kab/kota: Beijing

  • Rusia Serang NATO, Bawa-Bawa Bom Yugoslavia

    Rusia Serang NATO, Bawa-Bawa Bom Yugoslavia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia mengecam keras pernyataan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte yang menuding Moskow bersekongkol dengan China dan negara lain untuk “merusak aturan global”.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebut Rutte menerapkan standar ganda dan menantang NATO untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan “aturan global” itu.

    “Apa sebenarnya ‘aturan global’ yang mereka maksud? Mungkin NATO bisa mengunggah daftar lengkapnya di situs resmi mereka,” sindir Zakharova dalam unggahan di kanal Telegram-nya, Kamis (6/11/2025).

    Ia menilai tudingan NATO tidak berdasar, mengingat blok militer Barat itu sendiri memiliki catatan panjang pelanggaran hukum internasional. Zakharova mencontohkan pengeboman Yugoslavia oleh NATO pada 1999 serta invasi Irak pada 2003 yang dipimpin Amerika Serikat dengan “dalih yang dibuat-buat”.

    Zakharova juga menyinggung bahwa tak satupun negara anggota NATO menghentikan kerja sama dengan China, meski Rutte mengkritik Rusia karena hal serupa.

    “Beberapa hari lalu, KTT AS-China baru saja digelar. Saya tidak mendengar Rutte mengkritik Presiden AS Donald Trump untuk itu,” ujarnya.

    Sebelumnya, dalam Forum Industri NATO di Bucharest, Rumania, Rutte mengatakan Rusia “tidak sendirian dalam upayanya melemahkan aturan global.” Ia menuding Moskow bekerja sama dengan China, Korea Utara, Iran, dan negara lain, serta memperkuat kolaborasi industri pertahanan untuk menghadapi konfrontasi jangka panjang.

    Pernyataan itu memperpanjang ketegangan antara Moskow dan aliansi Barat. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuding NATO berusaha “memperluas zona tanggung jawabnya jauh melampaui kawasan Euro-Atlantik” untuk membendung Tiongkok dan mengisolasi Rusia.

    Sementara itu, Beijing berulang kali membantah tuduhan Barat yang menyebutnya membantu militer Rusia dalam konflik Ukraina.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Nuklir Minggir! Ini Senjata Baru Unggulan China, Bisa Cari Harta Karun

    Nuklir Minggir! Ini Senjata Baru Unggulan China, Bisa Cari Harta Karun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Strategi maritim China telah memasuki perairan yang lebih dalam, melampaui modernisasi angkatan laut dan pembangunan pulau. Beijing bahkan menggunakan ilmu oseanografi (ilmu kelautan), sebagai alat kekuatan baru untuk memperluas pengaruhnya dan mendapatkan keunggulan strategis di Samudra Hindia dan Pasifik.

    Menurut peneliti yang fokus pada kebijakan luar negeri China, Rishan Shen, Negeri Tirai Bambu menciptakan “bentuk kekuatan baru” yang “halus, berkelanjutan dan sulit dilawan dengan penelitian bawah laut”. “Yang tampak sebagai kerja sama ilmiah sebenarnya adalah upaya jangka panjang untuk mengubah ilmu kelautan menjadi instrumen geopolitik,” tuturnya dalam kolom tulisan yang ia unggah di media Myanmar, Irrawaddy, Kamis (6/11/2025).

    Oseanografi saat ini menentukan operasi kapal selam, komunikasi bawah air, dan, yang paling penting, akses ke harta karun baru seperti mineral penting logam tanah jarang (rare earth). Di bawah Kementerian Sumber Daya Alam, China sendiri telah membangun salah satu armada penelitian sipil terbesar di dunia, yang secara rutin melakukan survei laut dalam di Samudra Hindia dan Pasifik.

    Data yang dikumpulkan dari misi-misi ini, adalah akumulasi data topografi bawah air dan pola suara yang sabar yang kemudian dapat dimobilisasi untuk keuntungan strategis. Sangat jarang hanya tentang ilmu kelautan saja.

    “Ekspansi oseanografi ini secara mantap meningkatkan jangkauan militer China dengan menyediakan intelijen dasar laut terperinci. Hal ini meningkatkan kemampuan kapal selam dan pengawasan,” ungkap Shen lagi.

    “Data topografi dan pola suara juga digunakan untuk navigasi kapal selam dan operasi anti-kapal selam,” tambahnya.

    Pada awal tahun 2024, kapal penelitian China, Xiang Yang Hong 03, melakukan survei di dekat Maladewa dan Sri Lanka sebelum berlabuh di Mali. Bagi India dan mitra maritimnya (seperti AS, Australia, dan Jepang), misi semacam itu dinilai bermuatan politik yang mendalam.

    Strategi China juga berfokus pada pengendalian sumber daya laut dalam dan memperkuat kendali ekonomi. Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Mineral Laut China (COMRA) memegang banyak kontrak eksplorasi dari Otoritas Dasar Laut Internasional.

    “Kontrak ini mencakup wilayah dasar laut yang kaya akan kobalt, nikel, dan mineral tanah jarang yang akan menentukan teknologi masa depan dan transisi energi,” tandas Shen.

    Di Pasifik, China memperluas kerja sama ini dengan negara-negara kepulauan seperti Cook Islands dan Tonga, melalui perjanjian survei dasar laut, transfer teknologi, dan pelatihan. Kemitraan ini menciptakan ketergantungan jangka panjang di antara negara-negara kecil yang mengandalkan dukungan China untuk penelitian kelautan dan infrastruktur.

    Lebih lanjut, Shen memperingatkan bahwa jika tidak dikendalikan, operasi oseanografi China yang tidak terkendali. Ini dapat menciptakan asimetri informasi yang dapat mengubah keseimbangan kekuasaan di bawah laut.

    “Tantangannya tidak hanya bersifat militer tetapi struktural: kontrol atas data kelautan dapat diterjemahkan menjadi pengaruh atas bagaimana ruang maritim itu sendiri diatur dan dipahami,” tutupnya.

    (tps/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • China Mulai Salip AS dalam Inovasi, Gimana Respons Eropa?

    China Mulai Salip AS dalam Inovasi, Gimana Respons Eropa?

    Jakarta

    “Scientia potestas est,” kata Francis Bacon lebih dari empat abad silam. Pengetahuan adalah kekuasaan. Pada masa ketika dunia mulai menggunakan teleskop dan mesin cetak, sang filsuf menegaskan bahwa pencapaian sains berkaitan erat dengan kekuasaan politik. Prinsip itu tetap relevan hingga hari ini.

    Di era kedigdayaan Amerika Serikat, perlombaan menentukan siapa yang memegang kendali atas pengetahuan — dan bagaimana ia digunakan – mencapai sebuah titik balik. Survei yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) menunjukkan pada 2023, ilmuwan Cina menjadi mitra utama dalam hampir separuh kolaborasi riset dengan peneliti Amerika Serikat.

    Jumlah tersebut menandakan pergeseran sejarah. Cina tidak lagi sekedar mengejar, tetapi kini memimpin di sejumlah bidang strategis dan kian mendiktekan agenda dalam isu-isu riset global.

    Cina memimpin: Perubahan peta kekuatan sains dunia

    Kebangkitan Cina di bidang ilmu pengetahuan tidak lagi diukur dari jumlah publikasi ilmiah atau penghargaan klasik seperti Nobel yang prestisius. Kini, tolok ukurnya lebih luas dan strategis.

    Analisis terhadap sekitar enam juta publikasi riset menunjukkan bahwa pada 2023, sekitar 45 persen komposisi kepemimpinan dalam penelitian bersama antara Amerika Serikat dan Cina, sudah dipegang oleh ilmuwan Tiongkok. Padahal pada 2010, angkanya baru 30 persen. Jika tren ini berlanjut, para peneliti memperkirakan Cina akan menyamai dominasi AS di bidang strategis seperti kecerdasan buatan, riset semikonduktor, dan ilmu material pada 2027 hingga 2028.

    Cina juga unggul dalam jumlah publikasi ilmiah. Laporan Riset dan Inovasi G20 terbaru mencatat hampir 900 ribu publikasi ilmiah berasal dari Cina, meningkat tiga kali lipat dibanding 2015. Dalam Nature Index, yang menilai 150 jurnal sains dan kedokteran teratas, Cina telah lama menyalip AS. Dari sepuluh institusi paling berpengaruh dalam indeks tersebut, tujuh di antaranya berasal dari Cina.

    Sementara itu, posisi negara-negara Barat terlihat semakin terdesak. Kendati Harvard University masih memimpin, tetapi peringkat dua hingga sembilan didominasi universitas-universitas Cina. Adapun Massachusetts Institute of Technology (MIT), ikon inovasi Amerika Serikat, berada di posisi ke-10.

    Mengapa Cina kian unggul dalam riset?

    Di sektor teknologi, termasuk melalui program Belt and Road Initiative (BRI), Cina menggelontorkan dana riset bernilai miliaran dolar AS untuk menjaring talenta internasional sekaligus memperluas koneksi akademik dan industri ke berbagai negara. Studi PNAS menyebut bahwa diplomasi sains menjadi instrumen yang sengaja digunakan Beijing untuk memperkuat pengaruh dan kemitraan globalnya.

    Apa kekuatan dan kelemahan Cina?

    Kecepatan eksekusi, investasi strategis, dan jaringan riset yang terpusat menjadi kekuatan utama Cina. Hasilnya terlihat jelas pada bidang teknik, elektronika, ilmu material, fisika, dan kimia, dengan tingkat sitasi yang tinggi di jurnal internasional.

    Namun kendali yang sangat terpusat juga membawa keterbatasan. Inovasi membutuhkan disiplin, tapi juga kebebasan agar tumbuh kreativitas yang kelak melahirkan terobosan. Di sinilah perbedaan terlihat: Dalam hal keleluasaan inovasi dan budaya riset korporasi, Amerika Serikat masih memiliki keunggulan besar dibanding Cina maupun Eropa.

    Di sisi lain, kerja sama riset internasional kini menghadapi tekanan. AS dan Eropa semakin memandang Cina sebagai rival strategis, sementara dinamika geopolitik dan ekonomi dewasa ini justru memperlebar jarak kolaborasi ilmiah antara ketiga kekuatan global.

    Persaingan AI antara Cina dan AS

    Persaingan terlihat jelas di arena baru, riset kecerdasan buatan. Kendati AS masih memimpin, terobosan model bahasa oleh Deepseek menunjukkan Cina bisa menciptakan teknologi serupa dengan biaya lebih rendah — dan dalam waktu yang lebih singkat. Harvard dan kampus-kampus top AS memang masih menjadi pusat inovasi, tetapi akademi riset Cina kini menipiskan jarak.

    Dalam jumlah hak paten kecerdasan buatan, Cina bahkan sudah menjadi pemain utama dunia. AS dinilai masih mampu bersaing, tetapi banyak institusi riset terbaik di Eropa tertinggal jauh dalam persaingan global.

    Mengapa AS dan Uni Eropa tertinggal?

    Kebangkitan Cina terjadi pada saat Amerika Serikat dan Eropa justru berada dalam kondisi melemah. Dunia riset di AS terdampak gejolak politik, pemangkasan anggaran, serta keluarnya banyak talenta terbaik. Kebijakan penghematan Presiden Donald Trump dan memburuknya hubungan AS dengan Cina membuat kolaborasi ilmiah menurun dan mendorong sebagian peneliti berpindah ke Cina.

    Uni Eropa sebenarnya berpeluang menarik talenta global yang kini merasa kurang diterima di AS. Namun, Eropa masih harus melangkahi ketertinggalan, yang kerap terhambat oleh perbedaan kepentingan nasional dan berbagai batasan internal, baik di dalam Uni Eropa maupun negara-negara Eropa lainnya.

    Dampak global: Kebangkitan Cina menggeser keseimbangan kekuatan

    Perkembangan Cina yang tampak tak terbendung tengah mengubah tatanan ekonomi dan geopolitik dunia. Cina kini ikut menentukan agenda riset internasional, sementara Eropa semakin tertinggal dalam perlombaan teknologi masa depan.

    Salah satu opsi bagi Eropa adalah menjalin kolaborasi strategis dengan tim riset Cina agar tetap dapat bersaing. Namun, masih menjadi pertanyaan terbuka bagaimana sistem riset Cina akan merespons meningkatnya fragmentasi kerja sama ilmiah dan ketegangan geopolitik yang terus berkembang.

    Peluang Eropa dalam keragaman riset

    Sebagai alternatif dari kecenderungan fragmentasi global, Eropa dapat membangun kekuatan riset bersama yang melampaui kepentingan nasional masing-masing negara. Keragaman bahasa, budaya, dan tradisi bukan kelemahan, melainkan sumber kreativitas dan inovasi yang tidak dimiliki oleh negara dengan sistem yang lebih seragam.

    Ungkapan “pengetahuan adalah kekuasaan” kembali relevan di sini. Dengan memanfaatkan keragaman sebagai pendorong inovasi, Eropa memiliki peluang untuk bangkit. Laporan pemantauan European Research Area (ERA) juga menunjukkan bahwa jika Eropa bekerja sama secara terarah dan menyatukan sumber dayanya, kawasan ini berpotensi menjadi kekuatan riset global yang mampu bersaing sejajar dengan Cina dan Amerika Serikat.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Prihardani Tuah Purba

    (ita/ita)

  • Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Dengan Kapal Selam Nuklir, Korsel Masuki Era Perlombaan Senjata

    Jakarta

    Presiden Donald Trump yang ingin memulai babak baru aliansinya dengan Asia Timur, mendukung gagasan Korea Selatan untuk membangun dan mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir. Dia menambahkan bahwa kapal pertama akan dibuat di AS.

    “Korea Selatan akan membangun Kapal Selam Bertenaga Nuklirnya di Philadelphia,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

    Seoul menyambut gembira keputusan ini. Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back mengatakan dalam pertemuan parlemen yang digelar bersamaan dengan pengumuman Trump itu bahwa kapal selam bertenaga nuklir akan berdampak signifikan memperkuat militer Korsel.

    Saat ini, Korea Selatan mengoperasikan kapal selam konvensional bertenaga hibrid – diesel dan listrik. Namun menurut Ahn, kapal selam bertenaga nuklir akan menawarkan kecepatan dan daya jelajah yang lebih baik untuk menandingi kemampuan kapal selam tempur nuklir Korea Utara.

    Meskipun Pyongyang belum memberikan komentar resmi, para analis mengatakan bahwa rezim Kim Jong Un hampir pasti akan bereaksi dengan marah dan kemungkinan besar mengumumkan langkah balasan terhadap keputusan Korea Selatan.

    Korea Selatan memasuki era perlombaan senjata

    Para ahli memperingatkan bahwa Korea Utara dan Selatan kini dengan cepat meningkatkan perlombaan senjata, sementara negara-negara lain di Asia Timur Laut lainnya terpantau turut menambah anggaran pertahanan mereka.

    “Tidak diragukan lagi, kita sudah berada dalam era perlombaan senjata,” kata Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional di Universitas Kookmin, Seoul.

    “Trump tampaknya tidak henti mengatakan bahwa ia sudah jemu dengan sekutu-sekutu parasitnya, yaitu Korea Selatan dan Jepang. Ia bisa mengumumkan bahwa AS akan hengkang dari sekutunya kapan saja,” tambah Lankov.

    Bagi kedua negara, lanjut Lankov, hal itu akan menjadi ancaman. Terutama Korsel yang berbatasan langsung dengan musuh bersenjata nuklir yang berulang kali menyerangnya di masa lalu.

    “Sehingga sangat wajar jika Seoul meningkatkan kemampuan militernya secara drastis dan mungkin juga mengembangkan senjata nuklir,” tambahnya.

    Lankov juga menyoroti faktor kedua yakni perkembangan militer Korea Utara yang sangat cepat selama satu dekade terakhir, termasuk keberhasilan mengembangkan rudal balistik antarbenua dengan bahan bakar padat dan memperluas arsenal hulu ledak nuklirnya.

    Kemajuan militer tersebut didukung oleh Rusia. Moskow diperkirakan telah memasok Pyongyang dengan reaktor miniatur untuk mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir.

    Faktor ketiga yang tak terhindarkan, menurut Lankov, adalah Cina yang berupaya menguatkan kekuatan militernya dan melengkapinya dengan sistem persenjataan yang paling mutakhir.

    Pyongyang unjuk kekuatan jelang kunjungan Trump

    “Cina ingin menegaskan perannya di Asia Timur sebagai pusat kekuatan utama yang tidak dapat ditantang siapa pun,” kata Lankov.

    Sementara itu, menurut Lankov, AS tampak semakin ingin mengurangi keterlibatannya di kawasan meski beberapa pasukan AS masih bertahan di Semenanjung Korea.

    Ancaman terhadap Korea Selatan semakin serius karena aliansi Pyongyang yang semakin erat dengan Rusia serta kekerabatan lamanya dengan Cina. Aliansi tersebut memungkinkan Pyongyang bertindak lebih agresif.

    Bahkan rezim Korea Utara menguji rudal hipersonik seminggu sebelum kedatangan Trump di Korea Selatan jelang forum APEC pada 1 November lalu serta menembakkan sejumlah rudal jelajah sesaat sebelum kedatangan Trump.

    Pyongyang juga meluncurkan rudal dan artileri pada Senin (3/11) saat Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengunjungi Zona Demiliterisasi (DMZ).

    Taipei dan Tokyo meningkatkan anggaran Pertahanan

    Masih di kawasan, Cina sedang melakukan uji kapal induk ketiganya, Fujian, dan semakin sering menguji pertahanan udara dan laut negara tetangganya. Jepang di sekitar Kepulauan Okinawa serta Filipina di Laut Cina Selatan.

    Beijing juga memiliki ambisi jangka panjang untuk mengambil alih Taiwan, yang dianggapnya sebagai bagian dari provinsinya yang memisahkan diri. Taipei kini meningkatkan anggaran pertahanan, termasuk pembelian 66 jet tempur F-16V dan bom luncur dari AS.

    Jepang mulai secara signifikan membangun sistem pertahanannya, mengucurkan investasi besar pada pertahanan laut dan udara dengan rudal baru yang canggih, pasukan kapal selam yang lebih besar, serta drone laut dan udara.

    Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengatakan kepada Trump dalam pertemuan mereka di Tokyo akhir Oktober lalu bahwa Jepang akan meningkatkan pengeluaran pertahanan dari 1% menjadi 2% dari PDB pada awal tahun fiskal berikutnya (1 April).

    Jepang juga menandatangani kesepakatan untuk memasok Australia dengan 11 fregat kelas Mogami dan tengah bernegosiasi dengan Selandia Baru untuk kesepakatan serupa.

    Selain itu, Tokyo juga sepakat untuk memberikan Filipina pesawat patroli pantai dan sistem radar canggih guna membantu Manila memantau kapal-kapal Cina di Laut Cina Selatan.

    Masa damai di Asia Timur mulai berakhir

    Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di kampus Seoul Universitas Troy, mengatakan bahwa negara-negara Asia telah menikmati masa damai selama beberapa dekade, namun masa-masa mungkin akan perlahan berakhir.

    Pinkston menjelaskan kepada DW bahwa banyak negara Asia Timur kini memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk meningkatkan kekuatan militer mereka.

    Ia juga memperingatkan bahwa pembelian kapal selam bertenaga nuklir dapat menjadi langkah awal bagi Korsel untuk memperoleh senjata nuklir, meskipun Seoul secara resmi mendukung Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

    “Kita tidak pernah bisa menduga detail kesepakatan yang dibuat Trump atau apa yang akan dia usulkan selanjutnya,” kata Pinkston, menyinggung dukungan mendadak presiden AS terhadap rencana kapal selam bertenaga nuklir Korsel.

    “Namun apakah berarti Korsel akan bergerak sendirian?” tanyanya.

    Menurut Pinkston, Korea Selatan berencana membeli uranium yang diperkaya dari AS untuk reaktor kapal selam bertenaga nuklir. Korsel juga sudah memiliki fasilitas dan teknologi nuklir sendiri, sehingga bisa saja ia memperkaya bahan bakar nuklirnya. Langkah berikutnya, Korsel bisa mengembangkan senjata nuklirnya sendiri, katanya.

    “Jika kapal-kapal selam itu dirancang untuk membawa rudal dengan hulu ledak konvensional, maka itu tidak terlalu jauh dari rencana perancangan hulu ledak nuklir yang menurut Seoul penting bagi keamanan nasionalnya. Korsel semakin mendekat ke rencana tersebut,” pungkas Pinkston.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizky Nugraha

    Tonton juga Video: Cekcok Dengan Eks Presiden Rusia, Trump Kirim 2 Kapal Selam Nuklir

    (ita/ita)

  • Teknologi AS Ditinggal, China Kasih Diskon Besar-besaran

    Teknologi AS Ditinggal, China Kasih Diskon Besar-besaran

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China meningkatkan insentif besar-besaran bagi raksasa teknologi di negaranya agar berhenti menggunakan chip buatan Amerika Serikat (AS).

    Beijing menawarkan subsidi listrik hingga 50% bagi pusat data (data center) yang beroperasi dengan chip buatan dalam negeri.

    Kebijakan ini dilaporkan oleh Financial Times sebagai langkah strategis China memperkuat industri semikonduktor dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap produk AS, terutama setelah larangan pembelian chip kecerdasan buatan (AI) Nvidia diberlakukan.

    Subsidi energi tersebut diberikan oleh pemerintah daerah di wilayah yang menjadi pusat data besar seperti Gansu, Guizhou, dan Mongolia Dalam. Wilayah tersebut menawarkan subsidi yang memangkas tagihan listrik pusat data hingga 50%, dengan syarat pusat data tersebut menggunakan chip buatan dalam negeri.

    Raksasa teknologi seperti ByteDance, Alibaba, dan Tencent menjadi penerima manfaat utama dari program ini.

    Langkah ini juga merupakan respons atas keluhan sejumlah perusahaan teknologi terhadap meningkatnya biaya operasional akibat penggunaan chip lokal dari produsen seperti Huawei dan Cambricon, yang dinilai kurang efisien energi dibandingkan chip Nvidia buatan AS.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Konflik Wafer Belanda-China Memanas, Krisis Pabrik Mobil Kian Dekat

    Konflik Wafer Belanda-China Memanas, Krisis Pabrik Mobil Kian Dekat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nexperia, produsen chip yang baru diambil alih pemerintah Belanda dari pemilik China, belum mau memberikan kepastian soal pasokan semikonduktor lewat anak usahanya di China. Kondisi ini disebut berisiko membuat produksi mobil di seluruh dunia setop produksi.

    Reuters melaporkan bahwa Nexperia menyatakan belum bisa menjamin kualitas chip yang dikirim dari unit produksi mereka di China. Pasalnya, mereka telah menghentikan pengiriman wafer bahan baku chip ke pusat produksi di Dongguan, China.

    Pernyataan ini diberikan oleh Nexperia dalam surat yang dikirimkan ke pelanggan mereka di seluruh dunia.

    Konflik kepemilikan Nexperia antara Belanda dan China mengancam rantai pasok produksi elektronik dan mobil dunia di tengah perang dagang China-AS yang mereda. Produsen mobil dan komponen padahal baru bisa menarik napas lega setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping bertemu kemudian mengisyaratkan penurunan suhu perang tarif.

    Konflik kembali mengemuka setelah China menuduh Belanda menolak bekerja sama dengan Beijing untuk menyelesaikan permasalahan Nexperia. Pemerintah Belanda mengambil alih kendali atas Nvidia pada 30 September lalu dengan alasan potensi pencurian HAKI oleh pemilik Nexperia yang berasal dari China, Wingtech.

    “Kami masih dalam proses memberikan klarifikasi terhadap implikasi dari tindakan China terkait fasilitas dan subkontraktor Nexperia di China,” kata Nexperia dalam surat kepada pelanggan.

    Pemerintah Belanda khawatir Wingtech berniat untuk memindahkan semua operasi produksi ke China setelah Nexperia diambil alih. Sebelumnya, fasilitas produksi di China hanya berfungsi sebagai lokasi pengemasan chip.

    Nexperia menyatakan bahwa mereka tidak bisa memastikan pengiriman chip selama mereka belum bisa sepenuhnya mengawasi seluruh rantai pasok di Dongguan. Selain itu, manajemen di Belanda menegaskan bahwa mereka tidak bisa menjamin kualitas atau keaslian chip yang dikirim dari lokasi di Dongguan, dengan label tanggal 13 Oktober.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Perkuat Kerja Sama, BPOM Bahas Pengembangan Jamu dan Pengobatan Tradisional China

    Perkuat Kerja Sama, BPOM Bahas Pengembangan Jamu dan Pengobatan Tradisional China

    Jakarta

    Delegasi BPOM melakukan pertemuan bilateral dengan akademisi bidang pengobatan tradisonal China atau Tradisional Chinse Medicine (TCM). Dalam kesempatan tersebut, hadir Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif (Deputi 1) William Adi Teja serta Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Lynda Kurnia Wardhani.

