kab/kota: bandung

  • Ngeri! Korban Dokter Cabul PPDS Unpad Bertambah jadi Tiga Orang

    Ngeri! Korban Dokter Cabul PPDS Unpad Bertambah jadi Tiga Orang

    GELORA.CO – Jumlah korban pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31), bertambah. Kini, korban dokter cabul itu menjadi tiga orang.

    Demikian informasi itu disampaikan Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan. Dia menuturkan informasi adanya korban tambahan diterima polisi melalui hotline Polda Jabar. 

    “Ada dua korban (baru), melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan (adalah) pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Kombes Pol Surawan, Rabu 9 April 2025.

    Surawan menuturkan modus Pelaku mengelabui korbannya dengan cara hendak mengambil sampel darah dan korban dibius. 

    “Rata-rata modusnya sampai dalih (yaitu) mengambil sampel darah, DNA, dan dibius (untuk melakukan) pemerkosaan pada korban,” jelas Kombes Surawan.

    Dia menambahkan sejauh ini pihaknya baru memeriksa satu pelaku pemerkosaan yakni PAP.

    Kronologi Pemerkosaan di RSHS Bandung

    Insiden mengenaskan itu terjadi saat korban tengah menemani ayahnya yang tengah kritis di RSHS Bandung. Pelaku saat itu meminta korban melakukan transfusi darah sendirian, tanpa pendamping keluarga.

    Kabid Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan, menjelaskan pelaku melancarkan aksi biadabnya saat korban dalam kondisi tak sadar akibat disuntik cairan bius.

    “Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025. Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian,” kata Kombes Pol. Hendra.

    Dalam aksinya, pelaku menyuntikkan bius lewat selang infus. Dia juga menusukkan jarum hingga 15 kali ke tangan korban. Korban kemudian merasa pusing dan tak sadarkan diri.

    “Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air,” lanjutnya.

    Pun, dari hasil penyelidikan, ditemukan sisa sperma dan alat kontrasepsi yang digunakan pelaku. Semua sampel juga sudah diamankan polisi untuk diuji lewat tes DNA.

    “Kemudian keseluruhan uji DNA pelaku dan juga yang ada di kontrasepsi itu, sesuai DNA sperma pelaku,” jelas Hendra.

    Polisi menciduk pelaku pada 23 Maret 2025 atau lima hari setelah kejadian. PAP dibekuk di sebuah apartemen di Kota Bandung. (*)

  • Tidak Wajar, Perilaku Seksual Menyimpang Priguna Anugerah Dokter Residen Unpad Diungkap Psikolog – Halaman all

    Tidak Wajar, Perilaku Seksual Menyimpang Priguna Anugerah Dokter Residen Unpad Diungkap Psikolog – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Psikolog mengungkap Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Sepsialis (PPDS) di Universitas Padjajaran (Unpad) yang merudapaksa anak pasien, memiliki perilaku seksual yang menyimpang dan tidak wajar.

    Keterangan psikolog tersebut diungkapkan oleh Dirkrimum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, dalam wawancara yang tayang di kanal YouTube tvOneNews, Rabu (9/4/2025), seperti dikutip Tribunnews.

    Menurut Kombes Surawan, hingga saat ini Priguna Anugerah masih dalam masa konsultasi dengan psikolog.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, terungkap fakta, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.

    “Pelaku memiliki kelainan seksual. Pelaku sendiri saat ini dalam masa konsultasi dengan psikolog terhadap perilaku seksualnya yang mungkin agak sedikit menyimpang,” ujar Surawan.

    “Psikolog sudah menyatakan bahwa pelaku memiliki kelainan perilaku seksual,” tuturnya.

    Priguna Anugerah sudah ditahan Polda Jabar sejak 23 Maret 2025.

    Dokter berusia 31 tahun tersebut menjadi tersangka setelah korban, yakni FA, melaporkan tindakan pemerkosaan yang dilakukan sang dokter residen pada 18 Maret 2025 lalu.

    Kepada penyidik, pelaku mengakui semua perbuatan bejatnya.

    Ia mengakui memang merudapaksa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    “Pelaku sudah memberikan keterangan bahwa dia melakukan semua perbuatannya terhadap korban dengan melakukan pembiusan terhadap korban lalu rudapaksa terhadap korban,” ujar Kombes Pol Surawan.

    Sementara itu, terkait gelagat tak wajar Priguna selama mendekam di tahanan, seorang dokter gigi bernama Mirza sempat membongkar cerita mengejutkan.

    Dari informasi yang ia terima, Mirza mengungkap kelakuan Priguna saat ditangkap polisi atas kasus pemerkosaan.

    Kabarnya, Priguna sempat nyaris mengakhiri hidupnya hingga melakukan hal nekat selama di bui.

    “Pada saat penyidikan pelaku ini sudah melakukan percobaan (mengakhiri hidup) dengan memasukkan obat-obatan bius,” kata seorang informan kepada drg Mirza di akun Instagram, dikutip dari TribunnewsBogor.com.

    “Ketika ditangkap oleh Polda pun masih dalam pengaruh obat-obatan dan di sel tahanan sekarang hanya tidur karena badannya lemas,” imbuhnya.

    Ketika dihadirkan dalam jumpa pers di Polda Jabar, Priguna tampak lesu dan terus menunduk di depan awak media.

    Tak sepatah katapun diucap Priguna terlebih saat dicecar wartawan.

    Kronologi Priguna rudapaksa anak pasien

    Priguna Anugerah diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap keluarga pasien yang sedang menjaga ayahnya di RSHS Bandung.

    Modus Priguna Anugerah adalah memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri dengan dalih cek darah.

    Pelaku memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan transfusi darah.

    “Pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” ujar Kombes Pol Surawan, Rabu (9/4/2025).

    Memanfaatkan ketidaktahuan korban, pelaku memberikan obat berupa midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

    Obat tersebut diberikan dengan cara disuntikkan.

    Pelaku menghubungkan jarum itu ke selang infus dan pelaku menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut. 

    Beberapa menit kemudian, setelah mendapat suntikan obat dari Priguna, korban merasakan pusing. 

    Setelah diberikan obat itu atau 4 – 5 jam, korban sadar dan merasakan sakit pada area organ intim.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, dalam konferensi pers di Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu.

    Kronologis atau detik-detik menjelang Priguna pelaku perdaya korban terungkap.

    Pelaku meminta korban tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” kata Hendra.

    Ketika korban baru sadar, pelaku meminta mengganti pakaian operasi dengan pakaiannya sendiri. 

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru sadar bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” ujar Hendra. 

    Hendra menyampaikan bahwa korban setelah sadar langsung bercerita pada ibunya bahwa ia diambil darah hingga 15 kali. 

    “Korban pun bercerita ke ibunya bahwa pelaku mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tak sadar, serta ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” tutur dia.

    Pihaknya, menurut Hendra juga sudah minta keterangan dari para saksi.

    “Nanti akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” kata dia.

    Setelah kasus dugaan pemerkosaan ini mencuat ke publik, nama Priguna Anugerah pun langsung menjadi perbincangan.

    Priguna Anugerah adalah mahasiswa PPDS dari Fakultas Keokteran Universitas Padjajaan (Unpad).

    Ia merupakan peserta residen program spesial anestasi di RSHS Bandung.

    Berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Priguna Anugerah beralamat di Kota Pontiana dan tinggal di Kota Bandung.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul TERNYATA Dokter PPDS yang Perkosa Anak Pasien Idap Kelainan Seksual, Nekat Lakukan Ini Saat di Bui dan di TribunJabar.id dengan judul Sosok Priguna Anugerah Dokter PPDS Unpad Cabuli Keluarga Pasien di RSHS, Bawa Korban ke Lantai 7

    (Tribunnews.com/Rakli/Anita K Wardhani) (TribunnewsBogor.com/Khairunnisa) (TribunJabar.id/Salma Dinda Regina)

  • Simak, Panduan Cara Aktifkan MFA ASN Digital untuk PNS dan PPPK

    Simak, Panduan Cara Aktifkan MFA ASN Digital untuk PNS dan PPPK

    Liputan6.com, Bandung – Ancaman terhadap keamanan data digital saat ini semakin jadi perhatian dan tidak jarang terus meningkat. Mulai dari berbagai sektor terus mengembangkan perlindungan digital termasuk untuk di lingkungan pemerintahan.

