kab/kota: bandung

  • Idap Kelainan Seksual, Dokter Residen Pelaku Rudapaksa Ternyata Sudah Menikah, Kini Korban Bertambah – Halaman all

    Idap Kelainan Seksual, Dokter Residen Pelaku Rudapaksa Ternyata Sudah Menikah, Kini Korban Bertambah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terungkap fakta baru terkait Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sekaligus pelaku rudapaksa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat. 

    Priguna Anugerah Pratama disebut mengalami kelainan seksual Somnopholia, yakni memiliki gairah terhadap orang yang tak sadarkan diri atau pingsan. 

    Fakta tersebut diungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Surawan.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS.”

    “Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” ujar Surawan, dikutip dari TribunJabar.id, Rabu (9/4/2025). 

    Sebelumnya diberitakan, pelaku merudapaksa korban yang tak sadarkan diri setelah disuntik cairan bening ke dalam infus. 

    Saat tersadar beberapa jam setelahnya, korban merasakan nyeri pada area vital. 

    Setelah melakukan visum, ditemukan cairan sperma di alat vital wanita 21 tahun tersebut. 

    Sudah Berkeluarga 

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan mengatakan meski mengalami kelainan seksual, pelaku ternyata sudah berkeluarga. 

    “Tersangka ini informasinya sudah berkeluarga dan berasal dari luar Jawa. Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami kelainan seksual,” ucap Hendra, dikutip dari TribunJabar.co.id, Kamis (10/4/2025). 

    Sementara itu, Dirut SDM RSHS, Fitra Hergyana, menyampaikan, pelaku melancarkan aksi bejatnya saat berjaga malam sesuai jadwal. 

    Ia menyebut, yang bisa memasuki ruang IGD dan bertugas memang sesuai jadwal peserta didik.

    “Kami ini rumah sakit pendidikan dari Unpad dan kebetulan yang bersangkutan merupakan residen anastesi yang tengah bersekolah dititipkan di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Dan pelaku ini tengah bertugas ketika itu,” katanya, Rabu. 

    Fitra lantas menegaskan, bahwa pelaku bukanlah karyawan di RSHS. 

    Melainkan, peserta didik PPDS anestesi yang dititipkan di rumah sakit tersebut. 

    “Di rumah sakit itu dokter ini menjadi dokter peserta didik dari Unpad yang sedang mengambil sekolah spesialis di kami.”

    “Maka yang bersangkutan bukan merupakan karyawan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin, melainkan mahasiswa yang dititipkan di kami dan itu memang pasti sesuai dengan SOP dan juga sesuai dengan arahan dari DPJP-nya. Nah, ini memang terduga melaksanakan di luar dari SOP tersebut,” tuturnya. 

    Korban Bertambah 

    Setelah aksi bejat Priguna Anugerah terbongkar, ada dugaan korban dokter residen tersebut bukan cuma satu.

    Sehingga, Polda Jawa Barat (Jabar) membuka ruang kepada siapa saja yang menjadi korban dari Priguna Anugerah untuk melapor, jika malu untuk speak up di media sosial.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menyampaikan ada kemungkinan korban lainnya belum melaporkan diri.

    Hendra menuturkan pihaknya sudah bertindak tegas dan cepat pada 18 Maret 2025 setelah mendapatkan laporan.

    Selanjutnya, Priguna Anugerahd itetapkan sebagai tersangka pada 25 Maret 2025.

    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, menyebut korban Priguna Anugerah bertambah menjadi tiga orang.

    “Yang ada di kami, satu (korban) masih ditangani, yang dua masih di RS belum kami periksa,” kata Surawan, Rabu. 

    Satu korban yang saat ini ditangani kepolisian berinisial FH (21), sedangkan dua korban yang belum dilakukan pemeriksaan merupakan pasien.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Akal Bulus Dokter PPDS Unpad Bius lalu Lecehkan keluarga Pasien di RSHS Bandung, Modus Cek Darah dan dengan judul Polisi Sebut Dokter yang Perkosa Keluarga Pasien di RSHS Miliki Kelainan, Diduga Ada Korban Lain

    (Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Nuryanti, TribunJabar.id/Muhammad Nandri P) 

  • Gaduh Dokter Residen Jadi Pelaku Pemerkosaan di RSHS, IDI Angkat Bicara

    Gaduh Dokter Residen Jadi Pelaku Pemerkosaan di RSHS, IDI Angkat Bicara

    Jakarta

    Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto buka suara soal gaduh kasus pemerkosaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung oleh seorang residen anestesi.

