kab/kota: Beijing

  • Bisakah China Gantikan AS sebagai Pemimpin Dunia?

    Bisakah China Gantikan AS sebagai Pemimpin Dunia?

    Jakarta

    Kehadiran Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance minggu lalu di Munich Security Conference (MSC) tahun ini menarik begitu banyak perhatian dan menjadi sorotan internasional, terutama dari para pemimpin Eropa.

    Kembalinya Presiden AS Donald Trump ke Gedung Putih membuat para pemimpin negara-negara Uni Eropa cukup gelisah, dan ketidakpastian begitu terasa dalam konferensi tahun ini. Oleh karena itu, semua mata kini tertuju pada Vance untuk melihat bagaimana ia akan meredakan kekhawatiran itu.

    Namun, pidato Vance di Konferensi Keamanan München pada Jumat (14/02) pekan lalu itu justru memperburuk keadaan. Kritik tajamnya terhadap Eropa membuat banyak peserta kesal.

    Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius bahkan menyebut pernyataan Vance itu “tidak dapat diterima.” Komentar Vance tentang perang Rusia-Ukraina juga membuat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, “hubungan yang terjalin selama puluhan tahun antara Eropa dan AS kini harus berakhir.”

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, yang juga berbicara di Konferensi Keamanan München itu menyampaikan pidatonya dengan lebih ramah dan bersahabat, saat merujuk Eropa. Ia mengatakan, negaranya melihat Eropa sebagai mitra bukan pesaing, dan menawarkan untuk memainkan “peran konstruktif” dalam dialog perdamaian Ukraina-Rusia.

    Wang Yi mengatakan kepada Kanselir Jerman Olaf Scholz bahwa Cina siap memperdalam “kerja sama secara utuh” dengan Jerman sebagai bagian dari upaya bilateral positif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas global.

    Kesempatan bagi Cina

    Sementara AS menarik diri dari forum dan perjanjian internasional serta mengancam untuk keluar dari NATO di bawah kepemimpinan Trump, Cina tampaknya justru semakin aktif terlibat dalam urusan global.

    Apakah ini berarti Beijing siap menggantikan Washington sebagai pemimpin global?

    “Tidak diragukan lagi bahwa sebagai kekuatan yang sedang naik daun, Cina ingin menjadi yang terbaik,” kata Graham Allison, profesor politik internasional di Universitas Harvard dan pakar Cina, kepada DW di sela-sela Konferensi Keamanan München.

    “Jika AS menarik diri dari perjanjian dagang, negara-negara yang menginginkan perjanjian dagang agar berkembang secara ekonomi, misalnya Cina, akan mengisi kekosongan ini,” tambahnya.

    Allison menegaskan, jika Trump terus meninggalkan badan-badan internasional, “Cina akan menjadi juaranya. Presiden Cina Xi Jinping telah melihat ada banyak peluang di luar sana, dan jika AS memainkan kartunya dengan buruk, itu memudahkan Beijing untuk lebih sukses.”

    Cina telah berinvestasi secara besar-besaran di banyak bagian dunia, termasuk Asia dan Afrika, yang meningkatkan pengaruhnya di kawasan-kawasan itu dalam beberapa dekade terakhir. Baik itu di Afganistan maupun Timur Tengah, Cina telah menggunakan pengaruhnya untuk menengahi konflik-konflik di sana.

    Bisakah Eropa dan Cina jadi lebih erat?

    Yao Yang, direktur Pusat Riset Ekonomi Cina di Universitas Peking, mengatakan kepada DW bahwa Eropa perlu mengadopsi kebijakan independen terhadap Cina, jika ingin menjalin hubungan yang lebih erat.

    “Jika AS (di bawah kepemimpinan Trump) ingin memberi lebih banyak prioritas pada masalah domestiknya, maka Eropa seharusnya melakukan hal yang sama,” kata Yao. “Eropa harus melakukannya untuk pertahanan, keamanan, dan kebijakan luar negeri mereka. Ada banyak ruang bagi Cina dan Eropa untuk berkolaborasi.”

    Namun, hubungan erat Cina dengan Rusia bisa menjadi hambatan. Beijing baru-baru ini menyambut langkah Trump untuk menjalin kontak dengan rekannya, Presiden Rusia Vladimir Putin, untuk mengakhiri perang di Ukraina dan mengatakan bahwa Cina siap memainkan perannya.

    “Cina ingin mempresentasikan dirinya sebagai pembawa perdamaian, bahwa mereka tidak mendukung perang, dan mereka ingin terlibat dalam upaya menghentikan perang,” menurut Allison.

    Yao juga meyakini bahwa mengakhiri perang Rusia di Ukraina adalah kepentingan ekonomi Cina. “Cina berdagang dengan Rusia dan Ukraina. Jadi Beijing pasti ingin mendorong perdamaian di wilayah itu,” tegasnya.

    Namun, agar Eropa dapat mempercayai Cina, akan sangat penting jika Presiden Xi tidak mendukung kesepakatan yang bertentangan dengan kepentingannya sendiri.

    Wang Yi juga berusaha meyakinkan para pemimpin Eropa di München bahwa Cina dapat dipercaya, dan perdamaian di Ukraina bisa tercapai jika semua pihak yang terlibat berpartisipasi dalam negosiasi.

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Gempar Obat Generik Tidak Efektif di China Picu Kemarahan Publik

    Gempar Obat Generik Tidak Efektif di China Picu Kemarahan Publik

    Jakarta

    Kekhawatiran para dokter tentang obat generik yang “tidak efektif” di rumah sakit umum di China telah memicu kemarahan publik.

    Para dokter meyakini sistem pengadaan obat generik lebih murah ketimbang obat asli dengan paten telah menyebabkan pemotongan biaya tapi mengorbankan keselamatan masyarakat.

    Para pejabat China yang dikutip sejumlah media pemerintah pada Minggu (09/02), mengatakan masalah ini didasari perbedaan persepsi meskipun di lapangan menimbulkan persoalan.

    Sebuah laporan mengungkap masing-masing orang punya reaksi berbeda terhadap obat-obatan.

    Selain itu, klaim tentang ketidakefektifan obat-obatan “sebagian besar berasal dari anekdot dan perasaan subjektif orang-orang”.

    Tanggapan resmi tersebut tidak meredakan kekhawatiran publik atas reputasi obat-obatan di rumah sakit dan apotek umum.

    Masalah ini jadi tantangan baru bagi sistem pelayanan kesehatan di China. Ditambah lagi tekanan jumlah penduduk yang menua dengan cepat.

    Bagaimana polemik obat generik ini bermula?

    Perdebatan seputar penggunaan obat generik di China bermula pada Desember 2024.

    Kala itu, pemerintah mengumumkan daftar yang berisi hampir 200 perusahaan yang memenangkan kontrak untuk menjual obat-obatan ke rumah sakit pemerintah China.

    Hampir semuanya adalah produsen obat generik lokal.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Perdebatan semakin memanas pada Januari 2025. Dalam sebuah wawancara video yang viral di dunia maya, direktur sebuah departemen rumah sakit di Shanghai, Zheng Hua, menyampaikan kekhawatirannya tentang sistem pengadaan obat.

    Zheng Minhua mengungkap berbagai persoalan, termasuk tentang “antibiotik yang menyebabkan alergi, tekanan darah yang tidak turun, pasien yang tetap sadar meski dibius” dan obat pencahar yang tidak efektif.

    Perkataan Zheng langsung disorot banyak orang dan menjadi slogan di media sosial yang telah dilihat jutaan orang dalam sebulan terakhirmeski sebagian besar pembahasan tentang topik tersebut telah disensor di Weibo.

    Baca juga:

    Banyak orang mengungkapkan pengalaman buruk mengenai obat-obatan yang diduga tidak memenuhi standar.

    “Saya menjalani operasi usus pada 2024, yang mengharuskan saya mengonsumsi obat pencahar terlebih dahulu,” tulis seorang pengguna Weibo.

    Mereka mengatakan obat yang diberikan “tidak memberikan efek apa pun”, bahkan setelah dosisnya digandakan, mereka harus minum kopi untuk membantu membersihkan usus.

    Apa kekhawatiran warga?

    Kekhawatiran terhadap kemanjuran obat generik telah menyebabkan ketidakpercayaan dan membuat sebagian orang enggan menggunakannya.

    Seseorang di Xiaohongshu, aplikasi mirip Instagram di China mengatakan bahwa ketika dokter rumah sakit meresepkan antibiotik versi generik, mereka langsung membeli versi “asli” secara daring, karena versi generik “rasanya berbeda”.

    “Banyak orang yang terserang flu akhir-akhir ini. Banyak dari mereka mungkin membeli obat ini. Segera ingatkan teman-teman Anda sekarang dan minta mereka untuk memeriksa merek sebelum membeli,” pengguna tersebut memperingatkan.

    Beberapa unggahan paling populer yang membahas kontroversi pengadaan obat generik telah dihapus, meskipun tidak jelas siapa yang menghapusnya.

    Warga China menyuarakan aspirasi soal keinginan mereka membeli obat bermerk, bukan generik. (Getty Images)

    Internet China yang diawasi ketat memiliki budaya penyensoran yang kuat, baik oleh otoritas maupun para pengguna.

    Dalam sebuah unggahan yang telah dihapus oleh pembawa acara podcast populer Meng Chang, ia mengecam kurangnya obat impor di sektor publik.

    “Jika ini bukan tujuan akhir, saya tidak tahu apa lagi yang menjadi tujuan akhir.”

    Kemarahan publik juga fokus pada kesulitan mengakses obat impor yang diyakini masyarakat memiliki kualitas lebih baik.

    Menanggapi upaya pihak berwenang meyakinkan masyarakat tentang kualitas obat generik, seorang pengguna Weibo menulis:

    “Selama kita diizinkan membeli obat bermerek, saya tidak punya keluhan lain.”

    Bagaimana sistem pengadaan obat di China?

    Sistem pengadaan obat di China diperkenalkan pada 2018 sebagai cara menurunkan pengeluaran negara untuk obat-obatan.

    Pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah untuk proses tender dalam rangka memenuhi 70% kebutuhan obat tahunan rumah sakit negara.

    Berbagai produsen obat kemudian bersaing untuk menawarkan harga obat terendah demi memenangkan kontrak yang menguntungkan ini.

    Hal ini memberikan keuntungan bagi obat generik yang diproduksi di dalam negeri. Obat ini mengandung komposisi farmasi sama dengan obat asli yang dipatenkan.

    Baca juga:

    Ongkos produksi obat generik ini juga lebih murah karena tidak memerlukan biaya penelitian dan pengembangan yang besar.

    China telah muncul sebagai salah satu pemain terbesar di pasar farmasi generik global, mengekspor produk jadi ke konsumen di luar negeri dan bahan-bahan utama ke perusahaan asing.

    Di dalam negeri, ribuan produsen obat generik bersaing menjual produk mereka dengan harga kompetitif di pasar domestik yang terus berkembang.

    Agar obat generik memenuhi syarat untuk proses pengadaan di China, obat tersebut harus diuji dan dipastikan cukup mirip dengan versi obat bermerek.

    Sistem pengadaan obat dipuji pemerintah China karena dinilai menghemat pengeluaran warga. (Getty Images)

    Beijing mendapat pujian karena sistem pengadaan obat-obatan ini telah menghemat dari US$50 miliar (Rp818 triliun) dalam lima tahun pertama.

    Namun, proses tender menyebabkan persaingan ketat. Sejumlah produsen bahkan menawarkan obat-obatan dengan harga sangat rendah.

    Salah satu pemenang pada Desember lalu adalah tablet aspirin yang dijual dengan harga kurang dari satu sen.

    “Apakah tablet obat yang harganya kurang dari satu sen dapat dikonsumsi?” menjadi topik yang hangat dibicarakan di Weibo saat itu.

    “Produsen yang memenangkan tender sering kali menetapkan harga yang sangat rendah sehingga mereka kesulitan memproduksi obat berkualitas tinggi dengan bahan yang tepat, yang berpotensi menghasilkan obat yang tidak efektif,” kata Stacy Zhang, profesor madya di NYU Langone Health, kepada BBC.

    Ia menambahkan meskipun sistem pengadaan “tidak dirancang untuk membatasi akses ke obat bermerek impor”, sistem tersebut mungkin masih “mempengaruhi aksesibilitasnya”.

    Bagaimana dengan efektivitasnya?

    Sebuah proposal yang diajukan 20 dokter, termasuk dr. Zheng, kepada otoritas Shanghai bulan lalu menyatakan, “Ada kekhawatiran yang meluas di industri bahwa harga pengadaan terlalu rendah, yang mendorong perusahaan secara tidak etis mengambil jalan pintas guna mengurangi biaya, yang dapat memengaruhi kemanjuran obat”.

    “Dokter tidak berdaya karena mereka tidak punya pilihan, dan tidak ada saluran untuk memberi masukan.”

    Artikel yang ditulis Xia Zhimin, dokter di Hangzhou, mengomentari pengadaan obat generik ini.

    Lewat artikel itu, ia menyebut data yang dipertanyakan dari uji coba obat generik pada daftar pengadaan data tersebut identik dengan data dari obat asli yang menjadi dasar produksi.

    Tenaga kesehatan di Nanchang, China menunjukkan vaksin HPV. (Getty Images)

    Xia menyebut bahwa hal itu bisa menjadi bukti penipuan.

    Badan Pengawas Produk Medis Nasional menanggapi artikel itu dengan mengatakan temuan “kesalahan editorial” pada artikel Xia.

    Artikel Xia pun dihapus.

    Masalah kualitas juga bertambah dengan beredarnya obat palsu, yang telah merambah pasar obat generik dan bermerek di seluruh dunia dan sangat sulit dideteksi.

    Baca juga:

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan masalah ini sebagai masalah kesehatan global.

    “Untuk meningkatkan keterjangkauan, pengenalan obat generik yang hemat biaya sangat penting,” Kevin Lu, profesor madya di Fakultas Farmasi pada South Carolina University kepada BBC.

    Ia menambahkan, proses pengadaan membutuhkan “penguatan kontrol kualitas” dan “perbaikan berkelanjutan dalam hal perizinan obat dan standar manufaktur”.

    Sektor yang sedang mengalami krisis

    Kontroversi ini mencuat ketika sistem perawatan kesehatan China berada di bawah tekanan yang meningkat.

    Penuaan populasi yang cepat menyebabkan total pengeluaran kesehatan negara itu meningkat hampir 20 kali lipat selama 20 tahun terakhir, mencapai 9 triliun yuan (sekitar Rp20 ribu triliun) pada 2023.

    Di seluruh negeri, dana asuransi kesehatan publik menipis.

    Defisit telah muncul di beberapa provinsi. Pemerintah daerah yang sangat bergantung pada penjualan tanah untuk pendapatan, kini berjuang untuk utang karena krisis properti melanda perekonomian China.

    Pada saat yang bersamaan, sistem pelayanan kesehatan China tengah diliputi krisis kepercayaan.

    Populasi China yang menua menambah ongkos kesehatan negara. (Getty Images)

    Kekerasan terhadap staf medis meningkat sejak 2000-an, dipicu kemarahan atas kurangnya sumber daya dan terkikisnya kepercayaan terhadap dokter.

    Kontroversi seputar pengadaan obat-obatan setidaknya telah diakui negara sebagai masalah yang harus ditangani.

    Isu ini tidak dianggap sensitif secara politis dan disensor ketat pihak berwenang, sebagaimana penganiayaan terhadap pembangkang politik atau penindasan terhadap suku Uighur di Xinjiang.

    Baca juga:

    Badan Keamanan Kesehatan Nasional dalam sebuah pernyataan 19 Januari lalu mengatakan pihak berwenang “sangat mementingkan” masalah keselamatan ini dan akan meminta masukan tentang kebijakan pengadaan obat-obatan.

    “Tidak dapat disangkal pengadaan terpusat nasional masih dalam tahap awal,” kata seorang pakar kesehatan masyarakat, seperti dikutip dari media pemerintah, Life Times.

    “Ada banyak perusahaan farmasi dengan kualitas produksi yang beragam,” lanjutnya.

    Pakar lain yang dikutip dalam artikel tersebut menyerukan agar standar evaluasi obat ditingkatkan.

    Pihak berwenang mencoba memperbaiki citra sistem pengadaan obat generik. Caranya, dengan fokus pada pengawasan. Sistem ini tetap dirancang dapat menyelamatkan warga dan di sisi lain menghemat uang.

    Seorang pengguna Weibo mengatakan penghematan dari harga obat yang lebih rendah hanyalah “setetes air dalam ember” dari total biaya perawatan kesehatan nasional China.

    Di sisi lain, mereka menulis, membiarkan obat yang berpotensi cacat beredar secara luas, sama saja dengan “meminum racun untuk menghilangkan dahaga”.

    Lihat juga video: China Kirim Jutaan Obat Herbal dan Kapsul Flu ke Shanghai

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Miliarder yang Menolak Tunduk

    Miliarder yang Menolak Tunduk

    OLEH: AHMADIE THAHA

       

    DI tengah dunia miliarder yang sibuk menumpuk harta, mengoleksi yacht, dan membangun bunker bawah tanah demi menghadapi kiamat ciptaan mereka sendiri, ada satu sosok yang memilih jalan berbeda: Jimmy Lai. Alih-alih menikmati kejayaan kapitalisme dalam diam, ia justru menjadikan dirinya musuh otoritarianisme.

    Perjalanan epik Lai diabadikan oleh Mark L. Clifford dalam bukunya “The Troublemaker: How Jimmy Lai Became a Billionaire, Hong Kong’s Greatest Dissident, and China’s Most Feared Critic” (Free Press, 3 Desember 2024). Buku ini lebih dari sekadar biografi; ia catatan tentang bagaimana seorang buruh miskin di pabrik sweater bisa menjadi duri dalam daging bagi Beijing.

    Lebih dari itu, buku ini juga menggambarkan bagaimana otoritarianisme berusaha melenyapkan siapa pun yang memiliki modal —baik finansial maupun intelektual— untuk membongkar kebobrokannya. Lai, yang menjadi mimpi buruk bagi Partai Komunis Tiongkok (PKT), kini mendekam di sel yang mungkin akan ia huni seumur hidup.

    Clifford menulis bahwa kisah Lai telah “mengungkap kekejaman dan kebiadaban sistem komunis Tiongkok.” Sistem yang selama ini menikmati dukungan finansial dan politik dari banyak pihak di Amerika Serikat dan dunia Barat, didorong oleh keserakahan atau ketidaktahuan mereka terhadap realitas PKT.

    Jimmy Lai, yang nama aslinya Lai Chee-ying, lahir di Guangzhou pada 1947 atau 1948 —tak ada kepastian, karena di Tiongkok saat itu, bahkan tanggal lahir bisa menjadi alat propaganda. Sejak kecil, ia sudah merasakan bagaimana otoritarianisme bisa menghancurkan kehidupan orang-orang biasa.

    Ketika ayahnya kabur ke Hong Kong, keluarganya ditinggalkan dalam penderitaan yang nyaris tak terhindarkan. Ibunya dianggap “kelas musuh” hanya karena menikah dengan pria yang sedikit lebih kaya daripada petani miskin pada umumnya. Akibatnya, ia harus menghadapi “struggle session”, kerja paksa, dan kemiskinan yang luar biasa.

    Dari situ, Lai belajar satu hal: kebebasan adalah barang langka yang hanya bisa diraih dengan perlawanan. Maka, ia pun kabur ke Hong Kong dan bekerja di pabrik sejak remaja. Seperti kisah klasik “rags to riches”, ia bekerja keras, berhemat, dan akhirnya membangun kerajaan bisnis retail pakaian Giordano.

    Sebagai miliarder mode dengan jenama (merk) terkenal, Lai bisa saja memilih hidup nyaman seperti kebanyakan orang kaya lainnya. Namun, ia justru mengambil jalur yang lebih berisiko: dunia media. Ya, dia mendirikan Next Digital (semula Next Media), perusahaan media yang terdaftar di bursa saham.

    Bila ada satu hal yang paling ditakuti oleh rezim otoriter selain rakyat yang berpikir kritis, itulah media yang berani memberitakan kebenaran. Lai, yang sudah kaya raya dan bisa saja pensiun dengan santai di vila mewahnya, justru mendirikan “Apple Daily”, surat kabar yang secara terang-terangan mengkritik PKT.

    Ia tak hanya menyediakan platform bagi gerakan pro-demokrasi Hong Kong, tetapi juga menjadi pengkritik vokal terhadap pembungkaman kebebasan oleh Beijing. Sejak 1997, saat Hong Kong “dikembalikan” ke Tiongkok dengan janji kebebasan yang akhirnya menjadi sekadar kertas kosong, Lai sudah masuk daftar musuh utama Beijing.

    Pada Desember 2020, Lai dianugerahi “Penghargaan Kebebasan Pers” oleh Reporters Without Borders atas perannya dalam mendirikan “Apple Daily,” sebuah media berita di bawah kepemimpinannya yang pro-demokrasi. Media ini masih berani secara terbuka mengkritik rezim Tiongkok dan secara luas meliput protes pro-demokrasi.

    Puncaknya terjadi pada 2020: ia ditangkap atas tuduhan mengada-ada dan dijebloskan ke penjara. Sampai sekarang, dan entah kapan keluarnya, ia masih meringkuk dalam sel isolasi di Penjara Stanley, Hong Kong. Pada 19 Agustus 2024, pengajuan bandingnya ditolak. Ia tetap berada dalam sel isolasi.

    Setelah dipenjara, Lai semakin mendalami ajaran Katolik dan membaca tulisan-tulisan filsuf teologis yang menguatkan keyakinannya bahwa kebebasan sejati tak bisa dikurung dalam sel. Clifford mencatat bahwa Lai, yang awalnya seorang agnostik, akhirnya menemukan ketenangan dalam iman Katoliknya.

    Di dalam sel, ia menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku teologi Katolik, termasuk “The Collected Works of St. John of the Cross” dan karya-karya G. K. Chesterton. Clifford menulis bahwa Lai “merangkul keterbatasan fisik di penjara sebagai cara untuk memelihara kebebasan mental dan spiritualnya.”

    Jimmy Lai bukan sekadar pebisnis atau aktivis. Ia simbol bahwa kebebasan berpendapat memiliki harga —dan terkadang harga itu adalah kehilangan seluruh harta, kebebasan, bahkan nyawa. Namun, yang membedakannya dari banyak orang yang memilih menyerah adalah keyakinannya yang tak tergoyahkan.

    Clifford menggambarkan Lai dengan penuh hormat, tetapi tanpa menjadikannya martir sempurna. Ia tetap manusia, dengan segala kelemahan dan kontradiksinya. Namun, di dunia yang penuh dengan pengusaha yang lebih memilih berkompromi dengan kekuasaan demi mempertahankan keuntungan, Jimmy Lai muncul sebagai anomali yang mengganggu.

    Maka, apakah Jimmy Lai seorang troublemaker? Bagi rakyat Hong Kong dan para pencinta kebebasan, ia adalah pahlawan. Namun, bagi PKT, ia masalah yang harus diselesaikan. Kisahnya menjadi pengingat bahwa kebebasan selalu memiliki harga—dan ada orang-orang yang berani membayarnya hingga lunas.

    *(Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur’an)

  • Industri Robot Pintar China Tumbuh Pesat, Capai 450 Ribu Perusahaan

    Industri Robot Pintar China Tumbuh Pesat, Capai 450 Ribu Perusahaan

    Jakarta

    Industri robotika pintar di China tumbuh dengan kecepatan yang mengesankan. Hingga Desember 2024, negara ini telah mendaftarkan 451.700 perusahaan di sektor ini, dengan total modal 6,44 triliun yuan atau sekitar USD 884,27 miliar.

    Sejak tahun 2020, jumlah perusahaan telah meningkat 206,73%, menunjukkan tren kenaikan yang stabil. Bahkan pada tahun lalu saja, industri ini telah tumbuh sebesar 19,39%, menandakan permintaan dan investasi yang kuat dalam teknologi robotika.

    Sebagian besar perusahaan robotika pintar di China beroperasi di bidang penelitian ilmiah, layanan teknis, TI, dan sektor grosir, yang mencakup hampir 80% dari industri ini sebagaimana dilansir detikINET dari Gizmochina, Minggu (16/2/2025).

    Secara geografis, wilayah timur Cina, mendominasi lanskap, menampung lebih dari dua pertiga dari semua perusahaan robotika.

    Area ini dikenal sebagai zona klaster emas karena fasilitas penelitian dan pengembangannya yang canggih. Sementara itu, wilayah tengah dan barat laut juga mempertahankan kehadiran yang solid, masing-masing menyumbang 15,33% dan 14,97% perusahaan.

    China mendorong batas-batas dalam robotika humanoid. Perusahaan seperti UBTech, Unitree Robotics, CloudMinds, dan Engine AI membuat langkah maju dalam robot humanoid bertenaga AI.

    UBTech telah bermitra dengan Foxconn untuk memperkenalkan robot ke dalam manufaktur, sementara Unitree meluncurkan robot humanoid G1 pada Juli 2024.

    Produsen mobil terkemuka seperti BYD dan Geely juga mengintegrasikan robot humanoid ke dalam lini produksi mereka. Investasi di bidang ini sangat kuat, dengan China mengamankan 56 dari 69 acara pembiayaan global pada tahun 2024, dengan total 11 miliar yuan atau USD 1,5 miliar.

    Pemerintah China telah memprioritaskan pengembangan robotika. Pada tahun 2025, negara ini bertujuan untuk membangun industri robotika humanoid kelas dunia dengan kemampuan produksi massal.

    Kebijakan di kota-kota seperti Beijing dan Zhejiang berfokus pada pengembangan inovasi robotik, mendukung perusahaan rintisan, dan memperkuat rantai pasokan.

    Pada tahun 2035, pasar robot humanoid China diperkirakan akan mencapai 300 miliar yuan atau sekitar USD 41 juta, mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin global di bidang ini.

    (jsn/jsn)

  • Jet Tempur Taiwan Jatuh Saat Latihan, Pilot Selamat    
        Jet Tempur Taiwan Jatuh Saat Latihan, Pilot Selamat

    Jet Tempur Taiwan Jatuh Saat Latihan, Pilot Selamat Jet Tempur Taiwan Jatuh Saat Latihan, Pilot Selamat

    Taipei

    Sebuah jet tempur Taiwan untuk pelatihan militer jatuh pada Sabtu (15/2) waktu setempat, karena mengalami “kegagalan mesin ganda”. Untungnya, pilot jet tempur itu berhasil melontarkan dirinya keluar dari pesawat dengan selamat.

    Jet tempur jenis Brave Eagle itu, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/2/2025), jatuh setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Chih Hang di wilayah Taitung bagian selatan pada Sabtu (15/2) pagi, sekitar 08.40 waktu setempat.

    Angkatan Udara Taiwan dalam pernyataannya menyebut pilot jet tempur latih itu, yang diidentifikasi sebagai Mayor Lin, berhasil selamat dan telah dibawa ke rumah sakit setempat, di mana dia disebut berada dalam kondisi “kesehatan yang baik” tanpa cedera apa pun.

    Disebutkan juga bahwa pilot jet tempur yang jatuh itu memiliki 183 jam terbang.

    Angkatan Udara Taiwan mengatakan bahwa jet tempur itu diduga mengalami “kegagalan mesin ganda”. Namun satuan tugas khusus akan menyelidiki lebih lanjut insiden tersebut “untuk memperjelas penyebabnya dan memastikan keselamatan pelatihan”.

    Taiwan memiliki industri pertahanan dalam negeri dan telah meningkatkan peralatan militernya. Meskipun demikian, negara itu masih sangat bergantung pada penjualan senjata AS untuk meningkatkan kemampuan keamanan terhadap potensi serangan China.

    Beijing yang bersikeras mengklaim Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatannya, mengancam akan menggunakan kekerasan untuk merebut pulau tersebut.

    Jet tempur Brave Eagle dibuat oleh Perusahaan Pengembangan Industri Dirgantara Taiwan, dan menjalani uji terbang pertamanya tahun 2020 lalu.

