kab/kota: Berlin

  • Negara Maju Kian Batasi Pekerja Asing Meski Fatal Bagi Ekonomi

    Negara Maju Kian Batasi Pekerja Asing Meski Fatal Bagi Ekonomi

    Washington DC

    Negara-negara dengan mesin ekonomi terbesar di dunia membutuhkan pekerja asing, terlepas dari sentimen anti-migrasi semakin meningkat, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Namun, sebuah laporan yang dirilis bulan lalu menunjukkan bahwa migrasi tenaga kerja secara global menurun, bahkan saat perekonomian dengan masyarakat yang menua menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin pelik.

    Penurunan ini dimulai jauh sebelum terpilihnya kembali Donald Trump, yang berkampanye tahun lalu dengan janji untuk memangkas imigrasi secara drastis.

    Menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang melacak kebijakan ekonomi dan sosial global, migrasi terkait pekerjaan ke 38 negara anggotanya turun lebih dari seperlima tahun lalu (21%).

    Laporan International Migration Outlook 2025 dari OECD menemukan bahwa penurunan ini lebih disebabkan oleh meningkatnya oposisi politik terhadap imigrasi dan pembatasan visa yang lebih ketat di negara maju lain, daripada berkurangnya permintaan. Migrasi kerja sementara justru terus meningkat.

    Penurunan dipicu oleh dua negara

    “Kebanyakan penurunan … dalam migrasi tenaga kerja permanen disebabkan oleh perubahan kebijakan di Inggris dan Selandia Baru,” kata Ana Damas de Matos, analis kebijakan senior di OECD, kepada DW. “Di kedua kasus tersebut, migrasi tenaga kerja permanen tetap di atas tingkat 2019.”

    Di Selandia Baru, penurunan terkait dengan berakhirnya jalur residensi pasca-pandemi yang bersifat satu kali, yang memungkinkan lebih dari 200.000 migran sementara dan tanggungan mereka menetap secara permanen. Skema residensi terbesar negara itu ditutup pada Juli 2022.

    Setelah Brexit, Inggris mereformasi jalur visa Pekerja Kesehatan dan Perawatan, memperketat kelayakan pemberi kerja dan melarang tanggungan, yang mengakibatkan penurunan tajam dalam permohonan visa. OECD menyoroti sektor kesehatan sebagai area di mana pembatasan ini berisiko memperdalam kekurangan tenaga kerja.

    “Jalur dari mahasiswa ke pekerjaan kini dibatasi,” kata Sharma kepada DW. “Ketika itu terjadi, permohonan akan melambat, karena orang India, misalnya, tidak akan mengeluarkan banyak uang untuk pendidikan di luar negeri jika tidak ada kepastian hasil investasi.”

    Laporan OECD menunjukkan bahwa India merupakan negara asal terbesar bagi pekerja migran yang menetap di negara anggota OECD dengan 600.000 orang tahun lalu, diikuti oleh China dan Rumania.

    Pembatasan visa AS bagi pekerja terampil mengancam sektor teknologi

    Di AS, batas ketat pada visa H-1B, program utama yang memungkinkan profesional asing di bidang teknologi, teknik, dan kedokteran bekerja di negara itu, diperkenalkan di bawah pemerintahan Biden. Trump sejak itu telah meningkatkan biaya visa bagi pemberi kerja menjadi $100.000 (sekitar Rp 1,67 miliar), naik dari $2.000–$5.000. Agenda besarnya lebih menekankan pada pembatasan jalur permanen.

    Sementara itu, Australia menaikkan ambang gaji untuk visa terampil, sedangkan Kanada menyesuaikan jalur untuk pekerja sementara, yang juga berkontribusi pada penurunan migrasi terkait pekerjaan secara luas. Negara-negara Nordik juga mencatat penurunan besar, dengan Finlandia mencatat penurunan 36% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Di Jerman, kebijakan imigrasi yang lebih ketat dari mantan Kanselir Olaf Scholz menyebabkan penurunan 12% dalam masuknya migran permanen tahun lalu, ketika 586.000 pekerja asing masuk ke negara itu. Jumlah orang yang datang dengan visa kerja turun 32% dibandingkan tahun sebelumnya. Reformasi ini diperluas oleh pemerintah penerusnya, Friedrich Merz.

    Herbert Brücker, profesor ekonomi di Universitas Humboldt Berlin, berpikir bahwa penurunan ini akan menimbulkan masalah bagi ekonomi Jerman.

    “Selama bertahun-tahun, Jerman mendapat rata-rata migrasi 550.000 orang per tahun,” kata Brücker kepada DW. “Kita membutuhkan migrasi untuk menggantikan pekerja yang pensiun. Tanpa itu, kita tidak dapat menjaga pasokan tenaga kerja tetap stabil.”

    Permintaan migran yang tinggi di Eropa

    Di seluruh Uni Eropa, sekitar dua pertiga pekerjaan yang tercipta antara 2019 dan 2023 diisi oleh warga non-UE, menurut Dana Moneter Internasional (IMF), menekankan betapa Eropa sudah bergantung pada tenaga kerja migran.

    Secara global, ada 167,7 juta pekerja migran pada 2022, menurut perkiraan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Ini merupakan 4,7% dari total tenaga kerja global. Lebih dari dua pertiga dari mereka (114,7 juta) tinggal di negara berpenghasilan tinggi.