    Pelaku merupakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Priguna Anugerah Pratama (PAP) terdaftar sebagai anggota IDI wilayah Jabar, tepatnya Kota Bandung.

    dr Slamet menyebut pihaknya akan mempelajari terlebih dulu laporan hasil penyelidikan kepolisian kasus terkait. Tidak menutup kemungkinan, sanksi dan tindakan etik bisa diberikan saat yang bersangkutan benar-benar terbukti bersalah.

    “Dia anggota IDI Kota Bandung, jadi nanti akan diproses setelah penyelidikan. Kan kita nggak tahu pastinya, karena sedang ditangani oleh kepolisian, kan jadi kita tunggu hasilnya,” tutur dr Slamet saat dihubungi detikcom, Kamis (10/5/2025).

    “Proses dari IDI nanti akan tetap jalan terus,” lanjutnya.

    IDI sedikitnya memberikan sejumlah catatan sebagai bahan evaluasi menghindari kejadian yang sama di masa mendatang. dr Slamet meminta adanya peningkatan pengawasan praktik di RS vertikal, dalam hal ini tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI.

    Mengingat, ini bukan kali pertama RS vertikal dilaporkan ‘berkasus’. Laporan kekerasan seksual di RSHS, diikuti kejadian sebelumnya pada RSUP Kariadi Semarang, terkait catatan bullying yang terjadi di lingkup PPDS.

    “Jadi pengawasannya harus lengkap, yang kedua adalah dicari akar masalah itu. Yang ketiga buat SOP yang jelas, tidak boleh dokter memeriksa sendiri, harus ada perawat, ya kan, kembali lagi Kemenkes RI bagaimana membuat SOP yang clear,” tukas dia.

    “Nah SOP-SOP itu bagaimana periksa lab, bagaimana bius, semua harus ada,” lanjutnya.

    IDI dipastikan dr Slamet tidak mentolerir segala bentuk kekerasan seksual dan mengecam keras tindakan terkait. Pelaku saat ini sudah ditahan dan terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.

    (naf/up)

  • Viral Mobil Camry Pakai Nopol Ganda, Pelat Dinas Polri Melorot di Tengah Jalan

    Viral Mobil Camry Pakai Nopol Ganda, Pelat Dinas Polri Melorot di Tengah Jalan

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

    TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU – Sebuah video yang menampilkan mobil Toyota Camry berpelat ganda viral di media sosial.

    Dalam rekaman video yang beredar, pelat dinas Polri bernomor 4003-03 yang digunakan di mobil tersebut melorot.

    Alhasil, pelat kendaraan pribadi dengan nomor B 196 JOS yang terpasang di mobil itu menjadi terlihat.

    Menanggapi video viral tersebut, Wadirlantas Polda Metro Jaya AKBP Argo Wiyono mengatakan kedua pelat yang digunakan terdaftar secara resmi.

    “Kalau dilihat data dari pelat pribadi memang terdata resmi. Kalau dilihat dari nomor dinas Polrinya teregister milik Mabes Polri,” kata Argo, Kamis (10/4/2025).

    Argo menjelaskan, aturan soal penggunaan pelat ganda untuk kendaraan dinas sudah diatur lewat mekanisme khusus.

    Salah satunya adalah ketika anggota Polri tersebut sedang menjalankan tugas rahasia.

    KLIK SELENGKAPNYA: Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Minta Foto dan Identitas Priguna Anugrah Pratama, dokter PPDS yang Perkosa Anak Pasien RSHS Bandung Disebar.

    “Kalau dari aturan kendaraan dinas menggunakan nomor bantuan dinas pelat khusus untuk kepentingan tugas rahasia,” ujar Argo.

    “Ada mekanisme yang diatur secara khusus terkait penggunaan nopol dinas,” imbuh dia.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Hore! Bentar Lagi Insentif Guru Ngaji di Bandung Segera Cair

    Hore! Bentar Lagi Insentif Guru Ngaji di Bandung Segera Cair

    JABAR EKSPRES – Berita baik datang untuk para guru ngaji di Kota Bandung. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bersama Kantor Kementerian Agama Kota Bandung memastikan bahwa insentif untuk para pengajar Al-Qur’an segera dicairkan.

    Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bandung, Abdurahim, menjelaskan bahwa pencairan sempat tertunda karena libur panjang Idulfitri. Namun, ia memastikan bahwa insentif untuk tiga bulan ke depan akan segera disalurkan, kemungkinan minggu ini atau paling lambat akhir April.

    “Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) sudah siap, hanya tertunda karena libur. InsyaAllah dalam waktu dekat, insentif guru ngaji akan cair,” kata Abdurahim pada acara Silaturahmi Akbar Guru Pendidikan Al-Qur’an di Masjid Al-Ukhuwah, Kamis, 10 April 2025.

    BACA JUGA: Pemkot Cimahi Siapkan Insentif Guru Ngaji, Tunggu Teknis Pembagian

    Insentif ini akan diberikan kepada 2.030 guru ngaji yang aktif mengajar, terutama yang terlibat dalam program pemberantasan buta huruf Al-Qur’an selama Ramadan. Namun, ada sekitar 530 guru yang belum dapat menerima insentif karena masalah administrasi, terutama terkait domisili.

    “Berdasarkan Peraturan Wali Kota, hanya guru ngaji dengan KTP Kota Bandung yang bisa menerima insentif. Kami berharap peraturan ini bisa ditinjau ulang agar semua guru ngaji bisa mendapatkannya,” ujarnya.

    Pemkot Bandung bersama Kantor Kementerian Agama Kota Bandung berencana untuk meningkatkan jumlah penerima insentif menjadi 13.000 guru ngaji pada tahun depan.

    Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, juga menegaskan komitmen Pemkot untuk mendukung kesejahteraan guru ngaji. “Dana sudah tersedia, tinggal pencairan. Masalahnya hanya administrasi. Kami akan evaluasi agar proses ke depan lebih lancar,” ujarnya.

    Erwin berharap insentif ini dapat memotivasi para guru ngaji untuk terus berperan dalam mencetak generasi Qurani dan menjadikan Bandung sebagai kota yang lebih religius.

  • IDI Bakal Pecat Keanggotaan Dokter PPDS Pelaku Pelecehan di RSHS Bandung

    IDI Bakal Pecat Keanggotaan Dokter PPDS Pelaku Pelecehan di RSHS Bandung

    Bisnis.com, BANDUNG — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memastikan akan memecat oknum Residen Anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang diduga melakukan pelecehan terhadap keluarga penunggu pasien di RSHS Bandung.

    IDI menilai pelaku telah melakukan pelanggaran berat terkait kode etik kedokteran. Karenanya, IDI dengan tegas akan segara memecat dan mencabut status keanggotaan secara permanen.

    Ketua IDI Jawa Barat Moh. Luthfi mengatakan, pelaku merupakan dokter umum yang sedang melanjutkan pendidikan spesialis di RSHS Bandung. 

    “Ini kan terkait profesi yang antara yang bersangkutan dengan pidana. Masalahnya ini bukan hanya pidananya saja, tapi juga terkait etika kedokteran, itu yang lebih berat. Jadi kami sekarang sedang melakukan pembahasan di majelis etik kedokteran untuk menentukan langkah-langkah yang perlu diambil,” katanya pada media, Kamis (10/4/2025).

    Menurutnya IDI memiliki sanksi etik yang terkait dengan profesi dokter, yang paling berat adalah pencabutan keanggotaan secara permanen.

    Saat ini IDI masih akan menunggu hasil penyelidikan polisi. Jika status hukum yang bersangkutan sudah ditetapkan, maka IDI akan segera memberikan sanksi tegas berupa pemecatan Priguna sebagai anggota IDI.