    Salah satunya Badan Kepegawaian Negara (BKN) memperkenalkan sistem baru yang memiliki tujuan dalam meningkatkan perlindungan terhadap data para Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Sistem tersebut diperkenalkan pada April 2025 dengan nama fitur Multi-Factor Authentication (MFA). Fiturnya wajib untuk diaktifkan bagi seluruh PNS dan PPPK ketika mengakses layanan digital ASN.

    Kepala BKN, Prof Zudan Arif Fakrulloh menuturkan fitur MFA ASN merupakan sistem keamanan yang mensyaratkan lebih dari satu bentuk verifikasi saat pengguna mengakses layanan digital BKN.

    Penambahan sistem verifikasinya mempunyai tujuan untuk melindungi data strategis yang dikelola oleh BKN dan instansi pemerintah terkait. Kemudian penting menjaga integritas dan kerahasiaan data kepegawaian negara.

    “Saat ini, data menjadi aset berharga yang mendorong inovasi dan efisiensi di berbagai sektor. Data bukan sekadar angka dan statistik, tetapi aset strategis yang menjadi dasar dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan,” katanya mengutip dari situs BKN.

    Setelah diperkenalkan para PNS dan PPPK yang belum mengaktifkan MFA dianjurkan untuk segera mengikuti prosedur yang ditetapkan agar memastikan akun mereka terlindungi dengan baik.

  • Kronologi Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Kronologi Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung

    Bisnis.com, JAKARTA – Polda Jawa Barat menjelaskan kronologi kasus dugaan kekerasan seksual oleh residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad di RS Hasan Sadikin Bandung.

    Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan menyampaikan kasus ini terjadi di lantai tujuh RS Hasan Sadikin Bandung pada Selasa (18/4/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban FA tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat di RS tersebut. Kemudian, tersangka Priguna Anugrah Pratama (PAP) selaku dokter PPDS Unpad menghampiri korban dengan modus untuk meminta diambil darahnya.

    “Tersangka PAP meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 Rumah Sakit Hasan Sadikin,” ujar Hendra kepada wartawan, dikutip Kamis (10/4/2025).

    Hendra menambahkan, PAP juga sebelumnya telah meminta kepada adik korban agar tidak ikut dalam proses pemeriksaan atau transfusi darah tersebut.

    Setelah sampai di salah satu ruangan di lantai 7, tersangka meminta korban agar melepas celana dan bajunya untuk diganti dengan baju operasi hijau.

    Dalam proses pengecekan darah itu, tersangka kemudian memasukkan jarum sebanyak 15 kali percobaan untuk melakukan proses infus.

    “Setelah itu tersangka menyuntikan cairan bening ke selang infus tersebut dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” ujar Hendra.

    Setelah tersadar, korban kemudian diminta untuk berganti pakaian kembali dan diantar sampai lantai 1 di gedung MCHC. 

    Setelah sampai ruang IGD sekitar 04.00 WIB, korban bercerita ke ibunya bahwa dirinya telah menjalani infus dan sempat tak sadarkan diri.

    “Kemudian saat korban buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu yang terkena air,” tutur Hendra.

    Setelah menemukan kejanggalan itu, pihak korban kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke kepolisian. Singkatnya, kepolisian telah menyelidiki kasus tersebut dan memeriksa 11 saksi. 

    Selain itu, polisi juga mengamankan barang bukti yang cukup untuk menetapkan PAP jadi tersangka. PAP dipersangkakan pasal 6 C undang-undang nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

    “Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” pungkas Hendra.

    Unpad-RSHS Siap Kawal Kasus

    Dalam keterangan resminya, Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik.

    “Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” ungkap surat pernyataan bersama milik Unpad dan RSHS.

    Kedua pihak juga dipastikan menanggapi dengan serius masalah tersebut dan akan mengambil langkah hukum. Kemudian memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Polda Jabar.

    Dalam surat pernyataan itu, Unpad juga telah memberhentikan PAP dari program PPDS karena telah melakukan pelanggaran etik profesi dan disiplin.

    “Terduga telah diberhentikan dari program PPDS karena telah melakukan pelanggaran etik profesi berat dan pelanggaran disiplin, yang tidak hanya mencoreng nama baik institusi dan profesi kedokteran, tetapi juga telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku,” tutup surat tersebut.