    Meskipun terjadi penurunan tahun lalu, migrasi terkait pekerjaan global tetap di atas tingkat pra-pandemi. Namun laporan OECD mengungkapkan bahwa aliran migrasi tersebut dapat secara tiba-tiba dibatasi oleh resistensi politik, dipicu oleh ketakutan terhadap migrasi ilegal, bukan oleh permintaan ekonomi yang tetap tinggi.

    Agenda masa jabatan kedua Trump memperkuat dinamika ini, dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan sejak ia kembali menjabat pada Januari untuk membatasi baik imigrasi legal maupun ilegal. Pemerintahan Trump berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk melindungi pekerja AS dan memastikan sistem berbasis keterampilan.

    Visa sementara dibanding jalur permanen

    Migrasi tenaga kerja sementara atau musiman tetap stabil tahun lalu meski masuknya pekerja permanen menurun, menurut laporan OECD, mencerminkan preferensi pemerintah terhadap skema jangka pendek yang dapat diperluas atau dikurangi sesuka hati.

    “Keinginannya adalah: ‘Mari kita datangkan orang saat kita mau dan tutup pintu saat kita tidak mau. Tapi jangan biarkan ‘orang berbeda’ tinggal permanen di negeri kita’,” keluh Sharma.

    Program pekerja musiman dan sementara tetap diminati di Australia, Eropa, dan Amerika Utara, di mana pemberi kerja di sektor pertanian, perawatan, dan konstruksi telah mengisi kekosongan tenaga kerja. OECD mencatat bahwa program migrasi sementara juga semakin digunakan untuk pekerja teknologi dan terampil tinggi lainnya.

    Birokrasi membuat migran tetap bekerja di pekerjaan rendah

    Selain menarik lebih banyak migran kerja, OECD mendorong negara maju untuk fokus pada integrasi mereka ke dalam pasar tenaga kerja. Organisasi ini menyebut pelatihan bahasa dan akses ke layanan sosial sebagai syarat penting, bersama dengan pengakuan keterampilan dan kualifikasi, agar pekerja asing dapat berkontribusi sepenuhnya di negara tuan rumah mereka. Seringkali, mereka bekerja di pekerjaan yang jauh lebih rendah dari kualifikasi mereka.

    Brücker, yang juga kepala penelitian migrasi di Institute for Employment Research (IAB) Jerman, mencatat bahwa reformasi yang dimaksudkan untuk membuat ekonomi terbesar Eropa lebih menarik tidak berhasil karena proses persetujuan yang lambat dan birokratis.

    “Pengakuan gelar dan pelatihan vokasi memakan waktu bertahun-tahun dan itu menyulitkan pekerja terampil datang,” katanya kepada DW. Akibatnya, saat ini kita kekurangan sekitar tiga juta pekerja.

    Para pembuat kebijakan juga didorong untuk menciptakan jalur yang lebih jelas yang memungkinkan pekerja migran sementara beralih ke status permanen, sehingga keterampilan mereka dapat dimanfaatkan sepenuhnya dan mengurangi kekurangan tenaga kerja.

    Meskipun Trump sering berbicara positif tentang perlunya migrasi berbasis keterampilan, tahun pertamanya kembali di Gedung Putih ditandai oleh upaya untuk membongkar jalur tersebut, memperkuat kesenjangan antara kebutuhan ekonomi dan kehendak politik.

    Sharma mencatat bahwa retorika sering marah dari Trump dan politisi sayap kanan lainnya mengenai imigrasi mengirimkan “gelombang kejut” secara internasional, membentuk persepsi di India dan negara lain.

    “Pesan yang sampai adalah bahwa ini negara yang tidak ramah, di mana sulit mendapatkan pekerjaan … narasi itu sangat berperan dalam pergerakan migrasi,” kata Sharma kepada DW, menambahkan bahwa jika AS terus membatasi imigrasi terkait pekerjaan, hal itu bisa menyebabkan lebih banyak aliran migran ilegal.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rahka Susanto
    Editor: Rizki Nugraha

    (nvc/nvc)

  • Pengadilan Jerman Batalkan Larangan Terhadap Grup Neo-Nazi

    Pengadilan Jerman Batalkan Larangan Terhadap Grup Neo-Nazi

    Berlin

    Pengadilan Jerman membatalkan larangan nasional terhadap kelompok neo-Nazi Hammerskins. Pengadilan Jerman mengatakan bahwa tidak ada cukup bukti bahwa kelompok tersebut merupakan organisasi nasional.

    Dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), pada tahun 2023, Kementerian Dalam Negeri Jerman telah melarang grup yang berbasis di AS tersebut, yang dikenal karena konser musik supremasi kulit putihnya. Pemerintah Jerman mengatakan bahwa kelompok tersebut bertujuan untuk menyebarkan “doktrin rasial berdasarkan ideologi Nazi”.

    Namun, Pengadilan Administratif Federal mengatakan bahwa “fakta-fakta yang ada tidak membenarkan asumsi bahwa ada asosiasi nasional yang disebut ‘Hammerskins Jerman’”.

    Pengadilan mengatakan bahwa, meskipun grup tersebut memiliki unsur-unsur regional, tidak ada bukti konklusif tentang “kontrol pusat cabang regional oleh badan nasional tingkat yang lebih tinggi”.

    Pengadilan menyatakan bahwa larangan terhadap Hammerskins di tingkat negara bagian masih dimungkinkan.

    Sempat Dilarang Tahun 2023

    Petugas menyita senjata dan uang tunai serta menemukan “sejumlah besar” perlengkapan ekstremis sayap kanan, termasuk salinan buku Adolf Hitler “Mein Kampf” dan bendera bergambar swastika.

    Kelompok ini muncul dari apa yang disebut “Hammerskins Nation” yang didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1988.

    Seorang juru bicara Kementerian mengatakan pada hari Jumat (19/12), bahwa mereka akan mempelajari putusan pengadilan tetapi bahwa mereka “tidak akan mengubah upaya kami yang jelas untuk melarang organisasi ekstremis sayap kanan, yang akan kami lanjutkan”.

    Awal tahun ini, Pengadilan Administratif juga membatalkan larangan terhadap majalah sayap kanan Compact. Pengadilan mengatakan bahwa meskipun majalah tersebut telah menerbitkan beberapa materi “anti-konstitusional”, syarat untuk pelarangan belum terpenuhi.

    (lir/lir)

  • Respons Putin, Zelensky Tuduh Rusia Akan Jadikan 2026 Sebagai Tahun Perang

    Respons Putin, Zelensky Tuduh Rusia Akan Jadikan 2026 Sebagai Tahun Perang

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merespons Presiden Rusia Vladimir Putin yang meyakini bahwa Moskow akan mencapai tujuannya dalam operasi militer di Ukraina. Zelensky menuding Rusia akan menjadikan tahun 2026 sebagai tahun perang.

    “Hari ini, kita mendengar sinyal lain dari Moskow bahwa mereka sedang bersiap untuk menjadikan tahun depan sebagai tahun perang,” kata Zelensky dalam pidatonya, dilansir AFP, Kamis (18/12/2025).

    Pernyataan itu merupakan reaksi Zelensky terhadap Putin, yang mengatakan Rusia akan mencapai tujuannya dalam serangan di Ukraina, termasuk merebut wilayah Ukraina yang diklaimnya sebagai milik Rusia.

    “Tujuan operasi militer khusus pasti akan tercapai,” kata Putin dalam pertemuan dengan para pejabat kementerian pertahanan di Moskow.

    “Kami lebih suka melakukan ini dan menghilangkan akar penyebab konflik melalui diplomasi,” sambungnya seraya berjanji untuk merebut tanah Ukraina yang diklaim Rusia telah dianeksasi dengan cara militer jika negara lawan dan para pendukung asingnya menolak untuk terlibat dalam diskusi substantif.

    Komentar kerasnya muncul ketika Ukraina memuji “kemajuan” yang telah dicapai mengenai masalah jaminan keamanan masa depan untuk Kyiv, setelah dua hari pembicaraan dengan utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Berlin, Jerman.

    Usulan awal Washington-yang disusun tanpa masukan dari sekutu Eropa Ukraina-akan membuat Kyiv menarik diri dari wilayah Donetsk timur dan Amerika Serikat secara de facto mengakui wilayah Donetsk, Krimea, dan Lugansk sebagai wilayah Rusia.

    Sebelumnya pada hari Rabu, Kremlin mengatakan Rusia sedang menunggu informasi dari AS tentang hasil pembicaraan di Berlin.

    “Kami berharap, segera setelah mereka siap, rekan-rekan Amerika kami akan memberi tahu kami tentang hasil kerja mereka dengan Ukraina dan Eropa,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

    Pada September 2022, Rusia mengklaim telah secara resmi mencaplok wilayah Zaporizhzhia, Donetsk, Lugansk, dan Kherson, meskipun mereka tidak memiliki kendali militer penuh atas semuanya.

    Zelensky diperkirakan akan menghadiri KTT di Brussels pada Kamis ini untuk melobi para pemimpin Uni Eropa agar mengadopsi rencana untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan untuk mendukung pertahanan Ukraina.

    Zelensky mengatakan dalam pidatonya bahwa sinyal agresif Putin bukan hanya untuk Ukraina.

    “Penting bagi mitra kami untuk melihat ini, dan penting juga agar mereka tidak hanya melihatnya tetapi juga merespons, termasuk mitra kami di Amerika Serikat, yang sering mengatakan bahwa Rusia konon ingin mengakhiri perang,” katanya, seraya menuduh Moskow mencoba merusak diplomasi.

    (fas/fas)

  • Putin Yakin Operasi Militer Rusia di Ukraina Pasti Tercapai

    Putin Yakin Operasi Militer Rusia di Ukraina Pasti Tercapai

    Moscow

    Presiden Rusia Vladimir Putin meyakini bahwa Moskow pasti akan mencapai tujuannya dalam serangan di Ukraina, termasuk merebut wilayah yang diklaimnya sebagai milik Rusia. Di sisi lain, dorongan agar perang Rusia-Ukraina segera diakhiri lewat serangkaian diplomasi internasional.

    “Tujuan operasi militer khusus pasti akan tercapai,” kata Putin dalam pertemuan dengan para pejabat kementerian pertahanan di Moskow, dilansir AFP, Rabu (17/12/2025).

    “Kami lebih suka melakukan ini dan menghilangkan akar penyebab konflik melalui diplomasi,” sambungnya seraya berjanji untuk merebut tanah Ukraina yang diklaim Rusia telah dianeksasi dengan cara militer jika negara lawan dan para pendukung asingnya menolak untuk terlibat dalam diskusi substantif.

    Komentar kerasnya muncul ketika Ukraina memuji “kemajuan” yang telah dicapai mengenai masalah jaminan keamanan masa depan untuk Kyiv, setelah dua hari pembicaraan dengan utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Berlin, Jerman.

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut masih ada perbedaan pendapat mengenai wilayah mana yang harus diserahkan Ukraina kepada Rusia.

    Usulan awal Washington-yang disusun tanpa masukan dari sekutu Eropa Ukraina-akan membuat Kyiv menarik diri dari wilayah Donetsk timur dan Amerika Serikat secara de facto mengakui wilayah Donetsk, Krimea, dan Lugansk sebagai wilayah Rusia.

    “Kami berharap, segera setelah mereka siap, rekan-rekan Amerika kami akan memberi tahu kami tentang hasil kerja mereka dengan Ukraina dan Eropa,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

    Pada September 2022, Rusia mengklaim telah secara resmi mencaplok wilayah Zaporizhzhia, Donetsk, Lugansk, dan Kherson, meskipun mereka tidak memiliki kendali militer penuh atas semuanya.

    Lihat juga Video ‘Trump Ungkap Alasan Kesepakatan Damai di Ukraina Gagal Terus’:

    (fas/isa)

  • Harga Minyak 16 Desember Turun Imbas Negosiasi Ukraina dan Data China

    Harga Minyak 16 Desember Turun Imbas Negosiasi Ukraina dan Data China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia kembali melemah pada perdagangan Selasa (16/12/2025) pagi WIB, memperpanjang penurunan sesi sebelumnya. Tekanan datang dari meningkatnya optimisme atas kemajuan upaya damai Rusia-Ukraina serta rilis data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan.

    Melansir Reuters, data perdagangan awal Asia mencatat, kontrak berjangka Brent turun 24 sen atau 0,40% ke level US$ 60,32 per barel pada pukul 08.01 WIB. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat melemah 22 sen atau 0,39% ke posisi US$ 56,60 per barel.

    Pelemahan harga minyak terjadi seiring sinyal positif dari proses diplomasi Ukraina. Pemerintah AS dilaporkan menawarkan jaminan keamanan bergaya NATO kepada Ukraina dalam pembicaraan dengan Presiden Volodymyr Zelenskiy di Berlin.

    Langkah tersebut memicu optimisme di sejumlah negara Eropa bahwa konflik berkepanjangan di kawasan itu semakin mendekati tahap negosiasi damai, yang berpotensi membuka jalan bagi pelonggaran sanksi terhadap Rusia.

    Tekanan terhadap harga minyak juga diperkuat oleh rilis data ekonomi China. Analis pasar IG Tony Sycamore menilai data tersebut memperbesar kekhawatiran bahwa permintaan global belum cukup kuat untuk menyerap peningkatan pasokan minyak.

    Data resmi menunjukkan pertumbuhan output pabrik China melambat ke level terendah dalam 15 bulan. Penjualan ritel juga mencatat pertumbuhan paling lambat sejak Desember 2022, ketika pandemi Covid-19 masih membebani aktivitas ekonomi.

    Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa strategi China yang mengandalkan ekspor untuk menutup lemahnya permintaan domestik mulai kehilangan efektivitas.

    Perlambatan ekonomi China berpotensi semakin menekan permintaan minyak global, terutama di tengah meningkatnya penggunaan kendaraan listrik yang turut mengurangi konsumsi bahan bakar fosil di negara tersebut.

    Pada sisi lain, kekhawatiran pasokan sempat muncul setelah AS menyita sebuah kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela pekan lalu.

    Namun, pelaku pasar menilai dampaknya terbatas karena masih tingginya stok minyak terapung serta lonjakan pembelian minyak Venezuela oleh China sebelum potensi pemberlakuan sanksi baru.

  • Rupiah Hari Ini 16 Desember Melemah Tertekan Sinyal The Fed

    Rupiah Hari Ini 16 Desember Melemah Tertekan Sinyal The Fed

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa (16/12/2025), seiring respons pasar terhadap sinyal kebijakan moneter The Fed.

    Mengacu pada data Bloomberg, hingga pukul 09.45 WIB di pasar spot, rupiah tercatat turun 15 poin atau 0,09% ke posisi Rp 16.682 per dolar AS.

    Pada perdagangan sebelumnya, Senin (16/12/2025), rupiah juga ditutup di zona merah dengan pelemahan 21 poin ke level Rp 16.667 per dolar AS.

    Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa tekanan terhadap rupiah dipicu oleh sikap dovish The Fed, yang tidak hanya memangkas suku bunga tetapi juga memberikan sinyal akan memulai pembelian obligasi pemerintah jangka pendek mulai Desember 2025.

    Menurut Ibrahim, rencana pembelian aset tersebut memperkuat ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter, terutama karena tambahan likuiditas dari bank sentral AS berpotensi memperlebar tekanan terhadap mata uang negara berkembang.

    “Untuk perdagangan Selasa, pergerakan rupiah cenderung fluktuatif tetapi ditutup melemah di kisaran Rp 16.660 hingga Rp 16.690 per dolar AS,” ujarnya.

    Selain itu, Ibrahim menyampaikan bahwa perhatian pasar pada pekan ini tertuju pada rilis data ketenagakerjaan sektor non-pertanian Amerika Serikat serta data inflasi konsumen (CPI) untuk periode November 2025. Kedua indikator tersebut dijadwalkan diumumkan masing-masing pada hari ini dan Kamis (18/12/2025).

    Ia menambahkan, pelaku pasar akan mencermati setiap sinyal lanjutan yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan pasar tenaga kerja serta meredanya tekanan inflasi, mengingat kedua faktor tersebut menjadi pertimbangan utama The Federal Reserve dalam menentukan arah penurunan suku bunga.

    Di luar faktor moneter dan kondisi ekonomi AS, pergerakan rupiah juga masih dibayangi sentimen geopolitik global. Ketegangan di kawasan Eropa Timur dinilai berpotensi menekan nilai tukar, meski Rusia dan Ukraina saat ini masih berada dalam tahap perundingan menuju kesepakatan damai.

    Dalam perkembangan terbaru, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy disebut menawarkan opsi untuk menangguhkan ambisi negaranya bergabung dengan aliansi militer NATO, saat melakukan pertemuan dengan utusan Amerika Serikat di Berlin.

  • Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Berlin

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO, Mark Rutte, menyerukan sekutu-sekutu aliansi tersebut untuk meningkatkan pertahanan guna mencegah perang yang mungkin dikobarkan Rusia. Rutte memperingatkan bahwa Moskow bisa saja menggunakan kekuatan militer untuk melawan NATO dalam lima tahun ke depan.

    Dalam pidatonya saat Konferensi Keamanan Munich di Berlin, ibu kota Jerman, seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Jumat (12/12/2025), Rutte mengatakan bahwa terlalu banyak sekutu NATO yang tidak merasakan urgensi ancaman Rusia di kawasan Eropa.

    “Kita perlu sangat jelas tentang ancaman tersebut Kita adalah target Rusia berikutnya,” kata Rutte dalam pidatonya.

    “Saya khawatir terlalu banyak yang diam-diam merasa puas. Terlalu banyak yang tidak merasakan urgensi. Dan terlalu banyak yang mempercayai bahwa waktu ada di pihak kita. Itu tidak benar. Waktu untuk bertindak adalah sekarang,” ucapnya.

    “Konflik ada di depan pintu kita. Rusia telah membawa perang kembali ke Eropa. Dan kita harus bersiap,” cetus Rutte.

    Dalam pidatonya pada Kamis (11/12) waktu setempat, Rutte memperingatkan negara-negara NATO bahwa Rusia dapat berada dalam posisi untuk menyerang negara-negara NATO dalam waktu lima tahun.

    Dia menekankan bahwa Rusia telah secara signifikan meningkatkan produksi pertahanan selama perang Ukraina, dengan memproduksi sekitar 2.000 rudal jelajah dan balistik tahun ini, serta memproduksi sekitar 2.900 drone setiap bulannya.

    Rutte mencetuskan agar negara-negara NATO segera meningkatkan pengeluaran dan produksi pertahanan untuk mencegah perang skala besar, yang pernah dialami generasi-generasi sebelumnya.

    “Pertahanan NATO sendiri dapat bertahan untuk saat ini. Tetapi dengan ekonominya yang didedikasikan untuk perang, Rusia bisa saja siap menggunakan kekuatan militer terhadap NATO dalam waktu lima tahun,” ujar Rutte memperingatkan.

    Dalam pidatonya, Rutte juga menuduh Rusia melancarkan perang hybrid yang semakin meningkat terhadap negara-negara Barat. Dia menyebut Moskow berada di balik kampanye rahasia, serangan sabotase terhadap infrastruktur penting, penyusupan drone, dan pelanggaran wilayah udara.

    “Respons NATO terhadap provokasi Rusia cenderung tenang, tegas, dan proporsional. Tetapi kita perlu bersiap untuk eskalasi dan konfrontasi lebih lanjut,” ujarnya.

    “Komitmen abadi kita terhadap Pasal 5 NATO, bahwa serangan terhadap satu negara adalah serangan terhadap semua negara, mengirimkan pesan yang kuat. Setiap agresor harus mengetahui bahwa kita dapat dan akan membalas dengan keras,” kata Rutte.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Hanya Mau Damai Jika Untung

    Jakarta

    Sekjen Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), Mark Rutte, menyindir Presiden Rusia Vladimir Putin soal perang Ukraina. Rutte mengatakan jika Amerika Serikat (AS) dan Eropa bisa menyepakati rencana mengakhiri perang di Ukraina, ini akan menjadi ujian untuk Putin.

    “Sejauh ini, (Presiden Rusia Vladimir) Putin hanya berperan sebagai pembawa perdamaian ketika itu menguntungkannya, untuk mengulur waktu agar perangnya dapat berlanjut,” kata Rutte dalam pidatonya di Berlin, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025).

    “(Trump) ingin mengakhiri pertumpahan darah sekarang, (dan) satu-satunya yang dapat membawa Putin ke meja perundingan”, kata Rutte.

    Rutte kemudian menantang Putin apakah dia ingin perdamaian atau melanjutkan perang.

    “Jadi, mari kita uji Putin. Mari kita lihat apakah dia benar-benar menginginkan perdamaian, atau apakah dia lebih suka pembantaian berlanjut,” ujar dia.

    Pada Rabu (10/12) kemarin, para pejabat Ukraina mengatakan mereka telah mengirimkan rencana terbaru kepada Washington untuk mengakhiri invasi Rusia, berdasarkan proposal 28 poin yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump bulan lalu.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan pembicaraan lebih lanjut dengan Amerika direncanakan akhir pekan ini. Dia menyebut pertemuan internasional tentang Ukraina “dapat berlangsung pada awal minggu depan”.

    Rutte kemudian mengatakan, dalam diskusi panel: “Apakah saya pikir ketika menyangkut Ukraina, AS dan Eropa (dapat) mencapai kesepakatan? Ya, saya yakin,” katanya.

    “Saya pikir kita bisa. Apakah saya yakin bahwa Rusia akan menerimanya? Saya tidak tahu. Inilah ujiannya,” imbuhnya.

    Kepala NATO juga menuduh China sebagai penyelamat Rusia dalam perang tersebut.

    “China ingin mencegah sekutunya kalah di Ukraina,” katanya dalam pidatonya di sebuah konferensi keamanan.

    “Tanpa dukungan China, Rusia tidak dapat melanjutkan perang ini,” lanjutnya.

    China, salah satu mitra dagang utama Rusia, mengatakan bahwa mereka memiliki posisi netral dalam konflik Ukraina, tetapi telah menahan diri untuk tidak mengutuk Rusia.

    Rutte juga memperingatkan konsekuensi finansial bagi NATO jika Ukraina berada di bawah kekuasaan pendudukan Rusia.

    “NATO harus secara substansial meningkatkan kehadiran militernya di sepanjang sayap timur. Dan sekutu harus melangkah lebih jauh dan lebih cepat dalam pengeluaran dan produksi pertahanan,” katanya.

    (lir/isa)

  • Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Jakarta

    Tujuh bulan menjabat sebagai kanselir, Friedrich Merz melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Israel. Perjalanan yang berlangsung kurang dari 24 jam itu menuai sorotan tajam, terutama di Jerman, karena dinilai berpotensi mengirimkan sinyal yang keliru di tengah konflik yang terus berlangsung di Gaza dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat.

    Di mata publik Israel, Merz masih relatif tidak dikenal, kata sejarawan Moshe Zimmermann kepada DW.

    “Kalau Anda melakukan survei dan bertanya, siapa Kanselir Jerman saat ini, mungkin tidak lebih dari 10% orang Israel yang tahu namanya Friedrich Merz,” ujar Zimmermann. “Bagi banyak orang, Angela Merkel masih dianggap sebagai kanselir dan ia sangat populer di sini.”

    Belakangan, semakin banyak suara kritis dari Jerman terkait operasi militer Israel di Gaza, sesuatu yang dianggap cukup tidak biasa oleh banyak warga Israel.

    Perbedaan pandangan soal isu Palestina

    Semua perhatian tertuju pada pernyataan bersama dan konferensi pers antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Friedrich Merz untuk melihat apakah hubungan kedua negara terdampak oleh situasi terkini. Meski mengakui adanya perbedaan pandangan dalam beberapa isu, keduanya menegaskan kembali kuatnya hubungan bilateral.

    “Kunjungan ini menegaskan kuatnya hubungan bilateral. Komitmen Jerman terhadap Israel dan komitmen Israel terhadap Jerman terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Jeremy Issacharoff, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2017-2022.

    “Konferensi pers itu menunjukkan hubungan kedua negara tetap solid, meski ada perbedaan terutama soal bagaimana melangkah ke depan terkait isu Palestina,” tambah Issacharoff.

    Dalam pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog malam sebelumnya, Merz mengakui bahwa waktu kunjungannya “tidak ideal”. Proses gencatan senjata di Gaza belum memasuki fase kedua, serangan udara harian masih menimbulkan korban di wilayah yang hancur, dan Israel masih menunggu pemulangan jenazah sandera terakhir dari Gaza.

    Sementara itu, di Tepi Barat yang diduduki Israel, lonjakan serangan kekerasan oleh pemukim terhadap warga Palestina serta kebijakan aneksasi Israel memicu keprihatinan negara-negara Eropa.

    “Ini kunjungan yang bersifat simbolis, tapi juga penting,” kata Shimon Stein, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2001-2007.

    “Merz sejak awal menunjukkan solidaritas dan persahabatan dengan Israel. Namun, kunjungan ini terjadi di tengah banyak konflik terbuka, baik di dalam negeri maupun di kawasan.” tambah Shimon.

    Perbedaan soal solusi dua negara

    Seperti banyak pemimpin Barat lainnya, Kanselir Jerman kembali menegaskan dukungan pada solusi dua negara, meski kondisi saat ini membuat terwujudnya negara Palestina terasa semakin jauh.

    “Keyakinan kami adalah bahwa pendirian negara Palestina di samping Israel menawarkan prospek terbaik untuk masa depan,” ujar Merz, seraya menambahkan bahwa solusi dua negara hanya dapat lahir di akhir proses perundingan, bukan di awal, dan menegaskan kembali penolakan Jerman untuk mengakui negara Palestina saat ini.

    Zimmermann menilai tidak banyak hal baru dari pendekatan kanselir tersebut. “Kanselir tentu menyebut bahwa Jerman menolak pengambilalihan wilayah Tepi Barat, tapi itu hal yang memang sudah seharusnya diucapkan. Tak ada penjelasan tentang apa yang benar-benar terjadi di sana hari ini,” kata Zimmermann kepada DW.

    “Sebagai kanselir Jerman, ia mengonfirmasi kebijakan lama, yaitu tidak mengakui negara Palestina, berbeda dengan beberapa negara Eropa.”

    Kanselir Jerman tidak mengunjungi Tepi Barat untuk bertemu pemimpin Palestina atau perwakilan masyarakat sipil. Kantornya hanya menyebut adanya panggilan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelum perjalanan regional ini.

    Perdana Menteri Netanyahu segera menepis gagasan negara Palestina. Pemerintahan sayap kanannya berkali-kali menolak kemungkinan negara Palestina yang merdeka dan lebih memilih mendorong perdamaian regional yang lebih luas.

    “Kami percaya ada jalan untuk memajukan perdamaian lebih luas dengan negara-negara Arab dan perdamaian yang dapat dijalankan dengan tetangga Palestina kami,” kata Netanyahu. “Namun, kami tidak akan menciptakan sebuah negara yang berpotensi mengancam keberadaan kami tepat di depan pintu kami.” ucapnya tegas

    Embargo bantuan senjata dianggap keputusan situasional

    Persoalan lain yang menjadi sumber ketegangan tampaknya telah mereda. Meskipun Merz mengakui bahwa tindakan militer Israel di Gaza telah menempatkan Jerman dalam “dilema” dan mendesak Israel untuk menghormati hukum internasional, ia menekankan bahwa keputusan untuk menangguhkan pengiriman senjata hanya dilakukan sekali.

    Jerman menangguhkan sejumlah pengiriman senjata ke Israel pada Agustus lalu karena meningkatnya kekhawatiran atas korban sipil di Gaza. Penangguhan itu dicabut pada November setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Kerja sama pertahanan tetap menjadi pilar penting dalam hubungan Jerman dan Israel, meskipun perang di Gaza telah memicu kritik keras. Komite PBB bahkan menyebut perang tersebut sebagai genosida, tuduhan yang ditolak oleh Israel.

    Netanyahu menekankan bahwa 80 tahun setelah Holokaus, Israel justru menjadi pihak yang menjaga keamanan Jerman dan Eropa, dengan merujuk pada akuisisi sistem pertahanan Arrow Defense 3 oleh Berlin sebagai buktinya.

    Pengaruh Jerman yang terbatas

    Perdana Menteri Israel juga menegaskan bahwa perkembangan politik terkait Gaza akan dibahas di Washington akhir bulan ini, saat ia dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih. Banyak pengamat sepakat bahwa peran politik Jerman di kawasan saat ini sangat terbatas. Baik Jerman maupun Uni Eropa tidak berada di posisi penentu kebijakan, kata Shimon Stein. Keputusan utama ada di Washington.

    “Dengan Trump mendorong rencananya sendiri, Israel setelah serangan 7 Oktober menjadi sangat bergantung pada Amerika,” ujar Stein. “Begitu bergantungnya sehingga saya tidak melihat Netanyahu punya banyak ruang untuk bertindak secara mandiri,” tambahnya. “Sebagai orang Israel, ini cukup mengkhawatirkan.”

    Moshe Zimmermann sependapat dengan pandangan tersebut. “Jerman tidak bisa memulai apa pun di sini, kecuali mungkin memberikan dukungan finansial untuk Palestina,” katanya. “Artinya ketika berbicara soal siapa yang akan membiayai rencana Trump, salah satunya ya Jerman.”

    Zimmermann menambahkan, “Kanselir ini belum dikenal luas oleh publik Israel maupun warga Israel di luar negeri, dan itu tidak mengherankan.”

    Menurutnya, perhatian warga Israel tertuju pada apa yang terjadi di Amerika. “Seperti yang dikatakan Netanyahu, ini cara kami menyampaikan bahwa kalian di Eropa tidak terlalu berpengaruh.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Melisa Ester Lolindu dan Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Rudal Baru Jerman Arrow 3 Siap Tangkal Ancaman di Luar Angkasa

    Rudal Baru Jerman Arrow 3 Siap Tangkal Ancaman di Luar Angkasa

    Jakarta

    Jika rudal menyerang dari ketinggian yang besar, Arrow 3 dapat mencegatnya jauh sebelum rudal tersebut kembali ke atmosfer. Pada hari Rabu, 3 Desember, sistem pertahanan baru ini memasuki tahap operasional pertama. Angkatan Bersenjata Jerman (Bundeswehr) bertujuan untuk menonaktifkan rudal balistik bahkan saat berada di transisi menuju luar angkasa. Dengan langkah ini, Jerman menjadi negara pertama di luar Israel yang mengintegrasikan Arrow 3 ke dalam pertahanannya.

    Penerapan Arrow 3 dianggap sebagai reaksi langsung terhadap perang agresi Rusia di Ukraina dan meningkatnya ancaman rudal jarak jauh modern. Arrow 3 adalah bagian dari penataan ulang kebijakan keamanan Jerman sejak 2022, yang disebut “Zeitenwende,” termasuk peningkatan belanja pertahanan yang signifikan dan pembangunan pertahanan udara Eropa berlapis.

    Meskipun kemungkinan serangan rudal langsung dari ketinggian tinggi atau luar angkasa dianggap rendah bagi Jerman dan Eropa, negara-negara seperti Rusia memiliki rudal balistik jarak jauh yang dapat mencapai ketinggian ekstrem dan menjadi ancaman serius dalam krisis.

    Sebelumnya, Jerman tidak memiliki solusi militer untuk hal ini. Analisis NATO juga lama memperingatkan adanya celah pertahanan Eropa — yang kini diharapkan bisa ditutup oleh Arrow 3.

    Hit-to-Kill: Presisi, bukan ledakan

    Sistem pertahanan rudal Arrow 3 dikembangkan bersama oleh Israel dan AS, dan termasuk salah satu sistem paling modern di dunia untuk menangkis rudal antarbenua.

    Sistem pertahanan udara IRIS-T melindungi jarak pendek hingga sekitar 15 km, sedangkan Patriot menjangkau jarak menengah hingga sekitar 50 km — keduanya bersama-sama mengamankan ketinggian hingga 50 km.

    Arrow 3, di sisi lain, melindungi dari ancaman berjangkauan jauh dan terbang tinggi. Sistem ini dapat mencegat rudal penyerang pada ketinggian hingga 100 km, di transisi menuju luar angkasa, dengan jangkauan hingga 2.400 km. Ketiga sistem ini bersama-sama membentuk pertahanan rudal berlapis.

    Sistem ini bekerja berdasarkan prinsip Hit-to-Kill: rudal penyerang tidak dihancurkan dengan ledakan, tetapi dengan tumbukan langsung. Rudal intersepsi menabrak target pada lintasannya sebelum mencapai kembali atmosfer Bumi.

    Keuntungan metode ini adalah menghasilkan lebih sedikit puing dibanding ledakan konvensional, sehingga lebih aman di atas wilayah padat penduduk. Namun, sistem ini membutuhkan pengendalian presisi. Kepala hulu ledak juga dilengkapi sensor sendiri untuk koreksi target selama penerbangan.

    Perlindungan terhadap rudal balistik cepat

    Seperti Patriot, Arrow 3 terdiri dari tiga komponen utama bergerak:

    -Radar peringatan dini untuk mendeteksi lintasan rudal dengan cepat.

    –Sistem komando dan kendali untuk menganalisis ancaman dan memutuskan langkah intersepsi.

    -Peluncur rudal bergerak untuk menembakkan rudal intersepsi.

    Sistem ini dirancang terutama untuk menangkis rudal balistik, yang setelah diluncurkan mengikuti lintasan yang sebagian besar ditentukan gravitasi. Rudal ini pertama-tama dipercepat oleh mesin, naik ke ketinggian tinggi, bahkan sebagian mencapai luar angkasa, sebelum jatuh ke targetnya.

    Berbeda dengan rudal jelajah yang dikendalikan sepanjang penerbangan, rudal balistik hanya dikontrol pada fase awal peluncuran. Mereka sulit ditangkal karena kecepatan sangat tinggi, jarak tempuh jauh, dan ketinggian ekstrem. Rudal antarbenua modern, seperti Sarmat Rusia, bisa melaju lebih dari 20.000 km/jam.

    Holzdorf: Lokasi Arrow 3 Pertama di Jerman

    Lokasi pertama sistem Arrow 3 adalah pangkalan militer Holzdorf di Schnewalde, selatan Berlin, perbatasan tiga negara bagian: Brandenburg, Sachsen-Anhalt, dan Sachsen. Di sini, personel dan prosedur diuji serta integrasi ke jaringan pertahanan udara NATO dilaksanakan.

    Holzdorf menjadi titik awal pembangunan perisai nasional Jerman terhadap rudal jarak jauh. Dua lokasi tambahan direncanakan di Bayern dan Schleswig-Holstein. Perlindungan penuh Arrow 3 diperkirakan tercapai pada 2030. Dengan penyebaran fasilitas ke beberapa lokasi, perlindungan tetap terjaga jika komponen tertentu gagal saat krisis.

    Arrow 3 pertama kali dioperasikan secara resmi oleh Israel pada awal 2017. Berbeda dengan sistem Iron Dome (“Kubus Besi”) yang menangkis rudal dari Gaza dan Lebanon, Arrow 3 dirancang khusus untuk rudal jarak jauh.

    Dengan penempatan di Jerman, sistem ini menjadi bagian dari European Sky Shield Initiative (ESSI), inisiatif pertahanan udara Eropa yang digerakkan Jerman pada Oktober 2022.

    Kesepakatan militer terbesar Jerman–Israel

    Pada akhir September 2023, Jerman dan Israel menandatangani pembelian sistem Arrow 3 di Berlin— transaksi pertahanan terbesar Israel hingga saat ini, senilai sekitar 3,3 miliar euro. Sebagian anggaran digunakan untuk paket pemeliharaan dan dukungan agar sistem dapat beroperasi selama puluhan tahun.

    Kesepakatan ini lebih dari sekadar transaksi miliaran euro; ini memperkuat kemitraan keamanan Jerman–Israel, dan bagi Eropa, Arrow 3 merupakan langkah menuju kemandirian lebih besar dari sistem pertahanan AS.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video: Oktoberfest 2025 di Jerman Sempat Tutup Buntut Ancaman Bom

    (ita/ita)