kab/kota: Beijing

  • Petaka Baru Muncul di China, Ada Fenomena “Anak Dengan Ekor Busuk”

    Petaka Baru Muncul di China, Ada Fenomena “Anak Dengan Ekor Busuk”

    Jakarta, CNBC Indonesia – Generasi muda China sedang mengalami fenomena susah kerja sesuai dengan bidang studinya. Sebab, untuk bekerja sesuai jurusan kuliah yang mereka tempuh selama di bangku kuliah bukanlah perkara mudah.

    Kondisi ini terungkap dalam laporan CNA berjudul “Mengapa Sarjana Muda Banyak Menganggur di China”. Banyak dari pencari kerja yang ditemui CNA di bursa kerja atau job fair Lishuiqiao, Beijing, akhir pekan lalu menyatakan mereka sulit mencari kerja sesuai bidang studinya selama masa di kampus.

    “Saya melihat peluangnya cukup suram, pasar tenaga kerja sepi, akhirnya saya mengurungkan niat mengejar posisi tertentu,” kata Hu Die, pencari kerja berusia 22 tahun yang merupakan sarjana desain dari Harbin University of Science and Technology kepada CNA, dikutip Sabtu (12/4/2025).

    Li Mengqi, sarjana teknik kimia dari Institut Teknologi Shanghai yang telah berusia 26 tahun, sudah delapan bulan menganggur setelah lulus kuliah. Gara-garanya sama, ia tak menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya saat menempuh pendidikan di universitas.

    Chen Yuyan, 26 tahun, lulusan Guangdong Food and Drug Vocational College pada 2022, bahkan akhirnya harus bekerja sebagai petugas sortir paket di sebuah cabang agen kurir.

    la mengatakan, meskipun telah mendapatkan pendidikan vokasi, baginya sulit untuk memperoleh pekerjaan dengan standar gaji yang mencukupi. Sebab, banyak lowongan kerja yang mencantumkan syarat-syarat menyulitkan.

    “Banyak perusahaan mencari kandidat yang sudah berpengalaman-orang-orang yang bisa langsung bekerja. Sebagai lulusan baru, kami tidak punya cukup pengalaman. Mereka sering mengatakan tidak memiliki sumber daya untuk melatih karyawan baru, dan gaji yang ditawarkan sangat rendah,” ucap Chen.

    Krisis Pasar Tenaga Kerja di China

    Pendiri Young China Group, lembaga think tank atau pemikir yang berbasis di Shanghai, Zak Dychtwald mengatakan, apa yang terjadi dengan Li, Hu, dan Chen merupakan gambaran krisis pasar kerja di China bagi para pemudanya, yang berharap bisa berkarir sesuai bidang keahliannya.

    “Salah satu masalah terbesar saat ini adalah ketimpangan antara kerja keras yang mereka lakukan saat kuliah dan pekerjaan yang menanti ketika lulus,” kata Zak Dychtwald.

    Asisten profesor Sosiologi di University of Michigan, Zhou Yun, mengamati meskipun lulusan dari sekolah-sekolah elite dan jurusan automasi ataupun Al banyak dicari, namun para sarjana masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka akibat meningkatnya persaingan di bursa kerja.

    “Industri yang secara tradisional menjadi penyerap utama lulusan perguruan tinggi, seperti startup internet dan pendidikan, juga mengalami penyusutan dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, ada alasan struktural yang mendalam di baliknya,” katanya.

    Memburuknya pasar kerja di China telah memunculkan istilah “anak dengan ekor busuk” di China sebagai gambaran sarjana muda yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua, lantaran tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka.

    Istilah ini diambil dari “gedung ekor busuk”, proyek perumahan yang mangkrak dan menjadi beban ekonomi China sejak 2021. Eli Friedman, profesor Global Labor and Work di Cornell University, menyoroti adanya pergeseran budaya yang memengaruhi sikap generasi muda terhadap pekerjaan.

    Ancam Kepastian Ekonomi

    Berbeda dengan generasi orangtua mereka, sarjana muda saat ini lebih enggan menerima pekerjaan berkualitas rendah atau tidak stabil, bahkan di tengah tekanan ekonomi. Bahkan, mereka juga enggan memulai usaha kecil untuk bisa mengembangkan bisnis.

    “Saat ini jika Anda berusia 22 atau 23 tahun dan baru lulus universitas di China, saya rasa Anda tidak akan mau berjualan barang-barang kecil di jalanan, lalu menabung dan menggunakannya untuk memulai bisnis kecil-kecilan. Secara budaya, saya rasa itu bukan lagi jalan yang dipilih kebanyakan orang,” kata Friedman.

    Pergeseran Sikap ini telah melahirkan istilah “merunduk” atau tangping dalam bahasa Mandarin, ketika kaum muda memilih mundur dari persaingan kerja yang hiperkompetitif. Beberapa anak muda enggan “menerima pekerjaan apa pun yang tersedia” karena semakin kecewa dengan model tradisional pengembangan karir, menurut Friedman.

    Zhou dari University of Michigan menyoroti dampak psikologis mendalam akibat pengangguran berkepanjangan, terutama di kalangan lulusan yang sebelumnya dijanjikan masa depan yang stabil.