  • Polisi: Dokter PPDS yang Perkosa Keluarga Pasien Punya Kelainan Seksual

    Polisi: Dokter PPDS yang Perkosa Keluarga Pasien Punya Kelainan Seksual

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkapkan dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, yang kini menjadi tersangka pemerkosaan keluarga pasien, terindikasi memiliki kelainan seksual. 

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Surawan mengatakan temuan itu berdasarkan pemeriksaan awal terhadap dokter PPDS terduga pelaku pemerkosaan berinisial PAP (31).

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini, memang kecenderungan pelaku ini mengalami kelainan dari segi seksual ya,” kata Surawan dilansir dari Antara, Kamis (10/4/2025). 

    Dia menyatakan penyidik kepolisian Jabar akan memperkuat temuan atas kasus tersebut dengan pemeriksaan psikologi forensik.

    “Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan,” katanya.

    Dia menjelaskan pelaku merupakan seorang dokter residen anestesi yang diduga memperkosa korban berinisial FH (21) di salah satu ruangan baru yang belum digunakan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Surawan menambahkan peristiwa tersebut terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. Pelaku meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya di Gedung MCHC RSHS Bandung.

    “Korban tidak tahu maksud pelaku apa karena saat itu diajak ke ruang baru dengan dalih akan dilakukan tindakan medis,” ujarnya. 

    Dari hasil pemeriksaan, penyidik juga menemukan sisa sperma di tubuh korban serta alat kontrasepsi yang digunakan pelaku. Saat ini sampel tersebut telah dibekukan dan akan diuji melalui tes DNA untuk memastikan kecocokannya.

    “Akan di uji lewat DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA pelaku dan juga yang ada di kontrasepsi itu, sesuai DNA sperma pelaku,” katanya.

    Surawan menjelaskan dokter PPDS pelaku pemerkosaan itu diringkus pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung, lima hari setelah kejadian.

    Saat akan ditangkap, pelaku mencoba bunuh diri dengan melukai pergelangan tangannya dan sempat dirawat sebelum akhirnya resmi ditahan.

    “Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi,” ucapnya. 

  • Fakta Kelainan Seksual Dokter PPDS Unpad, Sudah Menikah dan Minta Korban Ganti Baju Operasi – Halaman all

    Fakta Kelainan Seksual Dokter PPDS Unpad, Sudah Menikah dan Minta Korban Ganti Baju Operasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang wanita berusia 21 tahun asal Bandung, Jawa Barat menjadi korban rudapaksa dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

    Tersangka bernama Priguna Anugerah (31) melakukan aksinya di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Korban yang sedang menjaga ayahnya diminta tersangka melakukan transfusi darah.

    Korban diajak ke sebuah ruangan di lantai tujuh dan diminta mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau.

    Di sana, tersangka menyuntikkan bius dan melakukan rudapaksa.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menyatakan tersangka memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” ungkapnya, Rabu (9/4/2025). 

    Penyidik perlu melakukan pemeriksaan psikologi forensik untuk mengungkap jenis kelainan seksual yang dialami tersangka.

    “Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan,” imbuhnya.

    Diketahui, tersangka yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat tersebut telah menikah.

    Ia tinggal di sebuah apartemen di Bandung selama menjadi mahasiswa Unpad.

    Dirut RSHS Bandung, Rachim Dinata, mengatakan tersangka sudah diberhentikan dari pegawai RSHS.

    “Orangnya sudah dikembalikan ke fakultas dan kasusnya sudah ditangani polisi. Mereka ini kan titipan belajar di sini. Pelaku kalau tak salah residen semester 2. Kejadian sekitar sebelum puasa,” terangnya.

    Ia menambahkan tersangka dapat melakukan pembiusan karena mempelajari anestesi.

    “Korban sudah mendapatkan pendampingan dari unit PPA Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar. Kami juga berkomitmen melindungi privasi korban dan keluarga,” tegasnya.

    Kondisi Korban

    Polda Jabar melakukan penangkapan terhadap Priguna Anugerah pada Rabu (23/3/2025) dan menghadirkannya dalam konferensi pers pada Rabu (9/4/2025).