    “Jadi kalau sudah jelas statusnya, kita sudah siapkan dulu nih kajian di awal dan nanti kita tentukan sanksi dari organisasi profesi. Kalau dari organisasi profesi ini sanksi terberat kemungkinan besar pemecatan permanen dari keanggotaan IDI,” katanya.

    Selain pemecatan, Luthfi juga menyebut Priguna terancam sanksi berupa pencabutan sumpah dokter. Hanya saja, pencabutan sumpah itu harus dilakukan oleh fakultas kedokteran yang bersangkutan yakni FK Unpad.

    IDI Jabar bakal berkordinasi dengan FK Unpad untuk menindaklanjuti pemberian sanksi kepada Priguna. Jika sumpah dokter dicabut, Priguna dipastikan tidak bisa lagi menjadi dokter selamanya.

    “Sumpah dokter itu diambilnya oleh fakultas kedokteran. Mungkin nanti kita perlu sampaikan lebih lanjut status dari organisasi profesinya seperti apa, nanti dari fakultas kedokteran yang bersangkutan bagiamana tindaklanjutnya,” terangnya.

    Lebih lanjut IDI menjelaskan apabila sumpah dokter dicabut, maka pelaku tidak akan bisa lagi membuka atau melakukan praktik kedokteran. 

  • Polisi Sebut Korban Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Lebih Dari Satu Orang, Modusnya Sama – Halaman all

    Polisi Sebut Korban Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Lebih Dari Satu Orang, Modusnya Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Polda Jawa Barat (Jabar) masih menyelidiki kasus dugaan rudapaksa yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah (31) terhadap keluarga pasien.

    Polisi menyebut korban dari aksi bejat Priguna Anugerah diduga lebih dari satu orang.

    “Ada dua korban (baru), melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan (adalah) pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).

    Meski begitu, Surawan tak merinci lebih lanjut soal adanya korban lain dalam aksi bejat dokter PPDS Unpad tersebut.

    Dia hanya mengatakan modus yang dilakukan Priguna terhadap para korbannya sama yakni mulai mengambil sampel darah hingga membius korban.

    “Rata-rata modusnya sampai dalih (yaitu) mengambil sampel darah, DNA, dan dibius (untuk melakukan) pemerkosaan pada korban,” tuturnya.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan meminta agar masyarakat yang menjadi korban untuk segera melapor.

    “Kami telah membuka layanan untuk laporan (korban) lainnya. Mungkin kasusnya sama tapi waktunya berbeda,” tuturnya.

    Kronologis Kasus

    Ditreskrimum Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap aksi bejat dokter residen bernama Priguna Anugerah (31) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada Rabu (9/4/2025).

    Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

    Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

    Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” beber Hendra.

    Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” jelas Hendra.

    Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” terangnya.

    Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.

    Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” sebut Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” ucap Hendra.

  • Idap Kelainan Seksual, Dokter Residen Pelaku Rudapaksa Ternyata Sudah Menikah, Kini Korban Bertambah – Halaman all

    Akal Bulus Dokter PPDS UNPAD yang Cabuli Keluarga Pasien, Bius Korban Hingga Tak Sadarkan Diri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terbongkar akal bulus dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang cabuli keluarga pasien.

    Kasus pencabulan yang dilakukan dokter PPDS ini pertama kali muncul lewat unggahan akun Instagram @ppdsgram pada Selasa (8/4/2025) malam.

    Kejadian tak senonoh ini dilakukan dokter residen anestesi dari PPDS FK UNPAD yang bernama Priguna Anugerah.

    Sementara korban berinisial FH (21) merupakan keluarga pasien yang sedang menjaga sang ayah yang dirawat dan butuh transfusi darah.

    Ia melakukan aksi bejatnya di satu ruangan Gedung MCHC lantai 7 di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, pada pertengahan Maret 2025.

    Priguna Anugerah memanfaatkan kondisi kritis ayah korban untuk melakukan transfusi darah.

    Dokter bejat tersebut melancarkan akal bulusnya dengan melakukan pemeriksaan crossmatch atau kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

    Modus yang digunakan pelaku adalah memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri, dilansir Tribun Jabar.