    Pada September lalu, Taiwan untuk sementara mengandangkan armada jet tempur Mirage 2000 untuk pemeriksaan keamanan, setelah sebuah jet tempur jenis itu jatuh ke lautan. Jet tempur Mirage 2000 itu dibeli Taipei dari Prancis tahun 1992 silam dalam kesepakatan senjata yang membuat China marah.

    Jet tempur itu masih menjadi komponen inti armada tua di Taiwan, yang juga mencakup jet tempur F16 dari Amerika Serikat (AS), dan jet tempur pertahanan buatan lokal.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jack Ma akan Bertemu Xi Jinping, Sudah Berdamai?

    Jack Ma akan Bertemu Xi Jinping, Sudah Berdamai?

    Beijing

    Pemerintah China dilaporkan mengundang para pengusaha terkemuka termasuk pendiri Alibaba Jack Ma, untuk bertemu dengan para pemimpin negara. Mungkin ini menjadi sinyal bahwa pemerintah sudah berdamai dengan Jack Ma.

    Pertemuan tersebut mungkin akan terjadi minggu depan dan juga mengundang pendiri DeepSeek Liang Wenfeng. Meski detailnya masih langka, sumber mengatakan Presiden Xi Jinping diperkirakan akan hadir. Dikutip detikINET dari Bloomberg, kabar ini membuat saham Alibaba naik hingga 5,7% di Hong Kong.

    Pertemuan antara Xi Jinping dan Jack Ma kemungkinan adalah sinyal kuat bahwa Pemerintah China sudah mengambil sikap yang lebih mendukung terhadap perusahaan swasta, yang mendorong sebagian besar pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

    Seperti diketahui, Jack Ma jadi salah satu korban paling terkenal dari tindakan keras Xi terhadap sektor swasta pada tahun 2020, ketika pihak berwenang mengejutkan dunia dengan menggagalkan penawaran umum perdana saham (IPO) afiliasi Alibaba, Ant Group. Jack Ma lalu menghilang dari publik dan sempat lama di luar negeri sebelum kembali ke China.

    Otoritas China mulai mengambil pendekatan yang tidak terlalu agresif karena ekonomi China belakangan melambat dan perusahaan teknologi seperti Alibaba mendukung upaya Xi agar China bisa menjadi pemimpin di bidang-bidang industri penting seperti kecerdasan buatan atau AI.

    Terakhir kali Jack Ma tampil bebas adalah September 2020, kala berpidato di Shanghai. Waktu itu dengan berani Jack Ma mengkritik sistem keuangan dan perbankan China, serta menilai regulator menghambat pertumbuhan.

    Sejak itulah dia seperti menghilang, tak pernah lagi berbicara di depan umum. Pemerintah China, konon atas perintah langsung Xi Jinping, benar-benar membatasi ruang geraknya walau secara fisik, Jack Ma bebas.

    Kepemimpinan Presiden Xi Jinping memang memperketat kontrol pada raksasa teknologi dan orang kaya atas nama ‘kemakmuran bersama’ dan mengatasi kesenjangan. Sebagai pengusaha teknologi yang kaya, Ma kehilangan tempatnya di China. Namun kini tampaknya Jack Ma sudah berdamai dengan Xi Jinping jelang pertemuan mereka.

    (fyk/afr)

  • AS Kerahkan Sistem Rudalnya di Filipina, China Berang!    
        AS Kerahkan Sistem Rudalnya di Filipina, China Berang!

    AS Kerahkan Sistem Rudalnya di Filipina, China Berang! AS Kerahkan Sistem Rudalnya di Filipina, China Berang!

    Beijing

    Pemerintah China merasa keberatan dengan pengerahan sistem rudal jarak menengah “Typhon” buatan Amerika Serikat (AS) di wilayah Filipina. Beijing mendesak Manila untuk segera menarik sistem rudal tersebut.

    Kementerian Pertahanan China dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Jumat (14/2/2025), menuduh Filipina telah melanggar “janji” mereka dengan mengerahkan sistem rudal AS tersebut.

    Sistem rudal Typhon ini menjadi bagian dari upaya AS untuk mengumpulkan berbagai senjata anti-kapal di kawasan Asia. Senjata ini menuai kritikan tajam dari China ketika pertama kali dikerahkan pada April 2024 saat latihan militer.

    Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Zhang Xiaogang, menuding Filipina tidak hanya “menyerahkan keamanan dan pertahanan nasional mereka kepada pihak lainnya, namun juga menimbulkan risiko konfrontasi geopolitik dan perlombaan senjata ke kawasan tersebut”.

    Sistem rudal AS itu, sebut Zhang, merupakan “senjata ofensif strategis”. Dia menyebut pihak Filipina telah “berulang kali mengingkari janjinya dan mengikuti keinginan AS dalam memperkenalkan sistem ini”.

    Pernyataan China itu dirilis setelah juru bicara Dewan Keamanan Nasional Filipina, Jonathan Malaya, mengatakan dalam konferensi pers bahwa rudal Typhon hanya dimaksudkan untuk pertahanan, dan bahwa Manila tidak pernah berjanji untuk menarik pengerahan rudal AS tersebut.

    “(Filipina) Mematuhi konstitusi pasifisnya yang menolak perang sebagai instrumen kebijakan nasional,” sebut Malaya.

    Tonton juga Video Biden Izinkan Ukraina Pakai Rudal AS, Warga: Sudah Telat

    Kedutaan Besar Filipina dan Kedutaan Besar AS di Beijing belum memberikan komentar mereka.

    Militer AS memindahkan sistem peluncur rudal Typhon — yang dapat menembakkan rudal multiguna dengan jarak ribuan kilometer — dari lapangan terbang Laoag di Filipina ke lokasi lainnya di Pulau Luzon.

    Rudal jelajah Tomahawk pada peluncur itu dapat mencapai target di China dan Rusia dari wilayah Filipina. Sedangkan rudal SM-6 yang juga bisa dimuatkan pada peluncur itu dapat menyerang target udara atau laut yang jaraknya lebih dari 200 kilometer.

    Tonton juga Video Biden Izinkan Ukraina Pakai Rudal AS, Warga: Sudah Telat

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Profil Eka Setia Wijaya, Pemilik Holywings

    Profil Eka Setia Wijaya, Pemilik Holywings

    Jakarta, FORTUNE – Industri hiburan dan kuliner di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu jenama yang mencuri perhatian ialah Holywings, jaringan bar dan restoran yang menawarkan konsep unik dengan menggabungkan hiburan live music, makanan, dan minuman.

    Kesuksesan Holywings, tak bisa dilepaskan dari sosok Eka Setia Wijaya. Ia, bersama rekannya Ivan Tanjaya, mendirikan Holywings pada 2014 melalui PT Aneka Bintang Gading. 

    Perjalanan bisnis keduanya dimulai dari usaha kecil yang penuh tantangan. Kisah perjuangan dan inovasi yang mereka terapkan menjadi inspirasi bagi banyak calon pengusaha muda di Indonesia.

    Perjalanan bisnis tidak selalu mulus. Holywings sempat menghadapi berbagai kontroversi yang menguji ketangguhan manajemen dan reputasi perusahaan. Eka Setia Wijaya dan timnya menghadapi tantangan tersebut menjadi pelajaran berharga dalam dunia bisnis.
     

    Profil Eka Setia Wijaya

    Sebelum mendirikan Holywings, Eka dan Ivan mencoba peruntungan dengan membuka sebuah kedai nasi goreng bernama Kedai Opa di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Namun, usaha tersebut tidak berjalan sesuai harapan dan hanya bertahan selama tiga bulan.

    Kegagalan ini tidak menyurutkan semangat mereka, justru menjadi titik balik untuk mencari konsep bisnis yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar.

    Inspirasi untuk mendirikan Holywings datang dari pengalaman Ivan Tanjaya saat menempuh pendidikan di Beijing, Cina. Di sana, Ivan sering mengunjungi kafe yang menyajikan makanan dengan hiburan live music. Konsep inilah yang kemudian diadaptasi oleh Eka dan Ivan dalam mendirikan Holywings, dengan tujuan menciptakan tempat hiburan yang menawarkan pengalaman berbeda bagi para pengunjung.

    Di bawah kepemimpinannya, Holywings berhasil tumbuh dan membuka berbagai cabang di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar.

    Perkembangan Holywings

    Seiring berjalannya waktu, Holywings tidak hanya menawarkan hiburan live music, tetapi juga mengembangkan variasi layanan dengan membuka Holywings Bar, Holywings Club, dan Holywings Restaurant. Diversifikasi ini memungkinkan Holywings menjangkau segmen pasar yang lebih luas dan memenuhi berbagai preferensi konsumen.

    Kesuksesan Holywings juga menarik perhatian beberapa figur publik. Pada tahun 2021, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea dan artis Nikita Mirzani bergabung sebagai pemegang saham, memberikan suntikan modal dan meningkatkan popularitas brand tersebut. Kolaborasi ini semakin memperkuat posisi Holywings di industri hiburan dan F&B di Indonesia.
     

    Tantangan dan Kontroversi

    Meskipun meraih kesuksesan, perjalanan Holywings tidak lepas dari tantangan dan kontroversi. Salah satu yang paling menonjol adalah promosi minuman beralkohol gratis bagi pengunjung bernama “Muhammad” dan “Maria” yang dilakukan pada tahun 2022. 

    Promosi ini memicu reaksi negatif dari masyarakat karena dianggap tidak sensitif terhadap nilai-nilai keagamaan. Akibatnya, beberapa outlet Holywings ditutup, dan enam staf ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penistaan agama.

    Kontroversi ini menjadi ujian bagi manajemen Holywings, termasuk Eka Setia Wijaya, dalam menangani krisis dan menjaga reputasi perusahaan. Mereka harus mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan operasional bisnis tetap berjalan.

    Perjalanan Eka Setia Wijaya dalam membangun Holywings memberikan inspirasi bagi para calon pengusaha untuk tidak takut mencoba hal baru, belajar dari kegagalan, dan terus berinovasi sesuai dengan perkembangan pasar.

  • Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Korea Utara menolak dengan tegas usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara lain.

    Usulan tersebut dianggap sebagai bentuk “pengusiran paksa warga Gaza”, menurut laporan dari Anadolu.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, Pyongyang menegaskan kedaulatan nasional tidak bisa menjadi bahan negosiasi, apalagi dengan Amerika Serikat.

    “Pada saat darah dan air mata masih tertumpah di Jalur Gaza dan kekhawatiran tumbuh di dalam dan luar negeri tentang keadaan yang rapuh ini, dunia dikejutkan oleh retorika keterlaluan yang menginjak-injak harapan Palestina akan perdamaian dan kehidupan yang stabil di kawasan tersebut,” ungkap Korea Utara.

    Kekhawatiran mengenai kondisi Gaza semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

    Usulan Trump dipandang sebagai tindakan yang menghancurkan harapan rakyat Palestina akan perdamaian, dianggap sangat tidak dapat diterima.

    KCNA juga mengkritik retorika keras tersebut yang dianggap merusak harapan rakyat Gaza untuk kehidupan yang lebih stabil.

    Selain itu, Korea Utara menilai usulan Trump sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional, Middle East Monitor melaporkan.

    Hal ini tidak hanya menghambat upaya penyelesaian solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel, tetapi juga dianggap sebagai tindakan sembrono yang sama sekali tidak bisa diterima oleh dunia internasional.

    Meski tidak secara langsung menyebut nama Trump, KCNA mengecam kebijakan Washington yang dinilai mendukung “kekejaman tidak manusiawi” Israel, dengan mengutip pembelaan AS terhadap hak Israel untuk mempertahankan diri dan penyediaan teknologi senjata canggih yang digunakan oleh Israel.

    Usulan Trump ini pertama kali disampaikan pada 4 Februari, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Trump menyatakan AS berencana untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    Ia menggambarkan rencananya sebagai suatu “pembangunan kembali luar biasa” yang dapat mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan tersebut langsung mendapatkan penolakan luas, tidak hanya dari Palestina, tetapi juga dari banyak negara Arab dan masyarakat internasional, termasuk negara-negara besar seperti Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.

    Bahkan, banyak pihak menilai rencana ini sebagai bentuk penindasan terhadap warga Palestina yang sudah lama menderita akibat konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.

    Vatikan Tolak Relokasi Warga Gaza

    Menteri Luar Negeri Vatikan Pietro Parolin menjelaskan bahwa penduduk Palestina harus tetap berada di tanah mereka.

    “Ini adalah salah satu poin mendasar dari Tahta Suci: tidak ada deportasi,” katanya, seperti dikutip dari kantor berita ANSA.

    Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan resmi di Italia pada Kamis (13/2/2025).

    Parolin menambahkan memindahkan warga Palestina akan menciptakan ketegangan regional dan dianggap tidak masuk akal.

    Parolin juga mencatat bahwa negara-negara tetangga, termasuk Yordania, menolak usulan Trump tersebut.

    Paus Fransiskus juga turut bersuara mengenai isu ini.

    Ia mengkritik rencana Trump untuk deportasi massal migran yang tidak berdokumen di Amerika Serikat.

    Dia menekankan pentingnya martabat manusia, mengatakan bahwa memulangkan orang-orang yang melarikan diri dari negara mereka dalam keadaan sulit adalah tindakan yang merusak martabat para migran.

    Kepala perbatasan Trump, Tom Homan, menanggapi pernyataan Paus dengan mengharapkan agar pemimpin gereja tersebut tetap berpegang pada nilai-nilai Gereja Katolik.

    Ia berharap agar masalah penegakan hukum perbatasan diserahkan kepada timnya.

    Prancis Tolak Relokasi Warga Gaza

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak usulan pengusiran warga Palestina dari Gaza.

    Macron menegaskan bahwa pengusiran hingga dua juta warga Palestina dari Gaza, seperti yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tidaklah tepat.

    Ia menyatakan, “Bagi saya, solusi di Gaza bukanlah solusi real estat. Ini adalah solusi politik.”

    Pernyataan ini menggambarkan keyakinan Macron bahwa masalah yang dihadapi di Gaza harus diselesaikan melalui pendekatan politik yang komprehensif, bukan dengan pemindahan paksa penduduk.

    Macron mengaitkan usulan Trump untuk membeli Greenland—wilayah otonomi di dalam Kerajaan Denmark—dengan apa yang ia sebut sebagai “ketidakpastian strategis ekstrem” yang sedang dialami dunia saat ini.

    Usulan tersebut, menurut Macron, mencerminkan sikap yang tidak bijaksana dan berbahaya dalam menangani isu-isu geopolitik.

    China Tolak Relokasi Warga Gaza

    Sebelumnya, Beijing telah menegaskan penentangannya terhadap rencana Trump yang ingin memindahkan warga Gaza ke tempat lain.

    Penolakan tegas ini disampaikan oleh pemerintah China dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (5/2/2025).

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan Gaza adalah wilayah Palestina dan merupakan bagian integral dari negara Palestina.

    China menyatakan mereka dengan tegas menolak setiap upaya pemindahan paksa warga Gaza.

    “Gaza adalah milik Palestina dan bagian dari wilayah yang tidak terpisahkan,” ujar Guo Jiakun, menanggapi pertanyaan tentang rencana Trump yang mengusulkan relokasi penduduk Gaza.

    China lebih lanjut menekankan bahwa pemerintah Palestina memiliki hak penuh untuk mengatur wilayah mereka tanpa adanya intervensi dari pihak luar.

    Beijing menganggap bahwa pemindahan paksa warga Gaza bertentangan dengan prinsip dasar mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina.

    Sebelumnya, penolakan telah disuarakan oleh Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian.

    Jian mengatakan pemerintah meyakini warga Palestina yang berhak memerintah negara itu.

    “Itu adalah prinsip dasar pemerintah pasca konflik di Gaza,” kata Lin saat konferensi pers pada Rabu (5/2/2025), dikutip dari Anadolu Agency.

    “Kami menentang pemindahan paksa warga Gaza,” imbuhnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Unik, China akan Gelar Lomba Lari Manusia vs Robot – Page 3

    Unik, China akan Gelar Lomba Lari Manusia vs Robot – Page 3

    Lomba ini bukan sekadar ajang olahraga biasa. Ini adalah peragaan nyata kemajuan teknologi robotika dan kecerdasan buatan (AI) Tiongkok di mata dunia.

    Acara ini merupakan bagian dari strategi ambisius China untuk memimpin dunia dalam pengembangan teknologi AI.

    E-Town sendiri berperan besar dalam hal ini, menyumbang sekitar 50 persen dari total output produksi robot di Beijing, yang nilainya mencapai hampir 10 miliar yuan (sekitar Rp21 triliun).

    Sekadar informasi, robot humanoid dipandang jadi hal penting sebagai upaya mencapai kemandirian dan meningkatkan keunggulan kompetitif, terutama menghadapi Amerika Serikat.

    Pada 2023 saja, Tiongkok menyumbang 51 persen dari total instalasi robot di dunia. Total robot di Tiongkok yang dikerahkan adalah 276.288 robot.

    Tiongkok bahkan berencana menggelar acara di bulan Agustus mendatang, yang mengkompetisikan manusia vs robot dalam olahraga atletik, sepak bola, dan tantangan berbasis keterampilan lainnya.