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Surawan, mengatakan hasil visum korban menunjukkan adanya cairan sperma.

    Saat kejadian, korban sedang mendampingi ayahnya yang sedang kritis di RSHS Bandung.

    “Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB, pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” tuturnya, Rabu.

    Tersangka memanfaatkan kondisi kritis ayah korban untuk berpura-pura melakukan transfusi darah.

    Surawan menambahkan kondisi korban berangsur membaik, namun masih mengalami trauma.

    Diketahui, korban merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

    Semua saudara korban perempuan dan sempat mendampingi ayah saat kritis di RSHS Bandung.

    Namun, 10 hari setelah kasus rudapaksa, ayah korban dinyatakan meninggal.

    Informasi tersebut dibagikan drg Mirza melalui Instagram @drg.mirza pada Rabu (9/4/2025).

    Ia mengaku mendapat pesan dari kakak korban yang menyatakan ayah meninggal pada Jumat (28/3/2025).

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan dari kakak korban.

    Ditangkap di Apartemen

    Saat penangkapan, penyidik menemukan tersangka berupaya mengakhiri hidup dengan memotong nadi tangannya.

    Tersangka ditangkap di apartemennya di Bandung pada 23 Maret 2025 kemudian dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menerangkan kasus rudapaksa dilaporkan sejak 18 Maret 2025 dan tersangka telah ditahan.

    “Lokasi kejadian di Gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung,” bebernya, Rabu (9/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Modus yang digunakan tersangka yakni meminta korban melakukan transfusi darah lantaran ayahnya kritis.

    “Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” tukasnya.

    Korban dirudapaksa dalam kondisi tak sadarkan diri dan perbuatan tersangka terungkap setelah korban melakukan visum.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB.”

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” sambungnya.

    Sejumlah saksi diperiksa untuk mengungkap kasus rudapaksa yang dilakukan Priguna Anugerah.

    Barang bukti yang diamankan yakni  dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Akibat perbuatannya, tersangka dapat dijerat Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” pungkasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kronologi Kasus Pelecehan oleh Dokter Residen di RSHS Bandung: Suntik Korban hingga 15 Kali

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJabar.id/Muhammad Nandri)

  • Langkah Tegas Kemenkes di Kasus Kekerasan Seksual RSHS Bandung

    Langkah Tegas Kemenkes di Kasus Kekerasan Seksual RSHS Bandung

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tindak tegas dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjajaran yang diduga lakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung. Kemenkes berupaya mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) Priguna Anugerah.

  • Kemenkes Minta KKI Cabut STR Dokter PPDS Tersangka Pelecehan Seksual

    Kemenkes Minta KKI Cabut STR Dokter PPDS Tersangka Pelecehan Seksual

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik dr. Pap.

    Adapun, langkah tersebut sebagai respons dari kasus dugaan pelecehan seksual di Rumah Sakit dr Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan dr. PAP.

    “Sebagai langkah tegas pertama, Kemenkes sudah meminta kepada KKI untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman dilansir dari Antara, Kamis (10/4/2025).

    Aji mengatakan bahwa pihaknya merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anastesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung.

    “Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat,” katanya.

    Kemenkes, ujarnya, juga sudah menginstruksikan kepada Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu, yakni selama 1 bulan, kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin, guna evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama Fakultas Kedokteran Unpad.

    Sebelumnya, Polisi Daerah Jawa Barat telah menangkap pelaku pelecehan seksual di RSHS Bandung sebelum Idul Fitri. Adapun kasus tersebut ramai setelah ada korban yang menceritakan peristiwa yang dialaminya di media sosial.

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan di Bandung, Rabu, mengatakan bahwa pelecehan tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. PAP (31), katanya, melakukan aksinya saat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri setelah disuntik cairan bius melalui selang infus.

    “Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian,” ujar Hendra.

    Hendra menjelaskan, tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Peristiwa tersebut, katanya, terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. Tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya.

    “Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air,” dia menerangkan.

    Pihaknya telah memeriksa 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya. Dia juga menambahkan, penyidik saat ini sedang mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan adanya kelainan perilaku seksual yang akan diperkuat melalui pemeriksaan psikologi forensik.

    “Sementara itu, sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum dan alat kontrasepsi, telah diamankan untuk keperluan penyelidikan lanjutan,” katanya.

