kab/kota: Beijing

  • Strategi UMKM China Lawan Tarif Trump, Tebar Diskon 90 Persen  – Halaman all

    Strategi UMKM China Lawan Tarif Trump, Tebar Diskon 90 Persen  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Aksi saling lempar tarif antara Pemerintah China dengan Presiden AS Donald Trump, membuat para pelaku usaha UMKM Tiongkok putar otak untuk menghindari dampak perang dagang.

    Melalui platform media sosial Rednote, pelaku usaha asal China mulai berlomba menjual sejumlah item seperti tempat makan dan peralatan rumah tangga lainnya dengan harga murah.

    Tak kehabisan akal, mengutip dari Reuters, pelaku UMKM ini juga turut melakukan siaran langsung untuk memasarkan produk jualannya yang telah di obral dengan diskon 90 persen.

    Selain itu, mereka juga mengadakan paket obral murah untuk produk-produk tertentu, guna menarik perhatian konsumen dan meningkatkan penjualan dan mempertahankan pangsa pasar di tengah persaingan yang semakin ketat.

    Salah satu UMKM dengan ID ‘Dingding Cloud Foreign Trade Warehouse’ menuturkan bahwa ia harus mengobral peralatan rumah tangga kecil, termasuk rice cooker, juicer dan toaster, Strategi ini dilakukan agar menarik simpati pelanggan lokal dan pembeli baru.

    “AS telah melanggar kontraknya. Tidak ada lagi pengiriman! Semuanya dijual dengan diskon 90 persen!,” ujar akun ‘Dingding Cloud Foreign Trade Warehouse’

    Hal serupa juga dilakukan pengguna dengan ID ‘Muzi Has Good Goods’ yang menjajakan peralatan rumah tangga sambil dikelilingi kotak-kotak bertanda ‘kontainer transit perdagangan’.  Dia mengatakan tidak mempunyai tempat lagi di gedung karena pesanan yang tidak dapat dikirim ke AS.

    Strategi marketing ini diterapkan pelaku UMKM China ketika pemerintah tiongkok mendeklarasikan akan membantu eksportir China menjual barang dalam negeri, dengan menggemborkan pasar dalam negeri yang besar, sebagai alternatif setelah penetapan tarif Trump.

    Terpisah, mengantisipasi efek negatif imbas perang dagang, JD.com dan jaringan supermarket milik Alibaba, Freshippo, merupakan sejumlah pengecer dan platform e-commerce mengatakan akan meluncurkan dana sebesar 200 miliar yuan  untuk membantu eksportir negara tersebut menjual produk mereka di dalam negeri selama tahun depan.

    Kendati demikian beberapa sumber yang terlibat dalam bisnis ekspor mengatakan mereka skeptis terhadap siaran langsung penjualan Rednote

    Menurut mereka, strategi ini efektif dalam jangka pendek namun tak cukup mampu menutup kerugian akibat perang dagang, karena penerapan diskon jangka panjang dapat menekan margin keuntungan UMKM.

    Di sisi lain, analisis mengatakan penjualan siaran langsung sejalan dengan bagaimana China bereaksi terhadap tekanan dari luar dan akan efektif meskipun yang dilakukan hanya sekadar marketing.

    “Di China, ada sentimen bahwa kita perlu bersatu dan kita harus melawan intimidasi AS,” kata pendiri konsultan digital Chozan, Ashley Dudarenok.

     

     

  • Xi Jinping Serukan Persatuan ‘Keluarga Asia’ saat Trump Batasi Hubungan dengan China

    Xi Jinping Serukan Persatuan ‘Keluarga Asia’ saat Trump Batasi Hubungan dengan China

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden China Xi Jinping mempromosikan gagasan “keluarga Asia” dan menyerukan persatuan regional selama tur ke Asia Tenggara, dalam upaya nyata untuk melawan tekanan Amerika Serikat pada negara-negara untuk membatasi hubungan perdagangan dengan China.

    Pemimpin China ini menekankan solidaritas dalam pidatonya pada jamuan makan malam kenegaraan di Malaysia sehari sebelumnya, ketika kedua negara menandatangani kesepakatan yang luas sebagai tanda untuk memperdalam hubungan ekonomi.

    Xi saat bertamu ke ibukota administratif Malaysia, Putrajaya, dirinya menegaskan bahwa China dan Malaysia akan berdiri bersama negara-negara di kawasan ini untuk memerangi arus bawah konfrontasi geopolitik dan konfrontasi berbasis blok. 

    “Bersama-sama kita akan menjaga prospek cerah keluarga Asia kita,” ujarnya, dikutip dari Bloomberg, pada Kamis (17/5/2025).

    Dorongan diplomatik ini diperkuat oleh pernyataan bersama yang dirilis pada hari Kamis, di mana China dan Malaysia sepakat untuk meningkatkan kolaborasi di bidang industri, rantai pasokan, data, dan talenta. 

    Mereka berkomitmen untuk mengimplementasikan Program Lima Tahun untuk Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan dan membangun high-level strategic Malaysia-China community. 

    Dalam sebuah sindiran lain yang terselubung terhadap AS, Xi Jinping menegaskan kembali seruannya untuk melawan unilateralisme dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada hari Kamis di media Kamboja menjelang kedatangannya di ibukota.

    “Bersama-sama kita harus melawan hegemonisme, politik kekuasaan dengan tegas menentang segala upaya kekuatan eksternal untuk mencampuri urusan internal kita, dan menabur perselisihan,” tullisnya. 

    Komentar Xi muncul ketika Beijing menghadapi perang dagang yang meningkat dengan AS.

    Bloomberg News telah melaporkan bahwa Washington sedang bersiap untuk meminta negara-negara untuk mengambil langkah-langkah untuk membatasi kekuatan manufaktur China, termasuk memberlakukan apa yang disebut tarif sekunder pada barang-barang China, sebagai imbalan atas konsesi tarif.

    Baik China maupun AS tampaknya sedang bersitegang setelah Trump menaikkan pungutan atas barang-barang China hingga 145% dan Beijing membalas dengan tarif sekitar 125% atas impor AS.

    Xi menjadikan Asia Tenggara sebagai tujuan perjalanan luar negeri pertamanya tahun ini, karena ia berusaha untuk mencegah negara-negara tersebut memotong kesepakatan dengan AS dengan mengorbankan negaranya. 

    Meskipun ada penangguhan selama 90 hari, ancaman kenaikan tarif Trump yang drastis telah memaksa banyak pemerintah di kawasan ini untuk berjalan di garis yang semakin tipis di antara kedua negara.

    Dalam sebuah pertunjukan keberhasilan diplomatik awal Xi, Kementerian Luar Negeri China menerbitkan pernyataan bahwa pihaknya mendapat dukungan penuh dari Malaysia.

    Perdana Menteri Anwar Ibrahim memuji Xi sebagai “pemimpin yang luar biasa” dan menyatakan penentangannya terhadap kemerdekaan Taiwan, sebuah negara demokrasi yang memiliki pemerintahan sendiri yang diklaim oleh Beijing.

    Anwar juga mengatakan bahwa anggota Asean tidak akan mendukung tarif perdagangan unilateral, karena negaranya memegang keketuaan bergilir di blok tersebut, menurut pernyataan China.

    Lawatan regional Xi dimulai di Vietnam pada hari Senin, ketika para pemimpin Vietnam memberikan sambutan hangat kepada Xi dan menandatangani 45 kesepakatan untuk memperdalam hubungan ekonomi.

    Hanoi merilis sebuah pernyataan bersama yang mengatakan bahwa kedua belah pihak “menentang unilateralisme” dan segala tindakan yang membahayakan perdamaian dan stabilitas regional—sebagian besar tetap menggunakan bahasa yang telah digunakan di masa lalu.

  • Permainan Tarif Impor Trump Bikin Warga China Khawatir Dihantam PHK  – Halaman all

    Permainan Tarif Impor Trump Bikin Warga China Khawatir Dihantam PHK  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump sebesar 245 persen telah memicu kekhawatiran besar di kalangan rumah tangga China selaku negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

    Adapun kekhawatiran yang dimaksud mencakup risiko kehilangan pekerjaan, stagnasi pendapatan, hingga kerugian investasi, menurut laporan Bloomberg.

    Dalam survei yang dilakukan perbankan keuangan Morgan Stanley terhadap 2.034 responden dari kota-kota tingkat 1 hingga 4 di China selama 8–11 April, sebanyak 44 persen responden China menyatakan ketakutan mereka akan adanya PHK massal, buntut eskalasi perang dagang antara Beijing dan Washington.

    Angka ini menjadi yang tertinggi sejak survei diluncurkan pada 2020. Dimana sebelumnya hanya ada 39 persen responden yang khawatir akan menganggur akibat tarif AS di tahun sebelumnya.

    Lebih lanjut, sebanyak 40 persen responden menyatakan kekhawatiran terhadap pemotongan gaji, sementara ekspektasi kenaikan pendapatan dalam 12 bulan ke depan hanya sebesar 5,7 persen, turun 50 basis poin dibanding survei terakhir pada Desember lalu.

    Tak hanya itu, survei Morgan Stanley juga mengungkapkan bahwa ekspektasi belanja konsumen China melemah ke titik terendah sejak negara tirai bambu itu membuka kembali perekonomiannya pasca-Covid.

    Dalam catatan tim analis yang dipimpin oleh Lillian Lou dan Robin Xing, hanya 23 persen responden yang mengaku berencana meningkatkan pengeluaran pada kuartal berikutnya, turun 8 poin persentase dibanding tiga bulan sebelumnya.

    Tarif Trump Jadi Biang Kerok

    Kekhawatiran ini diungkap masyarakat China tepat setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump  mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik pada Rabu, 2 April 2025. Dalam kesempatan itu  AS mengenakan tarif timbal balik terhadap produk Cina sebesar 34 persen. 

    Selang dua hari, tepatnya 4 April Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS. Tindakan tersebut dilakukan sebagai balasan dari penerapan bea masuk resiprokal Donald Trump.

    Menanggapi hal itu, pada 7 April 2025, Trump mengancam akan mengenakan bea masuk tambahan sebesar 50 persen pada barang-barang impor dari China, jika negara tersebut tidak mencabut tarif sebesar 34 persen.

    Namun hal tersebut tak membuat China gentar, Xi Jinping justru China menaikkan tarif tambahan menjadi 84 persen pada Rabu, 9 April 2025.

    Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 245 persen ke China. Sementara China memberlakukan tarif sebesar 125 persen terhadap AS.

    Merespon perang dagang yang dilakukan AS, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian menegaskan bahwa negaranya tak pernah takut dengan ancaman perang dagang yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Tiongkok tidak akan peduli jika Amerika Serikat terus memainkan permainan angka tarif,” Tegas Lin Jian, Kamis (17/4/2025).

    “China tidak ingin berperang dagang dengan AS, tetapi sama sekali tidak takut jika AS bersikeras memprovokasi,” imbuhnya.

    Kendati demikian dampak dari kebijakan tersebut dapat memicu PHK massal, kerugian investasi, dan ketidakpastian ekonomi yang lebih luas.  Hal itu yang kemudian mendorong kekhawatiran masyarakat China terutama pelaku UMKM.

    Adalah Lionel Xu, seorang pengusaha UMKM di sela-sela pameran Canton Fair di Guangzhou, China yang terdampak perang dagang Trump.

    Ia menuturkan bahwa kenaikan tarif impor yang diberlakukan Trump telah membuat bisnisnya menurun. Dulu, perangkat pengusir nyamuk yang diproduksi perusahaannya, Sorbo Technology laris manis di toko-toko Walmart di Amerika Serikat.

    Akan tetapi sekarang tumpukan alat-alat pembasmi nyamuk Sorbo teronggok di gudang perusahaan di Zhejiang.

    “Kami kewalahan. Ini sangat berat bagi kami,” keluh Xu.

    Xu bukan satu-satunya yang merasakan pahitnya perang ekonomi ini. perempuan bernama Amy tengah bertugas menjual mesin pembuat es krim untuk Guangdong Sailing Trade Company juga mengeluhkan dampak perang dagang China vs AS.

    Menurutnya tarif impor yang tinggi membuat harga barang-barang itu menjadi terlalu tinggi bagi mayoritas perusahaan AS, alhasil mereka membebankan biaya tersebut kepada pelanggan. Kenaikan harga inilah yang membuat daya beli masyarakat menurun dan perusahaan kehilangan pelanggan.

     

  • Perang Dagang AS China Kian Agresif, Ini Saran untuk Investor Saham

    Perang Dagang AS China Kian Agresif, Ini Saran untuk Investor Saham

    Tangerang, Beritasatu.com – Menghadapi ketidakpastian kebijakan tarif Trump, investor saham diminta untuk melakukan aksi speculative buy atau buy on weakness saat harga saham berfluktuasi. Harapannya, harga saham yang dibeli akan meningkat di masa depan.

    Hal ini dikatakan Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata seusai hadir sebagai panelis Forum Group Discussion BeritaSatu Spesial bertema “Meracik Portofolio Investasi di Tengah Ketidakpastian Tarif Trump” di Tokyo Hub PIK2, Kabupaten Tangerang, Kamis (17/4/2025).

    “Buat saya kalau harga saham saat ini sedang menarik, at least lakukan speculative buy atau buy on weakness,” ujar Liza kepada Beritasatu.com di Tokyo Hub PIK2, Kabupaten Tangerang, Kamis (17/4/2025).

    Kendati demikian, Liza mengatakan investor saham juga perlu memperhatikan manajemen keuangan yang cukup disiplin. Dia menyarankan, setidaknya menyisihkan 30% dana dari total dana trading masing-masing.

    Di sisi lain, Liza menyampaikan investor perlu merencanakan strategi pembelian saham dalam jangka pendek (short term investment) dan jangka panjang (long term investment). Hal ini melihat harga saham yang kian menarik, bahkan berada pada support bottom.

    “Untuk jangka panjang, mereka juga boleh melakukan akumulasi harga saat ini untuk ditahan misalkan sampai akhir tahun. Siapa tau nanti The Fed akan memotong suku bunganya, walaupun sekarang higher or longer,” tambah Liza.

    Teranyar, China tak mau terseret gimik dalam perang tarif terbaru yang dilancarkan Amerika Serikat. Beijing menegaskan sikapnya untuk tidak terpancing pada permainan angka tarif yang diumumkan Gedung Putih, termasuk bea masuk fantastis yang bisa mencapai 245% untuk produk asal China.

    Dalam pernyataan resmi pada Kamis (17/4/2025), Kementerian Luar Negeri China menyebut bahwa satu-satunya jalan keluar dari konflik dagang adalah melalui negosiasi yang adil, dengan prinsip saling menghormati. 
    Sementara itu, China juga melayangkan keluhan resmi baru ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menuding tindakan tarif sepihak AS sebagai pelanggaran serius terhadap aturan perdagangan global.

    Langkah ini muncul setelah Gedung Putih merilis rincian struktur tarif baru, termasuk bea balasan 125%, tambahan 20%  untuk merespons krisis fentanyl, serta tarif lain antara 7,5%  hingga 100%  untuk produk tertentu.

    Secara total, tarif yang dibebankan pada China bisa menyentuh angka 245%, yang oleh banyak pihak dinilai lebih sebagai manuver politik ketimbang strategi dagang. Kondisi ini turut menjadi perhatian serius bagi investor saham, karena potensi eskalasi perang dagang dapat memicu volatilitas pasar dan mengganggu sentimen investasi global.

  • China Jadi Superpower Tanah Jarang, Ini Penyebabnya

    China Jadi Superpower Tanah Jarang, Ini Penyebabnya

    Jakarta

    China dan Xi Jinping punya kartu yang ampuh dalam perang dagang dengan Amerika Serikat, yaitu tanah jarang, mineral sangat penting dalam berbagai industri. China menambang 70% tanah jarang di dunia dan memproses 90% pasokan global. Kok bisa?

    Di tengah ancaman tarif AS terhadap China, Beijing awal bulan ini memberlakukan pembatasan ekspor tujuh elemen tanah jarang dan magnet yang digunakan dalam teknologi pertahanan, energi, dan otomotif.

    Menilik sejarah, China memulai lebih awal dalam ekstraksi tanah jarang, dimulai tahun 1950-an, tapi industri tersebut baru benar-benar mulai berkembang akhir 1970-an. Waktu itu, China mengandalkan biaya tenaga kerja yang rendah dan standar lingkungan relatif longgar serta adopsi teknologi asing.

    “Banyak teknologi yang mereka bawa dikembangkan di AS, atau Jepang, atau Eropa,” kata Stan Trout, pendiri konsultan tanah jarang Spontaneous Materials yang dikutip detikINET dari CNN.

    Seiring meningkatnya produksi tanah jarang, China mulai memahami pentingnya mineral tersebut secara strategis. “Ada pengakuan bahwa ini bisa menjadi teknologi yang sangat penting bagi mereka untuk dikuasai,” tambah Trout.

    Di 1992, saat berkunjung ke salah satu pusat produksi tanah jarang di Mongolia Dalam, Deng Xiaoping, mantan pemimpin China yang mempelopori reformasi ekonomi negara, melontarkan ucapan terkenal. “Meskipun ada minyak di Timur Tengah, Tiongkok memiliki tanah jarang,” katanya.

    Kini, China telah memenuhi visi Deng dengan mendominasi rantai pasokan tanah jarang. Walau biaya tenaga kerja kini lebih tinggi, kendali China atas industri tersebut diperkuat berkat investasi teknologi, R&D, dan otomatisasi.

    Dulu ada perusahaan AS membuat magnet tanah jarang, namun mereka keluar dari bisnis karena munculnya alternatif China yang lebih murah. “Kita telah kehilangan pengetahuan, kita kehilangan kemampuan sumber daya manusia dan ini adalah operasi sangat padat modal,” katanya.

    Sekarang, sulit untuk bersaing dengan China karena skala ekonomi negara itu lebih besar, serta insentif pemerintah memberi keunggulan tambahan. Antara 2020 dan 2023, AS mengandalkan China untuk 70% impornya atas semua senyawa dan logam tanah jarang.

    Ahli mengatakan kontrol ekspor China membuat seluruh dunia memiliki alternatif sangat terbatas. Namun AS berupaya mengatasi kesenjangan itu. Sejak 2020, Departemen Pertahanan AS memberi lebih dari USD 439 juta untuk membangun rantai pasokan tanah jarang domestik.

    Beberapa perusahaan AS melihat kontrol ekspor China peluang mempercepat produksi domestik. Nicholas Myers, CEO Phoenix Tailings, startup pengolahan tanah jarang di Massachusetts, mengatakan perusahaannya mengembangkan teknologi memurnikan mineral tanah jarang tanpa limbah dan tanpa emisi. Mereka mengambil bahan baku domestik serta dari Kanada dan Australia.

    Perusahaannya saat ini memproduksi 40 metrik ton logam tanah jarang dan paduan logam per tahun dan ingin meningkatkannya hingga 400 ton dengan fasilitas baru di New Hampshire. “Semuanya pengolahan dalam negeri. Kami tak bergantung pada apa pun dari China,” katanya.

    “Amerika Serikat benar-benar memiliki kemampuan memproduksi logam tanah jarang pada waktu yang benar-benar kami butuhkan. Kami hanya perlu memastikan semua pelanggan, semua pembuat kebijakan fokus mendukung industri agar benar-benar meningkat,” imbuh Myers.

    Perusahaan AS lain juga membuat terobosan. USA Rare Earth sedang membangun pabrik magnet di Texas, bertujuan memproduksi 5.000 ton magnet tanah jarang setiap tahun.

    (fyk/fay)

  • China Tak Mau Terseret Gimik meski Diancam Tarif Trump 245 Persen

    China Tak Mau Terseret Gimik meski Diancam Tarif Trump 245 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – China tak mau terseret gimik dalam perang tarif terbaru yang dilancarkan Amerika Serikat. Beijing menegaskan sikapnya untuk tidak terpancing pada permainan angka tarif yang diumumkan Gedung Putih, termasuk bea masuk fantastis yang bisa mencapai 245% untuk produk asal China.

    Dalam pernyataan resmi pada Kamis (17/4/2025), Kementerian Luar Negeri China menyebut bahwa satu-satunya jalan keluar dari konflik dagang adalah melalui negosiasi yang adil, dengan prinsip saling menghormati. Sementara itu, China juga melayangkan keluhan resmi baru ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menuding tindakan tarif sepihak AS sebagai pelanggaran serius terhadap aturan perdagangan global.

    Langkah ini muncul setelah Gedung Putih merilis rincian struktur tarif baru, termasuk bea balasan 125%, tambahan 20%  untuk merespons krisis fentanyl, serta tarif lain antara 7,5%  hingga 100%  untuk produk tertentu. Secara total, tarif yang dibebankan pada China bisa menyentuh angka 245%, yang oleh banyak pihak dinilai lebih sebagai manuver politik ketimbang strategi dagang.

    Namun, China tak mau terseret gimik semacam itu. Pemerintah di Beijing menilai tarif tinggi semata tidak akan menyelesaikan ketegangan perdagangan, apalagi jika dilandasi motif politik. 

    “Mereka tetap konsisten bahwa penyelesaian hanya bisa dicapai lewat jalur diplomasi, bukan tekanan sepihak,” kutip Reuters, Kamis. 

    Meski Presiden AS Donald Trump sempat membuka peluang kesepakatan dagang baru, ia mensyaratkan agar Beijing terlebih dahulu melakukan “langkah awal”. Di sisi lain, China juga bersikap tegas dengan meningkatkan tarif terhadap barang-barang AS sebagai bentuk balasan.

    Sebagai bagian dari penyesuaian strategi, China pekan ini mengganti kepala negosiator perdagangannya. Wang Shouwen digantikan oleh Li Chenggang, utusan tetap China untuk WTO. Langkah ini dinilai sebagai sinyal bahwa Beijing mulai memetakan ulang pendekatan mereka di tengah perang dagang yang belum reda.

    Meski tekanan dari Washington terus meningkat, China tak mau terseret gimik. Alih-alih bereaksi berlebihan, Beijing memilih fokus pada respons yang terukur dan berbasis hukum internasional.

  • Video: AS Kenakan Tarif 245% ke China hingga Babak Baru Harga Emas

    Video: AS Kenakan Tarif 245% ke China hingga Babak Baru Harga Emas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah Amerika Serikat mengenakan tarif impor sebesar 145% untuk barang asal China Dan dibalas dengan tarif 125%, Washington kini mengancam Beijing dengan tarif hingga 245%. Selain itu harga emas semakin menggila dengan kembali mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Kamis, 17/04/2025) berikut ini.

  • AS Naikkan Tarif Impor Tiongkok Jadi 245 Persen! Cuma Salah Hitung atau Sinyal Perang Dagang Jilid Dua?

    AS Naikkan Tarif Impor Tiongkok Jadi 245 Persen! Cuma Salah Hitung atau Sinyal Perang Dagang Jilid Dua?

    Jakarta: Kabar mengejutkan datang dari Washington! Dalam dokumen resmi yang dirilis Gedung Putih pada 15 April lalu, tercantum angka tarif impor produk Tiongkok ke AS bisa mencapai 245 persen. 
     
    Pernyataan ini langsung bikin bingung banyak pihak, termasuk Beijing.
     
    Apakah ini sinyal bahwa perang dagang kembali memanas? Atau hanya salah hitung?
    Tarif 245%
    Merangkum USA Today, Kamis, 17 April 2025, ternyata, menurut klarifikasi Gedung Putih, angka 245 persen itu bukan tarif baru, melainkan gabungan dari tarif yang sudah ada sebelumnya ditambah kebijakan terbaru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump tahun ini.

    Beberapa produk Tiongkok seperti kendaraan listrik dan jarum suntik sebelumnya sudah dikenai tarif tinggi, hingga 100 persen. 
     
    Ditambah tarif baru dari Trump yang mencapai 145 persen maka totalnya memang bisa menyentuh angka 245 persen.
     
    Merespons pernyataan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, enggan banyak bicara. 
     
    “Silakan bawa angka itu ke pihak AS untuk mendapatkan jawabannya,” ucapnya.
     
    Tiongkok menyebut bahwa tindakan AS ini makin menunjukkan penggunaan tarif sebagai senjata dagang yang sudah melampaui batas kewajaran.
     

    Trump: bola ada di tangan Tiongkok
    Donald Trump juga ikut buka suara. Ia menyebut bahwa sekarang semua tergantung pada Tiongkok untuk menyelesaikan persoalan ini.
     
    “Bola ada di tangan China. Mereka yang harus membuat kesepakatan dengan kami. Bukan sebaliknya,” kata Trump seperti dikutip oleh Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt.
    China siap balas 
    Tak tinggal diam, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengingatkan bahwa jika AS terus menaikkan tarif dan memperkeruh suasana, mereka siap melakukan tindakan balasan.
     
    Tiongkok bahkan telah menerapkan tarif balasan hingga 125 persen pada beberapa produk AS, dan menyatakan siap menempuh langkah lebih jauh jika tekanan dari Washington terus berlanjut.
     
    “Kalau AS tetap ngotot ambil tindakan yang merugikan kami, kami akan balas dengan tegas,” bunyi pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Penuturan Pengusaha UMKM China Terdampak Tarif Trump: Kami Kewalahan

    Penuturan Pengusaha UMKM China Terdampak Tarif Trump: Kami Kewalahan

    Beijing

    “Trump itu orang gila,” ujar Lionel Xu, seorang pengusaha UMKM di sela-sela pameran Canton Fair di Guangzhou, China.

    Di belakang Xu, terlihat kotak-kotak berisi perangkat pengusir nyamuk yang diproduksi perusahaannya, Sorbo Technology.

    Dulu, produk-produk Xu laris manis di toko-toko Walmart di Amerika Serikat.

    Sekarang, tumpukan alat-alat pembasmi nyamuk Sorbo teronggok di gudang perusahaan di Zhejiang.

    Situasi ini tidak akan berubah kecuali Presiden Donald Trump mencabut tarif 145% pada semua barang buatan China yang hendak masuk ke AS,

    “Kami kewalahan. Ini sangat berat bagi kami,” keluh Xu.

    Sekitar separuh dari seluruh produk buatan Sorbo Technology memang dijual ke AS. Perusahaan ini tergolong kecil untuk standar China dengan sekitar 400 pegawai.

    “Kami khawatir. Bagaimana kalau Trump tidak berubah kiran? Itu akan menjadi hal yang berbahaya bagi pabrik kami,” imbuhnya.

    Tidak jauh dari gerai Xu, perempuan bernama Amy tengah bertugas menjual mesin pembuat es krim untuk Guangdong Sailing Trade Company.

    Pembeli utamanya, termasuk Walmart, juga berasal dari AS.

    “Kami sudah menghentikan produksi,” ujar Amy. “Semua produk ada di gudang.”

    Kisah serupa terdengar hampir di setiap stan di pameran besar itu.

    Ketika BBC berbicara dengan Xu, pengusaha itu sedang bersiap-siap mengajak beberapa pembeli asal Australia makan siang.

    Calon-calon pembeli datang mencari harga miring dan berharap bisa menekan harga.

    “Kita lihat saja nanti,” ujar Xu tentang tarif Trump. Dia yakin Trump mengubah posisinya.

    “Mungkin situasinya akan membaik dalam satu atau dua bulan,” tambah Xu, sambil menyilangkan jari.

    “Mudah-mudahan…”

    Minggu lalu, Trump menunda sebagian besar tarif setelah pasar saham global anjlok dan terjadi penjualan besar-besaran di pasar obligasi AS.

    Namun, Trump mempertahankan pungutan impor ke barang-barang China.

    Beijing merespons ini dengan memberlakukan pungutan 125% pada impor AS.

    Hal ini membingungkan para pedagang dari lebih dari 30.000 perusahaan yang datang ke pameran Guangzhou ini.

    Baca juga:

    Setiap tahun, banyak perusahaan memamerkan produk mereka di aula-aula pameran seluas 200 lapangan sepak bola.

    Di bagian peralatan rumah tangga, berbagai produk ditampilkan mulai dari mesin cuci hingga pengering pakaian, sikat gigi elektrik hingga pemeras jus dan pembuat wafel.

    Pembeli datang dari seluruh dunia untuk melihat produk secara langsung dan membuat kesepakatan dagang.

    Namun, tarif Trump melambungkan harga mesin pengaduk makanan atau penyedot debu dari China.

    Saking tingginya, harga barang-barang itu menjadi terlalu tinggi bagi mayoritas perusahaan AS untuk membebankan biaya tersebut kepada pelanggan.

    Dua raksasa ekonomi terbesar di dunia menemui jalan buntu.

    Alih-alih masuk ke rumah tangga di AS, barang-barang buatan China kian menumpuk di lantai-lantai pabrik.

    Dampak perang dagang ini kemungkinan besar akan terasa di dapur dan ruang keluarga di seluruh AS yang kini harus membeli barang-barang tersebut dengan harga lebih tinggi.

    China bersikukuh dengan sikapnya dan bersumpah untuk melawan perang dagang ini “sampai akhir.”

    Baca juga:

    Nada serupa juga diungkapkan oleh beberapa peserta pameran.

    Hy Vian, yang sedang mencari oven listrik untuk perusahaannya, menampik dampak tarif Trump.

    “Jika mereka tidak ingin kami mengekspor, ya, biarkan saja mereka menunggu. Kami sudah memiliki pasar domestik di China, kami akan memberikan produk terbaik kepada rakyat kami terlebih dahulu.”

    China memang memiliki populasi yang besar: 1,4 miliar jiwa. Di atas kertas, negara Asia Timur itu punya pasar domestik yang kuat.

    Para pembuat kebijakan China juga telah berupaya mendorong pertumbuhan lebih lanjut dalam ekonomi yang lesu dengan mengimbau konsumen untuk berbelanja.

    Namun, upaya ini belum berhasil.

    Sebagian besar masyarakat kelas menengah di China telah menginvestasikan tabungan mereka untuk membeli rumah keluarga.

    Namun, dalam empat tahun terakhir, harga properti merosot tajam dan membuat dan membuat mereka lebih memilih menabung ketimbang berbelanja.

    Dibandingkan negara lain, China barangkali berada dalam posisi yang lebih baik untuk menghadapi gejolak perekonomian global.

    Akan tetapi, pada kenyataan ekonomi China tetap saja didorong ekspor.

    Tahun lalu, ekspor menyumbang sekitar setengah dari pertumbuhan ekonomi China.

    China juga masih menjadi pabrik dunia.

    Goldman Sachs memperkirakan sekitar 10 hingga 20 juta orang di China mungkin bekerja secara spesifik untuk ekspor barang ke AS.

    Sebagian pekerja tersebut sudah merasakan dampaknya.

    Tidak jauh dari Canton Fair, berjubel pabrik kecil di Guangdong yang membuat pakaian, sepatu, dan tas.

    Ini adalah pusat manufaktur untuk perusahaan seperti Shein dan Temu.

    Setiap gedung menampung beberapa pabrik di berbagai lantai. Di sini, para pekerja bekerja keras selama 14 jam sehari.

    Baca juga:

    Di trotoar dekat sejumlah pabrik sepatu, beberapa pekerja tampak berjongkok sambil berbincang dan merokok.

    “Keadaan sedang tidak baik,” ujar seorang pekerja yang enggan menyebutkan namanya. Temannya mendesaknya untuk berhenti bicara.

    Membahas kesulitan ekonomi merupakan isu sensitif di China.

    “Kami mengalami masalah sejak pandemi Covid, dan sekarang ada perang dagang ini. Dulu saya dibayar 300-400 yuan (sekitar Rp 690 ribu – Rp 920 ribu) per hari. Sekarang? Bisa mendapat 100 yuan (sekitar Rp 230 ribu) sehari saja sudah bagus.”

    Pekerja itu mengatakan sulit mencari pekerjaan belakangan ini.

    Pekerja lainnya mengatakan kepada BBC bahwa penghasilan mereka hanya cukup untuk menjalani hidup sederhana.

    Sebagian orang di China bangga akan produk mereka. Namun, sebagian lainnya merasakan dampak negatif kenaikan tarif dan bertanya-tanya bagaimana krisis ini akan berakhir.

    China menghadapi prospek kehilangan mitra dagang yang membeli barang senilai lebih dari US$ 400 miliar (sekitar Rp 6,7 kuadriliun) setiap tahun.

    Di sisi lain, dampaknya juga akan dirasakan di AS. Para ekonom sudah memperingatkan kemungkinan AS menuju resesi akibat perang dagang ini.

    Segala ketidakpastian ini diperparah dengan sikap Trump yang dikenal dengan gaya konfrontatifnya.

    Dia terus menekan Beijing sementara China tidak gentar.

    Namun, Beijing menyatakan tidak akan menambah tarif 125% yang saat ini berlaku untuk barang-barang AS.

    China bisa saja membalas dengan cara lain. Namun, ini setidaknya memberikan sedikit ruang bernapas bagi kedua negara.

    Dilaporkan bahwa komunikasi antara Washington dan Beijing sangat minim. Kedua pihak tampaknya belum bersedia untuk kembali ke meja perundingan dalam waktu dekat.

    Kepada BBC, beberapa perusahaan di Canton Fair memanfaatkan waktu pameran untuk mencari peluang pasar baru.

    Amy berharap mesin pembuat es krimnya akan mendapat rumah baru.

    “Kami berharap bisa membuka pasar Eropa yang baru. Mungkin Arab Saudi, dan tentu saja Rusia,” katanya.

    Pengusaha lainnya yakin masih ada potensi keuntungan di pasar domestik.

    Mei Kunyan, 40 tahun, mengatakan perusahaan sepatunya yang memperoleh sekitar 10.000 yuan (sekitar Rp 23 juta) per bulan di perusahaan sepatunya dengan menjual kepada pelanggan China.

    Banyak produsen sepatu besar telah pindah ke Vietnam karena biaya tenaga kerja di negara itu lebih murah.

    Mei Kunyan juga menyadari sesuatu yang kini mulai disadari oleh para pelaku bisnis di sekitarnya: “Orang Amerika terlalu rumit.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tarif Impor ke AS yang Naik Lagi! Tiongkok Geram, Tapi Bilang Nggak Takut Perang Dagang

    Tarif Impor ke AS yang Naik Lagi! Tiongkok Geram, Tapi Bilang Nggak Takut Perang Dagang

    Jakarta: Amerika Serikat kembali bikin geger dunia dagang dengan menaikkan tarif impor barang dari Tiongkok hingga 245 persen. 
     
    Kabar ini muncul langsung dari situs resmi Gedung Putih AS, yang menyebut bahwa kenaikan tarif ini adalah dampak dari “tindakan pembalasan” yang dilakukan oleh Negeri Tirai Bambu.
     
    Langkah ini sontak memicu reaksi keras dari Tiongkok. Dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu, Kementerian Luar Negeri Tiongkok bahkan meminta para jurnalis untuk langsung mempertanyakan kebijakan itu ke pihak AS.
     

    Tiongkok: AS penyulut perang tarif
    Merangkum China Daily, Kamis, 17 April 2025, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, tak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa perang tarif ini awalnya justru dipicu oleh Amerika Serikat.

    “China hanya mengambil langkah balasan yang perlu untuk melindungi hak dan kepentingan sah kami. Langkah kami sepenuhnya masuk akal dan sah,” ujar Lin.
     
    Menurutnya, tarif yang dikenakan Tiongkok terhadap AS adalah respon logis dan proporsional atas tekanan dagang yang dilancarkan lebih dulu oleh Amerika.

    Tiongkok tak ingin perang, tapi nggak takut juga!
    Lin Jian menegaskan bahwa posisi Tiongkok dalam konflik dagang ini sangat jelas. Mereka tidak mencari perang dagang, tapi juga tidak gentar jika harus menghadapinya.
     
    “China tidak ingin berperang. Tapi kalau dipaksa, kami juga tidak takut,” katanya.
     
    Pernyataan ini jadi sinyal keras bahwa Beijing siap melawan balik jika Washington tetap memilih jalur tekanan ekonomi ketimbang dialog terbuka.
    Seruan Tiongkok ke AS
    Di akhir pernyataannya, Lin menyampaikan bahwa jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini, maka caranya bukan dengan mengancam atau memeras.
     
    “Kalau mau berdialog, lakukanlah di atas dasar kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan,” ucapnya.
     
    Tiongkok membuka pintu untuk negosiasi, tapi menolak tunduk pada tekanan ekstrem yang belakangan sering jadi gaya diplomasi dagang AS.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)