Kisah Penyintas Tsunami Aceh: Selamat dan Bertemu Ayah di Masjid Raya Baiturrahman
Tim Redaksi
BANDA ACEH, KOMPAS.com
– Pagi itu, Minggu 26 Desember 2004, seperti biasa Zulfahmi Ikhsan bersama teman-temannya sedang mengikuti latihan bola kaki di Lapangan Blang Padang, Banda
Aceh
. Kegiatan ini merupakan jadwal rutin setiap akhir pekan atau libur sekolah.
Ikhsan masih ingat betul, pagi itu dia mengenakan jersey klub kesukaannya, Barcelona. Di tengah sedang asyik latihan, tiba-tiba gempa berkekuatan magnitudo 9,3 membuat mereka ketakutan. Setelah gempa berhenti, Ikhsan dan teman-temannya diminta oleh pelatih untuk kembali ke rumah masing-masing.
Pada saat itu, Ikhsan tinggal di kawasan Lampaseh Kota. Setiba di rumah, dia melihat orang-orang ramai keluar untuk melihat bangunan roboh, termasuk sang ibu bersama tetangganya. Ikhsan yang kala itu masih berusia 13 tahun, juga ikut pergi.
Selang sekitar 20 menit kemudian, tiba-tiba orang pada berlarian panik sambil meneriakkan air laut naik. Ikhsan masih belum percaya, dia berpikir tidak mungkin air laut naik ke daratan apalagi hingga ke tengah-tengah kota.
Seketika, gemuruh suara air dan teriakan warga semakin kencang dari arah belakangnya. Ikhsan panik ketakutan. Dia pun langsung ikut lari menyelamatkan diri ke atas reruntuhan bangunan toko di Jalan Muhammad Jam.
“Pada saat itu saya masih belum percaya, kok bisa air naik ke daratan. Akhirnya saya juga ikut lari ke arah Jalan Muhammad Jam, tepatnya di toko Zikra yang waktu itu sudah hancur, dan saya naik ke atasnya,” kata Ikhsan saat diwawancarai
Kompas.com
, Kamis (26/12/2024).
Bangunan itu ikut tersapu oleh air. Ikhsan terhempas dan hanyut dalam gulungan tsunami bercampur dengan reruntuhan kayu. Ikhsan sudah pasrah, kakinya terluka, dia tidak bisa berenang hingga terminum air lumpur tersebut.
Di balik gulungan air tsunami itu, tiba-tiba Ikhsan tersangkut di tumpukan kayu dekat lampu merah tepat di samping Masjid Raya Baiturrahman. Pada saat itu, Ikhsan sudah tidak kuat, posisinya terbenam dalam air, yang terlihat hanya tangannya saja.
“Ada satu orang abang-abang yang datang menyelamatkan saya. Dialah yang membawa saya ke dalam masjid. Pada saat itu kondisinya mengalami luka parah juga, dia lalu mengatakan adik coba cari terus keluarga, abang sudah tidak kuat lagi,” ucap Ikhsan, ini adalah momen yang paling membekas.
Di tengah ketakutan itu, Ikhsan bertemu teman ayahnya di dalam masjid. Ia kemudian menanyakan kondisi dan keberadaan sang ayah yang ternyata juga menyelamatkan diri di sana. Karena kondisi orang begitu ramai, Ikhsan baru bertemu dengan ayah saat sore hari.
“Saya dievakuasi ke dalam masjid sekitar pukul 09.00 WIB, dan baru ketemu ayah di dalam masjid itu sekitar pukul 15.00 WIB,” katanya.
Ikhsan menceritakan, sang ayah memang berjualan di dekat masjid raya dan setiap pagi selalu keluar lebih dulu. Pada saat itu, ayahnya langsung lari menyelamatkan diri di dalam masjid. Dalam musibah ini, Ikhsan kehilangan sang ibu yang jasadnya hingga kini belum ditemukan.
Bagi Ikhsan, Masjid Raya Baiturrahman adalah saksi kekuasaan Tuhan di mana air tsunami sedikit pun tidak menyentuh masuk ke dalam masjid, sehingga banyak orang-orang yang selamat, bahkan dia sendiri bertemu dengan sang ayah di sana.
Setelah 20 tahun
tsunami Aceh
, luka yang dialami Ikhsan memang sudah pulih. Dia perlahan bangkit dari trauma itu. Kini, Ikhsan sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Ikhsan berprofesi sebagai seorang fotografer pernikahan atau
wedding
profesional di Banda Aceh.
“Dengan musibah ini, semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dan lebih sigap menghadapi bencana. Saya mengajak semua kita untuk membekali diri dengan mitigasi bencana yang cukup. Aceh daerah rawan, dan bencana itu kita tidak tahu kapan datangnya,” pungkas Ikhsan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Banda Aceh
-

Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh di Masjid Raya Baiturrahman
Banda Aceh, Beritasatu.com – Pemerintah Aceh memperingati 20 tahun tsunami Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (26/12/2024). Kegiatan ini diisi dengan zikir dan doa bersama untuk para korban tsunami, serta ditutup dengan tausiyah oleh KH Abdullah Gymnastiar atau AA Gym.
Masjid Raya Baiturrahman salah satu saksi bisu bencana tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004 yang menewaskan lebih dari 170.000 orang. Peringatan 20 tahun tsunami di masjid tersebut dihadiri banyak orang termasuk jajaran Forkopimda.
“20 tahun yang lalu, sekitar pukul 07.58 WIB, Allah Swt menguji Aceh dengan ujian yang teramat berat. Gempa berkekuatan 9,1 skala richter yang kemudian disusul dengan gelombang tsunami telah menghantam pesisir Aceh,” kata Penjabat Gubernur Aceh Safrizal ZA dalam sambutannya saat mengenang 20 tahun tsunami di Masjid Raya Baiturrahman.
Dalam hitungan menit, lanjut Safrizal, gempa dan gelombang dahsyat itu telah merenggut lebih dari 170.000 nyawa orang Aceh.
Safrizal mengenang solidaritas dunia internasional yang luar biasa dalam membantu Aceh bangkit kembali. Lebih dari 60 negara, ratusan organisasi internasional, dan ribuan relawan datang membantu Aceh saat itu.
“Kita menyaksikan bagaimana dunia bersatu untuk Aceh, dan bagaimana nilai-nilai kemanusiaan menjadi terang di tengah kegelapan,” ujar Safrizal dilansir dari Waspada Aceh.
Tsunami membuka pintu perdamaian bagi Aceh setelah 30 tahun dilanda konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.
Pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM menandatangani kesepahaman damai atau MoU di Helsinki, Finlandia sehingga berakhirlah perang di Aceh.
Menurut Safrizal, peringatan 20 tahun tsunami Aceh menjadi momentum untuk merefleksikan nilai-nilai kebersamaan, ketangguhan, dan keimanan.
Selain doa bersama, Pemerintah Aceh memberikan penghargaan kepada duta besar dari negara-negara yang berkontribusi besar dalam pemulihan Aceh setelah tsunami, seperti Malaysia, Jepang, Kuwait, India, hingga Amerika Serikat. Penghargaan juga diberikan kepada para penyintas tsunami yang menunjukkan ketangguhan luar biasa.
Pemerintah juga menyerahkan santunan dan paket pendidikan kepada 300 anak yatim.
“Bencana ini adalah takdir Allah yang memiliki hikmah tersendiri. Kita jadikan momen ini untuk memperkuat keimanan, memperbaiki hubungan dengan Sang Khalik, dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama,” kata Safrizal mengenang 20 tahun tsunami Aceh.
-

Sirene Berbunyi Tandai Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh
Jakarta, CNN Indonesia —
Suara sirene peringatan tsunami berbunyi di Banda Aceh, Aceh, pada Kamis (26/12) pagi sebagai tanda resmi peringatan 20 tahun tsunami dahsyat dari Samudera Hindia pada 2004.
Diberitakan AFP, peringatan resmi itu dimulai di Masjid Raya Banda Aceh berupa menyalakan sirene peringatan selama tiga menit, dimulai pada pukul 07.58 WIB, waktu yang sama saat tsunami 2004 menghantam Aceh.
AFP menyebut peringatan tersebut berlangsung emosional. Setelah sirene peringatan berbunyi, masyarakat yang berkumpul melanjutkan dengan doa bersama sebagai awal dari berbagai peringatan yang digelar di banyak lokasi provinsi itu.
Para korban yang selamat dan keluarga korban meninggal dan hilang juga mendatangi pemakaman massal korban tsunami Aceh. Mereka mengenang momen mengerikan yang terjadi 20 tahun lalu dan merenggut harta, benda, dan kerabat mereka.
“Saya pikir itu kiamat,” kata Hasnawati, seorang guru berusia 54 tahun, saat mengunjungi masjid yang rusak karena tsunami.
“Minggu pagi itu kami sekeluaga, semua tertawa bersama, tiba-tiba bencana melanda dan semuanya lenyap. Saya tidak dapat menggambarkannya dengan kata-kata,”
AFP melaporkan peringatan 20 tahun tsunami Samudera Hindia juga digelar melalui sejumlah upacara keagamaan di Sri Lanka, India, dan Thailand, beberapa negara yang ikut menjadi korban tsunami 2004.
Pada 26 Desember 2004, gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter pecah di ujung barat Sumatera yang menghasilkan serangkaian gelombang besar di Samudera Hindia dan menghantam pesisir pantai 14 negara, dari Indonesia hingga Somalia.
Gelombang itu bahkan mencapai ketinggian 30 meter, menyapu nyaris bersih pemukiman, penduduk, hingga wisatawan yang sedang merayakan momen libur natal dan akhir pekan sekaligus.
Gelombang dari dasar laut itu melaju dengan kecepatan dua kali lebih cepat dari kereta cepat, melintasi seluruh bagian Samudera Hindia hanya dalam beberapa jam.
Tsunami tersebut menerjang tanpa didahului peringatan tsunami. Namun meskipun sebagian negara memiliki teknologi tersebut dan berfungsi, jeda waktu untuk menyelamatkan diri sangatlah sempit.
Tercatat, sebanyak 226.408 orang meninggal dunia akibat tsunami tersebut di seluruh negara. Indonesia menjadi negara paling terdampak, yakni setidaknya 160 ribu orang meninggal dunia. Kala itu, Aceh tak memiliki sistem peringatan dini.
“Saya berharap kita tidak akan pernah mengalaminya lagi,” kata Nilawati yang kini berusia 60 tahun. “Rasanya seperti baru terjadi kemarin. Setiap kali saya mengingatnya, rasanya seperti semua darah mengalir keluar dari tubuh saya.”
“Anak-anak, istri, ayah, ibu, semua saudara saya hanyut,” kata Baharuddin Zainun, seorang nelayan 70 tahun yang selamat dari bencana. “Tragedi yang sama juga dirasakan oleh orang lain. Kami merasakan hal yang sama.”
Di Sri Lanka, korban jiwa akibat tsunami mencapai 35 ribu orang. Sementara itu, para korban selamat dan keluarga berkumpul untuk mengenang 1.000 orang meninggal saat tsunami menghantam kereta yang tengah melaju kala itu.
Upacara keagamaan singkat diadakan bersama keluarga korban di sana. Sementara upacara Buddha, Hindu, Kristen, dan Muslim juga diselenggarakan untuk mengenang para korban di seluruh negara pulau Asia Selatan itu.
Sementara itu di Thailand, acara peringatan tidak resmi diperkirakan akan menyertai upacara peringatan pemerintah. Tsunami 2004 menelan 5.000 korban jiwa di negara itu, dengan lebih dari separuhnya adalah wisatawan asing.
Sebuah hotel di provinsi Phang Nga mengadakan pameran tsunami, pemutaran film dokumenter, dan pengenalan kesiapsiagaan bencana dan langkah-langkah ketahanan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga kemanusiaan.
Hampir 300 orang tewas di tempat yang jauh seperti Somalia, serta lebih dari 100 orang di Maladewa dan puluhan di Malaysia dan Myanmar.
(AFP/end)
[Gambas:Video CNN]
-

Pemprov Aceh Ajak Warga Zikir di Masjid Raya Baiturrahman Kenang Tragedi Tsunami
Banda Aceh, Beritasatu.com – Pemerintah Aceh mengajak seluruh masyarakat berkumpul di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh untuk berzikir dan berdoa bersama dalam rangka mengenang 20 tahun tragedi gempa dan tsunami Aceh pada Kamis (26/12/2024).
“Mari kita bersama-sama berzikir, berdoa, dan bertafakur untuk mengenang para syuhada yang gugur dalam tragedi gempa dan tsunami Aceh 2004 silam,” ujar Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Zahrol Fajri, di Banda Aceh, Rabu (25/12/2024) dilansir dari Antara.
Peringatan 20 tahun tsunami Aceh bertema “Aceh Thanks The World” dengan subtema “Beranjak dari Masa Lalu, Menuju Masa Depan Aceh Bersyariat” ini akan menghadirkan penceramah kondang, KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym.
Acara akan diawali dengan ziarah ke makam para syuhada korban tsunami di Ulee Lheue, Banda Aceh. Setelah itu, peserta akan menuju Masjid Raya Baiturrahman untuk menyalakan tsunami early warning system (EWS) sebelum agenda utama berupa tafakur dan doa bersama.
Zahrol menjelaskan, peringatan ini tidak hanya mengenang tragedi gempa dan tsunami 2004, tetapi juga bertujuan menanamkan kesadaran kolektif mengenai pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Solidaritas kemanusiaan menjadi elemen penting dalam acara ini, dengan melibatkan perwakilan lembaga internasional dan negara sahabat yang mendukung rekonstruksi Aceh pascatsunami.
“Kehadiran mereka menjadi simbol komitmen berkelanjutan untuk mendukung pembangunan Aceh dan mencegah tragedi serupa di masa depan,” katanya.
Zahrol juga menekankan peringatan ini merupakan ajang refleksi atas ketahanan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana, semangat gotong royong yang luar biasa, serta solidaritas bersama dalam proses pemulihan pascabencana.
“Peringatan tahunan tsunami Aceh bukan sekadar ritual mengenang peristiwa tragis, tetapi menjadi manifestasi nyata dalam memperkuat solidaritas dan membangun resiliensi menghadapi bencana di masa mendatang,” tambahnya.
Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat Aceh untuk hadir dan meramaikan acara puncak peringatan 20 tahun tsunami Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. “Semoga Aceh selalu dilindungi Allah SWT dan diberi kekuatan untuk terus bangkit dan maju,” pungkas Zahrol Fajri mengenang tragedi tsunami Aceh.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5052414/original/055638900_1734335348-20241216-20_Tahun_tsunami_Aceh-AFP_9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Museum Tsunami Aceh, Tempat Terbaik Merenungkan Peristiwa 20 Tahun Lalu
Liputan6.com, Aceh – Museum Tsunami Aceh berlokasi di Jalan Sultan Iskandar Muda No.3, Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh. Museum ini dibangun untuk mengenang musibah gempa dan tsunami dan menguncang Aceh pada 26 Desember 2004.
Peristiwa yang telah terjadi 20 tahun lalu ini menyisakan duka bagi para korban. Mengutip dari museumtsunami.acehprov.go.id, bencana tsunami di Aceh terjadi pada 26 Desember 2004 sekitar pukul 07.58 WIB.
Bencana tersebut diawali dengan gempa dahsyat berkekuatan 9.3 skala richter (SR). Gempa tersebut menyebabkan serangkaian tsunami dahsyat di sepanjang daratan yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
Aceh menjadi wilayah yang terkena dampak paling parah. Adapun wilayah lain yang juga terdampak adalah Sri Lanka, Thailand, dan India.
Peristiwa ini menelan banyak korban jiwa. Tercatat sekitar 170.000 jiwa terenggut dalam musibah ini.
Untuk mengenang para korban, Museum Tsunami Aceh pun didirikan. Museum ini sekaligus menjadi tempat edukasi dan pusat evakuasi bencana.
Museum Tsunami Aceh didirikan pada 23 Februari 2009. Bangunan museum ini dirancang oleh Ridwan Kamil yang memenangkan sayembara tingkat internasional pada 2007 dalam rangka memperingati peristiwa tsunami 2004.
Museum Tsunami Aceh menyimpan sekitar 6.038 koleksi yang dibagi ke dalam beberapa jenis, mulai dari koleksi etnografika, arkelogika, biologika, teknologika, keramonologika, seni rupa, numismatika dan heraldika, geologika, filologika, serta historika dan ruang audio visual. Koleksi ini tidak dipamerkan secara serentak, ada beberapa yang ditampilkan dalam pameran temporer.
Koleksi di museum ini dirotasi oleh pengelola setiap enam bulan sekali. Dalam satu pameran, terdapat sekitar 1.300 koleksi yang tersebar di tiga titik, yaitu rumah Aceh, pameran temporer, dan ruang pameran tetap.
Saat memasuki Museum Tsunami Aceh, pengunjung akan melewati sebuah lorong kecil dengan pencahayaan minim. Saat berada di lorong tersebut, pengunjung akan merasakan berbagai emosi yang sulit dijelaskan.
Selanjutnya, terdapat ruang bernama The Light of God. Tempat tersebut menampilkan ratusan ribu nama korban bencana tsunami Aceh.
Untuk berkunjung ke Museum Tsunami Aceh, pengunjung perlu membayar tiket senilai Rp3.000 untuk anak-anak, pelajar, dan mahasiswa. Adapun untuk anak di bawah lima tahun tidak dikenakan biaya tiket masuk alias gratis.
Sementara untuk umum dan orang dewasa dikenakan biaya Rp5.000, sedangkan untuk turis mancanegara dibanderol harga Rp20.000. Museum Tsunami Aceh beroperasi setiap Sabtu hingga Kamis. Jam operasional dibagi menjadi dua sesi, yakni pukul 09.00 hingga 12.00 WIB dan pukul 14.00 hingga 16.00 WIB.
Penulis: Resla
/data/photo/2024/12/26/676d18b40c7db.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4794102/original/050250200_1712213848-IMG-20240404-WA0007.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2999266/original/050998900_1576638463-015803900_1457413945-20160308-Ilustrasi-Hujan-iStockphoto5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)