  • Fakta Kelainan Seksual Dokter PPDS Unpad, Sudah Menikah dan Minta Korban Ganti Baju Operasi – Halaman all

    Momen Mencekam FA, Korban Kebiadaban Dokter Residen Unpad, Dibius 15 Kali sebelum Dicabuli – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anastesi Universitas Padjajaran (Unpad), Priguna Anugerah Pratama (31) ditetapkan menjadi tersangka dugaan rudapaksa saat menjalani residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat.

    Adapun korban kebiadaban Priguna berinisial FA (21) yang saat kejadian tengah menemani orangtuanya di IGD RSHS.

    Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, menceritakan kronologi rudapaksa yang dilakukan Priguna terhadap FA.

    Peristiwa berawal ketika FA tiba-tiba didatangi Priguna untuk menawarkan bantuan agar proses pengambilan darah ayah korban dipercepat pada 18 Maret 2025 dini hari.

    Tak menaruh curiga, korban pun menuruti permintaan Priguna. Kemudian, korban diajak Priguna ke lantai 7 RSHS.

    “Pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” kata Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

    Sesampainya di ruang Gedung Ibu dan Anak RSHS, FA langsung disuruh oleh Priguna melepas pakaian dan celanannya untuk mengganti dengan baju operasi.

    Setelah itu, Priguna pun menusukkan jarum suntik sebanyak 15 kali ke tangan kiri dan kanan FA dengan dalih pengambilan darah.

    Namun, ternyata tersangka justru memasukkan cairan obat bius Midazolam ke tubuh FA.

    “Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” kata Hendra.

    Tiga jam berlalu, FA akhirnya sadar dan langsung memakai pakaiannya seperti semula.

    Saat akan kembali ke IGD untuk menjaga ayahnya yang dirawat, FA kaget karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.

    Sesaat kemudian, korban merasa ingin buang air kecil. Namun, ketika kencing, FA merasa sakit di bagian alat vitalnya.

    Merasakan hal tersebut, FA pun melakukan visum di RSHS dan hasilnya, ditemukan bekas cairan sperma di kemaluannya.

    Pihak keluarga korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat dan Priguna pun berhasil ditangkap lima hari kemudian di salah satu apartemen di Kota Bandung.

    Priguna pun resmi ditetapkan menjadi tersangka dan terancama hukuman 12 tahun penjara.

    ”PAP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam 12 tahun penjara,” ujar Hendra.

    Ada 2 Korban Lainnya, Diduga Pasien

    Dirkrimum Polda Jabar, Kombes Surawan, pada kesempatan yang sama, mengatakan ada dua korban lainnya yang diduga pasien, tetapi belum melapor ke polisi.

    Surawan mengatakan hal itu diketahui dari keterangan pihak rumah sakit.

    “Satu yang kita tangani (korban FA), jadi yang dua masih di rumah sakit (laporannya) belum kita diperiksa. Keterangan dari rumah sakit,” kata Surawan.

    Dia memastikan kedua korban bukan keluarga pasien seperti FA. Dia mengatakan kedua korban itu bernasib nyaris sama dengan FA.

    Surawan meminta korban lainnya yang juga diduga dilecehkan tersangka untuk melakukan laporan resmi ke pihak kepolisian.

    “Iya kita mendorong. Kalau yang satu sih sebelum Lebaran sudah mau kita minta keterangan cuman keburu Lebaran. Kita masih menunggu. Waktu itu didampingi kuasa hukum juga si korban ini. Kita masih menunggu waktunya untuk datang dia,” tuturnya.

    Priguna Diduga Miliki Kelainan Seksual, Sempat Ingin Akhiri Hidup

    PELAKU RUDAPAKSA – Priguna Anugerah Pratama, dokter residen terduga pelaku rudapaksa keluarga pasien RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Priguna terdaftar sebagai peserta didik baru Program Studi Spesialis Anestesi Universitas Padjadjaran, Bandung. (Kolase Tribunnews)

    Surawan mengungkapkan adanya dugaan kelainan seksual pada Priguna. Dia mengatakan hal itu diketahui dari pemeriksaan psikologi forensik oleh ahli.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual ya,” jelasnya.

    “Begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini, nanti kami akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan,” jelasnya.

    Selain itu, ada fakta lain terkait Priguna yang hendak mengakhiri hidupnya di apartemennya di Kota Bandung saat hendak ditangkap pada 23 Maret 2025.

    Surawan mengatakan tersangka mencoba memotong urat nadi di tangannya dan berujung sempat dirawat di rumah sakit.

    “Jadi, pelaku, setelah ketahuan, itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi,” kata Surawan.

    “Ditangkap di apartemen, pelaku sempat mau bunuh diri juga, sempat memotong mencoba memotong nadi. Sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” imbuhnya.

    Nasib Priguna sebagai Dokter: STR Dicabut, Imbasnya Tak Bisa Buka Praktik

    Tindakan biadab Priguna ini berujung hancurnya kariernya sebagai dokter lantaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjatuhkan sanksi pencabutan surat tanda registrasi (STR).

    Pencabutan ini pun berujung dirinya tak mendapatkan izin praktek sebagai dokter.

    “Sebagai langkah tegas pertama, Kemenkes sudah meminta kepada Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi dr PAP.”

    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” demikian keterangan dari Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Rabu (9/4/2025).

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rini Ayu Panca Rini)

  • Legislator Dorong Pendidikan Karakter Usai PPDS Perkosa Pendamping Pasien

    Legislator Dorong Pendidikan Karakter Usai PPDS Perkosa Pendamping Pasien

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi mendorong pembenahan sistem buntut kasus pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah P, dokter residen anestesi PPDS FK Unpad terhadap pendamping pasien di RSHS Bandung. Menurutnya, kasus tersebut harus menjadi momentum dalam memperbaiki tata kelola pendidikan dokter.

    “Ini bukan cuma soal menghukum pelaku, tapi juga soal membenahi sistem. Peristiwa ini harus jadi momentum kita semua-pemerintah, kampus, rumah sakit, dan masyarakat-untuk memperbaiki tata kelola layanan kesehatan dan pendidikan kedokteran di negeri ini,” kata Ashabul kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Ashabul menilai aksi bejat pelaku mencoreng kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan di RI. Di sisi lain, ia mengapresiasi langkah kampus yang tegas memberhentikan pelaku dari program spesialisasi.

    “Ini sudah mencoreng nama baik dunia kedokteran dan merusak kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan kita. Kami apresiasi langkah cepat dari institusi pendidikan yang langsung mengambil tindakan tegas, memberhentikan pelaku dari programnya. Itu penting sebagai sinyal bahwa dunia pendidikan dan kesehatan tidak memberi ruang pada pelanggaran berat seperti ini. Kami juga mendukung penuh agar proses hukum dijalankan seadil-adilnya dan korban mendapat pendampingan yang layak,” ucapnya.

    Politikus PAN itu mendorong agar sistem pengawasan di RS pendidikan diperkuat sejak seleksi masuk. Dengan begitu, hal serupa tak terulang di kemudian hari.

    “Komisi IX mendorong agar sistem pengawasan di rumah sakit pendidikan maupun di kampus benar-benar diperkuat. Mulai dari seleksi masuk, pembinaan karakter, sampai pengawasan di lapangan harus diperketat. Jangan sampai hal seperti ini terulang lagi,” tegasnya.

    “Kita juga perlu langkah-langkah preventif yang lebih sistematis. Misalnya, pelatihan anti-kekerasan seksual wajib diberikan sejak awal pendidikan. Setiap rumah sakit pendidikan juga harus punya unit khusus yang bisa jadi tempat aman untuk melapor kalau ada dugaan pelanggaran,” jelasnya.

    Seperti diketahui, Kasus pelecehan seksual yang dilakukan pelaku dilaporkan oleh korban pada 18 Maret 2025. Tersangka diketahui menyuntik korban hingga tak sadar lalu memerkosanya.

    Sebelum melakukan aksi bejatnya, Priguna melakukan pengecekan darah kepada korban, yang merupakan anak salah satu pasien yang dirawat di RSHS.

    Menurut Hendra, tersangka meminta korban berinisial FH diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada 18 Maret 2025 pada pukul 01.00 WIB.

    Setelah sampai di gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau. Pakaian korban diminta tersangka. Pada saat itu, tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali.

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini