kab/kota: Asmat

  • Bulog menggencarkan penyaluran bantuan pangan dan GPM di Papua

    Bulog menggencarkan penyaluran bantuan pangan dan GPM di Papua

    Penyaluran akan terus dilanjutkan hingga akhir tahun dengan dukungan TNI, Polri, pemerintah provinsi, dan kabupaten.

    Jakarta (ANTARA) – Perum Bulog menggencarkan penyaluran bantuan pangan dan Gerakan Pangan Murah (GPM) di Papua, untuk memastikan keterjangkauan harga, ketersediaan stok, serta menjaga stabilitas pasokan kebutuhan pokok masyarakat setempat.

    Pemimpin Bulog Cabang Wamena Stephanus Kurniawan menyebut penyaluran bantuan pangan dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) alokasi Juni-Juli 2025 telah mencapai 100 persen atau sebesar 2.670 ton.

    “Jayawijaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya, Yalimo, dan Puncak Jaya seluruhnya tuntas 100 persen. Kami bersyukur semua selesai tepat waktu, meski dihadang medan berat dan faktor keamanan,” kata Stephanus dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

    Stephanus menyebutkan realisasi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Wamena hingga 13 Agustus 2025 tercatat lebih dari 123 ton.

    Sementara itu di Papua Selatan, Polres Merauke bersama Bulog Cabang Merauke menggelar GPM di Pelabuhan Merauke, depan Mako Polres Merauke, dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Buti Merauke pada 11-15 Agustus 2025.

    GPM itu menyediakan beras program SPHP seharga Rp12.000/kg, minyak goreng Rp15.700/liter, dan gula pasir Rp18.000/kg.

    Pemimpin Bulog Cabang Merauke Karennu menyampaikan GPM yang digelar pihaknya menyalurkan 2 ton beras SPHP, menambah total penyaluran beras SPHP tahun 2025 di Merauke mencapai lebih dari 23 ton.

    “Penyaluran akan terus dilanjutkan hingga akhir tahun dengan dukungan TNI, Polri, pemerintah provinsi, dan kabupaten,” kata Karennu.

    Untuk bantuan pangan, wilayah kerja Kancab Merauke yang meliputi Kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digoel, Mappi, dan Yahukimo telah merealisasikan 739 ton lebih atau 56,23 persen dari total pagu dua bulan sebesar 1.315 ton.

    “Sisa penyaluran akan didistribusikan secara bertahap. Tantangan geografis, cuaca buruk, keterbatasan transportasi, serta dinamika keamanan di daerah seperti Yahukimo tidak menyurutkan upaya distribusi,” ujarnya lagi.

    Menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, Perum Bulog bersama TNI/Polri dan pemerintah daerah di Papua Pegunungan dan Papua Selatan menggencarkan Gerakan Pangan Murah secara serentak.

    Program itu bertujuan menjaga stabilitas harga, memperkuat ketahanan pangan, dan memastikan penyaluran bantuan pangan tepat sasaran.

    Di Papua Pegunungan, GPM dilaksanakan di sejumlah titik strategis di Jayawijaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya, Yalimo, dan Puncak Jaya dengan dukungan Kodim 1702 Jayawijaya, Polres Jayawijaya, Polres Tolikara, Polres Lanny Jaya, dan Kodim Lanny Jaya.

    Bulog menyiapkan beras SPHP dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp13.500/kg, gula pasir, dan minyak goreng dengan total stok lebih dari 30 ton.

    Kapolres Merauke AKBP Leonardo Yoga menegaskan GPM merupakan langkah strategis menekan harga pangan dan membantu masyarakat.

    “Kami berterima kasih kepada Bulog dan semua pihak yang mendukung,” ujarnya lagi.

    Antusiasme warga, terutama masyarakat asli Papua, terlihat tinggi di kedua wilayah. Mereka merasakan langsung manfaat program GPM dan bantuan pangan yang diharapkan dapat terus berlanjut dengan cakupan penerima yang semakin luas.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sambut HUT ke-80 RI, BULOG Gaspol Salurkan Bantuan Pangan dan Gelar GPM di Papua – Page 3

    Sambut HUT ke-80 RI, BULOG Gaspol Salurkan Bantuan Pangan dan Gelar GPM di Papua – Page 3

    Liputan6.com, Wamena Dalam rangka menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, Perum BULOG menggandeng TNI/Polri dan pemerintah daerah di Papua Pegunungan dan Papua Selatan menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) secara serentak. Program ini bertujuan menjaga stabilitas harga, memperkuat ketahanan pangan, dan memastikan penyaluran Bantuan Pangan (Banpang) tepat sasaran.

    Gerakan Pangan Murah (GPM) di Papua Pegunungan berlangsung di beberapa lokasi strategis di enam kabupaten, yakni Jayawijaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya, Yalimo, dan Puncak Jaya. Kegiatan ini didukung oleh Kodim 1702 Jayawijaya, Polres Jayawijaya, Polres Tolikara, Polres Lanny Jaya, dan Kodim Lanny Jaya. BULOG menyiapkan beras SPHP seharga Rp13.500/kg, gula pasir, dan minyak goreng dengan stok lebih dari 30 ton.

    Perbesar

    Penyaluran bantuan pangan dan Gerakan Pangan Murah (GPM) secara serentak di Papua Pegunungan dan Papua Selatan…. Selengkapnya

    Pimpinan BULOG Cabang Wamena, Stephanus Kurniawan, menyebut penyaluran Banpang dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) alokasi Juni–Juli 2025 telah mencapai 100 persen atau sebesar 2.670 ton.

    “Jayawijaya, Tolikara, Mamberamo Tengah, Lanny Jaya, Yalimo, dan Puncak Jaya seluruhnya tuntas 100 persen. Kami bersyukur semua selesai tepat waktu meski dihadang medan berat dan faktor keamanan,” ujarnya.

    Realisasi penyaluran beras SPHP di Wamena hingga 13 Agustus 2025 tercatat lebih dari 123 ton.

    Perbesar

    Penyaluran bantuan pangan dan Gerakan Pangan Murah (GPM) secara serentak di Papua Pegunungan dan Papua Selatan…. Selengkapnya

    Di wilayah Papua Selatan, Polres Merauke bersama BULOG Cabang Merauke menggelar GPM di Pelabuhan Merauke, depan Mako Polres Merauke, dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Buti Merauke pada 11–15 Agustus 2025. Kegiatan ini menyediakan beras SPHP seharga Rp12.000/kg, minyak goreng Rp15.700/liter, dan gula pasir Rp18.000/kg.

    Pimpinan BULOG Cabang Merauke, Karennu, menyampaikan GPM kali ini menyalurkan 2 ton beras SPHP, menambah total penyaluran beras SPHP tahun 2025 di Merauke mencapai lebih dari 23 ton. Penyaluran akan terus dilanjutkan hingga akhir tahun dengan dukungan TNI, Polri, pemerintah provinsi, dan kabupaten.

    Perbesar

    Penyaluran bantuan pangan dan Gerakan Pangan Murah (GPM) secara serentak di Papua Pegunungan dan Papua Selatan…. Selengkapnya

    Untuk Bantuan pangan, wilayah kerja Kancab Merauke yang meliputi Kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digoel, Mappi, dan Yahukimo telah merealisasikan 739 ton lebih atau 56,23% dari total pagu dua bulan sebesar 1.315 ton. Sisa penyaluran akan didistribusikan secara bertahap.

    Tantangan geografis, cuaca buruk, keterbatasan transportasi, serta dinamika keamanan di daerah seperti Yahukimo tidak menyurutkan upaya distribusi.

    Perbesar

    Penyaluran bantuan pangan dan Gerakan Pangan Murah (GPM) secara serentak di Papua Pegunungan dan Papua Selatan…. Selengkapnya

    Kapolres Merauke AKBP Leonardo Yoga menegaskan GPM merupakan langkah strategis menekan harga pangan dan membantu masyarakat.

    “Kami berterima kasih kepada BULOG dan semua pihak yang mendukung,” ucapnya.

    Antusiasme masyarakat asli Papua di dua wilayah tersebut tampak jelas. Program GPM dan Banpang dinilai memberi manfaat nyata, sehingga diharapkan terus berjalan dengan cakupan penerima yang lebih besar.

     

    (*)

  • Kasus WNI di Jepang Jadi Sorotan, Ada yang Ditangkap karena Merampok

    Kasus WNI di Jepang Jadi Sorotan, Ada yang Ditangkap karena Merampok

    Jakarta

    Tiga Warga Negara Indonesia (WNI) di Jepang diduga melakukan perampokan dan ditangkap aparat setempat, akhir Juni kemarin. Peristiwa ini menambah panjang daftar kasus kejahatan yang melibatkan WNI di Jepang. Apa akar penyebabnya?

    Insiden perampokan terjadi pada Januari 2025 di Hokota, Prefektur Ibaraki. Polisi baru meringkus ketiga tersangka lima bulan setelahnya. Motif para pelaku sampai saat ini masih didalami. Korban merupakan warga lokal Hokota.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Rolliansyah Sumirat, mengungkapkan pihaknya sudah memberi pendampingan hukum kepada ketiganya. Ketiga WNI ini, tambah Rolliansyah, tinggal di Jepang melebihi batas waktuoverstayer.

    “Ketiga WNI telah didampingi pengacara dan KBRI Tokyo terus berkoordinasi dengan Kepolisian Mito, Kashima, dan Namegata di Prefektur Ibaraki, tempat ketiga WNI tersebut ditahan, untuk dapat menjenguk, memeriksa kondisi mereka,” jelas Rolliansyah, Jum’at (4/7).

    “Dan tentunya melakukan wawancara untuk mengetahui motif dan detail informasi lainnya.”

    Ini kali kedua dalam waktu yang berjarak tidak terlalu lama berita warga Indonesia “bertingkah” di Jepang muncul ke permukaan. Publik lebih dulu dibikin ramai dengan video yang memuat pemasangan bendera perguruan silat di salah satu jembatan di Jepang.

    Tahun lalu, beredar informasi di media sosial sekelompok WNI membentuk semacam ‘geng TKI’ di Jepang. Namun, Kemlu Indonesia menyatakan belum ada temuan yang membuktikan kabar tersebut.

    “Pemerintah harus sering melakukan komunikasi, sosialisasi, atau diskusi kepada orang-orang yang dianggap ketua komunitas di Jepang,” ujar salah-seorang WNI yang tinggal di Prefektur Mie, Jum’at (4/7).

    Peneliti kependudukan dari Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN), yang telah lama mengkaji isu serta fenomena pekerja migran Indonesia di Jepang, menuturkan pembacaan konteks atas kejadian-kejadian itu tidak dapat dipisahkan dari hubungan antara dua negara ini dalam sektor ketenagakerjaan.

    “Di Jepang ini karena diaspora kita sebagian besar adalah kenshusei [pemagang] dengan beragam latar dan karakter orangnya,” paparnya.

    “Karena sebenarnya faktor pendorongnya itu Jepang yang membutuhkan [tenaga kerja]. Bukan kita.”

    Dari kasus spanduk sampai perampokan

    Kabar mengenai ulah warga Indonesia di Jepang tidak keluar sekali saja.

    Sebelum peristiwa kriminal akhir Juni lalu, video berisikan bendera perkumpulan pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) lebih dulu viral. Dalam video itu, beberapa orang terlihat sedang memasang bendera PSHT di salah satu jembatan.

    Aksi PSHT seketika memantik reaksi dari publik. Tidak sedikit yang menyebutnya “merugikan nama baik Indonesia,” di samping “mengganggu ketertiban masyarakat Jepang.”

    PSHT mengklarifikasi kejadian ini dan menyatakan video diambil sudah lama, sekitar 2022. Meski begitu, PSHT, ujar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, mengaku akan “melakukan perbaikan dan berkomitmen penuh untuk menaati seluruh ketentuan hukum dan norma yang berlaku di Jepang.”

    PSHT, di saat yang sama, meminta seluruh anggotanya di Jepang agar tidak memakai atribut komunitas di luar acara internal.

    Pada Januari 2025, aparat penegak hukum di Isesaki, Prefektur Gunma, Jepang, melaporkan kepada KBRI Tokyo bahwa mereka telah meringkus 11 WNI atas kasus perampokan yang terjadi beberapa bulan sebelumnya, November 2024. Satu WNI menjadi korban, meninggal setelah ditusuk.

    Para tersangka, mengutip keterangan Kementerian Luar Negeri, ditetapkan melanggar hukum untuk dua perkara: kadaluwarsa izin tinggal (overstayer) serta pembunuhan.

    Selain di Isesaki, November 2024, tindak pidana juga dilakukan WNI di Kakegawa, Prefektur Shizuoka. WNI berusia 24 tahun merampok kediaman pasangan suami-istri lanjut usia (lansia).

    Tidak hanya merampok, tersangka WNI ini menusuk keduanya sampai terluka parah.

    Juli pada tahun yang sama, kepolisian Fukuoka menangkap seorang WNI yang merampok dan menganiaya perempuan lokal.

    WNI tersebut, berdasarkan keterangan Kemlu RI, memukul korban dari belakang dan mengambil dompetnya. Dia ditangkap tidak lama selepas korban memberikan ciri-ciri pelaku yang mirip dengannya. Kala diperiksa, dompet korban ditemukan pula di tempat sang WNI.

    Kemlu, pada April 2023, mengabarkan tiga WNI ditangkap karena dugaan pembunuhan, menyusul hilangnya WNI berumur 20 tahun selama 24 bulan.

    Jasad korban ditemukan polisi di area pegunungan di Kota Ono, Prefektur Fukushima, di dalam sebuah koper. Polisi menyebut jenazah ini adalah WNI yang dulunya hilang. Tiga WNI lantas ditangkap dengan pasal pembunuhan serta pembuangan mayat.

    Berbagai masalah yang timbul tak lepas dari faktor keberadaan WNI di Jepang yang jumlahnya cukup besar. Selama beberapa tahun belakangan, kepergian WNI ke Jepang, di luar urusan rekreasi, tercatat begitu masif.

    Mengapa banyak WNI bekerja ke Jepang?

    Jepang konsisten menempati kursi paling atas negara dengan populasi berusia tua terbesar di dunia. Pada 2020, angka kelompok usia tua di Jepang menyentuh 28,2% dari total penduduk. Per 2024, merujuk data nasional yang dirilis pemerintah Jepang, persentasenya meningkat menjadi 29,3%.

    Jumlah populasi kelompok tua, dengan kata lain, mencapai sepertiga dari keseluruhan penduduk, atau sekitar 36 juta orang di Jepang berumur lebih dari 65 tahun.

    Jika disederhanakan lagi, satu dari 10 orang di Jepang berumur 80 tahun atau di atasnya.

    Populasi yang tua berdampak pada sektor ketenagakerjaan, dan berpeluang mengikis upaya pemerintah Jepang menggenjot perekonomian. Maka dari itu, Jepang membuka pintu masuk bagi para pekerja dari negara lain.

    Indonesia termasuk yang menonjol.

    “Karena biar bagaimanapun, di sana itu, walaupun negara maju, mereka masih membutuhkan tenaga kerja yang sifatnya manual skill, terutama di sektor pertanian dan perikanan,” papar Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nawawi Asmat, ketika diwawancarai BBC News Indonesia, Rabu (2/7).

    “Sehingga butuh banyak pekerja dari luar, terutama Indonesia.”

    Pada 2019, pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat bekerja sama di sektor ketenagakerjaan di bawah bendera Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Fokus kerja sama ini yaitu pengiriman tenaga kerja di bidang tertentu (specified skilled worker).

    Cakupannya merentang dari perawat, careworker, atau bidang-bidang lain yang memerlukan tenaga manusia pertanian, perkapalan, hingga jasa. WNI yang mendaftar program ini akan diberi visa tokutei ginou.

    Salah satu turunan dari kemitraan tersebut diwujudkan dengan kerja sama Kementerian Ketenagakerjaan dan otoritas Prefektur Miyagi pada 2023 kemarin. Kedua pihak saling setuju mengirim serta menempatkan tenaga kerja Indonesia ke Jepang.

    Kesepakatan ketenagakerjaan antara Indonesia dan Jepang punya durasi empat tahun masa berlaku, serta dapat diperpanjang dengan waktu yang sama setelah berakhir.

    Di luar itu, pemerintah Jepang turut mengadakan kegiatan pemagangan (kenshusei) dengan jangka waktu tiga hingga lima tahun. Targetnya: lulusan SMA atau SMK. Bidang yang dibuka mencakup kerja pelat untuk konstruksi bangunan, operator mesin press logam, sampai pemasangan atap genteng.

    Program pemagangan ini dibagi ke dalam beberapa fase, mulai dari pelatihan, evaluasi kompetensi, serta penempatan di industri.

    Dua saluran tersebut berkontribusi dalam lonjakan WNI yang berupaya mengais rezeki di Jepang. Sampai Juni 2024, tercatat sebanyak lebih dari 87 ribu orang mengikuti program magang dan 44 ribu lainnya berstatus pekerja berketerampilan khusus.

    Untuk poin yang disebut terakhir, sebaran pekerja Indonesia dapat dijumpai di 16 bidang kerja, dari caregiver, manufaktur, kelistrikan, elektronik, perikanan, sampai industri produk makanan dan minuman. Indonesia merupakan satu dari sekian negara utama pengirim tenaga kerja berjenis ini, di luar China, Filipina, Myanmar, serta Vietnam.

    Peluang angka partisipasi itu bakal bertambah sangat mungkin terealisasi mengingat pemerintah Indonesia dan Jepang sudah menyetujui penempatan pekerja berkemampuan khusus dengan skema private-to-private (swasta).

    Pejabat di Japan International Cooperation Agency (JICA), lembaga kerja sama internasional Jepang, Shishido Kenichi, menyatakan kebutuhan untuk pekerja migran masih sama dengan kondisi nasional di Jepang, ketika usia demografis penduduk yang menua serta tingginya permintaan tenaga kerja berkeahlian khusus.

    Banyak perusahaan di Jepang, lanjut Kenichi, yang “antusias” untuk merekrut pekerja migran, tidak terkecuali dari Indonesia, tapi terkendala kekosongan penghubung yang bisa menyalurkan permintaan mereka.

    Nawawi mengatakan pemicu tingginya angka pekerja migran Indonesia ialah kebutuhan Jepang dalam memenuhi sumber daya manusia.

    “Jepang itu sekarang the most aging country. Di sana ada masalah tentang mendapatkan tenaga kerja muda, apalagi yang [bisa] manual skill,” jelasnya.

    Keadaan ini, pada titik tertentu, membuat situasi “diaspora” Indonesia di Jepang berbeda dengan kawasan lainnya.

    “Kalau di negara lain, biasanya diaspora kita dibentuk oleh mereka-mereka yang profesional begitu, ya. Taruhlah, misalnya, di Eropa itu kebanyakan [dari] mereka adalah profesional,” tandas Nawawi.

    Sementara di Jepang, diaspora Indonesia mayoritas tersusun oleh para pemagang dan pekerja berkemampuan khusus di area tertentu.

    “Taruhlah kasus yang kemarin itu, yang sempat heboh. Itu kebanyakan dari mereka adalah para kenshusei [pemagang]. Mereka yang kerja di Jepang atas nama visa magang,” tutur Nawawi.

    Pada awal September 2024, video anak-anak muda Indonesia berkumpul dan nongkrong di salah satu ruas jalanan di Osaka viral, menjadi bahan perbincangan di internet. Mereka, rata-rata, memakai atribut serba hitam.

    Tidak sekadar itu, dalam video yang lain terlihat juga dua pemuda berboncengan menaiki sepeda serta mengibarkan bendera.

    Sejumlah warga Jepang mengeluarkan keresahannya, menyamakan aktivitas anak-anak muda Indonesia tersebut tak ubahnya seperti aksi kelompok geng.

    Pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Osaka membantah bahwa orang Indonesia membentuk geng di sana. KJRI Osaka menegaskan gerombolan pemuda yang jadi sumber percakapan diklaim sedang berlibur.

    “Pantauan KJRI tidak ada geng kriminal seperti di media sosial. Kami tidak mengetahui adanya geng yang dibuat WNI. Komunitas WNI tersebar di berbagai kota, dan sejauh ini kegiatan mereka positif,” sebut Konsul KJRI Osaka, R. A. Fathonah.

    Dia menambahkan belum ada laporan dari pihak berwenang perihal video anak-anak muda Indonesia yang viral itu.

    Nawawi menilai pemerintah, dalam konteks menentukan langkah preventif, semestinya turut memberikan edukasi kepada calon pekerja maupun pemagang tidak cuma dari sisi teknis keberangkatan atau persiapan saja.

    Mempelajari budaya setempat, atau dalam hal ini Jepang, imbuh Nawawi, sama pentingnya agar hal-hal yang dipandang bertentangan dapat dihindari.

    Dalam perkara bergerombol dan unjuk identitas kelompok, sebagai contoh, menurut Nawawi, tidak sesuai dengan “nilai-nilai” maupun “kebiasaan” yang diyakini serta dipijak masyarakat Jepang.

    “Jadi, yang diajarin itu cuma prosedur-prosedur, misalnya, kalau kamu [calon pekerja atau pemagang] ada masalah dengan perusahaan kamu lapornya ke mana, begitu. Apa yang harus dilaporkan dan bagaimana prosedurnya. Itu formal,” terangnya.

    “Tapi, yang informal ini yang enggak pernah diajarin. Tentang perbedaan culture kita [Indonesia] dengan masyarakat [Jepang] itu enggak ada.”

    Budaya masyarakat Jepang terbangun lewat, satu di antaranya, ketertiban di bermacam aspek kehidupan. Contoh yang paling sederhana: membuang sampah pada tempatnya atau tidak memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan yang tidak sesuai.

    Sayangnya, Nawawi menuturkan, “budaya” Indonesia, seperti membentuk gerombolan atau menggunakan fasilitas publik bukan untuk peruntukannya, dibawadan dipertahankanpara peserta pemagang atau pekerja ketika sudah di Jepang.

    Di tengah itu, terdapat ketiadaan pembekalan ihwal budaya yang diterapkan oleh masyarakat Jepang sehari-hari.

    Nawawi pernah mengalami sendiri kejadian yang kurang lebih serupa dengan apa yang muncul pada beberapa waktu terakhir. Tatkala sedang berada di kereta, orang-orang Jepang terbiasa diamtidak berisik. Akan tetapi, masyarakat Indonesia sebaliknya: berbincang satu sama lain.

    “Akhirnya, ada orang Jepang yang kesal dan dia bangun [dari tidurnya] untuk bilang jangan mengganggu. Intinya, orang Jepang ini butuh waktu untuk istirahat di kereta,” ceritanya.

    Masyarakat Jepang cenderung memikirkan apakah ketika melakukan sesuatu akan merugikan orang lain atau tidak. Sedangkan orang-orang Indonesia lebih ke meluapkan ekspresi.

    “Nah, ini yang sering jadi masalah ketika pekerja Indonesia di sana,” tegas Nawawi yang menempuh studi perburuhan di Universitas Mei, Jepang, pada 2008 sampai 2011.

    Peran pemerintah, dalam urusan pekerja migran, juga dapat dimaksimalkan lewat keberadaan KBRI maupun KJRI di kota-kota di Jepang. Kedua kantor pemerintah itu, sebagai contoh, dapat melaksanakan sosialisasi di acara-acara yang mereka adakan.

    Pesan yang disebarkan kurang lebih memuat ajakan bahwa masyarakat Indonesia harus menyesuaikan diri dengan budaya serta nilai yang diberlakukan warga Jepang. Langkah ini, Nawawi berpandangan, merupakan bentuk antisipasi sekaligus kontrol terhadap gerak-gerik komunitas Indonesia.

    “Secara garis besar adalah mengedepankan upaya-upaya untuk memberi penyadaran kepada diaspora kita bahwa mereka hidup di tempat dengan prinsip di mana langit dijunjung, maka di situ harus mengikuti aturan yang ada,” tambahnya.

    “Ini yang jarang disampaikan sehingga sering kali, makanya, ada kasus-kasus yang seperti ini karena memang kurang [edukasi atau sosialisasi dari pemerintah].”

    Aksi-aksi yang terlihat sepele, jika terus-menerus dibiarkan, tidak menutup peluang lahirnya tindakan yang serius, seperti aksi kejahatan.

    Di Jepang, kasus-kasus kejahatan yang menjadikan orang Indonesia sebagai tersangka tidak cuma muncul dalam satu waktu.

    Pemerintah mengaku tengah mengusahakan peningkatan pendidikan kedisiplinan serta kesadaran hukum bagi para pekerja WNI di Jepang.

    “Mungkin [mereka] menganggapnya sama dengan di Indonesia, menghindari penegakan hukum karena di Indonesia dianggapnya mudah saja. Di sini tidak mudah, seperti naik kereta tidak bayar,” ucap Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Akhmadi, September 2023.

    “Merampok itu kebodohan yang luar biasa. Memang menyedihkan, tapi harus diatasi.”

    Pemerintah menegaskan pendidikan hukum difungsikan agar mampu mencegah tindakan kriminal sekaligus melindungi pekerja WNI. Pasalnya, aparat Jepang dianggap tidak menyediakan celah sedikitpun bagi para pelaku kejahatan untuk menghindar.

    Cara yang bakal diambil pemerintah yaitu dengan memaksimalkan peran Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang memfasilitasi pengiriman pekerja WNI ke Jepang.

    “Yang sedang coba kita lakukan bersama adalah memperbaiki proses pendidikannya,” imbuh Heri.

    Bagaimana komunitas Indonesia terbentuk?

    Dari yang semula tidak memiliki bayangan untuk tinggal di Jepang, kini Thony Tasiron sudah 18 tahun menetap di negara itu.

    Pada 2007, Thony pertama kali menginjakkan kaki di Jepang, tidak lama usai menamatkan pendidikan di bangku Sekolah Teknik Menengah (STM) di Majalengka, Jawa Barat. Karena belum mempunyai rencana pasti setelah lulus, Thony memilih untuk pergi bersama teman satu angkatannya ke Jepang.

    Setibanya di sana, Thony mulai belajar bahasa Jepang, lalu melanjutkan kuliah selama dua tahun. Dari situ, dia memperoleh pekerjaan, bermukim, bahkan membangun keluarganya sendiri.

    “Rasanya [tinggal di Jepang] aman dan nyaman,” ujarnya kepada BBC News Indonesia, Jum’at (4/7).

    “Akhirnya malah keterusan,” imbuhnya.

    Kini, Thony tinggal di Prefektur Mie, satu kawasan di pesisir timur Jepang dan berdekatan dengan Nagoya. Sehari-hari, Thony bekerja di industri perkapalan.

    Di Jepang, Thony bertemu dan berkenalan dengan Komarudin, pekerja WNI asal Fakfak, Papua Barat, yang sudah lebih dulu tinggal di Jepang sejak 1998.

    Komarudin, sama halnya Thony, adalah lulusan STM. Dia, awalnya, ke Jepang dengan mendaftar sebuah program magang. Kurang lebih tiga tahun dia habiskan untuk menuntaskan pelatihan sampai akhirnya dia meraih pekerjaan tetap.

    Komarudin mengungkapkan jejaring orang Indonesia di Jepang cukup kuat. Di Prefektur Mie saja, Komarudin memberi contoh, rutin diadakan kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan warga Indonesia.

    Aktivitas yang dimaksud Komarudin yakni badminton.

    “Kalau untuk tadi saya bilang, badminton di Prefektur Mie itu diadakan setiap dua minggu sekali. Kalau pengajianuntuk muslimdalam sebulan sekali itu ada,” sebut Komarudin.

    “Jadi, kalau dibilang kuat, alhamdulillah kuat.”

    Ruang-ruang seperti itu, Komarudin mengakui, membantu memperkenalkan antarwarga Indonesia di Jepang, yang kemudian berkontribusi terhadap lahirnya komunitas yang berisikan sesama perantau.

    Pola pembentukan komunitas Indonesia di Jepang, menurut Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nawawi Asmat, bersandar kepada beberapa saluran.

    Pertama, paguyuban berbasis daerah. Di Jepang, paguyuban Bugis dan Jawa mendominasi. Setiap paguyuban, hampir pasti, terpecah menjadi unit-unit kecil berdasarkan daerah.

    Di dalam paguyuban Jawa, misalnya, terdapat kelompok-kelompok pecahan berisikan orang-orang khusus dari Boyolali atau Kendalkeduanya Jawa Tengah.

    Peran paguyuban, ketika membahas mengenai pekerja WNI di Jepang, begitu signifikan, kata Nawawi. Paguyuban menjadi tujuan pertama saat para pekerja atau pemagang WNI datang ke Jepang.

    “Biasanya kalau mereka butuh kebutuhan-kebutuhan dasar yang [sifatnya] emergency, mereka bisa dapatkan dari senior-senior mereka. Misalnya kalau mereka butuh piring, selimut, atau apa pun itu daripada membeli, sementara mereka dapatkan lewat paguyuban,” Nawawi memaparkan.

    Pendek kata, paguyuban membantu para pekerja baru untuk beradaptasi dengan segala hal di Jepang agar “mereka mampu bertahan,” tambah Nawawi.

    Simpul kedua adalah berdasarkan wilayah dengan skala lebih meluas, dalam artian: Indonesia bagian barat, tengah, atau timur.

    Sementara yang ketiga, komunitas Indonesia di Jepang dipupuk melalui organisasi keagamaan, lebih tepatnya masjid. Biasanya, kalau di suatu daerah ada masjid besar yang konsisten membuat berbagai acara, maka “simpul-simpul masyarakat dengan sendirinya berdiri,” tutur Nawawi.

    “Karena, biar bagaimanapun, bagi orang Indonesia masjid itu salah satu simbol lembaga sosial yang mereka cari ketika di luar negeri,” ucap Nawawi.

    Keempat, dan ini berkembang dalam beberapa waktu belakangan, adalah melalui paguyuban yang sifatnya berpedoman pada kegiatan tertentu, seperti sepak bola, silat, atau bulutangkis.

    Meski demikian, Nawawi menggarisbawahi, saluran utama dan terbesar komunitas Indonesia di Jepang berasal dari latar belakang kewilayahan.

    Dari sisi internal para pekerjanya, kepergian dan kedatangan ke Jepang setidaknya didorong dua hal.

    “Jadi, ada yang datang ke sana memang untuk akumulasi modal. Mereka biasanya itu sangat disiplin. Ketika dapat uang, mereka berupaya saving. Sehingga pulang nanti, katakanlah setelah empat tahun, dia punya modal,” Nawawi menerangkan.

    Lalu yang berikutnya yakni para pekerja yang pergi ke Jepang ditujukan untuk tinggal di sana selamanya. Setelah target ekonomi terpenuhi, mereka mulai mencari jodoh dan menikah dengan warga setempat.

    Sepengamatan Nawawi, yang meriset mengenai pekerja migran Indonesia di Jepang, orang-orang Indonesia adalah salah satu yang favorit.

    Dengan menikahi orang Jepang, otomatis peluang untuk mendapatkan status permanent resident bakal minim kendala. Dilihat dari tipologinya, Nawawi menambahkan, “trennya adalah laki-laki Indonesia menikah dengan perempuan Jepang.”

    “Jadi mixed marriage di Jepang itu Indonesia cukup dinikmati. Saya sendiri sering dan pernah diminta mencarikan jodoh orang Indonesia,” kenang Nawawi, disusul tawa.

    Fenomena ini “dirayakan” di media sosial seperti TikTok, berdasarkan observasi BBC News Indonesia. Di TikTok, beberapa akun milik WNI yang BBC News Indonesia temukan memperlihatkan kehidupan membina rumah tangga bersama warga Jepang.

    Hal itu berlaku dua arah. Ada yang WNI-nya berasal dari pihak laki-laki, begitu pula sebaliknya: WNI-nya perempuan.

    Konten-konten mereka menunjukkan bagaimana pernikahan dua warga negara berlangsung, termasuk ketika pasangan dari Jepang diajak mudik ke Indonesia.

    Sebagian besar konten-konten seperti ini panen likes dan views. Reaksi akun lain di kolom komentar menggambarkan keingintahuan tentang keberhasilan pernikahan beda negara.

    Thony menjelaskan keadaan di Jepang, sekarang, berbeda jauh dengan saat dia dulu tiba di sana untuk kali pertama. Indikatornya adalah jumlah WNI yang pergi ke Jepang, waktu itu, tidak kelewat banyak.

    Dengan pengambil kebijakan kian giat mengajak pekerja dari negara lain untuk masuk dan bekerja, orang-orang mulai berbondong-bondong pergi ke Jepang.

    Konsekuensinya, ke-Indonesia-an di Jepang semakin beragam, luwes, dan juga, pada momen yang sama, kompleks.

    “Mereka akhirnya bikin bendera sendiri, kumpul di taman dengan membawa bendera,” ujar Thony. “Sementara dari warga negara Jepang sendiri enggak ada kayak begitu.”

    Menurut Thony, berkumpul dan menyelenggarakan kegiatan dengan sesama warga Indonesia bukan suatu masalah, selama tetap memperhatikan “rambu-rambu” sosial.

    “Kita hidup di negara orang. Istilahnya, numpang di negara orang. Minimal kita harus hati-hati dengan peraturan yang ada,” tandasnya.

    Bagi Komarudin, pemerintah sebaiknya menggandeng para ketua komunitas Indonesia di Jepang yang jumlahnya bisa dikata tidak sedikit. Dengan begitu, pemerintah dapat melakukan “pembimbingan.”

    “Menurut saya pemerintah harus mengajak berdiskusi para pentolan komunitas ini bahwa kita tinggal di sini itu sebisa mungkin berlaku baik. Mungkin itu bentuk campur tangan yang dapat dilakukan pemerintah,” tegasnya.

    Jarak Indonesia dan Jepang terpisah lebih dari 4 ribu kilometer. Kiwari, agaknya, bentang yang memisahkan Indonesia dan Jepang seperti tidak terlampau jauh dengan lahirnya berbagai situasi yang begitu khas nuansa Indonesia-nya.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jew, Rumah Bujang Suku Asmat

    Jew, Rumah Bujang Suku Asmat

    Menariknya lagi, struktur dan rangka jew sama sekali tidak menggunakan paku besi. Suku Asmat mengandalkan tali rotan sebagai pengikat sambungan antar kayu dari struktur rangka jew. Meski demikian, kekuatan bangunan jew tidak perlu diragukan lagi.

    Ukuran panjang jew bervariasi menyesuaikan jumlah tungku yang ada di dalamnya. Hingga zaman modern, semua ukuran dan proses pembangunan jew masih diatur dalam tradisi kehidupan suku Asmat. Bahkan, hampir setiap aspek kehidupan suku Asmat berkaitan dengan keberadaan jew.

    Terdapat beberapa aturan terkait rumah tradisional ini, salah satunya posisi jew harus dibangun menghadap matahari terbit atau sejajar aliran sungai. Sementara itu, posisi rumah warga berada di samping atau bagian belakang jew.

    Posisi jew dianggap sebagai penanda, simbol lingkaran hidup, cara berkomunikasi, dan kebersamaan hidup suku Asmat. Terdapat beberapa benda keramat yang disimpan di dalam jew, seperti tombak, panah berburu, hingga noken (sejenis tas anyam khas Papua).

    Jew biasanya digunakan sebagai tempat berkumpul bagi para pemuka adat dan pimpinan desa suku Asmat. Mereka mengadakan rapat desa, menentukan strategi perang, pesta adat, menyambut tamu, dan menggelar segala kegiatan bersifat tradisi di sini.

    Para laki-laki suku Asmat juga menjadikan jew sebagai rumah inisiasi terkait cara berperang, memainkan ltifa, mencari ikan, hingga mempelajari kisah tentang leluhur. Dalam bahasa Asmat, jew berarti roh atau spirit, sehingga rumah bujang ini diartikan sebagai sukma atau jiwa yang menghidupkan dan menggerakkan kehidupan suku Asmat.

    Jew dapat digunakan oleh seluruh penduduk, terutama kaum pria yang dianggap sebagai pemimpin keluarga. Sementara itu, kaum perempuan hanya boleh masuk ke dalam jew ketika ada pesta atau ritual adat.

    Penulis: Resla

  • Gubernur Papua Barat Daya Sebut Masyarakat Pulau Gag Raja Ampat Minta Penambangan Nikel Tidak Ditutup
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Gubernur Papua Barat Daya Sebut Masyarakat Pulau Gag Raja Ampat Minta Penambangan Nikel Tidak Ditutup Regional 8 Juni 2025

    Gubernur Papua Barat Daya Sebut Masyarakat Pulau Gag Raja Ampat Minta Penambangan Nikel Tidak Ditutup
    Tim Redaksi
    JAYAPURA,KOMPAS.com 
    – Gubernur Provinsi Papua Barat Daya Elisa Kambu mendampingi Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia meninjau lokasi
    penambangan nikel
    yang ada di
    Pulau Gag
    , Kabupaten
    Raja Ampat
    , Papua Barat Daya, Sabtu (7/6/2025).
    Dalam kunjungannya tersebut,
    Gubernur Elisa Kambu
    mengatakan, masyarakat lokal yang berada di Pulau Gag, Raja Ampat, meminta agar lokasi pertambangan nikel tidak ditutup oleh pemerintah pusat. 
     
    “Ketika kami sampai disana (Pulau Gag), masyarakat lokal, baik kecil, besar, perempuan, tua dan muda, mereka menangis dan pak Menteri, agar ini (tambang nikel) tidak boleh ditutup. Ini harus dilanjutkan,” katanya dalam keterangan pers melalui video yang diterima Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
     
     
    Mantan Bupati Asmat ini mengaku, pemerintah daerah akan mengikuti permintaan masyarakat. Apalagi kehadiran pertambangan nikel ini untuk
    kesejahteraan masyarakat
    di Pulau Gag, Raja Ampat.
     
    “Kalau kami pemerintah adalah mengikuti kemauan masyarakat dan pertambangan nikel ini hadir untuk kesejahteraan masyarakat, kenapa kita harus membuat rakyat susah,” ungkapnya.
     
    Elisa mengaku akan kembali meninjau lokasi Pulau Gag bersama bupati Raja Ampat untuk memastikan proses pertambangan nikel. Mereka pun akan mengajak awak media agar bisa melihat langsung kondisi lingkungan di Pulau Gag. 
     
    “Jadi kalau ada yang ingin melihat lagi, nanti ikut saya (gubernur) dan pak bupati akan kami jadwalkan beberapa hari kemudian untuk pergi lihat sama-sama,” ujarnya. 
     
    Diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya telah meninjau langsung lokasi pertambangan nikel di Pulau Gag dan melihat langsung proses pertambangannya selama ini. 
     
    Dari hasil peninjauan, tidak ada kerusakan lingkungan yang terjadi di Pulau Gag seperti yang tersebar selama ini di media sosial (medsos).
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ikan Kaca, Endemik Papua yang Unik, Jantannya Membawa Telur di Kepala
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Ikan Kaca, Endemik Papua yang Unik, Jantannya Membawa Telur di Kepala Regional 8 Juni 2025

    Ikan Kaca, Endemik Papua yang Unik, Jantannya Membawa Telur di Kepala
    Tim Redaksi
    JAYAPURA, KOMPAS.com

    Ikan kaca
    merupakan ikan air tawar
    endemik Papua
    yang juga dapat ditemukan di Australia. Pada masa lalu, Papua dan Australia merupakan satu daratan.
    Selama masa
    pleistosen
    , kira-kira 17.000 tahun yang lalu, kondisi permukaan laut sangat rendah.
    Pada waktu itu Australia dan Papua tergabung sebagai sebuah daratan yang unik yang dikenal sebagai Daratan Sahul (Sahulland).
    Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto menyampaikan, flora dan fauna yang hidup di Australia dan Papua menunjukkan persamaannya.
    Hubungan daratan ini memungkinkan fauna dari daratan Papua berkeliaran di Australia, demikian sebaliknya dari Australia ke Papua.
    “Persamaan fauna antara Papua dengan Australia masih bisa diamati hingga saat ini. Jenis ikan air tawar yang terdapat di Papua bagian selatan juga terdapat di Australia bagian utara,” katanya dalam keterangan kepada
    Kompas.com,
    Minggu (8/6/2025).
    Menurut Suroto, salah satu jenis ikan air tawar yang dapat ditemui di Papua dan Australia yakni
    ikan kaca
    atau
    ikan perawat
    .
    Ikan kaca merupakan
    ikan endemik Papua
    yang unik karena jantannya yang membawa telur. 
    Adapun telur-telur itu disimpan di kait yang ada di kepalanya.
    Sementara itu, ikan betina tidak memiliki kait yang mirip tali melengkung. 
    “Ikan kaca dewasa hidup di daerah mangrove, estuari payau, sungai keruh yang mengalir lambat, perairan berlumpur di hilir sungai dan daerah mangrove di Papua bagian selatan,” ujar dia.
    Suroto menyampaikan, ikan kaca dijumpai di Sungai Digoel, Kabupaten Boven Digoel, Sungai Bian, Sungai Kumbe, dan Sungai Maro di Kabupaten Merauke, Sungai Siretz, Sungai Betz, Sungai Omanesep, Sungai Fayit, Sungai Fai dan Sungai Mamats di Kabupaten Asmat serta Telaga Wawiyer, Kabupaten Fakfak.
    Selain itu, di Australia, ikan kaca dijumpai di Sungai Adelaide, Northern Territory dan Sungai Norman, Teluk Carpentaria.
    “Ikan kaca yang berukuran besar biasanya ditangkap untuk dikonsumsi,” ujarnya.
    “Ikan ini berwarna hampir transparan hingga perak, dengan tubuh yang ramping, satu sirip punggung pendek yang terletak di tengah, sirip anal yang panjang, dan ekor bercabang,” ujarnya.
    Dia menyampaikan, ikan kaca juga punya banyak nama. Selain dikenal dengan ikan kaca, ada juga yang menyebutnya
    glassfish,
    ikan perawat atau
    nurseryfish, breakfastfish, humphead
    , dan
    incubatorfish.
    Dalam bahasa ilmiah, ikan ini bernama
    Kurtus gulliveri castelnau.
    Gulliveri merupakan nama spesifik untuk menghormati Thomas Allen Gulliver, yang bekerja di layanan pos dan telegrap Australia, yang tinggal di dekat Sungai Norman, Teluk Carpentaria.
    Gulliver mengumpulkan sejumlah spesimen ikan kaca yang ditangkapnya di Sungai Norman.
    “Pada 1878, Castelnau mendeskripsikan ikan kaca dari sejumlah spesimen yang dikumpulkan Thomas Allen Gulliver, dan memberi nama ilmiah
    Kurtus gulliveri castelnau
    ,” kata Suroto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PN Jakut hadirkan mantan polisi di sidang pemalsuan dokumen pertanahan

    PN Jakut hadirkan mantan polisi di sidang pemalsuan dokumen pertanahan

    Jakarta (ANTARA) – Pengadilan Negeri Jakarta Utara menghadirkan mantan personel Polres Metro Jakarta Utara Sarman Sinabutar dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan dokumen berita acara pengukuran tanah di kawasan Rorotan, Cilincing, dengan terdakwa Tony Surjana.

    “Saya merasa saya tidak lebih pintar dari Saudara Tony Surjana sehingga tidak ada alasan bagi saya memberikan arahan terkait pengukuran ulang tanah di kawasan Rorotan,” kata Sarman Sinabutar di Jakarta, Kamis.

    Sarman membantah pernah memberikan arahan kepada terdakwa terkait pengukuran ulang lahan yang disengketakan.

    Ia mengaku tidak mengetahui jumlah pasti dokumen tersebut saat kuasa hukum Tony menggali keterangan lebih lanjut termasuk menanyakan jumlah sertifikat yang sempat diberikan oleh terdakwa kepada saksi.

    Ia mengatakan hanya menerima satu bundel berkas dari Tony Surjana dan bundel itu diteruskan kepada petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) bernama Rohmat.

    “Saya tidak tahu berapa jumlah sertifikat di dalamnya,” kata dia.

    Kasus ini dugaan pemalsuan ini muncul setelah Yaman, cucu dari Asmat bin Pungut melaporkan Tony Surjana atas dugaan mengklaim lahan milik keluarganya di Rorotan.

    Yaman juga menuding adanya keterlibatan oknum aparat Kepolisian dan pegawai BPN dalam dugaan pemalsuan tersebut.

    Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan, Tony Surjana diduga melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik pada 24 Februari 2004 yang kemudian terungkap pada tahun 2020.

    Perbuatan itu dilakukan di Kantor BPN Jakarta Utara dan lingkungan PN Jakarta Utara (Jakut).

    Tony Sujana didakwa memasukkan keterangan palsu ke dalam dokumen resmi terkait kepemilikan tanah yang kemudian digunakan atau dimaksudkan untuk digunakan seolah-olah isinya sah dan sesuai dengan fakta hukum.

    Perbuatan tersebut diduga berpotensi merugikan pihak lain.

    Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Yaman butuh waktu 11 tahun laporan pemalsuan akta sampai di Pengadilan

    Yaman butuh waktu 11 tahun laporan pemalsuan akta sampai di Pengadilan

    Proses penyidikan panjang yang melelahkan

    Jakarta (ANTARA) –

    Seorang warga Rorotan Jakarta Utara, Yaman membutuhkan waktu 11 tahun agar laporan polisi terkait dugaan pemalsuan akta otentik tanah seluas dua hektare ditindaklanjuti dan baru diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada April 2025.

    “Saya hanya ingin keadilan dan ingin tanah milik kakek saya kembali kepada keluarga kami,” kata Yaman di Jakarta, Rabu.

    Ia mengatakan laporan polisi yang dibuat sejak tahun 2014 baru masuk proses Pengadilan pada April 2025. Dia terus berjuang hak atas tanah warisan kakeknya di Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

    Yaman merupakan cucu dari almarhum Asmat bin Pungut, pemilik sah lahan seluas dua hektare (ha) yang kini menjadi sengketa. Dia melaporkan dugaan pemalsuan akta otentik ke Polres Jakarta Utara.

    Dia menduga adanya keterlibatan oknum polisi dan petugas pertanahan dalam persoalan ini sehingga laporan yang dibuatnya sejak tahun 2014 lambat menindaklanjutinya.

    “Proses penyidikan panjang yang melelahkan,” kata dia.

    Ia menerangkan, dari laporan polisi yang dibuatnya, petugas Kepolisian menetapkan seorang tersangka berinisial TS yang saat ini sudah duduk di kursi terdakwa pada sidang yang digelar Kamis (17/4).

    Pada saat sidang, dua saksi dari pihak pelapor dihadirkan, yakni pria bernama Sugiarto dan Abdullah.

    Sugiarto adalah penyewa lahan dari keluarga ahli waris. Dia mengenal TS sejak pernah dilaporkan dalam kasus serupa.

    “Saya cuma penyewa dan saya pernah dituduh menyerobot, tapi saya buktikan tidak bersalah,” katanya.

    Ia menyewa lahan itu untuk keperluan parkir alat berat milik perusahaannya.

    Sementara saksi kedua, Abdullah yang selama ini menggarap lahan tersebut juga merasa heran namanya muncul dalam berita acara perkara.

    “Saya tak kenal TS dan juga tidak pernah menandatangani dokumen apapun. Tapi tiba-tiba saya dimintai keterangan seolah terlibat,” kata dia.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Sudibyo memilih tidak berkomentar soal keterangan para saksi usai persidangan.

    “Maaf, saya tidak bisa memberi pernyataan. Nanti biar Kajari saja,” kata dia.

    Sementara itu, pihak TS membantah seluruh keterangan saksi. Bahkan mereka mempertanyakan keabsahan identitas Abdullah sebagai saksi dalam berita acara pemeriksaan.

    Yaman terus menunggu keadilan dari proses hukum yang masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara

    “Ini bukan hanya soal tanah. Ini soal hak dan harga diri keluarga kami. Saya ingin cucu-cucu saya tahu bahwa kami tidak tinggal diam,” kata Yaman menegaskan.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Taman Nasional Lorentz, Kawasan Konservasi Megah dan Memukau di Papua

    Taman Nasional Lorentz, Kawasan Konservasi Megah dan Memukau di Papua

    Taman ini merupakan rumah bagi sedikitnya delapan kelompok etnis asli seperti Suku Dani Barat, Suku Asmat, Suku Amungme, Suku Nduga, dan beberapa kelompok lainnya yang memiliki sistem kepercayaan, bahasa, serta tradisi yang berbeda-beda namun saling bersinggungan secara harmonis dengan alam.

    Hubungan antara manusia dan lingkungannya di Lorentz merupakan contoh nyata dari keselarasan hidup antara budaya dan alam yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Kehidupan masyarakat adat di taman ini tidak bisa dipisahkan dari alam sekitarnya, baik dalam hal spiritualitas, sistem pertanian tradisional, hingga struktur sosial masyarakat.

    Oleh karena itu, pelestarian Taman Nasional Lorentz juga menyangkut upaya menjaga kelangsungan budaya dan hak-hak masyarakat adat yang telah lama menjadi penjaga alami kawasan tersebut.

    Taman Nasional Lorentz diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO sejak tahun 1999, sebuah pengakuan internasional yang menunjukkan pentingnya kawasan ini bagi dunia secara keseluruhan. Penetapan tersebut bukan hanya karena keanekaragaman hayati dan geologisnya, tetapi juga karena nilai universal luar biasa yang dimiliki taman ini dalam konteks ekologi dan budaya.

    Kendati demikian, pengelolaan kawasan seluas ini bukanlah hal yang mudah. Ancaman datang dari berbagai arah, mulai dari aktivitas penambangan, perubahan iklim global yang mempengaruhi ekosistem gletser tropis, hingga pembangunan infrastruktur yang tidak berkelanjutan.

    Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak—pemerintah, masyarakat lokal, ilmuwan, dan komunitas internasional—diperlukan untuk memastikan bahwa Taman Nasional Lorentz tetap terjaga sebagai warisan alam dan budaya yang tak ternilai.

    Upaya konservasi yang bijaksana harus mampu menyelaraskan kepentingan ekologis dengan kebutuhan sosial masyarakat yang hidup di dalamnya agar keberlanjutan kawasan ini tetap terjamin bagi generasi yang akan datang.

    Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Lorentz adalah mahkota hijau Nusantara di ujung timur Indonesia, tempat di mana alam, manusia, dan waktu membentuk simfoni kehidupan yang agung dan tak tergantikan.

    Keberadaan taman ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga bumi dan isinya, serta menghormati kearifan lokal yang telah terbukti mampu merawat alam dengan cara-cara yang berkelanjutan. Dalam lorong waktu yang terus bergerak, Lorentz akan tetap menjadi saksi bisu dari keagungan alam Papua yang belum sepenuhnya terungkap dan selalu mengundang kekaguman siapa pun yang mengenalnya lebih dalam.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

  • Pemprov Papua Diminta Tertibkan Tambang Emas Ilegal seusai Aksi KKB

    Pemprov Papua Diminta Tertibkan Tambang Emas Ilegal seusai Aksi KKB

    Jayapura, Beritasatu.com – Pemerintah provinsi dan pemerintah daerah diminta segera menertibkan aktivitas tambang emas yang dikelola secara ilegal di wilayah Papua. Hal ini menyusul insiden penyerangan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap para pendulang emas ilegal, yang menewaskan 13 orang.

    Menurut Kapolda Papua Irjen Pol Patrige Renwarin, selain mencegah pengelolaan liar, penertiban juga diperlukan untuk mengetahui secara pasti letak tambang yang rawan gangguan keamanan. Lokasi tambang yang diserang KKB mayoritas berada di pedalaman Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.

    “Lokasi penambangan yang saat ini jadi sasaran KKB dilaporkan ilegal. Ini menjadi perhatian Polda Papua,” tegasnya, Minggu (13/4/2025) dilansir Antara terkait tambang emas ilegal di Papua seusai penyerang oleh KKB.

    Patrige menambahkan, selain melakukan operasi kemanusiaan untuk evakuasi korban, Polda Papua juga tengah menyelidiki kejahatan pertambangan di kawasan tersebut. Koordinasi dengan pemerintah daerah akan segera dilakukan, mengingat serangan serupa pernah terjadi pada 2019 dan 2023.

    Akses menuju lokasi tambang emas ini diketahui cukup sulit, hanya bisa ditempuh melalui jalur sungai dari Kabupaten Asmat dan Boven Digoel di Provinsi Papua Selatan.

    Saat ini, aparat kepolisian masih terus mengumpulkan barang bukti terkait penyerangan berdarah yang menewaskan belasan pendulang tambang emas ilegal tersebut.