    “Ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan tidak hanya menciptakan ketidakpastian ekonomi, tetapi juga menghilangkan martabat dan tujuan hidup. Bagi para lulusan, hal ini meruntuhkan narasi yang selama ini mereka yakini – bahwa pendidikan akan memberikan kehidupan yang lebih baik,” ujarnya.

    Tahun ini jumlah lulusan universitas di China akan mencapai rekornya, 12,22 juta orang, naik dari 9 juta orang pada 2021. Pemerintah China telah mengakui solusi untuk mengatasi tantangan lapangan pekerjaan di negara itu sangat mendesak.

    (fsd/fsd)

  • Menteri Perdagangan China Peringatkan Tarif AS Bisa Picu Krisis Kemanusiaan

    Menteri Perdagangan China Peringatkan Tarif AS Bisa Picu Krisis Kemanusiaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perdagangan China Wang Wentao mengatakan bahwa keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menerapkan tarif tinggi berpotensi menimbulkan dampak besar bagi negara-negara berkembang, bahkan bisa memicu krisis kemanusiaan.

    Pernyataan tersebut disampaikan Wang dalam pertemuan virtual dengan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo pada Jumat (11/4/2025). 

    Wang menegaskan bahwa langkah China untuk membalas kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan sah negaranya, sekaligus mempertahankan prinsip keadilan dalam komunitas internasional.

    “Langkah balasan tegas China bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan sahnya, serta menegakkan prinsip keadilan dan kejujuran di tengah komunitas internasional,” ujar Wang mengutip Bloomberg pada Sabtu (12/4/2025).

    Wang juga menyerukan kepada seluruh anggota WTO untuk bersatu dalam menentang praktik unilateralisme, proteksionisme, dan tindakan intimidatif melalui kerja sama terbuka dan multilateral. 

    Dia menambahkan bahwa negara-negara berkembang merupakan pihak yang paling rentan terhadap dampak tarif yang diberlakukan oleh AS.

    Dalam kesempatan terpisah, Wang turut melakukan pertemuan virtual dengan Menteri Pembangunan, Industri, Perdagangan Luar Negeri, dan Jasa Brasil Geraldo Alckmin. 

    Kedua pihak saling bertukar pandangan mengenai penguatan kerja sama ekonomi dan perdagangan antara China dan Brasil, serta menyikapi dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS.

    Langkah diplomasi ini mencerminkan respons China terhadap meningkatnya ketegangan dagang global, di tengah dorongan Beijing untuk mempertahankan posisi dalam sistem perdagangan multilateral.

    Perlu diketahui, tensi perang tarif impor antara China dan Amerika Serikat (AS) makin panas menyusul langkah China yang kembali menaikkan tarif impor untuk barang dari AS menjadi 125%.

    Tarif balasan tersebut merupakan respons Negeri Panda setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor AS terhadap China menjadi 145%.

    Pada saat yang sama, Trump justru memberi kelonggaran dengan menunda sementara selama 90 hari atas tarif resiprokal ke 56 negara, kecuali China.

  • China Bakal Diterjang Angin Kencang, Warganya Diimbau Hindari Aktivitas Luar Ruangan – Page 3

    China Bakal Diterjang Angin Kencang, Warganya Diimbau Hindari Aktivitas Luar Ruangan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Angin kencang diperkirakan akan terus melanda sejumlah wilayah di China hingga 13 April 2025. Hal ini imbas pengaruh udara dingin yang terjadi lebih kuat. 

    Hal ini disampaikan oleh Pusat Meteorologi Nasional China atau China Meteorological Administration (CMA) pada laman resminya, dikutip Sabtu 12 April 2025. Wilayah seperti Mongolia Dalam, Hebei, Beijing, dan Ningxia disebut menjadi yang paling terdampak sejak Jumat, 11 April 2025. 

    “Angin kencang akan terus melanda China Utara, badai salju di Mongolia dalam bagian timur dan di China timur laut, serta angin terkuat dan badai hail di selatan,” demikian keterangan dalam situs resmi CMA tersebut. 

    Angin dengan kecepatan hingga level 13 (37,0-41,4 m/s) pada skala angin nasional diperkirakan akan melanda wilayah Mongolia Dalam, Shanxi, Hebei, dan Beijing.

    Hujan gerimis juga akan diperkirakan akan terus berlangsung di sebagian besar wilayah Beijing. Sedangkan angin terkuat diperkirakan akan terjadi pada Sabtu ini dengan suhu maksimum turun menjadi 14 derajat Celsius. 

    Oleh sebab itu, pusat meteorologi menyarankan masyarakat di wilayah yang terdampak untuk tetap berada di dalam ruangan. Jika harus keluar ruangan, masyarakat diminta menghindari berada di bawah gedung tinggi, papan reklame, hingga pohon.

    “Waspadai dampak dari angin samping dan angin silang saat mengemudi, serta hindari memaksa melintasi jalan yang sangat berangin,” katanya. 

    Sementara, dilihat Liputan6.com, Observatorium Meteorologi Distrik Chaoyang, Beijing juga mengeluarkan peringatan oranye untuk angin kencang. Periode angin terkuat diperkirakan berlangsung dari pukul 06:00 hingga 22:00 waktu setempat pada Sabtu (12/4/2025). 

    “Angin rata-rata mencapai level 6 dan hembusan angin mencapai level 9-11, disertai dengan debu dan pasir serta cuaca dingin yang kuat. Harap melakukan tindakan pencegahan,” demikian bunyi keterangan tersebut. 

     

  • Tarik Ulur Tarif Trump, DPR AS Malah Bingung

    Tarik Ulur Tarif Trump, DPR AS Malah Bingung

    Bisnis.com, JAKARTA- Keputusan mendadak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menghentikan sementara tarif perdagangan selama 90 hari memantik reaksi tajam dari anggota parlemen serta pasar keuangan. 

    Jeda kebijakan ini diumumkan pada hari Rabu (9/10/2025) waktu setempat, di tengah berlangsungnya sidang Dewan Perwakilan Rakyat AS mengenai kebijakan perdagangan.

    Pengumuman tersebut disampaikan Trump melalui media sosial pada saat yang hampir bersamaan dengan kesaksian Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, di hadapan Sub-komite Perdagangan DPR. 

    Hal ini mengindikasikan bahwa keputusan strategis tersebut belum dikomunikasikan secara menyeluruh kepada pejabat perdagangan utama pemerintah AS.

    “Ya, saya tahu keputusan itu dibuat beberapa menit yang lalu. Itu adalah sesuatu yang sedang dibahas,” ujar Greer ketika ditanya oleh Steven Horsford, anggota kongres Demokrat dari Nevada, perihal kapan menerima informasi penundaan tarif tersebut.

    Mengutip Channel News Asia (CNA) pada Sabtu (12/4/2025), Jamieson Greer menjelaskan bahwa dirinya tidak mencantumkan keputusan tersebut dalam pernyataan pembuka karena belum berdiskusi langsung dengan Presiden Trump. 

    Sontak, pernyataan tersebut memicu kritik tajam dari Horsford yang mempertanyakan koordinasi dan transparansi dalam penetapan kebijakan dagang yang berdampak luas. 

    “Jadi Anda, perwakilan perdagangan belum berbicara kepada Presiden AS soal penataan ulang perdagangan global, tetapi dia [Trump] mengumumkannya melalui sebuah cuitan? Apakah ini manipulasi pasar?” tegas Horsford.

    Melansir CBS News, pasar saham AS langsung merespons positif keputusan jeda tarif ini, usai sebelumnya mengalami tekanan akibat pengumuman awal terkait kebijakan tarif universal sebesar 10% untuk hampir seluruh negara, dan tarif khusus sebesar 125% untuk produk asal China. 

    Sebagai balasan, Beijing juga telah menaikkan tarifnya terhadap barang-barang asal AS.

    Adapun, Horsford mengecam minimnya strategi komprehensif pemerintah dalam penataan ulang sistem perdagangan global. Dia menyebut langkah Trump berisiko menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat AS. “Tidak ada strategi. Tidak ada rencana,” ujarnya dengan nada tinggi.

    Horsford menegaskan tarif adalah alat. “Tarif dapat digunakan dengan cara yang tepat untuk melindungi lapangan kerja dan usaha kecil di AS, tetapi bukan itu yang dilakukannya,” lanjutnya.

    Meskipun Greer mengaku bahwa ini bukan manipulasi pasar, namun Horsford menekankan bahwa ketidakselarasan dan minimnya komunikasi antar-lembaga pemerintahan justru bisa membuka celah terjadinya spekulasi yang tidak sehat.

    “Presiden terpilih dan dia menjalankan kebijakan perdagangan dan saya menasihatinya dan melaksanakan kebijakannya,” ujar Greer menegaskan perannya.

    Horsford menyatakan bahwa kondisi ini telah menciptakan ketidakpastian ekonomi dan berdampak nyata pada kesejahteraan warga.  “Ini dapat menimbulkan kerugian besar pada rakyat Amerika, yang merupakan kekhawatiran kami sejak awal,” pungkas Horsford.

  • Tesla Setop Pemesanan Model S dan X di China, Efek Perang Dagang AS-China

    Tesla Setop Pemesanan Model S dan X di China, Efek Perang Dagang AS-China

    Bisnis.com, JAKARTA — Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China kian memanas dan mulai menimbulkan dampak langsung ke sektor otomotif. Imbasnya, produsen kendaraan listrik asal AS Tesla Inc. menghentikan layanan pemesanan untuk model S dan model X di pasar China.

    Langkah ini diambil setelah Pemerintah China resmi mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap seluruh produk asal AS menjadi 125% mulai 12 April 2025. 

    Adapun, kebijakan ini merupakan respons atas tarif impor balasan setara yang sebelumnya diberlakukan oleh Pemerintah AS, dalam upaya menekan defisit perdagangan dan memberikan sanksi atas tindakan retaliasi Beijing terhadap pajak barang impor AS.

    “Penyesuaian tarif tersebut juga memperhitungkan bea tambahan 20% yang diberlakukan awal tahun ini terkait peran China dalam peredaran fentanil, sehingga total tarif kumulatif yang dikenakan terhadap barang AS menjadi 145%,” tulis laporan Bloomberg, dikutip pada Sabtu (12/4/2025).

    Langkah Tesla ini terekam melalui situs resminya di China, hingga akhir Maret 2025 konsumen masih bisa melakukan pemesanan untuk Model S dan Model X, menurut arsip Wayback Machine. Namun, pada Jumat (11/4/2025), opsi tersebut sudah tidak lagi tersedia. 

    Kendati demikian, unit dalam stok ada yang masih tersedia, termasuk Tesla model S berkelir putih yang ditawarkan dengan harga 759.900 yuan atau sekitar US$103.800.

    Kontribusi China terhadap Kinerja Global Tesla

    Mengacu laman resmi pemerintah China, penjualan kendaraan listrik (EV) Tesla di Negeri Tirai Bambu itu mencapai rekor tertinggi sebanyak 657.000 unit pada 2024, atau naik 8,8% secara tahunan (year on year/YoY).

    Itu artinya, China merupakan pasar penting bagi Tesla, dengan menyumbang sebanyak 36,7% dari total penjualan Tesla secara global sebanyak 1,79 juta unit pada 2024.

    Di Shanghai, pabrik raksasa Tesla yang merakit baterai yang dikenal sebagai Megapack, telah memulai uji coba produksi. Produksi massal di fasilitas ini dimulai sepenuhnya pada kuartal I/2025.

    Adapun pabrik Tesla di Shanghai hanya memproduksi Model 3 dan Model Y, yang sebagian besar dijual di pasar domestik atau diekspor ke wilayah Asia lainnya. Sementara itu, Model S dan X masih diproduksi eksklusif di Fremont, California.

    Persaingan Ketat dan Tekanan Operasional

    Tesla tengah menghadapi tekanan dari sisi permintaan maupun persaingan. Pengiriman kendaraan dari pabrik Tesla di Shanghai anjlok selama enam bulan berturut-turut, dengan penurunan pengiriman sebesar 22% pada kuartal I/2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Pada waktu yang sama, BYD Co. kian memperkuat dominasinya. Produsen mobil listrik raksasa asal China itu mencatatkan total pengiriman selama tiga bulan pertama 2025 menembus 986.098 unit.

    Di lain sisi, Tesla juga mengalami tekanan dari sisi pasar global. Pengiriman kendaraan Tesla pada kuartal I/2025 turun ke level terendah sejak 2022, dipengaruhi oleh sentimen negatif terhadap CEO Elon Musk terkait keterlibatannya dalam isu geopolitik.

    Alhasil, kondisi tersebut menciptakan kekhawatiran di kalangan investor. Analis Wall Street memangkas target harga saham Tesla pada awal pekan ini. Sementara itu, harga saham Tesla sempat melemah hingga 2,6% dalam perdagangan pra-pembukaan setelah kabar penghentian pemesanan Model S dan X beredar.

    Langkah Tesla untuk menghentikan penjualan dua model premiumnya di China selain berdampak besar terhadap volume penjualan, juga menjadi indikator bahwa risiko geopolitik dapat mengganggu strategi distribusi dan penetrasi pasar global.

  • Tidak Ada Pemenang dalam Perang Tarif

    Tidak Ada Pemenang dalam Perang Tarif

    GELORA.CO – Presiden China Xi Jinping menegaskan bahwa tidak ada pemenang dalam perang tarif dan melawan dunia akan hanya akan mengakibatkan isolasi diri.

    Hal itu diungkap Xi Jinping saat bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez di Beijing pada Jumat (11/4).

    Xi menyampaikan selama lebih dari 70 tahun terakhir, China telah mencapai pembangunan melalui kemandirian dan perjuangan yang sulit, tidak pernah bergantung pada belas kasihan pihak lain, serta tidak takut dengan segala penindasan yang tidak masuk akal.

    Ia menambahkan terlepas dari bagaimana dunia eksternal berubah, China akan tetap percaya diri dan fokus mengelola urusannya dengan baik.

    Seraya mengungkapkan China dan Uni Eropa (UE) merupakan perekonomian utama di dunia sekaligus pendukung kuat globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, Xi menuturkan kedua pihak telah menjalin hubungan simbiosis ekonomi yang erat dengan output ekonomi gabungan mereka melebihi sepertiga total dunia.

    Ia menyerukan China dan UE agar memenuhi tanggung jawab internasional mereka, bekerja sama untuk melindungi globalisasi ekonomi dan lingkungan perdagangan internasional serta bersama-sama menentang perundungan sepihak.

    Hal tersebut, ucap Xi, tidak hanya melindungi hak dan kepentingan sah China dan UE, tetapi juga berperan untuk menjaga kesetaraan dan keadilan dalam komunitas internasional sembari menegakkan aturan dan tatanan internasional.

    Sanchez mengatakan China merupakan mitra yang penting bagi UE dan Spanyol selalu mendukung pengembangan hubungan UE-China yang stabil.

    Menyatakan bahwa UE berkomitmen terhadap perdagangan terbuka dan bebas, menjunjung tinggi multilateralisme, dan menentang kenaikan tarif sepihak, Sanchez menyampaikan tidak ada pemenang dalam perang dagang.

    Menghadapi situasi internasional yang kompleks dan menantang, kata Sanchez, Spanyol dan UE bersedia memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan China untuk mempertahankan tatanan perdagangan internasional, mengatasi berbagai tantangan termasuk perubahan iklim dan kemiskinan serta melindungi kepentingan bersama masyarakat internasional.

  • Xi Jinping Cari Dukungan 3 Negara Asia untuk Lawan Strategi Trump – Halaman all

    Xi Jinping Cari Dukungan 3 Negara Asia untuk Lawan Strategi Trump – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden China Xi Jinping mengumumkan rencana tur ke tiga negara Asia Tenggara pada pekan depan di tengah memanasnya perang dagang China dengan Amerika Serikat (AS). 

    Tiga negara tersebut yakni Vietnam, Malaysia serta Kamboja. Menurut kantor berita pemerintah, Xinhua rencananya Xi Jinping akan mengunjungi Vietnam pada tanggal 14 hingga 15 April, dan dilanjutkan kunjungan ke Malaysia serta Kamboja pada 15 hingga 18 April.

    Kunjungan ini digelar Xi bertujuan untuk mempererat hubungan China dengan sejumlah negara tetangga, di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat pasca China dikenakan tarif sebesar 145 persen oleh Amerika Serikat.

    Tur ini menjadi upaya diplomatik yang langka, mengingat terakhir kali Xi Jinping mengunjungi Kamboja dan Malaysia masing-masing sembilan dan dua belas tahun lalu.

    Sementara kunjungan terakhirnya ke Vietnam terjadi baru-baru ini, yakni pada Desember 2023.

    Upaya ini juga menunjukan tekad China yang ingin tampil sebagai mitra dagang global yang stabil dan dapat diandalkan, terutama di tengah ketidakpastian akibat kebijakan AS.

    Dengan menawarkan alternatif perdagangan bebas dan multilateral, China berharap dapat menarik sekutu-sekutu AS yang mungkin merasa dirugikan oleh kebijakan tarif tersebut.

    Tak dirinci kesepakatan apa yang akan ditekan China dengan Kamboja, Malaysia dan Vietnam. Namun menurut dua pejabat Vietnam, China dan Vietnam diperkirakan akan menandatangani sekitar 40 kesepakatan.

    Termasuk diantaranya beberapa kerja sama terkait jaringan rel kereta api.

    Sebelumnya, Vietnam sempat mengajukan permintaan kepada China untuk pendanaan dan teknologi guna mengembangkan jaringan kereta api mereka, melansir dari Bloomberg.

    China Hubungi Uni Eropa

    Terpisah, sebelum Jinping melakukan tur ke tiga negara di Asia Tenggara, awal minggu ini Jinping telah lebih dulu membuat pendekatan untuk kerja sama yang lebih erat dengan Uni Eropa.

    “China dan Uni Eropa harus menjalankan tanggung jawab internasional, menjaga tren globalisasi ekonomi dan lingkungan perdagangan internasional, serta bersama-sama menolak tindakan sepihak yang bersifat membully,” kata Xi saat bertemu Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, Jumat (11/4/2025). 

    China dan UE membahas penciptaan lingkungan bisnis yang lebih kondusif bagi perusahaan dan menangani isu-isu terkait transfer perdagangan.

    Kedua pihak sepakat untuk terus memperkuat komunikasi dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan bersama-sama mempromosikan reformasi WTO.

    Langkah ini diambil sebagai strategi baru China pasca Trump menaikkan tarif impor China menjadi 125 persen setelah Beijing mengumumkan tarif 84 persen untuk barang-barang AS.

    “Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan Tiongkok kepada pasar dunia, dengan ini saya menaikkan tarif yang dibebankan kepada Tiongkok oleh AS menjadi 125 persen, berlaku segera,” kata Trump, dinukil dari CNN International.

    (Tribunnews.com / Namira)

     

  • Xi Jinping Kunjungi Vietnam, Malaysia, dan Kamboja usai Tarif Trump, Indonesia Gak Diajak?

    Xi Jinping Kunjungi Vietnam, Malaysia, dan Kamboja usai Tarif Trump, Indonesia Gak Diajak?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden China, Xi Jinping akan memulai tur tiga negara di Asia Tenggara guna memperkuat hubungan dengan beberapa negara tetangga terdekat. Adakah nama Indonesia?

    Kepala Negara Tiongkok itu berkeliling di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Tur Xi akan dimulai pekan depan, yang merupakan perjalanan luar negeri pertamanya tahun ini.

    Xi dijadwalkan berkunjung ke Vietnam pada 14–15 April 2025, sedang Malaysia dan Kamboja pada 15–18 April 2025, demikian menurut laporan kantor berita pemerintah Xinhua, Jumat, 11 April 2025.

    Tiongkok, yang dikenai tarif sebesar 145 persen oleh Amerika Serikat sejak Presiden Donald Trump menjabat tahun ini, kini bergerak cepat untuk mempererat hubungan dengan negara-negara lain, yang juga terdampak oleh kebijakan perdagangan keras Washington.

    Sejumlah negara yang turut terkena tarif balasan dari Trump antara lain, Kamboja sebesar 49 persen, Vietnam 46 persen, dan Malaysia 24 persen.

    Ketiganya terpantau telah mulai menjalin komunikasi dengan AS untuk meminta keringanan. Sementara itu, Tiongkok tetap berada di luar jalur negosiasi bilateral, sebab Beijing dan Washington memang memiliki sejarah rivalitas panjang.

    Kunjungan bilateral yang jarang terjadi ini menjadi momen diplomasi pribadi berprofil tinggi bagi Presiden Xi.

    Untuk itu, awal pekan ini, Presiden Tiongkok tersebut berjanji untuk memperdalam “kerja sama menyeluruh” dengan negara-negara tetangga Tiongkok.

    Kantor berita Xinhua menyebutkan, Tiongkok dan Malaysia ibarat ‘partikel air yang mengalir tak dapat diputuskan’, dan Kamboja adalah “sahabat karib” China.

    Pada hari-hari sebelum dan sesudah tarif balasan dari Trump mulai diberlakukan, 9 April 2025, yang sebagian besar kini telah ditangguhkan, kecuali untuk Tiongkok, Beijing sudah mulai mendorong blok-blok kawasan di seluruh dunia untuk bersatu dalam menentang kebijakan AS.

    China Temui Juga Arab Saudi dan Afrika Selatan

    Kunjungan Xi ke Vietnam dilakukan atas undangan Presiden Luong Cuong, demikian disampaikan pihak Beijing. Xi terakhir kali mengunjungi Vietnam pada Desember 2023.

    Vietnam selama ini menjalankan pendekatan ‘diplomasi bambu’ alias dua kaki, berusaha menjaga hubungan baik baik dengan Tiongkok maupun Amerika Serikat.

    Negara ini berbagi kekhawatiran dengan AS mengenai semakin agresifnya tindakan Beijing di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan, meskipun tetap memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Tiongkok.

    Di sisi lain, Kunjungan Xi ke Malaysia akan berlangsung pada 15 hingga 17 April, menurut pengumuman resmi pemerintah Malaysia pekan ini.

    “Kunjungan Xi merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempererat hubungan dagang dengan berbagai negara termasuk Tiongkok,” kata Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil.

    Pada Kamis pekan depan, Xi dijadwalkan bertolak ke Kamboja, salah satu sekutu terkuat Tiongkok di Asia Tenggara, di mana pengaruh Beijing terus tumbuh dalam beberapa tahun terakhir, sebelum mengakhiri lawatannya Jumat mendatang.

    Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Wentao juga telah mengadakan pertemuan virtual dengan mitranya dari Uni Eropa, Malaysia, serta Arab Saudi dan Afrika Selatan.

    Dalam keterangan resmi maupun pemberitaan media lokal Tiongkok, sama sekali tak ada keterangan Indonesia masuk menjadi bagian dari ‘negara tetangga’ yang ditargetkan Xi. Baik sebagai kepastian maupun wacana. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Timeline AS-China Saling Serang Tarif: Trump Kena 125%-Xi Jiping 145%

    Timeline AS-China Saling Serang Tarif: Trump Kena 125%-Xi Jiping 145%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China semakin tegang. Perang dagang keduanya, dengan saling balas tarif impor semakin  panas.

    Terbaru, negeri pemerintah Presiden Xi Jinping melakukan manuver signifikan dalam menanggapi perang tarif Presiden Donald Trump dengan menaikkan tarif atas impor AS menjadi 125% pada Jumat (11/4/2025). Tarif ini akan mulai berlaku pada Sabtu, 12 April 2025.

    Ini menjadi balasan karena AS menaikkan tarif untuk impor China menjadi 145%. Berikut timeline (linimasa) perang tarif antara AS dan China, seperti dikutip CNBC Indonesia dari berbagai sumber.

    20 Januari 2025

    Trump menandatangani Kebijakan Perdagangan America First pada 20 Januari lalu. Ia Menyerukan penyelidikan atas defisit perdagangan tahunan AS dalam hal barang dan merekomendasikan langkah-langkah seperti tarif tambahan global.

    1 Februari 2025

    Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif 10% atas impor China. Tarif tambahan tersebut ditambahkan sebagai maksud untuk mengekang impor fentanil dan zat terlarang lainnya dari China.

    Perintah eksekutif juga menghentikan pengecualian de minimis. Ini membebaskan paket senilai di bawah US$800 dari pemeriksaan dan tarif bea cukai.

    4 Februari 2025

    Tarif 10% atas barang China mulai berlaku. China kemudian mengenakan tarif atas impor AS dan menerapkan kontrol ekspor atas tanah jarang.

    China mengenakan tarif 15% atas batu bara dan gas alam cair Amerika; tarif 10% atas minyak mentah Amerika, mesin pertanian, mobil berkapasitas besar, dan truk pikap; dan kontrol ekspor pada 25 jenis logam tanah jarang, termasuk bahan penting untuk industri seperti elektronik, kedirgantaraan, dan energi terbarukan.

    7 Februari 2025

    Trump menghentikan sementara tindakan eksekutif yang mengakhiri pengecualian de minimis.

    10 Februari 2025

    Trump mengumumkan tarif 25% untuk impor baja dan aluminium dari semua negara “tanpa pengecualian”.

    Sementara tarif China untuk barang-barang Amerika mulai berlaku, yang terdiri dari tarif ad valorem 25% diumumkan untuk semua impor baja ke AS; dan tarif impor aluminium dari 10% menjadi 25%.

    13 Februari 2025

    Trump menandatangani rencana untuk mengenakan tarif timbal balik pada semua mitra dagang negaranya.

    “Rencana Adil dan Timbal Balik” akan memeriksa hubungan perdagangan non-timbal balik dengan semua mitra dagang, termasuk tarif pada produk AS; pajak yang tidak adil, diskriminatif, atau ekstrateritorial pada bisnis, pekerja, dan konsumen AS; hambatan atau tindakan nontarif; dan kebijakan serta praktik yang menyebabkan nilai tukar menyimpang dari nilai pasarnya.

    21 Februari 2025

    Trump menandatangani memorandum yang membatasi investasi China di AS dengan alasan keamanan nasional:

    AS juga membatasi investor yang berafiliasi dengan China untuk berinvestasi dalam teknologi, infrastruktur penting, perawatan kesehatan, pertanian, energi, bahan mentah, dan sektor strategis lainnya di AS.

    3 Maret 2025

    Trump menaikkan tarif barang-barang China menjadi 20%, berlaku mulai 4 Maret.

    4 Maret 2025

    China membalas kenaikan tarif Trump dengan bea masuk atas produk pertanian AS. Ini terdiri dari tarif 15% untuk ayam, gandum, jagung, dan kapas; dan tarif 10% untuk sorgum, kedelai, daging babi, daging sapi, produk akuatik, buah-buahan, sayuran, dan produk susu.

    26 Maret 2025

    Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengadakan panggilan video dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng. Kedua belah pihak menyuarakan minat dalam perjanjian perdagangan tetapi tidak memberikan indikasi bahwa negosiasi telah dimulai.

    Sementara Trump mengisyaratkan bahwa ia mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan tarif atas China sebagai imbalan atas kesepakatan mengenai TikTok.

    Di hari yang sama, Trump mengumumkan tarif 25% untuk impor mobil dan suku cadang di seluruh dunia. Tarif berlaku untuk kendaraan penumpang impor, truk ringan, dan suku cadang mobil utama, seperti mesin, transmisi, suku cadang mesin, dan komponen listrik.

    Rencana tersebut memungkinkan proses untuk memperluas tarif pada suku cadang tambahan.

    2 April 2025

    Trump mengenakan tarif “timbal balik” sebesar 34% pada China dan memberlakukan kembali berakhirnya pengecualian de minimis

    Tarif timbal balik dikenakan sebagai tambahan dari bea masuk 20% yang ada, menaikkan tarif akhir menjadi 54%. Selain itu tarif universal minimum 10% juga diumumkan untuk semua barang yang masuk ke AS.

    Pengakhiran pengecualian de minimis untuk semua paket dari China daratan dan Hong Kong yang nilainya di bawah US$800, yang akan dikenakan pajak bea masuk ad valorem sebesar 30% atau US$25 per item mulai 2 Mei, naik menjadi US$50 per item mulai 1 Juni.

    3 April 2025

    Pada apa yang disebut “Hari Pembebasan” tarif Trump, ia mengumumkan bea masuk tambahan 34% untuk semua impor China, bersamaan dengan tarif untuk barang-barang dari negara-negara di seluruh dunia. Tarif yang diberlakukan secara luas ini akan mulai berlaku pada tanggal 9 April.

    Di tanggal ini, tarif AS 25% untuk mobil juga mulai berlaku.

    4 April 2025

    China membalas dengan tarif 34% atas barang-barang AS. Beijing juga menerapkan pembatasan ekspor atas 7 produk tanah jarang dan memberikan sanksi kepada hampir 30 perusahaan Amerika.

    5 April 2025

    Tarif universal AS 10% mulai berlaku.

    8 April 2025

    Trump menaikkan tarif timbal balik atas China menjadi 84%. AS juga menaikkan bea ad valorem de minimis menjadi 90% dan biaya per barang menjadi US$75 mulai 1 Mei (US$150 mulai 1 Juni).

    9 April 2025

    Tarif tambahan 84% atas China mulai berlaku dan Beijing menaikkan tarif atas barang-barang AS menjadi 84%. Akibatnya tarif AS atas China mencapai 104%.

    Di hari yang sama, Trump menaikkan bea timbal balik AS atas impor China menjadi 125%, berlaku segera. Ia juga memberlakukan jeda 90 hari atas tarif timbal balik atas negara dan kawasan lain.

    Trump juga menaikkan bea masuk ad valorem de minimis menjadi 120% dan biaya per item menjadi US$100 mulai 1 Mei (US$200 mulai 1 Juni).

    10 April 2025

    Tarif 84% China untuk barang-barang AS mulai berlaku. Terkait ini, Gedung Putih mengklarifikasi bahwa tarif timbal balik 125% akan dikenakan sebagai tambahan atas tarif 20% yang telah dikenakan pada Chinam sehingga tarif tarif akhir mencapai 145%.

    11 April 2025

    China menaikkan tarif pada AS menjadi 125%, berlaku mulai 12 April. Beijing kemudian mengatakan tidak akan lagi menanggapi kenaikan tarif AS.

    (sef/sef)

  • China Ciptakan Mesin Hipersonik, Bisa Kelilingi Bumi dalam 2 Jam

    China Ciptakan Mesin Hipersonik, Bisa Kelilingi Bumi dalam 2 Jam

    Jakarta

    Mesin hipersonik baru yang dikembangkan di China dapat merevolusi perjalanan udara dengan mengurangi waktu penerbangan jarak jauh menjadi beberapa menit saja. Mampu mencapai Mach 16 (sekitar 20.000 km/jam), sistem propulsi ini merupakan lompatan signifikan dalam rekayasa kedirgantaraan.

    Dikembangkan di Beijing Power Machinery Institute, terobosan ini telah didokumentasikan dalam Journal of Propulsion Technology. Para peneliti mengklaim mesin ini lebih hemat bahan bakar dan stabil daripada desain hipersonik sebelumnya, sehingga mengatasi beberapa tantangan utama yang telah lama menghambat teknologi ini.

    Lompatan Besar Lampaui Supersonik

    Dikutip dari The Daily Galaxy, Jumat (11/4/2025) selama beberapa dekade, pesawat supersonik seperti Concorde melampaui batas kecepatan, tetapi masalah efisiensi dan konsumsi bahan bakar membatasi keberhasilannya. Perkembangan terbaru China melampaui kecepatan Mach 2, membawa penerbangan hipersonik lebih dekat dengan kenyataan.

    Mesin ini beroperasi pada ketinggian 30 kilometer di atas permukaan Bumi, menggunakan proses detonasi mode ganda. Pada kecepatan hingga Mach 7, mesin ini berfungsi melalui sistem detonasi putar, dengan gelombang kejut terus-menerus membakar bahan bakar lebih efisien daripada mesin jet tradisional.

    Setelah melampaui Mach 7, mesin ini beralih ke mode detonasi miring, memastikan kinerja kecepatan tinggi yang berkelanjutan dengan stabilitas yang lebih baik.

    Menurut para peneliti, pendekatan ini dapat mencapai efisiensi konversi energi hingga 80%, jauh melampaui efisiensi mesin konvensional yang hanya 20-30%. Dengan mengatasi tantangan konsumsi bahan bakar dan stabilitas, teknologi ini selangkah lebih dekat ke penerbangan hipersonik yang praktis.

    Mesin ini dikembangkan di Beijing Power Machinery Institute. Foto: Eurasian Times via The Daily GalaxyRevolusi dalam Transportasi Global

    Jika berhasil diintegrasikan ke dalam pesawat komersial, propulsi hipersonik dapat mengurangi waktu penerbangan secara drastis.

    Perjalanan dari Paris ke New York misalnya, dapat ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam, dan perjalanan dari London ke Sydney dapat ditempuh dalam waktu 90 menit, bukan 22 jam seperti biasanya. Bahkan, mesin ini diklaim memungkinkan perjalanan mengelilingi Bumi bisa ditempuh dalam dua jam.

    Potensinya pun melampaui perjalanan penumpang. Transportasi kargo pada kecepatan ini dapat memungkinkan pengiriman global yang hampir seketika, membentuk kembali rantai pasokan dan perdagangan internasional.

    Kemampuan untuk mengangkut barang melintasi jarak yang jauh dalam hitungan menit akan menghilangkan hambatan logistik, sehingga menguntungkan industri yang bergantung pada pengiriman cepat, seperti rantai pasokan medis dan manufaktur bernilai tinggi.

    Mesin beroperasi dalam dua mode. Foto: Eurasian Times via The Daily GalaxyImplikasi Militer dan Pertahanan

    Aplikasi militer dari propulsi hipersonik juga sama pentingnya. Pesawat dan rudal yang melaju dengan kecepatan Mach 16 hampir mustahil dicegat dengan sistem pertahanan udara saat ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang pencegahan strategis dan keamanan nasional.

    Tidak seperti jet tempur atau rudal balistik konvensional, kendaraan hipersonik bergerak sangat cepat sehingga teknologi pelacakan dan intersepsi radar tradisional mungkin menjadi usang.

    Kemajuan China di bidang ini diperkirakan akan meningkatkan persaingan di antara negara adikuasa global. Amerika Serikat, Rusia, dan Eropa telah berinvestasi besar dalam penelitian hipersonik, tetapi terobosan China dapat mempercepat perlombaan untuk mendominasi militer dengan kecepatan tinggi.

    Kemampuan untuk menghindari deteksi dan menyerang dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dapat mengubah sifat peperangan secara mendasar, memaksa negara-negara untuk memikirkan kembali strategi pertahanan mereka.

    Tantangan Teknis dan Perkembangan Masa Depan

    Meskipun memiliki potensi, tantangan teknik yang signifikan harus diselesaikan sebelum perjalanan hipersonik menjadi kenyataan praktis. Panas dan tekanan ekstrem pada Mach 16 memerlukan sistem perlindungan termal canggih untuk mencegah pesawat hancur.

    Bahan yang mampu menahan kondisi ini harus dikembangkan, dan mekanisme pendinginan harus disempurnakan untuk memastikan integritas struktural selama penerbangan.

    Kendala utama lainnya adalah stabilitas dan kontrol. Mesin detonasi sebelumnya mengalami kesulitan dalam manajemen gelombang kejut, sehingga sulit dioperasikan secara konsisten. Para peneliti harus menyempurnakan teknologi lebih lanjut untuk memastikan bahwa mesin hipersonik tetap stabil di berbagai rentang kecepatan.

    Kelayakan ekonomi juga menjadi perhatian utama. Meskipun mesin secara teoritis lebih hemat bahan bakar daripada sistem propulsi tradisional, mengembangkan pesawat hemat biaya yang dapat beroperasi dengan aman pada kecepatan ini tetap menjadi tantangan yang signifikan. Jika teknologinya terbukti terlalu mahal, adopsi komersial dapat tertunda selama beberapa dekade.

    (rns/fay)