain dari sofa tersebut.

    Yang lebih bermasalah adalah penentuan asal-usul DNA tersebut. Film ini mengklaim keaslian sampel DNA diverifikasi dengan membandingkannya dengan sampel dari kerabat Hitler. Namun, siapa kerabat itu dan apakah mereka memberikan izin untuk analisis, masih belum jelas.

    Risiko stigmatisasi

    Para peneliti sadar bahwa menghubungkan autisme dan ADHD dengan Hitler itu bermasalah. Psikolog Simon Baron-Cohen menjelaskan bahwa menafsirkan hasil analisis genetik seperti ini berisiko menimbulkan stigma, karena bisa membuat orang berpikir bahwa semua orang dengan gangguan mental sama seperti seorang pembunuh massal, padahal jelas itu tidak benar.

    Mengaitkan Hitler dengan gangguan mental berisiko membuat orang menganggap tindakannya yang kejam bisa dimaklumi karena faktor genetik. Ghaemi menjelaskan: “Ini menjadi perhatian konstan di kalangan akademisi dan aktivis Jerman tertentu. Keberadaan atau ketiadaan gangguan mental tidak menentukan apakah seseorang bertanggung jawab secara moral atau hukum atas kejahatan atau tindakan jahat.”

    Mitos ras unggul Arya

    Ironisnya, menurut hukum Nazi yang dibuatnya, Hitler seharusnya dianggap “cacat genetik” dan “tidak layak hidup” sehingga seharusnya menjadi korban dari program euthanasia yang digagasnya sendiri.

    Menurut apa yang disebut Nazi sebagai “doktrin rasial”, nasib manusia ditentukan oleh garis keturunan. “Kemampuan mengambil keputusan yang baik atau buruk adalah sifat karakter yang ditentukan oleh darah,” tulis Hitler dalam bukunya Mein Kampf.

    Menurut doktrin Hitler, orang dengan keturunan “murni” dianggap mampu mengambil keputusan yang “benar” dan menjaga persatuan bangsa. Sebaliknya, percampuran keturunan dianggap menyebabkan keputusan yang “salah” dan merusak peradaban. Hitler menerapkan pandangan ini di wilayah jajahannya selama 12 tahun pemerintahannya.

    Dokumenter Channel 4 berjudul Hitler’s DNA: Blueprint of a Dictator akan tayang mulai 25 November 2025.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Pratama Indra

    Editor: Hani Anggraini

    Lihat juga Video: Israel Klaim Temukan Buku Autobiografi Hitler di Sarang Hamas

    (ita/ita)

  • Pramono Pertimbangkan Event Resmi Sepatu Roda di Sudirman-Thamrin

    Pramono Pertimbangkan Event Resmi Sepatu Roda di Sudirman-Thamrin

    Jakarta

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membuka peluang penyelenggaraan event resmi sepatu roda di kawasan Sudirman-Thamrin. Gagasan itu muncul setelah adanya aksi viral pesepatu roda yang bermain di jalan raya tanpa alat pelindung diri di Kawasan Sudirman.

    Pramono mengatakan, sepatu roda adalah olahraga yang berkembang pesat di Jakarta dan berpotensi menjadi bagian dari sport tourism Ibu Kota. Namun, pelaksanaannya harus terorganisasi dan memenuhi standar keamanan, bukan dilakukan sembarangan di jalan umum.

    “Kalau olahraga seperti ini seyogyanya pakai alat pelindung diri. Saya tadi sudah diskusi dengan Ketua Persatuan Sepatu Roda. Kalau perlu diadakan secara resmi di Sudirman-Thamrin,” kata Pramono di JIRTA, Sunter, Jakarta Utara, Jumat (14/11/2025).

    Ia menilai perhelatan resmi justru bisa membuat olahraga sepatu roda berkembang lebih sehat. Selain itu, pemerintah dapat mengatur rute, keamanan, dan teknis pelaksanaan sehingga tidak membahayakan pengguna jalan lain.

    “Jadi secara prinsip saya akan mendorong tetapi tetap harus jangan kemudian enggak pakai alat pelindung diri dan juga secara apa ya, tidak dikoordinasikanlah dengan aparat keamanan ataupun polisi setempat,” ungkapnya.

    Pramono juga membandingkan dengan berbagai kota besar dunia yang sudah lama menjadikan sepatu roda sebagai bagian dari event publik rutin. Salah satu contohnya adalah New York, yang menggelar kegiatan skating massal dua hari sebelum acara maraton.

    “Di luar negeri yang seperti ini juga ada, seperti di Berlin, di Chicago, termasuk di New York. Dua hari sebelum maraton mereka juga melakukan sepatu roda, skateboard, dan sebagainya,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Pramono Anung sempat merespons soal adanya aktivitas sepatu roda di jalan umum Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Video itu viral di media sosial.

    Pramono pun melarang aktivitas sepatu roda di jalan umum. Ia menekankan aksi serupa tidak boleh terulang karena membahayakan keselamatan pengguna jalan.

    “Enggak boleh sepatu roda atau apa pun melakukan aktivitas atau kegiatan di jalan terbuka seperti itu,” ucap Pramono saat ditemui di kawasan Jakarta Timur, Kamis (13/11).

    Halaman 2 dari 2

    (bel/isa)

  • Mengapa Rencana Pusat Data Google Khawatirkan Jerman?

    Mengapa Rencana Pusat Data Google Khawatirkan Jerman?

    Jakarta

    Pengumuman yang telah lama dinantikan itu disampaikan pada Selasa (11/11) dalam sebuah konferensi pers di Berlin.

    Philipp Justus, direktur utama Google untuk Jerman, menyampaikan bahwa raksasa teknologi asal California AS itu akan menginvestasikan €5.5 miliar dalam empat tahun ke depan. Dana ini dikucurkan untuk membangun pusat data baru di dekat kota Frankfurt dan perluasan pusat data yang telah ada sebelumnya di beberapa kota di Jerman, Mnchen, Frankfurt, dan Berlin.

    Pemerintah Jerman menyambut antusias pengumuman tersebut yang sejalan dengan ambisi Jerman dalam digitalisasi.

    “Kami ingin membuat Jerman menjadi lokasi terkemuka untuk pusat data Eropa,” jelas Menteri Digitalisasi, Karsten Wildberger kepada kantor Berita Reuters.

    Menteri Riset Dorothee Br menilai rencana Google menunjukkan,” Jerman sebagai lokasi yang atraktif.” Investasi tersebut, menurutnya akan membawa “pertumbuhan dan nilai tambah bagi negara kami.”

    Menteri Keuangan Lars Klingbeil turut memuji rencana tersebut, mendeskripsikannya sebagai “Hal yang benar-benar dibutuhkan Jerman saat ini.”

    Berbicara pada kantor berita dpa, Klingbeil menyebut inisiatif Google sebagai “Investasi yang tulus untuk masa depan – dalam inovasi, kecerdasan buatan, transformasi ramah iklim dan pekerjaan masa depan di Jerman.”

    Sisi lain dari investasi Google

    Ketika banyak yang merayakan kabar investasi tersebut, beberapa pakar memperingatkan untuk tetap waspada akan ketergantungan yang ditimbulkan.

    Katharina Hlze, direktur Fraunhofer Institute di Stuttgart, Jerman, mengatakan kepada DW bahwa investasi tentu hal yang baik dan dapat diterima “hal tersebut menunjukkan Jerman memiliki daya tarik melebihi dugaan.” Namun ia turut menyampaikan kekhawatirannya akan “ketergantungan yang kian meningkat,” memperingatkan bahwa “dengan Google membangun infrastruktur tambahannya di sini, sulit bagi Jerman untuk melepas ketergantungan di kemudian hari”

    Wolfgang Eppler, peneliti di Institut Penilaian Teknologi dan Analisis Sistem (ITAS) di Karlsruhe, Jerman, menyebut meski investasi tersebut “berjumlah besar,” namun jumlah tersebut masih jauh di bawah level belanja AS.

    “Jika melihat apa yang diinvestasikan AS untuk teknologi dalam negeri, contohnya ada yang mencapai $500 miliar (Rp 9.718 triliun), investasi (ke Jerman) ini benar-benar hanya ‘setetes air di lautan luas’,” jelasnya.

    Skala investasi Google ini menegaskan kesenjangan besar antara Eropa dan AS, di mana perusahaan teknologi seperti Microsoft, Google, dan startup seperti OpenAI menanamkan ratusan miliar dolar AS untuk memperluas kapasitas komputasi AI.

    Menurut Bloomberg, proyek Google di Jerman diperkirakan akan menggunakan hingga 10.000 unit pemrosesan grafis (GPU), yang hanya sebagian kecil dibandingkan 500.000 GPU yang direncanakan untuk satu proyek pusat data di Texas yang didukung oleh SoftBank, OpenAI, dan Oracle.

    ‘Suntikan’ investasi untuk pusat data di Jerman

    Google bukan satu-satunya yang bertaruh pada ekonomi data Jerman. Awal November lalu, operator telekomunikasi Jerman, Deutsche Telekom, dan pembuat chip AI Amerika, Nvidia, mengumumkan proyek pusat data gabungan senilai €1 miliar (Rp 19 triliun).

    Menurut asosiasi industri Bitkom, total investasi pusat data di Jerman diperkirakan mencapai sekitar €12 miliar (Rp 233 triliun) tahun ini.

    Pada September 2025, perusahaan Prancis Data4 mengumumkan rencana investasi sekitar €2 miliar (Rp 38 triliun) dan mendirikan fasilitas pusat data pertamanya di Hanau, Jerman.

    Sementara itu, Innovation Park for Artificial Intelligence (IPAI) di Heilbronn, di utara kota Stuttgart, akan menjadi ekosistem AI terbesar di Eropa berfokus pada desain chip.

    Lonjakan permintaan komputasi berbasis AI telah memicu peningkatan masif pembangunan pusat data. Studi terbaru Bitkom menemukan bahwa total kapasitas server Jerman diperkirakan hampir dua kali lipat menjadi 5 gigawatt pada 2030.

    Dukungan Uni Eropa

    Uni Eropa juga berupaya menutup ‘kesenjangan’ teknologi. Pada Februari 2025, UE berencana mengucurkan anggaran senilai €200 miliar (Rp 3.888 triliun) untuk mendorong pengembangan AI dan melipatgandakan kapasitas sistem AI di kawasan hingga 2032.

    Deutsche Telekom dikabarkan tengah bernegosiasi dengan beberapa perusahaan untuk membangun AI gigafactory, meski kemajuannya dinilai lambat dan UE belum merinci bagaimana dana dialokasikan dan bagaimana proyek-proyek tersebut diawasi.

    Google menyatakan fasilitas barunya di Jerman dibangun dengan prinsip keberlanjutan. Perusahaan teknologi tersebut berencana menggunakan kembali ulang sisa energi panas dari pusat data dekat Frankfurt, mengalirkannya ke jaringan pemanas distrik milik perusahaan utilitas lokal, EVO. Setelah pusat data ini beroperasi, sistem akan dapat memasok air panas dan energi untuk pemanas ruangan bagi lebih dari 2.000 rumah di sekitarnya.

    Hlzle dari Fraunhofer mengatakan bahwa membangun pusat data yang sepenuhnya netral karbon masih penuh tantangan, meski ia tetap optimistis.

    “Saya tidak tahu apakah kita dapat mencapai nol emisi sepenuhnya,” ujarnya. “Tapi kita harus turut memikirkan jika kita tidak membangun pusat data sendiri, setidaknya kita bisa mengembangkan teknologi yang digunakan di dalamnya. Saya melihat peluang di situ.”

    Pentingnya melindungi kedaulatan digital

    Kedua ahli yang diwawancarai DW mendorong pembuat kebijakan untuk tetap berhati-hati.

    “Kita sebaiknya tidak bergantung sepenuhnya,” jelas Eppler, peneliti ITAS, menekankan bahwa perusahaan AS akan menyimpan dan memproses data warga Jerman.

    Sedang Hlze merasa optimis karena “pembahasan tentang kedaulatan digital telah meningkat selama setahun terakhir.” Meski demikian, ia menambahkan bahwa sangat penting bagi pembuat kebijakan Jerman untuk “memperhatikan dengan cermat di mana data disimpan dan siapa saja yang memiliki akses.”

    “Ini adalah kunci untuk melindungi daya saing industri Jerman,” tegasnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Organisasi Musik Jerman Menang Gugatan Hak Cipta Lawan OpenAI

    (ita/ita)

  • Analisis DNA Adolf Hitler Diungkap Peneliti, Diduga Alami Mikropenis

    Analisis DNA Adolf Hitler Diungkap Peneliti, Diduga Alami Mikropenis

    Jakarta

    Isu soal kondisi biologis Adolf Hitler kembali mencuat. Hasil analisis DNA terbaru mengungkapkan dugaan bahwa pemimpin Nazi itu bukan hanya memiliki satu buah Zakar, tetapi kemungkinan mengalami mikropenis.

    Temuan ini diungkapkan dalam dokumenter terbaru Channeln4 berjudul ‘Hitler’s DNA: Blueprint office a Dictator’. Para peneliti menilai Hitler kemungkinan memiliki sindrom Kallmann, yaitu kelainan genetik langka yang dapat menghambat perkembangan organ seksual dan pubertas.

    Berdasarkan laporan The Times, kondisi ini membuat peluang Hitler mengalami mikropenis sekitar 1 bandung 10. Mikropenis merupakan kondisi penis yang panjangnya tidak mencapai 2 inci atau sekitar 5 cm.

    “Kalau saja dia (Hitler) melihat hasil genetiknya sendiri, dia mungkin langsung mengirim dirinya ke kamar gas,” tutur ahli genetika utama dalam studi tersebut, Profesor Turi King, dikutip dari NYPost.

    Penelitian ini menggunakan profil DNA yang diambil dari sepotong kain berlumuran darah, berasal dari sofa tempat Hitler bunuh diri di bunker Berlin pada 1945. Prof King menyebut bahwa genom Hitler tampak sangat biasa.

    Namun, temuan tersebut justru membuka kembali dugaan gangguan seksual yang sebelumnya pernah dikaitkan dengan sang diktator.

    Sebelumnya, isu soal Hitler hanya memiliki satu testis atau buah zakar sebenarnya pernah muncul dalam laporan medis tahun 1923, yang ditemukan lagi pada 2015.

    Prof King yang dikenal berkat perannya dalam mengidentifikasi jenazah Raja Richard III mengaku memahami bahwa penelitian seperti ini dapat memicu perdebatan. Ia bahkan sempat ragu untuk terlibat.

    “Tapi, kalau tidak dilakukan secara ilmiah dan terukur., riset seperti ini justru bisa menempatkan Hitler pada posisi istimewa,” jelasnya.

    Meski begitu, Prof King menegaskan apapun hasilnya, genetika tidak bisa dijadikan pembenaran atas tindakan keji yang dilakukan Hitler.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Jerman Tangkap Anggota Sel Hamas Rencanakan Serangan

    Jerman Tangkap Anggota Sel Hamas Rencanakan Serangan

    Berlin

    Kepolisian Jerman menangkap seorang tersangka anggota sel kelompok Hamas di wilayahnya. Tersangka yang ditangkap itu diduga kuat sedang merencanakan serangan terhadap institusi Israel atau Yahudi yang ada di wilayah Jerman.

    Kantor jaksa federal Jerman yang mengumumkan penangkapan itu, seperti dilansir AFP, Kamis (13/11/2025), mengatakan bahwa tersangka diidentifikasi sebagai seorang pria kelahiran Lebanon, yang bernama Borhan El-K.

    Tersangka ditangkap pada Selasa (11/11) tengah malam, ketika memasuki wilayah Jerman dari Republik Ceko.

    Jaksa federal Jerman menuduh tersangka telah berhasil mendapatkan berbagai senjata api pada Agustus lalu.

    “Dia memperoleh senapan otomatis, delapan pistol Glock, dan lebih dari 600 butir amunisi di Jerman,” sebut kantor jaksa federal Jerman dalam pernyataannya.

    Persenjataan yang didapatkan tersangka itu, sebut kantor jaksa federal Jerman, telah diserahkan kepada seorang tersangka lainnya bernama Wael F.

    Wael merupakan salah satu dari tiga tersangka yang ditangkap di Berlin bulan lalu, atas kecurigaan memiliki senjata api dan amunisi.

    Sementara itu, Kepolisian Denmark melakukan penggeledahan terhadap sejumlah alamat di area ibu kota Kopenhagen dan sekitarnya yang masih terkait dengan Borhan El-K dan seorang tersangka lainnya.

    Satu tersangka lainnya ditangkap pekan lalu di London, ibu kota Inggris, atas permintaan otoritas Jerman.

    Kelompok Hamas, yang bermarkas di Jalur Gaza, membantah adanya hubungan dengan dugaan rencana serangan di Jerman tersebut.

    Lihat juga Video ‘Israel Tuduh Hamas Rekayasa Pengambilan Sisa Jenazah Sandera’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Apa yang Halangi Elon Musk Jadi Triliuner Pertama di Dunia?

    Apa yang Halangi Elon Musk Jadi Triliuner Pertama di Dunia?

    Jakarta

    Bahkan kacamata hitam paling gelap pun tak sanggup menahan silaunya janji upah satu triliun dolar dari para pemegang saham Tesla, produsen kendaraan listrik AS, bagi miliarder Elon Musk. Meski demikian, iming-iming tersebut cuma akan terwujud jika ia berhasil mencapai target yang nyaris mustahil.

    Untuk mengaktifkan paket kompensasi itu, Musk harus mampu menjual satu juta unit robotaxi alias wahana angkut tanpa pengemudi manusia, dan memproduksi satu juta robot humanoid Optimus, yang digerakkan oleh kecerdasan buatan (AI).

    Jika semua itu terjadi, Tesla akan bernilai 8,5 triliun dolar – enam kali lipat dari nilai saat ini yang mencapai 1,43 triliun USD – dan Musk menjadi manusia pertama yang menyeberang batas triliuner. Sekalipun ia gagal mencapai target, Musk tidak akan kekurangan uang, tetapi pertanyaan sebenarnya adalah: Mampukah ia mewujudkannya?

    Penggemar Tesla menaruh kepercayaan pada Musk

    Alexandra Merz, pemegang saham Tesla yang dikenal sebagai TeslaBoomerMama, mendukung paket kompensasi, serta sangat yakin Elon Musk adalah “eksekutor terbaik di dunia.”

    “Saya meyakini dia akan mencapai tonggak sejarah. Dia telah menunjukkan kepada kita sebelumnya apa yang mungkin,” ujarnya kepada Bloomberg baru-baru ini.

    Lebih dari tiga perempat pemegang saham Tesla menyetujui kesepakatan gaji Musk pada Kamis lalu (6/11) setelah sengketa hukum selama tujuh tahun dan penolakan dari beberapa investor, termasuk CalPERS, dana pensiun publik terbesar di Amerika Serikat.

    CalPERS mengkhawatirkan bertambahnya kekuasaan Musk atas Tesla. Berdasarkan kesepakatan saham tersebut, Musk bisa mengamankan hingga 25% hak suara pemegang saham, dari hanya 13% saat ini. Kritikus berpendapat, jika Musk punya seperempat saham Tesla, ia memegang kendali yang sangat besar, bisa membungkam perbedaan pendapat, dan menjalankan perusahaan dengan pengawasan minimal.

    Musk bisa memiliki terlalu banyak kekuasaan

    “Kesepakatan ini lebih dari sekadar skandal, ini adalah penipuan,” kata Minow kepada DW, soal bagaimana Musk memindahkan Tesla dari negara bagian Delaware yang ramah bisnis ke Texas dengan biaya besar setelah paket gaji sebelumnya senilai 56 miliar USD dua kali dibatalkan oleh pengadilan Delaware.

    “Kemudian, dengan biaya besar pula, dia membayar pelobi, pengacara, dan legislator untuk mengesahkan undang-undang baru yang secara signifikan membatasi kemampuan pemegang saham untuk menentang rencana gaji,” yang menurutnya memberikan wewenang kepada dewan direksi untuk memberikan kompensasi Musk “sesuai kehendak mereka, bahkan jika tujuan-tujuan tersebut tidak tercapai.”

    Ketidaksetaraan ekstrem yang mengkhawatirkan

    Joanna Bryson, profesor etika dan teknologi di Hertie School of Governance Berlin, berpendapat bahwa kesepakatan gaji Musk merupakan simbol masalah yang lebih luas dalam tata kelola di AS, bagaimana pertumbuhan dan kekuatan Big Tech menciptakan ketidaksetaraan yang ekstrem, yang menurutnya “tidak berkelanjutan.”

    “Ada masalah keamanan besar ketika seorang individu memiliki kekuasaan lebih besar daripada negara,” katanya kepada DW.

    Bryson memberikan contoh buruknya ketidaksetaraan dunia saat ini seperti ketika Perang Dunia I dan gelembung pasar saham AS sebelum 1929.

    “Segala sesuatu yang memberikan jumlah uang yang tidak proporsional kepada satu orang menciptakan entropi, atau pergeseran dari keteraturan menuju kekacauan.”

    Masalah yang lebih besar lagi adalah risiko ketergantungan pada satu sosok kunci. Dalam kasus Musk, akan berdampak buruk bagi Tesla jika ia tidak bisa menjalankan perannya karena mundur, sakit, kehilangan fokus, atau meninggal dunia.

    Kesuksesan Tesla sangat bergantung pada kepemimpinan, visi, dan eksekusi Musk. Perusahaan dapat menjadi rentan jika ia terganggu oleh usaha lainnya, seperti SpaceX atau xAI.

    Terlalu banyak distraksi

    Musk sudah dikritik karena melupakan tugas utamanya awal tahun ini saat ia bergabung dengan pemerintahan Trump sebagai kepala DOGE (Departemen Efisiensi Pemerintahan, bukan meme koin).

    Masa jabatannya yang singkat di DOGE memicu reaksi balik yang merembet ke operasi Tesla, dengan protes di luar pabrik, seruan boikot, dan bahkan insiden sabotase yang mengganggu produksi dan merusak kepercayaan investor.

    Musk mundur dari DOGE setelah 130 hari, dan pada Juli meluncurkan gerakan politik barunya, Partai Amerika, bertujuan menantang sistem dua partai dan mengubah arah perdebatan nasional.

    Bagi sebagian investor, risiko Musk akan terdistraksi bukan sekadar kemungkinan, tapi sedang terjadi secara nyata.

    “Jika kepemilikan sahamnya saat ini saja belum cukup memotivasi Musk, maka kesepakatan gaji baru ini pun tidak akan mampu membuatnya fokus dan berhenti dari berbagai proyek sampingan serta komentar politik kontroversial, yang menurut studi Universitas Yale baru-baru ini telah membuat perusahaan dan para pemegang saham kehilangan sekitar satu juta penjualan,” kata Minow kepada DW.

    Dewan direksi Tesla mengatakan tujuan utama dari kesepakatan saham besar ini adalah untuk menjaga fokus Musk pada Tesla. Terlebih ia tidak dapat menjual saham barunya itu hingga sepuluh tahun setelah diterima.

    Keraguan tentang potensi robotika dalam jangka pendek

    Bahkan jika dia tetap fokus sepenuhnya, para kritikus berargumen bahwa targetnya sendiri mungkin tidak tercapai, terutama rencana memproduksi satu juta robot humanoid Optimus per tahun. Tesla sebenarnya telah memamerkan prototipe Optimus yang bisa melakukan tugas sederhana, banyak ahli percaya teknologinya masih dalam belum matang.

    Ahli robotik Australia, Rodney Brooks, menulis dalam esainya bahwa Optimus dan robot humanoid lainnya ditakdirkan untuk gagal karena kurangnya kelincahan atau fleksibilitas.

    “Rencana bahwa robot humanoid akan mampu menggantikan manusia dalam melakukan tugas-tugas manual dengan harga lebih murah dan sama baiknya akan terjadi dalam beberapa dekade ke depan adalah pemikiran fantasi,” tulis Brooks.

    Kritik lainnya memperingatkan bahwa menetapkan tonggak masa depan semacam itu mungkin merupakan cara untuk membenarkan kompensasi Musk yang fantastis sambil menjaga mesin hype tetap berjalan. Jika Optimus gagal diwujudkan secara massal, hal itu dapat merusak kredibilitas paket gaji secara keseluruhan.

    Perkiraan paling optimistis menyebutkan robot humanoid canggih baru akan siap dalam dua hingga lima tahun ke depan, membuat para penggemar Musk yakin bahwa hanya dia yang bisa mewujudkannya.

    “Sebagai pemegang saham, saya lebih memilih Elon yang memimpin pasukan robot itu daripada siapa pun,” kata Merz kepada Bloomberg. “Tunjukkan satu saja CEO lain yang bisa mencapai setengah dari apa yang sudah Elon lakukan.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Iryanda Mardanuz
    Editor:

    (ita/ita)

  • Populasi Muslim di Eropa Diprediksi Capai 58 Juta Jiwa pada 2030, Negara Ini yang Terbanyak

    Populasi Muslim di Eropa Diprediksi Capai 58 Juta Jiwa pada 2030, Negara Ini yang Terbanyak

    GELORA.CO – Islam merupakan salah satu agama dengan jumlah pemeluk terbanyak di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan umat Muslim di Eropa terus menunjukkan peningkatan yang signifikan dan diperkirakan tren tersebut akan berlanjut di masa mendatang.

    Menurut laporan Pew Forum on Religion & Public Life, populasi Muslim di Eropa diproyeksikan mencapai 58,2 juta jiwa pada tahun 2030, atau sekitar 8% dari total populasi di Benua Eropa. Kenaikan jumlah ini terutama disebabkan oleh migrasi besar-besaran umat Muslim ke berbagai negara Eropa.

    Negara-Negara Eropa dengan Populasi Muslim Terbanyak:

    Rusia

    Pada masa Uni Soviet, aktivitas keagamaan, termasuk Islam, sempat mengalami penekanan. Sekolah-sekolah Islam ditutup, dan penyebaran agama dibatasi. Namun setelah Rusia menjadi negara federasi, pemerintah memberikan kebebasan beragama dan mengakui Islam sebagai salah satu agama tradisional.

    Rusia diperkirakan akan tetap menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar di Eropa pada tahun 2030. Jumlahnya meningkat dari 16,4 juta jiwa pada 2010 menjadi 18,6 juta jiwa pada 2030, dengan laju pertumbuhan sekitar 0,6% selama dua dekade mendatang.

    Prancis

    Sebagai negara republik dengan sistem presidensial-parlementer dan prinsip sekularisme yang kuat, Prancis memisahkan urusan agama dari negara.

    Islam mulai berkembang di Prancis sekitar tahun 1960 melalui imigrasi dari kawasan Maghreb. Saat ini, Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Katolik, dan pada 2030 diperkirakan mencapai 10,3% dari total populasi.

    Jerman

    Jerman, yang secara resmi bernama Federal Republic of Germany, memiliki 16 negara bagian dengan Berlin sebagai ibu kota. Berdasarkan data SalamGateway, populasi Muslim di Jerman saat ini berkisar antara 5,3 hingga 5,6 juta jiwa (6,4–6,7%), dan diprediksi meningkat menjadi 7,1% pada 2030.

    Albania

    Menurut Encyclopedia, Islam berkembang di Albania sejak penaklukan Ottoman pada abad ke-15. Kini, Muslim Community of Albania menjadi lembaga keagamaan utama di negara itu. Diperkirakan hingga 2030, 83,2% dari total penduduk Albania (sekitar 2,8 juta jiwa) akan memeluk Islam.

    Britania Raya

    Britania Raya (United Kingdom) mencakup Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara. m

    Berdasarkan data Office for National Statistics (ONS) yang dikutip Muslim Council of Britain, terdapat 3,87 juta Muslim di Inggris dan Wales (sekitar 6,5% populasi). Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 5,5 juta jiwa (8,2%) pada 2030.

  • Review Samsung Galaxy Tab S11 Ultra: Tablet Gahar untuk Produktivitas

    Review Samsung Galaxy Tab S11 Ultra: Tablet Gahar untuk Produktivitas

    Jakarta

    Samsung kembali memperkuat posisinya di pasar tablet premium dengan merilis Galaxy Tab S11 Ultra, perangkat layar besar yang menyasar profesional, kreator, dan pengguna yang membutuhkan perangkat fleksibel untuk bekerja hingga hiburan.

    Tablet ini pertama kali diumumkan pada Galaxy Event di Berlin pada 4 September 2025 dan mulai dijual di Indonesia dengan harga mulai Rp 23 juta untuk varian Wi-Fi 12GB/256GB. Lantas, seberapa besar peningkatan dan apakah perangkat ini layak disebut sebagai “pengganti laptop” yang sesungguhnya?

    Desain

    Galaxy Tab S11 Ultra mempertahankan bahasa desain khas Samsung yang premium. Mengusung bodi unibody berbahan Armor Aluminum yang sama digunakan pada Galaxy S25 series.

    Dimensinya kini sedikit ringkas dibandingkan pendahulunya: tebal hanya 5,1 mm, lebar 208 mm, tinggi 326 mm, dan berat 692 gram (varian Wi-Fi). Ini membuatnya setipis iPad Pro 13 inch, meskipun layarnya lebih besar sehingga terasa lebih portabel walau ukurannya jumbo.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Samsung masih mempertahankan sertifikasi IP68 untuk ketahanan debu dan air (tahan rendam hingga 1,5 meter selama 30 menit), fitur langka di kelas tablet. Port USB-C 3.2 Gen 1 mendukung transfer data cepat, sementara slot microSDXC memungkinkan ekspansi hingga 2TB.

    Bagian depan dilindungi oleh Corning Gorilla Glass Victus 2 yang tahan gores,. Desain motch kamera depan kini lebih kecil dan berbentuk tetesan air (teardrop), mengurangi gangguan visual dibandingkan model sebelumnya yang punya dua kamera depan.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra kini punya notch tetesan air Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Di belakang, modul kamera berbentuk oval sederhana dengan dua lensa. Perubahan terbesar ada pada S Pen yang kini menempel secara magnetis di tepi atas tableta sehingga lebih mudah diakses dan terlihat-tidak lagi harus meraba-raba di belakang.

    Sayang magnetnya lemah, berisiko mudah lepas dan hilang. Ditambah lagi case bundling tidak lagi punya area penyimpanan S Pen sehingga perlu menyimpannya dalam tas. Jadi tidak praktis seperti generasi sebelumnya.

    Tak sampai di situ, S Pen juga kehilangan fitur Bluetooth Low Energy. Hanya saja hal ini tidak mengganggu bagi sebagian pengguna.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra punya S Pen baru Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Hampir terlewat, bentuk S Pen berubah menjadi hexagonal (segi enam) dengan ujung berbentuk kerucut mirip pensil klasik dan terasa ringan. Bentuk ini rupanya bukan sekadar estetika, terbukti mencegah stylus berguling saat diletakkan di permukaan datar sehingga lebih stabil. Saat digunakan juga terasa nyaman di tangan, baik menulis atau menggambar.

    Secara keseluruhan kualitas build-nya terasa solid, dengan finishing matte pada warna Gray yang anti-sidik jari. Desain ini ideal untuk pengguna mobile, meski bobotnya masih terasa berat jika dipegang satu tangan dalam waktu lama.

    Untuk kebutuhan produktivitas Samsung memberikan keyboard case yang sedikit berbeda dari model sebelumnya. Ada sejumlah keluhan yang dirasakan, yakni keyboard baru ini tak ada backlight, sudut layar tidak bisa disesuaikan setelah terpasang, dan absennya touchpad yang bikin kami perlu membawa mouse.

    Magnetik di bagian bawah keyboard case Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Untungnya pengalaman mengetik masih nyaman. Kita bisa ketik cepat tanpa banyak kesalahan.

    Ada tombol AI khusus di sebelah spasi untuk membuka cepat Google Gemini untuk pertanyaan teks, ini berguna ketika tengah bekerja di lingkungan tenang tanpa perlu suara. Selain itu ada penyangga magnetik di bagian bawah yang membuat tablet ini dapat berdiri lebih kokoh saat digunakan.

    Layar

    Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Layar menjadi salah satu senjata utama Galaxy Tab S11 Ultra, dengan panel Dynamic AMOLED 2X berukuran 14,6 inch-sama seperti pendahulunya, tapi dengan peningkatan kecerahan yang signifikan. Resolusi 2960 x 1848 piksel (rasio 16:10) menghasilkan kerapatan 239 ppi, cukup tajam untuk teks, gambar, dan video.

    Refresh rate adaptif hingga 120 Hz memastikan scrolling halus, sementara kecerahan puncak 1600 nits membuatnya unggul di lingkungan terang, seperti outdoor atau ruangan bercahaya. Warna vivid dan saturasi tinggi khas Samsung, kontras mendalam, serta dukungan HDR10+ membuat video dan gambar terlihat memukau.

    Lapisan anti-reflektif mengurangi silau. Secara keseluruhan, ini adalah layar tablet Android terbaik saat ini, ideal untuk multitasking, mengedit konten atau menonton streaming.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra dibekali quad speaker. Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Bicara nonton, Galaxy Tab S11 Ultra memiliki kualitas audio yang memanjakan telinga. Ini berkat sistem quad speaker stereo yang disusun secara simetris. Speaker ini termasuk yang terkeras di antara tablet Android, mampu menghasilkan volume tinggi dengan kekuatan yang mengejutkan mengingat bodinya tipis hanya 5,1 mm. Dukungan Dolby Atmos meningkatkan pengalaman imersif saat menonton.

    Kamera

    Meski bukan fokus utama tablet, sistem kamera Galaxy Tab S11 Ultra tetap kompeten. Kamera depan tunggal 12 MP dengan field of view lebar ideal untuk video call, menghilangkan kebutuhan dual-lens sebelumnya-meski notch-nya terasa kurang perlu.

    Di belakang, ada dual setup: sensor utama 13 MP (f/2.0, autofocus) dan ultrawide 8 MP (f/2.2, 120° FoV), sama seperti Tab S10 Ultra. Hasil foto tajam di cahaya baik, dengan dynamic range luas dan warna akurat, cocok untuk scan dokumen atau foto cepat.

    Performa

    Galaxy Tab S11 Ultra. Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Ditenagai chipset MediaTek Dimensity 9400+ berbasis prosesor 3nm. Tidak mengejutkan karena Samsung telah memakai chip flagship MediaTek pada generasi sebelumnya.

    Samsung mengkalim tablet ini menawarkan peningkatan performa hingga 24% pada CPU, 27% pada GPU, dan 33% pada NPU dibandingkan Tab S10 Ultra. Hanya ada satu kondigurasi yang dijual di Indonesia, yakni RAM 12GB (LPDDR5X) dipadukan penyimpanan 256 GB berjenis UFS 4.0.

    Benchmark menunjukkan kekuatannya: Geekbench 6 mencetak 2596 (single-core) dan 8670 (multi-core). Dalam pengujian real-world, tablet ini menangani multitasking berat seperti menjalankan empat app simultan (Chrome, Spotify dan Instagram, dan Capcut) tanpa lag. Gaming seperti Genshin Impact berjalan lancar di pengaturan tinggi 60 FPS, dengan manajemen termal yang baik-suhu hanya naik 5-7°C setelah 30 menit.

    Dukungan Wi-Fi 7, Bluetooth 5.4, dan opsional 5G membuat konektivitas andal. Secara keseluruhan, performa ini menjadikannya saingan kuat iPad Pro M4 untuk tugas produktivitas dan kreatif.

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra Foto: Adi Fida Rahman/detikINETBaterai

    Kapasitas baterai 11.600 mAh-peningkatan 400 mAh dari Tab S10 Ultra-memberikan daya tahan impresif. Dalam tes loop video 1080p (kecerahan 50%), tablet bertahan 17 jam 21 menit; untuk browsing web, mencapai 14-15 jam.

    Pengisian cepat 45W wired (tanpa charger di kotak) capai 21% dalam 15 menit dan 38% dalam 30 menit-penuh dalam 90 menit. Efisiensi prosesor 3nm berkontribusi besar, dengan idle drain minimal (kurang dari 1% per jam).

    Fitur seperti reverse charging (untuk charge ponsel) menambah nilai, meski tidak ada wireless charging. Baterai ini cukup untuk seharian kerja, edit video, dan streaming tanpa khawatir.

    One UI 8.1Foto sebelum dan sesudah diedit pakai Galaxy AI Foto: Screenshot detikINET

    Galaxy Tab S11 Ultra berjalan pada Android 16 dengan kulit One UI 8.1, yang dioptimalkan untuk layar besar. Antarmuka mendukung mode tablet dan DeX-mode desktop yang mirip PC, kini dengan Extended Mode untuk dual-screen saat terhubung ke monitor eksternal. Pengguna bisa buat hingga empat workspace kustom, dengan Edge Panels untuk akses cepat app dan tools.Yang paling menonjol adalah integrasi Galaxy AI yang ditingkatkan, didukung NPU kuat.

    Fitur seperti Circle to Search, Live Translate, dan Note Assist bekerja mulus. AI baru seperti Sketch to Image dan Transcript Assist sangat berguna untuk kreator. Karena layar yang lapang kita bisa melihat gambar sebelum dan sesudah di edit menggunakan Galaxy AI.

    Samsung janji tujuh tahun update OS dan keamanan, hingga Android 23-terpanjang untuk tablet Android. Pengalaman software-nya bersih, dengan widget lockscreen yang fleksibel, meski beberapa fitur AI butuh koneksi internet.

    Opini detikINET

    Samsung Galaxy Tab S11 Ultra adalah tablet Android terbaik saat ini, dengan keseimbangan sempurna antara desain ramping, layar memukau, performa ganas, dan fitur AI inovatif yang membuatnya layak sebagai pengganti laptop ringan.

    Samsung Galaxy S11 Ultra untuk produktivitas Foto: Adi Fida Rahman/detikINET

    Harga Rp23 juta mungkin terasa mahal, tapi nilai jangka panjang-termasuk S Pen gratis, keyboard case cover, ekspansi storage, dan update panjang-membuatnya worth it untuk profesional dan kreator.

    Jadi jika kamu butuh layar besar untuk kerja dan hiburan, ini pilihan utama. Tapi bisa pilih Galaxy Tab S11 standar jika anggaran terbatas namun tetap ingin tablet mumpuni untuk aktivitas harian.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Unboxing Samsung Galaxy Tab S11 Ultra: Layar Besar Spek Gahar”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • Jerman Khawatirkan Masa Depan Demokrasi

    Jerman Khawatirkan Masa Depan Demokrasi

    Berlin

    Dunia digital media sosial kian riuh dan cepat. Siapa yang menonjol, akan terangkat ke permukaan — Donald Trump, Elon Musk, Javier Milei. Mereka menguasai tajuk berita lewat pesta mewah, roket luar angkasa, hingga gergaji mesin. Semangat zaman seolah diringkas dalam segelintir tokoh flamboyan.

    Namun di luar hiruk-pikuk itu, ada kelompok yang justru tampak seperti antitesis dunia digital: kelas menengah — orang-orang yang jarang menjadi sorotan, tapi menjadi tulang punggung masyarakat demokratis dan terbuka.

    Karena peran penting itulah, selama hampir dua dekade para ilmuwan sosial Jerman meneliti bagaimana “tengah” ini berpikir. Studi yang dilakukan atas dukungan Friedrich-Ebert-Stiftung itu menelusuri sikap mereka terhadap ekstremisme kanan, xenofobia, antisemitisme, dan pandangan sosial-darwinistik. Studi ini disebut sebagai semacam seismograf sosial, alat pendeteksi dini terhadap gejala anti-demokrasi di Jerman.

    Spektrum tengah yang stabil tapi tegang

    Hasil penelitian terbaru menggambarkan kondisi yang kontradiktif: stabil, tapi tegang.

    “Kelompok tengah kini lebih stabil dan menahan laju dukungan terhadap ekstremisme kanan,” kata Andreas Zick, Direktur Institut Penelitian Konflik dan Kekerasan di Universitas Bielefeld, kepada DW.

    Tim peneliti mewawancarai sekitar 2.000 responden dari berbagai lapisan — mencerminkan keragaman latar belakang, pendidikan, pendapatan, dan perilaku pemilih di Jerman.

    Ekstremisme kanan menurun

    Berbeda dengan gambaran gaduh di media sosial dan kenaikan pamor partai Alternatif untuk Jerman (AfD), temuan ini menunjukkan: hanya tiga persen warga Jerman memiliki pandangan ekstrem kanan yang solid — angka yang menurun dibanding masa lalu.

    Mayoritas masyarakat justru melihat demokrasi dan keberagaman secara positif. Tujuh dari sepuluh responden menganggap peningkatan ekstremisme kanan sebagai ancaman — meski faktanya tren itu menurun. Lebih dari setengah responden juga menyatakan siap terlibat melawan ekstremisme.

    Koreksi terhadap citra miring

    Temuan ini juga membantah persepsi umum bahwa kawasan timur Jerman lebih ekstrem dibanding barat. Memang, xenofobia lebih banyak ditemukan di timur, tapi secara mengejutkan, pandangan ekstrem kanan yang utuh justru sedikit lebih banyak di barat.

    Para peneliti mendefinisikan “pandangan ekstrem” bukan dari satu-dua sikap diskriminatif, melainkan bila seluruh pandangan hidup seseorang dibentuk oleh ide-ide anti-demokratis dan anti-kemanusiaan.

    Meski kabar baiknya cukup banyak, para ilmuwan tetap waspada. “Kita harus bertanya, seberapa kuat demokrasi bila diuji dari tengahnya sendiri?” ujar Zick.

    Di zona abu-abu

    Tim peneliti menemukan semakin banyak orang berada di wilayah abu-abu — tidak ekstrem, tapi juga tidak teguh mendukung demokrasi. “Jika kita lihat pandangan mereka terhadap isu rasisme dan seksisme, kelompok ini cenderung condong ke penolakan demokrasi ketimbang dukungan,” kata Zick.

    Mereka lebih mudah terpengaruh populisme dan retorika kanan. Yang lebih mengkhawatirkan: kepercayaan terhadap institusi dan prinsip demokrasi menurun tajam.

    Fenomena ini tak lepas dari serangan terus-menerus partai AfD terhadap institusi negara, partai demokratis, dan masyarakat sipil. Dengan dukungan algoritma media sosial, narasi mereka — sering kali disertai gambar buatan kecerdasan buatan (AI) — menyebar luas, menampilkan Jerman seolah berada di tepi kehancuran.

    Akibatnya, banyak media justru ikut terjebak dalam nada panik dan sensasi: apakah masyarakat Jerman akan “tergelincir”?

    Tren autoritarianisme di kalangan muda

    Meski para peneliti menilai alarm semacam itu berlebihan, mereka tetap mencatat tren mengkhawatirkan: pandangan ekstrem kanan meningkat di kalangan muda.

    “Semakin muda usianya, semakin kuat kecenderungan ke arah pandangan ekstrem,” ujar Nico Mokros, salah satu penulis studi dan pakar radikalisme pemuda.

    Mokros menemukan, sebagian anak muda mulai menyerap unsur ideologi nasional-sosialis: keyakinan akan diktator kuat, sentimen antisemit, dan kerinduan pada nasionalisme sempit.

    Yang lebih ironis, di satu sisi mereka menginginkan figur kuat yang bisa memutuskan segalanya, tapi di sisi lain frustrasi karena keputusan hidup mereka diambil orang lain. Frustrasi itu sering berubah menjadi agresi terhadap kelompok minoritas — mencari kambing hitam untuk melampiaskan kemarahan.

    Para peneliti memperingatkan, dinamika ini bisa berujung pada kekerasan dan eksklusi sosial.

    Suara tengah yang tak boleh diabaikan

    Pesan utama dari penelitian ini jelas: suara kelompok tengah harus lebih mendapat ruang dalam wacana publik.

    Menurut Zick, hal itu belum terjadi. “Ketika orang melihat ekstremisme kanan meningkat, tapi negara seolah tak berbuat cukup, kepercayaan terhadap demokrasi menurun,” katanya.

    “Dan di situlah ekstremis serta populis masuk dengan klaim: kami punya solusinya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Erdogan Sekakmat Kanselir Jerman yang Salahkan Hamas Atas Gaza”

    (nvc/nvc)

  • Jenderal NATO: Rusia Sudah Siap Serbu Eropa

    Jenderal NATO: Rusia Sudah Siap Serbu Eropa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang pejabat tinggi militer Jerman memperingatkan bahwa Rusia memiliki kapasitas untuk melancarkan serangan terbatas terhadap wilayah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kapan saja. Hal ini terjadi saat keduanya bersitegang pasca perang Ukraina.

    Letnan Jenderal Alexander Sollfrank, yang memimpin komando operasi gabungan Jerman dan mengawasi perencanaan pertahanan, menyatakan bahwa meski terlibat dalam perang di Ukraina, kemampuan tempur Rusia saat ini masih memadai untuk tindakan tersebut. Sollfrank, yang berbicara di markasnya di Berlin utara, menggarisbawahi dua skenario ancaman dari Rusia yakni jangka panjang dan pendek.

    “Jika Anda melihat kemampuan dan kekuatan tempur Rusia saat ini, Rusia bisa melancarkan serangan skala kecil terhadap wilayah NATO paling cepat besok,” kata Letjen Sollfrank kepada Reuters dalam sebuah wawancara dikutip Reuters.

    Ia menambahkan bahwa Rusia memiliki cukup tank tempur utama untuk melakukan serangan terbatas yang dapat dipertimbangkan secepatnya. Namun, ia menekankan bahwa serangan semacam itu akan kecil, cepat, terbatas secara regional, tidak besar.

    Kemudian, Sollfrank juga menggemakan peringatan NATO bahwa Rusia berpotensi melancarkan serangan skala besar terhadap aliansi yang beranggotakan 32 negara itu paling cepat tahun 2029. Hal ini akan terjadi jika upaya persenjataan Moskow terus berlanjut.

    Sollfrank mengatakan keputusan Moskow untuk menyerang NATO akan ditentukan oleh tiga faktor yakni kekuatan militer Rusia, rekam jejak militer, dan kepemimpinan.

    “Ketiga faktor ini membawa saya pada kesimpulan bahwa serangan Rusia berada dalam ranah kemungkinan. Apakah itu akan terjadi atau tidak, sebagian besar bergantung pada perilaku kita sendiri,” tambahnya, merujuk pada upaya pencegahan NATO.

    Jenderal tersebut mencatat bahwa taktik perang hibrida Moskow, termasuk intrusi drone baru-baru ini ke wilayah udara Polandia, harus dipandang sebagai elemen yang saling terhubung dari strategi yang mencakup perang di Ukraina.

    “Rusia menyebutnya perang non-linear. Dalam doktrin mereka, ini adalah perang sebelum menggunakan senjata konvensional. Dan mereka mengancam akan menggunakan senjata nuklir-itu adalah perang melalui intimidasi,” jelas Sollfrank.

    “Tujuan Rusia adalah untuk memprovokasi NATO dan mengukur responsnya, dalam rangka meningkatkan rasa tidak aman, menyebar ketakutan, menyebabkan kerusakan, memata-matai, dan menguji ketahanan aliansi.”

    Peringatan ini muncul ketika Berlin secara signifikan meningkatkan postur pertahanannya. Awal tahun ini, Jerman melonggarkan rem utang konstitusionalnya untuk memenuhi target pengeluaran militer inti NATO sebesar 3,5% dari output nasional pada tahun 2029.

    Selain itu, Jerman berencana menambah angkatan bersenjatanya sebanyak 60.000 tentara, menjadikan total personel militer menjadi sekitar 260.000.

    Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri berulang kali membantah niat agresif. Ia mengatakan bahwa invasi skala penuh Moskow tahun 2022 ke Ukraina adalah pertahanan terhadap ambisi ekspansionis NATO.

    (tps/sef)

    [Gambas:Video CNBC]