    Ia menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam.

    Sampai akhirnya korban tidak sadarkan diri.

    Priguna Anugerah menghubungkan jarum ke selang infus, lalu menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut.

    Tak butuh waktu lama, korban merasakan pusing usai mendapatkan suntikan dari Priguna Anugerah.

    Korban akhirnya sadar setelah 4-5 jam mendapatkan suntikan dari dokter cabul tersebut.

    Setelah sadar, korban merasakan adanya rasa nyeri di bagian tangan bekas infus dan di area organ intimnya.

    Hingga akhirnya, korban mengambil tindakan untuk visum.

    Hasilnya adalah ditemukannya cairan sperma di kemaluannya.

    Informasi ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, dalam konferensi pers di Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu (9/4/2025).

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan.

    Hendra juga menjelaskan pasca korban sadar, dirinya diminta untuk mengganti pakaian operasi yang dipakai korban dengan pakaiannya sendiri.

    “Setelah sadar si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru sadar bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” lanjut Hendra.

    Korban diketahui juga menceritakan apa yang dialaminya kepada sang ibu.

    Korban mengaku darahnya diambil sampai 15 kali percobaan.

    Termasuk juga memasukkan cairan bening ke selang infus.

    “Korban pun bercerita ke ibunya bahwa pelaku mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tak sadar, serta ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” ujarnya.

    Hendra melanjutkan, pihaknya juga sudah minta keterangan dari para saksi.

    “Nanti akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” tutur dia.

    Aparat mengamankan barang bukti berupa dua buah infus full set, dua sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Hendra mengatakan, pelaku dijerat dengan pasal tindak pidana kekerasan seksual.

    Pelaku juga mendapatkan ancaman 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” papar Hendra.

    (TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih/willy Widianto)(Tribun Jabar/ Muhamad Nandri Prilatama/Salma Dinda Regina )

  • Polda Jabar Ungkap Pelaku Asusila di RSHS Bandung Punya Kelainan Seksual!

    Polda Jabar Ungkap Pelaku Asusila di RSHS Bandung Punya Kelainan Seksual!

    JABAR EKSPRES – Setelah menangkap dan mengamankan pelaku tindak pidana asusila atau pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung,  polisi kembali melakukan sejumlah pemerikasaan kepada tersangka yang merupakan dokter residen spesialis anestesi.

    Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan, terduga pelaku yang berinisial PAP (31) tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan sementaranya memang memilki kecenderungan kelainan seksual.

    “Pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual. Tapi nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan. Tapi kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan seksual dari pelaku,” ujarnya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan menambahkan, tersangka yang merupakan mahasiswa dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Universitas Padjadjaran (Unpad), nekat melakukan aksi bejatnya kepada seorang wanita berinisial FH (21) yang tengah menunggu keluarganya dirawat di RSHS Bandung.

    BACA JUGA:Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    Sebelum beraksi, tersangka kata Surawan sempat bermodus bahwa akan melakukan transfusi darah kepada pasien sehingga mengajak korban untuk dilakukan pengecekan darah.

    “Karena bapaknya (keluarga korban) sudah berada dalam kondisi kritis, dan anaknya tuh (korban) enggak tahu tujuannya apa, kemudian dibawa ke ruangan yang baru (Gedung MCHC),” ungkapnya.

    Alibi melakukan pengecekan darah, Surawan mengungkapkan bahwa tersangka malah melancarkan aksinya saat korban tidak sadarkan diri setelah mendapatkan bius.

    “Pelaku bawa (kondom). Dan itu memang ruangan belum dipakai, itu ruangan baru. Dan rencananya (akan digunakan) untuk operasi khusus perempuan. Jadi itu belum dipakai,” ungkapnya.

    Sementara itu guna bisa segera mengungkap lebih jauh kasus ini, Surawan menuturkan bahwa pihaknya melalui tim penyidik kini telah melakukan visum kepada korban.

    BACA JUGA:Update Kasus Oknum Dokter Residen di RSHS Bandung, Polda Jabar: Ada Kemungkinan Korban Bertambah!

    Selain itu, pihaknya juga akan segera melakukan tes DNA terhadap sperma yang ada di bagian vital korban.

    “Kemarin kita sudah disimpan dibekukan spermanya, kita akan lakukan uji DNA dari yang ada di kemaluan dan kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu,” pungkasnya.

  • Kemenkes Turun Tangan, Izin Praktik dr PAP si Pemerkosa Dicabut

    Kemenkes Turun Tangan, Izin Praktik dr PAP si Pemerkosa Dicabut

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut surat tanda registrasi (STR) dokter pemerkosa anak pasien di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.

    “Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan surat izin praktik (SIP) yang bersangkutan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Aji Muhawarman, dalam keterangan yang diterima Beritasatu, Kamis (10/4/2025).

    Langkah pencabutan STR dan pembatalan SIP pelaku, kata Aji, untuk menciptakan layanan kesehatan yang aman, serta sistem pendidikan kedokteran yang profesional dan berintegritas.

    Selain itu, Universitas Padjajaran (Unpad) juga telah memberhentikan pelaku, dr PAP dari program PPDS Anestesi.

    Saat ini, kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter di RSHS telah diproses oleh Polda Jawa Barat.

    Program PPDS Anestesiologi di RSHS Dihentikan Sementara

    Program PPDS Anestesionlogi dan Terapi Intensif FK Unpad telah dihentikan sementara oleh Kemenkes selama satu bulan ke depan akibat kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dr PAP.

    Menurut Aji, penghentian ini dilakukan dalam rangka upaya evaluasi dan perbaikan pengawasan.

    “Penghentian ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Aji dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025).

    Kemenkes juga meminta agar pihak RSHS dan FK Unpad melakukan upata perbaikan agar insiden serupa tidak terulang kembali.

    Ke depannya, seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes akan diwajibkan untuk melakukan tes kejiwaan secara berkala terhadap setiap peserta PPDS di seluruh angkatan.

    Hal ini guna menghindari manipulasi tes kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.

    Akibat kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan dr PAP di RSHS, Kemenkes dengan tegas menyatakan komitmennya dalam mendorong institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk memperkuat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan, serta membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun.

  • Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    TRIBUNJAKARTA.COM – Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel meminta foto dan identitas Priguna Anugrah Pratama (31), dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) disebar luaskan di media sosial.

    Priguna Anugrag Pratama merupakan dokter residen anestesi yang diduga memperkosa keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat pada Senin 17 Maret 2025.

    Kini, Priguna telah ditangkap di Polda Jawa Barat. Reza Indragiri menyampaikan hasil analisanya mengenai kasus dugaan pemerkosaan tersebut. 

    Bicara motif pelaku, Reza mengungkapkan seseorang melakukan kekerasan seksual termasuk perkosaan terkait kontrol atau kendali.

    “Unjuk kebolehan unjuk kemampuan bahwa saya (pelaku) bisa menguasai pihak lain saya bisa mengendalikan pihak yang bergantung hidupnya pada diri saya (pelaku) dan sejenisnya,” kata Reza Indragiri dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube TVOne, Kamis (10/4/2025).

    Ia melihat pelaku telah melakukan perencanaan terhadap aksi cabul tersebut.

    Tak hanya itu, Reza Indragiri juga menduga korban cabul Priguna lebih dari satu orang.

    “Saya membangun spekulasi sedemikian rupa karena berdasarkan pemberitaan yang saya simak di media massa betapa fasihnya si pelaku ini mendapatkan akses ke obat-obatan atau ke zat bius di rumah sakit,” ujar Reza Indragiri.

    Selain itu, Reza juga menilai pelaku mengenal lokasi yang akan digunakan untuk melancarkan aksi jahatnya.

    Hal lain yakni pelaku memilih waktu ‘sempurna’ pada dini hari.

    KLIK SELENGKAPNYA: Lima Fakta Penemuan Mayat Ibu dan Anak Dalam Toren Air Rumah Mereka di Tambora, Jakarta Barat, Jumat (7/3/2025). Tetangga Bongkar Cekcok Soal Nikah.

    Dimana secara umum, dini hari adalah waktu yang paling rentan karena orang beristireahan dan tidak waspada.

    “Kesempurnaan dalam melancarkan aksi jahat itu yang membuat saya sekali lagi menduga barangkali ada korban lebih dari satu pada aspek itulah semestinya kita lebih banyak berdiskusi untuk memastikan bahwa pelaku nantinya akan hukum seberat-beratnya sekiranya divonis bersalah,” ungkapnya.

    Reza juga menyampaikan cara untuk mengungkap korban lain dari pelaku.

    Sejumlah hal yang dapat dilakukan antara lain audit terhadap zat-zat kimia atau obat-obatan yang diakses oleh oknum dokter tersebut.

    “Sehingga bisa dipastikan apakah ada atau tidak obat-obatan ataukah zat-zat kimia yang telah digunakan secara tidak bertanggung jawab tanpa jelas peruntukannya itu merupakan pintu awal tentang penggunaan instrumen kejahatan oleh pelaku bisa dibuktikan oleh otoritas terkait,” katanya.

    Kedua, Reza mengatakan dokter adalah profesi yang superior di lingkungan rumah sakit. Sehingga, kata Reza, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada tindak tanduk yang tidak pantas. 

    “Jangan-jangan sudah pernah dilakukan oleh oknum dokter tersebut dan diketahui oleh sejawat. Diketahui oleh sesama pekerja di rumah sakit namun sekali lagi karena dokter berada pada posisi yang superior tidak terutup kemungkinan pihak-pihak atau pekerja lain di rumah sakit tersebut selama ini memilih untuk tutup mulut,” jelas Reza.

    Terakhir, Reza meminta agar foto dan identitas pelaku disebarluaskan seluas-luasnya termasuk ke media sosial.

    “Tujuannya untuk membantu kemungkinan korban-korban lain mengidentifikasi wajah oknum dokter yang satu ini memahami bahwa sudah ada satu pasien yang mengambil maaf ada satu keluarga pasien yang mengambil langkah berani dengan membuat laporan,” katanya.

    “Mudah-mudahan korban-korban lain sekiranya ada juga memiliki semangat yang sama untuk melaporkan oknum dokter tersebut ke otoritas penegakan hukum dengan tujuan sekali lagi untuk memaksimalkan yang bersangkutan dikenai sanksi pidana maksimal sekiranya dia divonis bersalah,” sambunngnya. 

    Sedangkan untuk pencegahan, Reza menyarankan agar seorang dokter saat menangani pasien selalu didampingi perawat ataupun dokter yang lain ataupun perwakilan dari keluarga pasien 

    “Tidak membiarkan ada dokter atau mungkin juga perawat yang melakukan penanganan sendirian keberadaan orang lain diharapkan akan bisa menangkal terjadinya perbuatan-perbuatan tidak profesional,” imbuhnya.

    Kemudian, lanjut Reza, memperkuat pengamanan lingkungan rumah sakit. Ia mencontohkan adanya rekaman CCTV di rumah sakit yang merekam gerak gerik pelaku.

    “Jangan sampai peristiwa yang amoral tersebut terjadi dalam rentang waktu yang cukup berjauhan sejak peristiwa berlangsung dengan rekaman CCTV dibuka itu sebabnya sekali lagi tidak hanya CCTV-nya yang kita butuhkan tapi responsivitas dari pihak rumah sakit terhadap rekaman CCTV tersebut patut kiranya untuk dievaluasi,” katanya.

    Pelaku Kelainan Seksual

    Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan buka suara terkait tersangka Priguna Anugerah Pratama.

    Dokter residen anestesi PPDS Unpad tersebut, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengatakan pelaku diduga memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelakunya mengalami sedikit kelainan. Jadi, begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik. Ahli psikologi maupun psikologi forensik nanti untuk tambahan periksaan. Sehingga kita menguatkan adanya kecederungan kelainan dari pelaku seksual pelaku,” jelas Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan.

    Kombes Surawan menyebut kepolisian terus berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terkait kasus pencabulan yang melibatkan dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis anastesi.

    “Hasil koordinasi dengan RSHS sudah ada dua korban lagi yang akan kami lakukan pendekatan untuk pemeriksaan.”

    “Kami sangat terbuka bila ada korban-korban lain yang mungkin menjadi korban atau pernah hampir menjadi korban dari si pelaku, kami akan tampung. Silakan bisa datang ke Polda Jabar atau pihak rumah sakit,” katanya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan pun menegaskan keterangan dua orang yang terindikasi menjadi korban tambahan merupakan pasien pula.

    Namun, dalam peristiwa juga waktu yang berbeda.

    “Kami terus lakukan pendalaman terhadap para korban. Lalu, barang bukti baik dari hasil swab atau yang ditemukan di lokasi akan diuji DNA terkait sperma yang ditemukan pada alat vital korban dan alat kontrasepsi,” katanya.

    Surawan menegaskan, korban yang melapor ke polisi ada satu orang. Namun, penyidik pun tengah mendalami keterangan dari dua korban tambahan informasi RSHS.

    Diketahui korban pemerkosaan oleh Priguna Anugerah Pratama dokter PPDS Unpad itu berinisial FA (21). 

    Dalam waktu yang berdekatan, FA menghadapi dua peristiwa memilukan sekaligus.

    Peristiwa memilukan itu terjadi saat FA sedang menjaga ayahnya yang tengah dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025.

    Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, kasus ini bermula ketika Priguna tiba-tiba menghampiri FA di IGD pada pukul 01.00 WIB dini hari.

    Priguna yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengajak FA menuju lantai 7 gedung baru RSHS dengan alasan ingin mencocokkan golongan darah antara korban dan ayahnya.

    Tak menaruh curiga, korban pun menuruti permintaan tersangka tersebut.

    “Pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” kata Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

    Sesampaianya di lokasi, FA langsung diminta oleh Priguna untuk melepaskan pakaian dan celanannya lalu memakai baju operasi.

    Setelah itu, Priguna pun menusukkan jarum suntik sebanyak 15 kali ke tangan kiri dan kanan FA dengan dalih pengambilan darah.

    Namun, ternyata tersangka justru memasukkan cairan obat bius Midazolam ke tubuh FA.

    “Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” kata Hendra.

    Tiga jam berlalu, FA akhirnya sadar dan langsung memakai pakaiannya seperti semula.

    Saat akan kembali ke IGD untuk menjaga ayahnya yang dirawat, FA kaget karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.

    Sesaat kemudian, korban merasa ingin buang air kecil. Namun, ketika buang air kecil, FA merasa sakit di bagian alat vitalnya.

    Merasakan hal tersebut, FA pun melakukan visum di RSHS dan hasilnya, ditemukan bekas cairan sperma di kemaluannya.

    Pihak keluarga korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat dan Priguna pun berhasil ditangkap lima hari kemudian di salah satu apartemen di Kota Bandung.

    Kini, Priguna pun terancam dihukum 12 tahun penjara akibat tindakan biadabnya.

    ”PAP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam 12 tahun penjara,” ujar Hendra.

    Ayah Meninggal Dunia 

    Selain menjadi korban pemerkosaan, FA juga mengalami nasib pilu karena kehilangan sang ayah yang meninggal dunia.

    Bak jatuh tertimpa tetangga, ayahnya yang sempat dijaganya ketika dirawat di IGD RSHS Bandung telah meninggal dunia.

    Kabar pilu ini diketahui dari unggahan drg Mirza di akun Instagramnya pada Rabu (9/4/2025).

    Dalam unggahan itu, Mirza memperoleh pesan dari keluarga korban bahwa ayah FA sudah meninggal dunia pada 28 Maret 2025 atau 10 hari setelah dirinya menjadi korban kebiadaban Priguna.

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan yang diterima drg Mirza.

    Dokter yang sekaligus pihak yang memviralkan kasus ini pun ikut berduka atas meninggalnya ayah korban.

    “Innalillahi wa innaillaihi roji’un. Semoga almarhum bapaknya husnul khotimah,” tulis @drg.mirza. (TribunJakarta.com/TribunJabar)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya