kab/kota: Berlin

  • Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Berlin

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO, Mark Rutte, menyerukan sekutu-sekutu aliansi tersebut untuk meningkatkan pertahanan guna mencegah perang yang mungkin dikobarkan Rusia. Rutte memperingatkan bahwa Moskow bisa saja menggunakan kekuatan militer untuk melawan NATO dalam lima tahun ke depan.

    Dalam pidatonya saat Konferensi Keamanan Munich di Berlin, ibu kota Jerman, seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Jumat (12/12/2025), Rutte mengatakan bahwa terlalu banyak sekutu NATO yang tidak merasakan urgensi ancaman Rusia di kawasan Eropa.

    “Kita perlu sangat jelas tentang ancaman tersebut Kita adalah target Rusia berikutnya,” kata Rutte dalam pidatonya.

    “Saya khawatir terlalu banyak yang diam-diam merasa puas. Terlalu banyak yang tidak merasakan urgensi. Dan terlalu banyak yang mempercayai bahwa waktu ada di pihak kita. Itu tidak benar. Waktu untuk bertindak adalah sekarang,” ucapnya.

    “Konflik ada di depan pintu kita. Rusia telah membawa perang kembali ke Eropa. Dan kita harus bersiap,” cetus Rutte.

    Dalam pidatonya pada Kamis (11/12) waktu setempat, Rutte memperingatkan negara-negara NATO bahwa Rusia dapat berada dalam posisi untuk menyerang negara-negara NATO dalam waktu lima tahun.

    Dia menekankan bahwa Rusia telah secara signifikan meningkatkan produksi pertahanan selama perang Ukraina, dengan memproduksi sekitar 2.000 rudal jelajah dan balistik tahun ini, serta memproduksi sekitar 2.900 drone setiap bulannya.

    Rutte mencetuskan agar negara-negara NATO segera meningkatkan pengeluaran dan produksi pertahanan untuk mencegah perang skala besar, yang pernah dialami generasi-generasi sebelumnya.

    “Pertahanan NATO sendiri dapat bertahan untuk saat ini. Tetapi dengan ekonominya yang didedikasikan untuk perang, Rusia bisa saja siap menggunakan kekuatan militer terhadap NATO dalam waktu lima tahun,” ujar Rutte memperingatkan.

    Dalam pidatonya, Rutte juga menuduh Rusia melancarkan perang hybrid yang semakin meningkat terhadap negara-negara Barat. Dia menyebut Moskow berada di balik kampanye rahasia, serangan sabotase terhadap infrastruktur penting, penyusupan drone, dan pelanggaran wilayah udara.

    “Respons NATO terhadap provokasi Rusia cenderung tenang, tegas, dan proporsional. Tetapi kita perlu bersiap untuk eskalasi dan konfrontasi lebih lanjut,” ujarnya.

    “Komitmen abadi kita terhadap Pasal 5 NATO, bahwa serangan terhadap satu negara adalah serangan terhadap semua negara, mengirimkan pesan yang kuat. Setiap agresor harus mengetahui bahwa kita dapat dan akan membalas dengan keras,” kata Rutte.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Rusia Bisa Serang NATO dalam 5 Tahun Ini, Eropa Diminta Bersiap!

    Hanya Mau Damai Jika Untung

    Jakarta

    Sekjen Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), Mark Rutte, menyindir Presiden Rusia Vladimir Putin soal perang Ukraina. Rutte mengatakan jika Amerika Serikat (AS) dan Eropa bisa menyepakati rencana mengakhiri perang di Ukraina, ini akan menjadi ujian untuk Putin.

    “Sejauh ini, (Presiden Rusia Vladimir) Putin hanya berperan sebagai pembawa perdamaian ketika itu menguntungkannya, untuk mengulur waktu agar perangnya dapat berlanjut,” kata Rutte dalam pidatonya di Berlin, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025).

    “(Trump) ingin mengakhiri pertumpahan darah sekarang, (dan) satu-satunya yang dapat membawa Putin ke meja perundingan”, kata Rutte.

    Rutte kemudian menantang Putin apakah dia ingin perdamaian atau melanjutkan perang.

    “Jadi, mari kita uji Putin. Mari kita lihat apakah dia benar-benar menginginkan perdamaian, atau apakah dia lebih suka pembantaian berlanjut,” ujar dia.

    Pada Rabu (10/12) kemarin, para pejabat Ukraina mengatakan mereka telah mengirimkan rencana terbaru kepada Washington untuk mengakhiri invasi Rusia, berdasarkan proposal 28 poin yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump bulan lalu.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan pembicaraan lebih lanjut dengan Amerika direncanakan akhir pekan ini. Dia menyebut pertemuan internasional tentang Ukraina “dapat berlangsung pada awal minggu depan”.

    Rutte kemudian mengatakan, dalam diskusi panel: “Apakah saya pikir ketika menyangkut Ukraina, AS dan Eropa (dapat) mencapai kesepakatan? Ya, saya yakin,” katanya.

    “Saya pikir kita bisa. Apakah saya yakin bahwa Rusia akan menerimanya? Saya tidak tahu. Inilah ujiannya,” imbuhnya.

    Kepala NATO juga menuduh China sebagai penyelamat Rusia dalam perang tersebut.

    “China ingin mencegah sekutunya kalah di Ukraina,” katanya dalam pidatonya di sebuah konferensi keamanan.

    “Tanpa dukungan China, Rusia tidak dapat melanjutkan perang ini,” lanjutnya.

    China, salah satu mitra dagang utama Rusia, mengatakan bahwa mereka memiliki posisi netral dalam konflik Ukraina, tetapi telah menahan diri untuk tidak mengutuk Rusia.

    Rutte juga memperingatkan konsekuensi finansial bagi NATO jika Ukraina berada di bawah kekuasaan pendudukan Rusia.

    “NATO harus secara substansial meningkatkan kehadiran militernya di sepanjang sayap timur. Dan sekutu harus melangkah lebih jauh dan lebih cepat dalam pengeluaran dan produksi pertahanan,” katanya.

    (lir/isa)

  • Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Jakarta

    Tujuh bulan menjabat sebagai kanselir, Friedrich Merz melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Israel. Perjalanan yang berlangsung kurang dari 24 jam itu menuai sorotan tajam, terutama di Jerman, karena dinilai berpotensi mengirimkan sinyal yang keliru di tengah konflik yang terus berlangsung di Gaza dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat.

    Di mata publik Israel, Merz masih relatif tidak dikenal, kata sejarawan Moshe Zimmermann kepada DW.

    “Kalau Anda melakukan survei dan bertanya, siapa Kanselir Jerman saat ini, mungkin tidak lebih dari 10% orang Israel yang tahu namanya Friedrich Merz,” ujar Zimmermann. “Bagi banyak orang, Angela Merkel masih dianggap sebagai kanselir dan ia sangat populer di sini.”

    Belakangan, semakin banyak suara kritis dari Jerman terkait operasi militer Israel di Gaza, sesuatu yang dianggap cukup tidak biasa oleh banyak warga Israel.

    Perbedaan pandangan soal isu Palestina

    Semua perhatian tertuju pada pernyataan bersama dan konferensi pers antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Friedrich Merz untuk melihat apakah hubungan kedua negara terdampak oleh situasi terkini. Meski mengakui adanya perbedaan pandangan dalam beberapa isu, keduanya menegaskan kembali kuatnya hubungan bilateral.

    “Kunjungan ini menegaskan kuatnya hubungan bilateral. Komitmen Jerman terhadap Israel dan komitmen Israel terhadap Jerman terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Jeremy Issacharoff, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2017-2022.

    “Konferensi pers itu menunjukkan hubungan kedua negara tetap solid, meski ada perbedaan terutama soal bagaimana melangkah ke depan terkait isu Palestina,” tambah Issacharoff.

    Dalam pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog malam sebelumnya, Merz mengakui bahwa waktu kunjungannya “tidak ideal”. Proses gencatan senjata di Gaza belum memasuki fase kedua, serangan udara harian masih menimbulkan korban di wilayah yang hancur, dan Israel masih menunggu pemulangan jenazah sandera terakhir dari Gaza.

    Sementara itu, di Tepi Barat yang diduduki Israel, lonjakan serangan kekerasan oleh pemukim terhadap warga Palestina serta kebijakan aneksasi Israel memicu keprihatinan negara-negara Eropa.

    “Ini kunjungan yang bersifat simbolis, tapi juga penting,” kata Shimon Stein, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2001-2007.

    “Merz sejak awal menunjukkan solidaritas dan persahabatan dengan Israel. Namun, kunjungan ini terjadi di tengah banyak konflik terbuka, baik di dalam negeri maupun di kawasan.” tambah Shimon.

    Perbedaan soal solusi dua negara

    Seperti banyak pemimpin Barat lainnya, Kanselir Jerman kembali menegaskan dukungan pada solusi dua negara, meski kondisi saat ini membuat terwujudnya negara Palestina terasa semakin jauh.

    “Keyakinan kami adalah bahwa pendirian negara Palestina di samping Israel menawarkan prospek terbaik untuk masa depan,” ujar Merz, seraya menambahkan bahwa solusi dua negara hanya dapat lahir di akhir proses perundingan, bukan di awal, dan menegaskan kembali penolakan Jerman untuk mengakui negara Palestina saat ini.

    Zimmermann menilai tidak banyak hal baru dari pendekatan kanselir tersebut. “Kanselir tentu menyebut bahwa Jerman menolak pengambilalihan wilayah Tepi Barat, tapi itu hal yang memang sudah seharusnya diucapkan. Tak ada penjelasan tentang apa yang benar-benar terjadi di sana hari ini,” kata Zimmermann kepada DW.

    “Sebagai kanselir Jerman, ia mengonfirmasi kebijakan lama, yaitu tidak mengakui negara Palestina, berbeda dengan beberapa negara Eropa.”

    Kanselir Jerman tidak mengunjungi Tepi Barat untuk bertemu pemimpin Palestina atau perwakilan masyarakat sipil. Kantornya hanya menyebut adanya panggilan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelum perjalanan regional ini.

    Perdana Menteri Netanyahu segera menepis gagasan negara Palestina. Pemerintahan sayap kanannya berkali-kali menolak kemungkinan negara Palestina yang merdeka dan lebih memilih mendorong perdamaian regional yang lebih luas.

    “Kami percaya ada jalan untuk memajukan perdamaian lebih luas dengan negara-negara Arab dan perdamaian yang dapat dijalankan dengan tetangga Palestina kami,” kata Netanyahu. “Namun, kami tidak akan menciptakan sebuah negara yang berpotensi mengancam keberadaan kami tepat di depan pintu kami.” ucapnya tegas

    Embargo bantuan senjata dianggap keputusan situasional

    Persoalan lain yang menjadi sumber ketegangan tampaknya telah mereda. Meskipun Merz mengakui bahwa tindakan militer Israel di Gaza telah menempatkan Jerman dalam “dilema” dan mendesak Israel untuk menghormati hukum internasional, ia menekankan bahwa keputusan untuk menangguhkan pengiriman senjata hanya dilakukan sekali.

    Jerman menangguhkan sejumlah pengiriman senjata ke Israel pada Agustus lalu karena meningkatnya kekhawatiran atas korban sipil di Gaza. Penangguhan itu dicabut pada November setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Kerja sama pertahanan tetap menjadi pilar penting dalam hubungan Jerman dan Israel, meskipun perang di Gaza telah memicu kritik keras. Komite PBB bahkan menyebut perang tersebut sebagai genosida, tuduhan yang ditolak oleh Israel.

    Netanyahu menekankan bahwa 80 tahun setelah Holokaus, Israel justru menjadi pihak yang menjaga keamanan Jerman dan Eropa, dengan merujuk pada akuisisi sistem pertahanan Arrow Defense 3 oleh Berlin sebagai buktinya.

    Pengaruh Jerman yang terbatas

    Perdana Menteri Israel juga menegaskan bahwa perkembangan politik terkait Gaza akan dibahas di Washington akhir bulan ini, saat ia dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih. Banyak pengamat sepakat bahwa peran politik Jerman di kawasan saat ini sangat terbatas. Baik Jerman maupun Uni Eropa tidak berada di posisi penentu kebijakan, kata Shimon Stein. Keputusan utama ada di Washington.

    “Dengan Trump mendorong rencananya sendiri, Israel setelah serangan 7 Oktober menjadi sangat bergantung pada Amerika,” ujar Stein. “Begitu bergantungnya sehingga saya tidak melihat Netanyahu punya banyak ruang untuk bertindak secara mandiri,” tambahnya. “Sebagai orang Israel, ini cukup mengkhawatirkan.”

    Moshe Zimmermann sependapat dengan pandangan tersebut. “Jerman tidak bisa memulai apa pun di sini, kecuali mungkin memberikan dukungan finansial untuk Palestina,” katanya. “Artinya ketika berbicara soal siapa yang akan membiayai rencana Trump, salah satunya ya Jerman.”

    Zimmermann menambahkan, “Kanselir ini belum dikenal luas oleh publik Israel maupun warga Israel di luar negeri, dan itu tidak mengherankan.”

    Menurutnya, perhatian warga Israel tertuju pada apa yang terjadi di Amerika. “Seperti yang dikatakan Netanyahu, ini cara kami menyampaikan bahwa kalian di Eropa tidak terlalu berpengaruh.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Melisa Ester Lolindu dan Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Rudal Baru Jerman Arrow 3 Siap Tangkal Ancaman di Luar Angkasa

    Rudal Baru Jerman Arrow 3 Siap Tangkal Ancaman di Luar Angkasa

    Jakarta

    Jika rudal menyerang dari ketinggian yang besar, Arrow 3 dapat mencegatnya jauh sebelum rudal tersebut kembali ke atmosfer. Pada hari Rabu, 3 Desember, sistem pertahanan baru ini memasuki tahap operasional pertama. Angkatan Bersenjata Jerman (Bundeswehr) bertujuan untuk menonaktifkan rudal balistik bahkan saat berada di transisi menuju luar angkasa. Dengan langkah ini, Jerman menjadi negara pertama di luar Israel yang mengintegrasikan Arrow 3 ke dalam pertahanannya.

    Penerapan Arrow 3 dianggap sebagai reaksi langsung terhadap perang agresi Rusia di Ukraina dan meningkatnya ancaman rudal jarak jauh modern. Arrow 3 adalah bagian dari penataan ulang kebijakan keamanan Jerman sejak 2022, yang disebut “Zeitenwende,” termasuk peningkatan belanja pertahanan yang signifikan dan pembangunan pertahanan udara Eropa berlapis.

    Meskipun kemungkinan serangan rudal langsung dari ketinggian tinggi atau luar angkasa dianggap rendah bagi Jerman dan Eropa, negara-negara seperti Rusia memiliki rudal balistik jarak jauh yang dapat mencapai ketinggian ekstrem dan menjadi ancaman serius dalam krisis.

    Sebelumnya, Jerman tidak memiliki solusi militer untuk hal ini. Analisis NATO juga lama memperingatkan adanya celah pertahanan Eropa — yang kini diharapkan bisa ditutup oleh Arrow 3.

    Hit-to-Kill: Presisi, bukan ledakan

    Sistem pertahanan rudal Arrow 3 dikembangkan bersama oleh Israel dan AS, dan termasuk salah satu sistem paling modern di dunia untuk menangkis rudal antarbenua.

    Sistem pertahanan udara IRIS-T melindungi jarak pendek hingga sekitar 15 km, sedangkan Patriot menjangkau jarak menengah hingga sekitar 50 km — keduanya bersama-sama mengamankan ketinggian hingga 50 km.

    Arrow 3, di sisi lain, melindungi dari ancaman berjangkauan jauh dan terbang tinggi. Sistem ini dapat mencegat rudal penyerang pada ketinggian hingga 100 km, di transisi menuju luar angkasa, dengan jangkauan hingga 2.400 km. Ketiga sistem ini bersama-sama membentuk pertahanan rudal berlapis.

    Sistem ini bekerja berdasarkan prinsip Hit-to-Kill: rudal penyerang tidak dihancurkan dengan ledakan, tetapi dengan tumbukan langsung. Rudal intersepsi menabrak target pada lintasannya sebelum mencapai kembali atmosfer Bumi.

    Keuntungan metode ini adalah menghasilkan lebih sedikit puing dibanding ledakan konvensional, sehingga lebih aman di atas wilayah padat penduduk. Namun, sistem ini membutuhkan pengendalian presisi. Kepala hulu ledak juga dilengkapi sensor sendiri untuk koreksi target selama penerbangan.

    Perlindungan terhadap rudal balistik cepat

    Seperti Patriot, Arrow 3 terdiri dari tiga komponen utama bergerak:

    -Radar peringatan dini untuk mendeteksi lintasan rudal dengan cepat.

    –Sistem komando dan kendali untuk menganalisis ancaman dan memutuskan langkah intersepsi.

    -Peluncur rudal bergerak untuk menembakkan rudal intersepsi.

    Sistem ini dirancang terutama untuk menangkis rudal balistik, yang setelah diluncurkan mengikuti lintasan yang sebagian besar ditentukan gravitasi. Rudal ini pertama-tama dipercepat oleh mesin, naik ke ketinggian tinggi, bahkan sebagian mencapai luar angkasa, sebelum jatuh ke targetnya.

    Berbeda dengan rudal jelajah yang dikendalikan sepanjang penerbangan, rudal balistik hanya dikontrol pada fase awal peluncuran. Mereka sulit ditangkal karena kecepatan sangat tinggi, jarak tempuh jauh, dan ketinggian ekstrem. Rudal antarbenua modern, seperti Sarmat Rusia, bisa melaju lebih dari 20.000 km/jam.

    Holzdorf: Lokasi Arrow 3 Pertama di Jerman

    Lokasi pertama sistem Arrow 3 adalah pangkalan militer Holzdorf di Schnewalde, selatan Berlin, perbatasan tiga negara bagian: Brandenburg, Sachsen-Anhalt, dan Sachsen. Di sini, personel dan prosedur diuji serta integrasi ke jaringan pertahanan udara NATO dilaksanakan.

    Holzdorf menjadi titik awal pembangunan perisai nasional Jerman terhadap rudal jarak jauh. Dua lokasi tambahan direncanakan di Bayern dan Schleswig-Holstein. Perlindungan penuh Arrow 3 diperkirakan tercapai pada 2030. Dengan penyebaran fasilitas ke beberapa lokasi, perlindungan tetap terjaga jika komponen tertentu gagal saat krisis.

    Arrow 3 pertama kali dioperasikan secara resmi oleh Israel pada awal 2017. Berbeda dengan sistem Iron Dome (“Kubus Besi”) yang menangkis rudal dari Gaza dan Lebanon, Arrow 3 dirancang khusus untuk rudal jarak jauh.

    Dengan penempatan di Jerman, sistem ini menjadi bagian dari European Sky Shield Initiative (ESSI), inisiatif pertahanan udara Eropa yang digerakkan Jerman pada Oktober 2022.

    Kesepakatan militer terbesar Jerman–Israel

    Pada akhir September 2023, Jerman dan Israel menandatangani pembelian sistem Arrow 3 di Berlin— transaksi pertahanan terbesar Israel hingga saat ini, senilai sekitar 3,3 miliar euro. Sebagian anggaran digunakan untuk paket pemeliharaan dan dukungan agar sistem dapat beroperasi selama puluhan tahun.

    Kesepakatan ini lebih dari sekadar transaksi miliaran euro; ini memperkuat kemitraan keamanan Jerman–Israel, dan bagi Eropa, Arrow 3 merupakan langkah menuju kemandirian lebih besar dari sistem pertahanan AS.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Tonton juga Video: Oktoberfest 2025 di Jerman Sempat Tutup Buntut Ancaman Bom

    (ita/ita)

  • Terobosan Medis, Pria Jerman Jadi Orang Ke-7 di Dunia yang Sembuh dari HIV

    Terobosan Medis, Pria Jerman Jadi Orang Ke-7 di Dunia yang Sembuh dari HIV

    Jakarta

    Seorang pria berusia 60 tahun di Berlin, Jerman, dinyatakan menjadi orang ke-7 di dunia yang sembuh dari HIV setelah menjalani transplantasi sel punca. Temuan ini diumumkan bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia.

    Temuan yang dipublikasikan di jurnal Nature ini dianggap membuka peluang baru terkait perluasan opsi pengobatan di masa mendatang.

    Kesembuhan pasien yang dijuluki ‘B2’ ini terjadi setelah ia menjalani terapi sel punca untuk mengobati leukemia myeloid akut (LMA) yang selama ini diidapnya. Seperti kasus-kasus sebelumnya, prosedur ini memang ditujukan untuk kanker, bukan untuk mengatasi HIV.

    Namun, hasil akhirnya kembali menunjukkan bahwa transplantasi sel punca bisa menghapus jejak virus dari tubuh pasien.

    Donor Tidak Membawa Dua Salinan Gen ‘Kebal HIV’

    Hal yang membuat kasus ini berbeda dari enam pasien sebelumnya adalah profil pendonor. Jika biasanya kesembuhan terkait dengan donot yang membawa dua salinan mutasi gen CCR5 Δ32, mutasi langka yang membuat HIV sulit masuk ke sel. Kali ini donor hanya memiliki satu salinan mutasi tersebut dan satu salinan gen normal.

    Selama ini, satu salinan CCR5 Δ32 dianggap tidak cukup memberikan perlindungan penuh. Sehingga, temuan ini memunculkan harapan bahwa lebih banyak pasien dapat berpotensi diselamatkan lewat pendekatan serupa.

    Ini mengingat jumlah orang dengan satu salinan mutasi tersebut jauh lebih banyak daripada yang memiliki dua salinan.

    Selama 6 Tahun Tanpa Obat, HIV Tak Terdeteksi

    Dikutip dari IFL Science, pasien B2 didiagnosis HIV pada 2009 dan menjalani pengobatan LMA pada 2015. Setelah menjalani transplantasi sel punca, ia menghentikan terapi antiretroviral.

    Sekitar enam tahun kemudian, pemeriksaan menunjukkan tidak ada jejak virus HIV yang tersisa di tubuhnya. Meski begitu, para peneliti menekankan bahwa hasil ini masih harus ditafsirkan dengan hati-hati.

    Pasien B2 sendiri memiliki satu salinan mutasi CCR5 Δ32, sehingga belum jelas apakah efek kesembuhannya benar-benar berasal dari donor atau mekanisme lain yang belum dipahami.

    Kasus sebelumnya juga menunjukkan bahwa kesembuhan bisa terjadi, meski donor tidak memiliki mutasi CCR5 Δ32 sama sekali.

    Meskipun hasil ini menjadi kabar baik, para ahli mengingatkan bahwa transplantasi sel punca tetap bukan opsi terapi untuk sebagian besar pasien HIV. Prosedur ini mahal, berisiko tinggi, dan umumnya hanya dilakukan pada pasien yang juga membutuhkan pengobatan kanker.

    Terapi antiretroviral tetap menjadi standar pengobatan yang paling aman dan efektif untuk mayoritas ODHA atau orang dengan HIV-AIDS.

    Temuan kesembuhan pasien B2 dipublikasikan di jurnal Nature, bersama dua studi lain yang menyoroti perkembangan terapi HIV. Salah satunya menguji imunoterapi kombinasi pada 10 pasien HIV.

    Sebanyak tujuh pasien di antaranya menunjukkan kadar virus tetap rendah, meski menghentikan antiretroviral dan belum mencapai tahap ‘sembuh’.

    Studi ketiga memberikan petunjuk faktor-faktor yang dapat membuat imunoterapi kombinasi lebih efektif di masa depan.

    Menurut para peneliti, kasus pasien B2 menjadi tonggak penting dalam riset HIV dan membuka peluang baru eksplorasi terapi. Meski para ahli menekankan bahwa jalan menuju pengobatan yang dapat diakses luas masih panjang.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Kenapa Remaja di Jerman Rentan Ideologi Ekstrem?

    Kenapa Remaja di Jerman Rentan Ideologi Ekstrem?

    Jakarta

    Tahun lalu, dua remaja berusia 15 dan 17 tahun berniat menebar teror di sebuah pasar Natal di Leverkusen, Nordrhein-Westfalen. Dengan berbekal sebuah truk, kedua remaja yang berbaiat kepada kelompok teror Negara Islam (IS) itu berniat menabrakkan kendaraan ke kerumunan dan menewaskan sebanyak mungkin orang. Dua hari sebelum rencana itu terwujud, polisi mencokok keduanya setelah mengendus percakapan mereka di dunia maya.

    Kedua remaja, asal Afghanistan dan Republik Otonom Chechnya di Rusia, pada 2024 dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Kasus semacam ini membuat resah aparat keamanan Jerman. Badan Kriminal Federal (BKA) mencatat lonjakan tajam kekerasan dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah tersangka remaja, hingga 17 tahun, melonjak hampir sepertiga sejak 2019. Pada kelompok anak-anak hingga 13 tahun, kenaikannya bahkan mencapai dua pertiga.

    Dalam laporan Statistik Kriminal Kepolisian (PKS) terbaru, BKA mengurai sejumlah kemungkinan penyebab. “Ada indikasi bahwa tekanan psikologis pada anak dan remaja meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tekanan psikologis memang bukan penyebab langsung perilaku kriminal, tetapi dalam kombinasi dengan faktor-faktor lain dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya tindak kekerasan.”

    Faktor risiko: Perang, krisis iklim, pandemi

    Risikonya berlapis: kekerasan dalam keluarga, kurangnya kasih sayang orang tua, kemiskinan, serta kecemasan menghadapi ragam krisis sosial seperti perang, perubahan iklim, dan pandemi. BKA menilai kelompok yang paling rentan adalah anak-anak dan remaja pengungsi. Terasing dan kehilangan arah, mereka mencari jawaban soal makna hidup di internet.

    Sering kali, pencarian itu justru membawa mereka ke kanal para ekstremis – baik yang berbaju agama maupun politik. Kemungkinan terseret masuk ke lingkaran radikalisme pun membesar. Selama lebih dari 20 tahun, kelompok Violence Prevention Network (VPN) di Berlin menangani anak, remaja, dan dewasa muda yang terpapar paham kekerasan. Lembaga swadaya masyarakat itu juga menjadi mitra penting aparat keamanan dalam upaya deradikalisasi.

    Konflik Timur Tengah sebagai pemantik

    Direktur VPN, Thomas Mücke, mengingatkan adanya gejala meningkatnya “kebisuan” antara orang dewasa dan generasi muda. Dari lokakarya tentang Timur Tengah yang mereka selenggarakan di sekolah-sekolah, Mücke tahu betul betapa cepat situasi bisa memanas secara emosional. Karena itu, dia menilai ruang aman untuk berdialog dengan anak-anak dan remaja sangat penting agar mereka tak meluncur ke jalan buntu.

    “Di ruang itulah mereka bisa mengutarakan hal-hal yang sulit diucapkan orang dewasa,” kata Mücke. Dalam ruang seperti itu, mereka bisa diajak berdiskusi, ditantang argumennya, dan dibuka terhadap cara pandang lain. “Kalau kita kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi, para ekstremislah yang menang.”

    Propaganda di TikTok dan platform lain

    “Internet, dengan batas masuk yang rendah dan ketersediaan tak henti, menjadi ruang virtual yang mudah diakses bagi anak muda untuk berjejaring dan mengekspresikan sikap yang penuh kebencian dan siap melakukan kekerasan,” demikian kesimpulan lembaga itu.

    Musuh bersama: Antifa dan komunitas Queer

    Laporan tersebut menyinggung kelompok “Jung & Stark” (JS), yang meroket via Instagram pada 2024. “Perkumpulan baru yang tak terikat jaringan ekstrem kanan regional maupun nasional ini dalam waktu singkat menjadi pintu masuk bagi banyak anak dan remaja ke dunia ekstremisme kanan,” tulis laporan itu.

    Kelompok JS meramu fragmen ideologis yang diracik lewat penentuan musuh bersama: mulai dari kelompok kiri Antifa hingga komunitas LSBTIQ – lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer.

    Bagaimana meredam gema ruang maya?

    Mengeluarkan anak dan remaja dari gema ruang maya yang sempit kian sulit, menurut pantauan VPN. Feride Aktas, dari divisi “Ekstremisme Berbasis Agama”, kian cemas akan memburuknya kualitas diskursus politik dan sosial.

    “Kita ada di titik ketika kita begitu jauh satu sama lain, sehingga yang pertama harus dipulihkan adalah kemampuan berdialog,” kata Aktas. Karena itu, menurut dia, anak muda tak boleh langsung dihukum atau dicap hanya karena ucapan-ucapan meragukan. Yang penting adalah masuk ke wilayah emosi mereka.

    Peran keluarga dan sekolah

    Dalam percakapannya dengan remaja yang terpapar radikalisme, Aktas masih mendengar gema pandemi COVID-19. Banyak yang merasa tak ada seorang pun hadir untuk mereka—baik di keluarga maupun di sekolah. Remaja demikian tetap merasa kesepian meski berada dalam kelompok. “Dan akhirnya mereka menemukan tempat di kelompok-kelompok yang, lewat berbagai cara, menjerat mereka dalam ekstremisme kanan maupun Islamisme,” ujar Aktas.

    Rekan Aktas, Thomas Mücke, menambahkan bahwa banyak orang tua gagal melihat tanda-tanda dini radikalisasi anaknya. Itu sebabnya ia mendorong keluarga segera mencari bantuan jika ragu. “Kami melihat situasinya secara saksama dan langsung berdialog dengan orang tua.”

    Pelarian eks-IS dari Suriah

    Dalam sepuluh tahun terakhir, VPN menangani 431 kasus yang dianggap “relevan secara keamanan”—orang-orang yang berpotensi membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Di antara mereka, 75 adalah “individu berisiko tinggi”, yang dinilai memiliki ancaman serius terhadap keamanan publik. Ada pula 65 remaja yang pernah bergabung dengan IS dan kembali dari Suriah.

    Indikator keberhasilan VPN terlihat dari angka residivisme. Dari 431 anak dan remaja yang mereka dampingi keluar dari lingkungan ekstremis, hanya dua yang kembali terjerumus.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Bertemu Diaspora Indonesia di Jerman, Pramono Ungkap Rencana ‘LPDP Jakarta’ dan Perluasan KJMU S2-S3

    Bertemu Diaspora Indonesia di Jerman, Pramono Ungkap Rencana ‘LPDP Jakarta’ dan Perluasan KJMU S2-S3

    Liputan6.com, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung bertemu dengan diaspora Indonesia di Berlin, Jerman dalam rangkaian kunjungan kerja atau kunkernya pada pada Jumat 28 November 2025. Dalam pertemuan itu, dia bicara soal peran strategis diaspora dalam membangun Jakarta sebagai kota global.

    “Jakarta dibangun mulai dari masyarakatnya. Jakarta bertekad membangun kota yang ramah dan inklusif untuk semua warganya,” kata Pramono dalam keterangan tertulis, diterima Sabtu (29/11/2025).

    Ia menyampaikan, akses pendidikan yang merata menjadi prioritas dalam kepemimpinannya di DKI Jakarta. Tak hanya menambah jumlah penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus yang kini telah mencakup 707.513 peserta didik, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga melakukan pemutihan ijazah dengan target 6.652 peserta didik sepanjang tahun 2025.

    “Dengan pemutihan ijazah, mereka bisa melanjutkan pendidikan tinggi atau bekerja. Diharapkan, kesejahteraan mereka juga semakin meningkat,” ungkap Pramono.

    Lebih lanjut, ia menyebut bahwa penyaluran bantuan pendidikan tinggi berupa Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) juga akan diperluas cakupannya hingga jenjang S2 dan S3. Pemprov DKI Jakarta juga akan menyiapkan beasiswa untuk bersekolah ke luar negeri.

    “Kami akan adakan ‘LPDP versi Jakarta’. Harapannya, anak-anak muda di Jakarta semakin terpacu dan mendapatkan kesempatan bersekolah di luar negeri, kemudian kembali ke Jakarta untuk bersama-sama membangun kota,” ujarnya.

    Pramono juga memaparkan berbagai upaya Jakarta bertransformasi sebagai kota global. Salah satunya meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas transportasi publik, mulai dari meningkatkan ekspansi transportasi publik ke daerah penyangga dengan menghadirkan Transjabodetabek.

    “Jakarta berada di posisi ke-17 dari 50 kota terbaik di dunia untuk transportasi publik berdasarkan survey TimeOut 2025. Bahkan, Jakarta menduduki peringkat kedua transportasi terbaik di Asia Tenggara,” ungkapnya.

     

  • Berlin Bakal Kirim Hujan Duit 1 M Euro ke Hutan Brasil

    Berlin Bakal Kirim Hujan Duit 1 M Euro ke Hutan Brasil

    Jakarta

    Jerman berkomitmen untuk menyumbang €1 miliar selama dekade berikutnya untuk pendanaan hutan hujan global baru milik Brasil. Menteri Lingkungan Hidup Brasil Marina Silva mengumumkan hal ini pada Rabu (19/11) di Konferensi Perubahan Iklim PBB COP30 di Belem. Dukungan besar dari Berlin ini akan disalurkan ke Tropical Forest Forever Facility (TFFF), inisiatif Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva.

    TFFF dirancang sebagai mekanisme yang memberi insentif bagi negara-negara yang melindungi hutan hujan tropis dan sekaligus memberi sanksi bagi yang meningkatkan deforestasi, dengan pemantauan berbasis satelit.

    “Ini tentang melindungi hutan hujan tropis, paru-paru planet kita,” kata Menteri Lingkungan Jerman, Carsten Schneider, dan Menteri Pembangunan, Reem Alabali Radovan, dalam pernyataan resminya.

    Apa yang diharapkan Brasil dari TFFF?

    Negara Amerika Selatan ini memperkirakan dana tersebut bisa mencapai $125 miliar, dengan distribusi sekitar $4 miliar per tahun setelah fase awal, hampir tiga kali lipat dari pembiayaan hutan internasional saat ini.

    Hutan hujan sering disebut sebagai “paru-paru hijau” planet karena mampu menyerap gas rumah kaca dalam jumlah besar, membantu mendinginkan atmosfer, dan menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati yang luas. Namun, mereka menghadapi tekanan meningkat dari pertanian, perluasan padang rumput, dan pertambangan.

    Indonesia juga bakal gelontorkan satu milyar dolar?

    Norwegia telah berjanji menyumbang $3 miliar selama 10 tahun, sementara Brasil dan Indonesia masing-masing berencana menambah $1 miliar.

    Anggota pendiri inisiatif ini termasuk Brasil, Kolombia, Ghana, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, dan Malaysia.

    Hingga 70 negara berkembang dapat menerima manfaat dari dana ini, dengan penerima bebas menentukan penggunaannya asalkan minimal 20% dialokasikan untuk masyarakat adat dan komunitas tradisional.

    Saat peluncuran resmi pada awal November, 53 negara—termasuk 19 negara calon investor—telah menyatakan dukungannya.

    Brasil berharap negara-negara kaya akan berkomitmen awal sebesar $25 miliar, dengan tambahan $100 miliar diperkirakan berasal dari sektor swasta. Sesuai aturan dana, investasi yang terkait dengan bahan bakar fosil dikecualikan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Berkunjung ke Ver-o-Peso, Surganya Oleh-oleh di Kota Belem Brasil”

    (ita/ita)

  • Mahalnya Ketergantungan Jerman pada Bahan Mentah dari China

    Mahalnya Ketergantungan Jerman pada Bahan Mentah dari China

    Jakarta

    Pada suatu hari di tahun 2018, Horst Kreuter, geolog Jerman, dan Francis Wedin, geolog Australia, menatap panasnya mata air di barat daya Jerman. Dari sana lahirlah ide: mengekstrak lithium sekaligus menghasilkan listrik dan panas. Dari gagasan itu lahirlah Vulcan Energy, start-up yang diprediksi bisa memenuhi lebih dari 40 persen kebutuhan lithium Eropa.

    Namun, dunia investasi Jerman menertawakan idenya itu. “Kami mendatangi investor lokal, bahkan ke bursa Frankfurt, mereka menertawakan ide kami,” ujar Kreuter. Ironisnya, investor Australia justru menunjukkan ketertarikan.

    Harga bukan segalanya

    Meski Vulcan Energy berhasil memperoleh izin membangun fasilitas komersial, perusahaan Jerman lebih memilih membeli lithium murah dari Cina. Sebaliknya, investor Prancis, Belgia, dan Korea Selatan justru sudah memenuhi buku pesanan Vulcan untuk sepuluh tahun ke depan.

    Kreuter menekankan: “Perusahaan Jerman lupa bahwa mereka juga harus berinvestasi agar sumber daya tersedia di dalam negeri.”

    Jika memproduksi lithium saja sudah sulit, Logam Tanah Jarang (LTJ) bahkan lebih dramatis. Cina saat ini menguasai pasar dunia untuk penambangan dan pengolahan LTJ. Beijing sudah sejak lama meniti dominasi dengan rajin membeli konsesi tambang di luar negeri, dan memperkuat kapasitas domestik.

    Pada 9 Oktober lalu, pemerintah Cina memperketat kontrol ekspor, termasuk kemungkinan penghentian total penjualan LTJ untuk negara-negara Barat. “Tanpa bahan baku ini, tidak ada yang bisa dilakukan di sini,” kata Nicola Beer, Wakil Direktur Bank Investasi Eropa (EIB), dalam sebuah konferensi industri di Berlin baru-baru ini.

    Dua miliar euro untuk awal

    Uni Eropa menyadari risiko itu. Bank Investasi Eropa (EIB) menyiapkan dana awal 2 miliar euro untuk membebaskan Eropa dari ketergantungan ekspor Cina. Investasi ini mencakup penambangan, pengolahan, daur ulang, dan substitusi Logam Tanah Jarang.

    Sementara di dalam negeri, pemerintah Jerman baru tersadar. “Kita menyaksikan pergeseran tektonik pusat kekuasaan dunia,” kata Kanselir Friedrich Merz Oktober lalu. Strategi memperkuat teknologi kini menjadi soal keamanan nasional. “Apakah kita sebagai orang Jerman atau Eropa akan punya kesempatan untuk melindungi kemerdekaan kita, kemakmuran, keamanan dan yang tak kalah penting demokrasi di dunia yang berubah kian dramatis ini, pertanyaan ini belum terjawab.”

    Jerman sejak lama mendebatkan strategi suplai bahan baku industri dan energi. Strategi nasional pertama diumumkan 2010, yang diperbarui tahun 2020, sebelum lahir dana satu miliar euro pada 2024. Sasarannya adalah memperkuat wewenang pemerintah pusat untuk terlibat dalam proyek tambang, demi mengamankan suplai industri domestik. Tapi sejauh ini belum sekeping uang pun yang dikucurkan.

    Debat terlambat, risiko membengkak

    Kementerian Ekonomi dan Energi mengumumkan pada November 2025 bahwa dana penambangan siap diluncurkan. Saat ini, tiga proyek sedang menjalani tinjauan akhir untuk kelayakan pendanaannya, salah satunya, menurut ahli geologi Horst Kreuter, adalah proyek ekstraksi litium Vulcan Energy.

    Pelaku industri menilai langkah pemerintah terlambat, kata Anne Lauenroth dari Asosiasi Industri Jerman (BDI). Studi menunjukkan bahwa mulai sekitar tahun 2030 dan seterusnya, pasokan bahan baku global tidak akan lagi bisa mengimbangi permintaan. “Jika kita tidak berasumsi skenario terburuk, yaitu seluruh lini produksi akan terhenti, maka kita akan membicarakan kenaikan harga dan kekurangan,” prediksinya pada konferensi industri.

    Siapa biayai independensi?

    Untuk lebih mandiri, Jerman membutuhkan investasi “dalam jumlah miliaran”. Namun, biaya tersebut juga menjadi “masalah besar” bagi perusahaan. Lauenroth mengeluhkan soal “kesenjangan diversifikasi” yang perlu dijembatani.

    “Maksud saya bukanlah bahwa negara harus mengatur segalanya atau menggelontorkan uang pembayar pajak.” Menurutnya, pemerintah harus memberikan jaminan dan pembiayaan bersama untuk mendistribusikan beban biaya. “Ini tentang hubungan baru, bagaimana kita sebagai industri dan politik bekerja sama.”

    Asosiasi industri menuntut pembentukan cadangan bahan baku penting nasional, seperti yang telah lama dilakukan AS, misalnya, untuk industri pertahanan. Pemerintah Jepang juga mengambil tindakan serupa usai Cina memberlakukan larangan ekspor tanah jarang pada tahun 2010.

    Lauenroth menunjuk sebuah badan bahan baku di Jepang dengan 1.000 karyawan dan anggaran sebesar 14 miliar euro, yang bertanggung jawab untuk memastikan pasokan. Ini termasuk, misalnya, subsidi tambang tanah jarang di Australia, yang tidak kompetitif karena harga dumping Tiongkok.

    Bukan akhir kapitalisme pasar

    Kementerian Ekonomi menegaskan, negara tidak bisa menggantikan keputusan bisnis. “Jika membeli hanya berdasarkan harga, ketergantungan tetap ada,” kata Matthias Koehler. “Kita harus mempertahankan ekonomi pasar,” imbuhnya.

    Menurutnya, lembaga penimbunan komoditas oleh negara tidak realistis, mengingat banyaknya pelaku industri di Jerman. Dikhawatirkan, pengumpulan bahan baku tidak mencerminkan kebutuhan, dan sebabnya tidak digunakan.

    Namun pelaku industri justru menilai kekhawatiran tersebut berlebihan. Cina sudah memikirkan lima tahun ke depan, bahkan dekade berikutnya. Lauenroth menegaskan: tanpa strategi nasional terpadu untuk teknologi dan sumber daya, Jerman dan Eropa akan selalu bisa diperas secara geopolitik.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “China Hubungi NASA, Tanda Dua Negara Mulai Akur?”

    (ita/ita)

  • Jerman Cabut Larangan Parsial Penjualan Senjata ke Israel

    Jerman Cabut Larangan Parsial Penjualan Senjata ke Israel

    Jakarta

    Pemerintah Jerman mengumumkan pada Senin (17/11) bahwa mereka akan mengakhiri penangguhan parsial pengiriman senjata ke Israel untuk digunakan di Gaza.

    “Pemerintah menyambut gencatan senjata di Gaza yang mulai berlaku pada 10 Oktober dan yang telah stabil dalam beberapa minggu terakhir,” kata juru bicara Stefan Kornelius.

    “Pemerintah kembali meninjau ekspor senjata berdasarkan kasus per kasus dan akan merespons perkembangan lebih lanjut,” tambah Kornelius.

    Kanselir Friedrich Merz mengumumkan penangguhan parsial pengiriman senjata pada Agustus mengingat tingginya jumlah warga sipil yang tewas akibat serangan Israel.

    Gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah sering dilanggar, dengan ratusan warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak 10 Oktober.

    Penangguhan ekspor senjata ke Israel, yang sempat dikritik karena tidak mencakup semua pengiriman senjata, akan dicabut pada 24 November.

    Mengapa Jerman menangguhkan penjualan senjata ke Israel?

    Penangguhan awal menandai perubahan besar dalam sikap Jerman terhadap Israel, di mana Berlin secara tradisional merupakan salah satu sekutu terdekat dan paling mendukung Israel.

    Di tengah kecaman yang semakin meningkat terhadap pendekatan agresif Israel di Jalur Gaza dan hanya beberapa hari sebelum rencana ofensif darat baru, Jerman mengubah kebijakan dan mengatakan akan menghentikan pengiriman senjata untuk digunakan di Gaza.

    Tidak semua pengiriman dihentikan, dan bulan berikutnya, peralatan militer senilai setidaknya €2,46 juta (sekitar Rp 47,77 miliar) mendapat persetujuan pemerintah. Namun, jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan €250 juta (sekitar Rp 4,855 triliun) yang disetujui untuk ekspor antara 1 Januari hingga 8 Agustus 2025.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rahka Susanto
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Sudah 266 Warga Palestina Tewas Sejak Penerapan Gencatan Senjata”

    (ita/ita)