    Bersama delegasinya, Kepala BPOM, Taruna Ikar bertemu dengan beberapa akademisi TCM dari beberapa institusi. Mulai dari Zhao Changlong dan Tong Xiaoying dari China Academy of Chinese Medical Sciences, Wang Heping dari Beijing Yuanmei Manual Bone Setting and Orthopedics Center, Liu Ying dari Center for Integrative Medicine, Beijing University of Chinese Medicine, hingga Wang Xing dari Zhongyu Pharmaceutical Economics Development and Application Center.

    Dalam pertemuan, para pihak saling bertukar pandangan mengenai kerja sama regulator dan media dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap berbagai produk kesehatan, terutama obat tradisional. Pengembangan dari obat tradisional memadukan aspek budaya, ilmu pengetahuan, serta inovasi.

    Taruna mengapresiasi upaya China dalam mengombinasikan berbagai area dalam pengembangan TCM. Hal tesebut mencakup akupuntur, penelitian herbal, pengobatan intergrative, dan pelatihan tenaga profesonal yang terlibat.

    “Kami sangat mengapresiasi kontribusi para ahli dan institusi di Tiongkok dalam memajukan TCM melalui penelitian, inovasi klinik, dan kolaborasi internasional hingga TCM dapat dikenal sebagai warisan budaya dan ilmu pengetahuan,” ujar kepala BPOM tersebut, dikutip dari laman Badan POM, Rabu, (5/11/2025).

    Taruna turut berbagi perspektf dan sisi pengembangan obat tradisional yang dilakukan di Indonesia. Lebih lanjut, dirinya menyebut visi untuk memodernisasi jamu menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengembangan tersebut akan semakin meningkatkan kredibilitas serta peluang pasar obat tradisional Indonesia, sekaligus meningkatkan pengetahuan di bidang obat tradisional dan menjaga biodiversitas hayati Indonesia.

    Obat tradisional Indonesia sendiri atau jamu telah dinobatkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak benda oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada Desember 2023. Dalam hal ini BPOM berperan penting dalam memastikan obat tradisional di Indonesia aman, berkhasiat, dan bermutu.

    Dari pertemuan tersebut, delegasi BPOM berharap bisa menjalin kerja sama lebih lanjut dengan institusi dan tim ahli TCM dalam mengembangkan pengetahuan uji klinik dan prakik regulatori dalam pengembagan TCM dan jamu Indonesia. Bentuk kolaborasi lain yang mungkin dapat dilakukan meliputi peningkatan kapasitas di bidang akupuntur, pengembangan TCM dan jamu Indonesia. Kolaborasi lain yang mungkin dilakukan adalah untuk melaksanakan peningkatan kapasitas di bidang akupunktur, pengobatan integrative, standardisasi herbal, serta manajemen kesehatan yang mendukung pengembangan obat tradisional.

    “Kami yakin kolaborasi ini sangat relevan untuk mengembangkan pengobatan tradisional sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan warisan budaya dari kedua negara,” kata Taruna.

    Tim akademisi China yang hadir menyambut hangat ajakan kolaborasi dari Taruna. Liu Ying dari Center for Integrative Medicine, Beijing University of Chinese Medicine yakin bahwa kolaborasi ini bisa berkontribusi dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat, baik terkait manfaat obat tradisional untuk pengobatan atau sebagai jembatan anara budaya dan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan kesehatan masyarakat. Tak hanya untuk kedua negara, manfaat ini diharapkan bisa dirasakan oleh masyaraka global.

    (elk/kna)

  • Starbucks Lepas Mayoritas Saham Bisnisnya di Tiongkok Senilai Rp66 Triliun

    Starbucks Lepas Mayoritas Saham Bisnisnya di Tiongkok Senilai Rp66 Triliun

    Foto Bisnis

    Rengga Sancaya – detikFinance

    Rabu, 05 Nov 2025 11:00 WIB

    Beijing – Raksasa kopi dunia Starbucks resmi mengumumkan penjualan 60 persen saham bisnisnya di Tiongkok kepada perusahaan investasi Boyu Capital senilai Rp66 triliun.

  • Direstui Trump, Amerika Tanam Uang AI di Negara Arab Rp 250 Triliun

    Direstui Trump, Amerika Tanam Uang AI di Negara Arab Rp 250 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Microsoft resmi menambah investasinya di Uni Emirat Arab (UEA) hingga mencapai US$15 miliar atau sekitar Rp250 triliun hingga akhir 2029.

    Investasi jumbo ini mendapat restu langsung dari pemerintahan Donald Trump untuk mengekspor chip kecerdasan buatan (AI) Nvidia ke pusat data Microsoft di negara Teluk tersebut.

    UEA selama beberapa tahun terakhir gencar menggelontorkan dana miliaran dolar untuk menjadikan dirinya sebagai pusat kecerdasan buatan (AI) global, dengan memanfaatkan hubungan eratnya dengan Washington guna mendapatkan akses ke teknologi Amerika Serikat, termasuk chip-chip tercanggih di dunia.

    “Porsi terbesar dari investasi itu, baik di masa lalu maupun ke depan, adalah untuk perluasan pusat data AI di seluruh UEA,” ujar Brad Smith, Wakil Ketua dan Presiden Microsoft, dikutip dari Reuters, Selasa (4/11/2025).

    Sejak 2023, Microsoft telah menanamkan US$7,3 miliar di UEA, dan akan menambah US$7,9 miliar lagi hingga 2029. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan dan perluasan pusat data AI serta infrastruktur cloud di kawasan tersebut.

    Smith menambahkan, sebagian chip Nvidia yang masuk dalam persetujuan ekspor belum dikirim, namun dipastikan akan tiba dalam beberapa bulan ke depan. Chip-chip tersebut akan digunakan untuk mendukung operasi pusat data milik Microsoft di UEA.

    Izin ekspor itu memungkinkan Microsoft mengakumulasi chip setara 21.500 GPU Nvidia A100, yang mencakup model A100, H100, dan H200. Pada September lalu, Gedung Putih juga menyetujui tambahan ekspor setara 60.400 chip A100, termasuk GPU Nvidia GB300 yang lebih canggih, setelah memperbarui pengamanan teknologinya.

    Tahun lalu, Microsoft menginvestasikan US$1,5 miliar di G42, perusahaan AI asal Abu Dhabi. Kerja sama itu memberi Microsoft kursi di dewan direksi G42 yang kini diisi oleh Brad Smith.

    Namun, hubungan masa lalu G42 dengan China sempat menimbulkan kekhawatiran di Washington. Pemerintah AS menyoroti potensi Beijing mendapatkan akses ke semikonduktor canggih melalui pihak ketiga seperti UEA.

    G42 menyatakan telah bekerja sama dengan mitra AS dan pemerintah UEA untuk mematuhi standar pengembangan dan penerapan AI. Smith menegaskan perusahaan tersebut telah menunjukkan “kemajuan besar” dalam memenuhi regulasi hukum AS.

    Meski disetujui pemerintahan Trump, kesepakatan ini mendapatkan kritik dari parlemen AS. Ketua Komite Seleksi DPR AS untuk Urusan China, John Moolenaar, menyebut UEA masih memiliki hubungan teknologi erat dengan China.

    “Saya menyambut baik prospek kolaborasi teknologi yang lebih dekat dengan UEA, tetapi hal itu hanya bisa terjadi jika UEA secara pasti dan tak dapat dibalik lagi memilih berpihak kepada Amerika,” kata Moolenaar.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: Xi Jinping Dorong Peningkatan Investasi Timbal Balik ke Rusia

    Video: Xi Jinping Dorong Peningkatan Investasi Timbal Balik ke Rusia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden China Xi Jinping mendorong peningkatan investasi timbal balik dan kerja sama ekonomi dengan Rusia. Hal itu disampaikan saat bertemu Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin di Beijing.

    Selengkapnya dalam program Autobizz CNBC Indonesia, Selasa (04/11/2025).