kab/kota: Amsterdam

  • Hadir di Indonesia Week Hong Kong 2024, BNI Bawa Wondr Lebih Dekat dengan Diaspora dan Pekerja Migran

    Hadir di Indonesia Week Hong Kong 2024, BNI Bawa Wondr Lebih Dekat dengan Diaspora dan Pekerja Migran

    Jakarta, Beritasatu.com – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, melalui aplikasi mobile banking, wondr by BNI, melanjutkan ekspansinya menjelajah kota-kota besar di dunia. Kali ini wondr by BNI turut mendukung Indonesia Week Hong Kong 2024 yang diselenggarakan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hong Kong (KJRI HK), Indonesia Incorporated Hong Kong, Ikatan Alumni UI Hong Kong Chapter (Iluni UI HK Chapter) dan Persatuan Pelajar Indonesia Hong Kong (PPI HK) pada 1-3 November 2024. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian “wondr is everywhere” yang digelar oleh wondr by BNI sepanjang tahun ini. Kampanye internasional ini telah sukses menghadirkan solusi perbankan, pemberdayaan serta literasi keuangan di berbagai kota besar dunia seperti Amsterdam, Seoul, Tokyo, Osaka, Washington DC, Singapura dan Hong Kong sebagai kota penutup.

    Acara tersebut dihadiri sekitar 12.000 peserta yang terdiri dari warga lokal Hong Kong, Diaspora Indonesia dan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Berkolaborasi dengan KJRI HK dan mitra lainnya, wondr by BNI hadir untuk memberikan literasi keuangan bagi pekerja migran Indonesia di Hong Kong serta menyediakan solusi perbankan yang mudah dan aman. Konsul Jenderal Indonesia di Hong Kong Yul Edison berharap melalui acara yang mempromosikan kebudayaan Indonesia, kuliner, produk UMKM hingga forum investasi itu dapat tercipta kerja sama yang lebih dalam antara Indonesia dan Hong Kong.

    BNI terus berupaya mendukung masyarakat Indonesia mewujudkan impian finansialnya di mana pun mereka berada. Saat ini jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong terus meningkat. Hingga Mei 2024, tercatat lebih dari 172.000 PMI di Hong Kong, separuh di antaranya adalah nasabah BNI atau sebanyak 87.000 PMI. Transaksi mobile banking BNI oleh PMI naik 81% dalam setahun menjadi 2 juta transaksi hingga akhir 2023 dari 1,15 juta transaksi pada 2022.

    SEVP Retail Digital Solutions BNI Rian Eriana Kaslan mengaku sangat antusias dapat menjadi bagian dari pelaksanaan Indonesia Week Hong Kong 2024.

    “Dukungan ini merupakan wujud komitmen kami dalam memberikan solusi finansial yang dibutuhkan oleh para Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong. Pada acara ini kami hadir dengan berbagai program yang tidak hanya fokus pada kemudahan dalam perbankan, tetapi juga pemberdayaan dan literasi keuangan, serta kami juga bangga dapat memperkenalkan wondr by BNI di kancah global,” jelas Rian.

    Pada hari pertama (1/11/2024) Indonesia Week Hong Kong 2024, BNI mendapatkan penghargaan prestisius sebagai Best Indonesian Bank in Hong Kong for Serving Indonesia Diaspora dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong. Penghargaan ini diterima oleh General Manager BNI Hong Kong Farid Faraitody, sebagai bukti atas komitmen BNI dalam memberikan layanan terbaik dan solusi keuangan yang inovatif, bagi diaspora dan Pekerja Migran Indonesia di Hong Kong.

    Bertepatan dengan Hari Inovasi Indonesia yang diperingati setiap 1 November, melalui platform wondr, BNI telah menyediakan layanan yang tidak hanya mudah diakses, tetapi juga dirancang untuk mendukung kebutuhan spesifik keuangan, edukasi, dan kewirausahaan bagi komunitas Indonesia di luar negeri.

    ”Kami berharap wondr by BNI semakin mempermudah Pekerja Migran Indonesia dalam melakukan transaksi sehari-hari dalam pengelolaan keuangan melalui berbagai fitur yang sangat mudah digunakan dengan lebih terencana sesuai kebutuhan finansial, sekaligus perencanaan masa depan yang lebih optimal,” tutup Rian.

  • Sosok Dick Schoof, Mantan Kepala Mata-Mata Jadi PM Belanda

    Sosok Dick Schoof, Mantan Kepala Mata-Mata Jadi PM Belanda

    Jakarta

    Mantan kepala intelijen Belanda, Dick Schoof, resmi dilantik menjadi perdana menteri (PM) pada Selasa (02/07). Dalam pemerintahan koalisinya dia berjanji untuk menerapkan kebijakan suaka dan imigrasi Belanda yang “paling ketat dalam sejarah”.

    Kandidat independen berusia 67 tahun itu menggantikan Mark Rutte, yang akan menjadi sekretaris jenderal NATO berikutnya setelah 14 tahun menjabat PM Belanda.

    Geert Wilders mengalah untuk membentuk koalisi

    Pelantikan Dick Schoof ini dilakukan setelah tujuh bulan digelarnya pemilihan umum (pemilu), di mana PVV (Partai untuk Kebebasan) yang beraliran populis kanan bentukan politisi kontroversial Geert Wilders berhasil menjadi partai terbesar di Belanda.

    Secara umum, pemimpin partai terbesar seharusnya jadi yang paling terfavorit untuk menjadi kandidat PM Belanda. Tetapi Geert Wilders, 60 tahun, politisi anti-Islam dan anti-Eropa tidak menjadi PM demi menenangkan mitra koalisi dari Partai Buruh (BBB), Partai VVD yang liberal-konservatif dan partai baru NSC. Semua pemimpin partai koalisi juga setuju untuk tidak mencalonkan diri sebagai perdana menteri.

    Sebagai gantinya, mereka mengajukan calon independen milih Dick Schoof untuk dilantik oleh Raja Willem-Alexander.

    Schoof bertekad akan menjadi “perdana menteri untuk semua warga Belanda” dan berjanji untuk tidak akan membiarkan dirinya “dikendalikan oleh Tuan Wilders.”

    Schoof juga berjanji untuk menerapkan “kebijakan penerimaan suaka yang paling ketat yang pernah ada di negara ini dan solusi paling komprehensif untuk mengatasi masalah migrasi.”

    Siapa PM Belanda yang baru?

    Sebagai mantan kepala dinas intelijen, Dick Schoof memimpin penyelidikan Belanda atas jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 pada Juli 2014 di atas wilayah timur Ukraina yang dikuasai kelompok separatis.

    Semua 298 orang di dalam pesawat, termasuk 196 warga negara Belanda, tewas dalam insiden pesawat yang ditembak jatuh oleh rudal BUK buatan Rusia, yang ditembakkan dari wilayah yang dikuasai militan pro-Moskow.

    Dick Schoof harus mampu mengumpulkan semua pengalaman dan kekuatannya untuk bisa menjaga pemerintahan koalisinya. Pelari maraton amatir di waktu luangnya itu juga harus bisa menahan tekanan publik, yang kemungkinan besar akan dia dapatkan dari Geert Wilders, yang tidak asing lagi dengan pernyataan-pernyataan kontroversial di media sosial.

    “Dia akan memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menjaga konflik ideologis dan pribadinya tetap terkendali, tetapi mengingat pengalamannya yang banyak sebagai kepala lembaga pemerintah, dia akan mampu mempertahankan diri dengan baik,” kata Sarah de Lange, profesor politik di Universitas Amsterdam.

    “Masih harus dilihat bagaimana dia akan bereaksi jika Wilders mencoba untuk menempatkannya di bawah tekanan dengan mengkritiknya di X,” kata Sarah de Lange kepada kantor berita AFP.

    kp/hp (AFP, dpa)

    (ita/ita)

  • Sosok Liberal Mark Rutte Bakal Pimpin NATO

    Sosok Liberal Mark Rutte Bakal Pimpin NATO

    Jakarta

    Pada Juli 2023, setelah tiga belas tahun menjabat sebagai perdana menteri (PM) Belanda, Mark Rutte resmi mengundurkan diri, dan mengatakan bahwa dia akan “pensiun dari dunia politik.” Rutte menjadi PM Belanda terlama sepanjang sejarah. Jadi, apa alasan dia mengundurkan diri?

    Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) yang liberal-konservatif pimpinan Rutte menganggap pendekatannya terhadap para pencari suaka itu terlalu lunak, sehingga menyebabkan pemerintahan koalisi empat partainya runtuh.

    Selain itu, Geert Wilders yang berhaluan populis sayap kanan memenangkan pemilihan umum (pemilu), membuat Rutte tidak dapat mencegah pergeseran pemerintah ke arah kanan. Hal itu bisa dibilang menandai kekalahan terbesar dalam karier politiknya.

    Sejak saat itu, dia tetap menjabat selama hampir satu tahun dalam perannya sebagai pengawas. Sementara diskusi pemerintah yang rumit dengan Wilders terus berlarut-larut.

    Rencana pensiun ditunda

    Pada Oktober 2023, Rutte yang berusia 57 tahun itu tampaknya telah melupakan sumpahnya untuk pensiun dari dunia politik. Kini, dia justru mengisyaratkan ketertarikannya untuk menggantikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO Jens Stoltenberg, yang masa jabatannya akan berakhir pada Oktober mendatang.

    Selama berbulan-bulan, Rutte melakukan kampanye satu orangnya secara diam-diam, untuk berupaya memenangkan hati banyak kepala negara dan pemerintahan. Rutte adalah pendukung setia Ukraina, yang dengan cepat berhasil mendapatkan dukungan AS dalam kampanyenya, dan kemudian diikuti oleh sebagian besar negara anggota NATO lainnya.

    Kemenangan PM nasionalis sayap kanan Hungaria Viktor Orban, yang tidak berhubungan baik dengan Rutte, butuh waktu yang lebih lama untuk luluh. Rutte bahkan sampai harus berjanji kepada Orban bahwa Hungaria tidak harus berpartisipasi dalam kegiatan NATO yang mendukung Ukraina, selama Rutte memimpin aliansi itu. Orban, yang begitu menjaga hubungan persahabatan dengan Rusia, juga mengesampingkan pengiriman senjata ke Ukraina.

    Meski begitu, Rutte dikenal karena selera humor dan kecerdasannya. Saat menjabat sebagai PM Belanda, dia sering bersepeda dari rumah ke kantornya. Tidak jarang, banyak warga dapat menyaksikan bakat musiknya, saat Rutte duduk bermain piano di stasiun pusat Den Haag.

    Sebagai bakal calon Sekjen NATO, Rutte mungkin perlu sedikit lebih serius dan diplomatis. Tugas utamanya adalah untuk menyeimbangkan kepentingan yang saling bertentangan dari 32 anggota NATO, sehingga tercipta satu suara bulat dalam aliansi itu.

    Pendahulunya, Jens Stoltenberg dari Norwegia, adalah seorang ahli penyabar yang mampu menyeimbangkan ini. “Tetap berpegang teguh pada pesan Anda” adalah kredo utama Stoltenberg untuk memastikan keberhasilan komunikasi pada blok ini.

    Manajer krisis yang terampil

    “Kepemimpinan sejati butuh kemampuan untuk mendengarkan dan memahami perspektif yang berbeda,” kata Rutte dalam pidatonya. Sikap ini mungkin dapat membantunya menjalankan tugas sebagai kepala NATO. Bagaimanapun, Rutte adalah “manajer krisis yang terampil,” menurut jurnalis Sheila Sitalsin, kolumnis harian Belanda Volkskrant, yang juga menulis biografi Rutte.

    Banyak warga Belanda yang puas dengan stabilitas politik yang dijamin Rutte selama krisis keuangan dan pandemi COVID-19. Rutte juga mampu mengatasi skandal-skandal dengan baik. Salah satu julukannya di Belanda adalah “Sang Teflon Rutte”.

    Penjabat PM Belanda ini juga harus siap menghadapi kemungkinan Donald Trump kembali ke Gedung Putih. Rutte dan Trump memiliki hubungan yang sangat positif saat Trump menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS). Bahkan, Trump menyebut Rutte sebagai teman. Meski begitu, Rutte dengan keras menentang kebijakan ekonomi proteksionis Trump.

    Rutte dukung bantuan persenjataan ke Ukraina

    Tidak seperti Trump, Rutte mendukung pengiriman senjata ke Ukraina, bahkan menyediakan howitzer dan pesawat tempur Belanda. Sayangnya, tentara Belanda sendiri kekurangan anggaran selama 13 tahun Rutte berkuasa.

    Baru tahun ini, untuk pertama kalinya, Belanda membelanjakan anggaran 2% dari PDB-nya untuk sektor pertahanan, yang sesuai dengan target pengeluaran NATO.

    Rutte mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin selama bertahun-tahun. Rusia setidaknya perlu bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat MH-17 di atas Ukraina timur pada 2014 lalu. Pesawat Malaysia Airlines yang jatuh itu sedang dalam perjalanan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur, di mana 300 orang tewas. Sebagian besar korban adalah warga negara Belanda.

    Di Uni Eropa, Rutte justru dipandang sebagai “Tuan Tidak”, kata seorang diplomat Uni Eropa kepada DW. Alasannya, karena Rutte terus menolak gagasan reformasi ambisius yang diusung oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron.

    Namun, Rutte memiliki hubungan baik dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz yang pendiam. Dia juga berhubungan baik dengan PM populis sayap kanan Italia, Giorgia Meloni. Bahkan, Rutte dan Meloni telah menyarankan untuk memproses aplikasi suaka di luar Uni Eropa pada negara-negara pihak ketiga.

    Pendekatan Rutte terhadap politik ini memiliki nuansa Houdini, tulis Sitalsing. Rutte mampu melepaskan diri dari hampir semua krisis, yang mungkin berguna saat dia menjabat sebagai Sekjen NATO. (kp/rs)

    (ita/ita)

  • Kenapa Orang Eropa Lebih Suka Bekerja Paruh Waktu?

    Kenapa Orang Eropa Lebih Suka Bekerja Paruh Waktu?

    Jakarta

    Buat Martin Stolze, 47, seorang guru sekolah menengah atas di barat daya Jerman, waktu pribadi lebih berharga dari uang. “Ada pepatah yang mengatakan, bekerjalah untuk hidup, jangan hidup untuk bekerja,” kata dia. “Saya kira, hal itu adalah moto zaman kita sekarang ini.”

    “Anda hanya bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok, sehingga Anda bisa mengabdikan diri kepada hal-hal yang lebih berharga,” imbuhnya. “Saya sebelumnya tidak begini.”

    Stolze mengurangi jam kerjanya sebanyak 50 persen. Status paruh waktu memungkinkan dia mengurus orang tuanya yang telah lanjut usia dan lebih memudahkan mengatasi stres pada jam sekolah. “Saya sadar masih ada potensi untuk mengurangi lebih banyak jam kerja, tapi saya yakin kolega saya di sekolah punya alasan yang sangat kuat untuk tidak beradaptasi dengan kerangka kerja seperti ini.”

    Tren kerja paruh waktu

    Kisah Stolze mencerminkan tren yang sedang populer di kalangan kelas pekerja Eropa. Di Jerman misalnya, meski mencatatkan tambahan tujuh juta tenaga kerja baru antara 2005 hingga 2022, jumlah jam kerja secara keseluruhan tidak banyak bertambah.

    Rata-rata, tenaga kerja di Jerman bekerja kurang dari 1.350 jam per tahun di 2022, yang terendah dibandingkan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, OECD.

    Saat ini, lebih dari sepertiga tenaga kerja di Jerman, Austria dan Swiss bekerja paruh waktu. Di Belanda, hampir separuh angkatan kerja mencatatkan maksimal 35 jam kerja per pekan. Sementara di Amerika Serikat, sebagai perbandingan, kurang dari seperlima bekerja paruh waktu atau kurang dari 35 jam per minggu.

    “Ini adalah contoh masyarakat yang makmur,” kata Clemens Fuest, Direktur Ifo Institute for Economic Research di Jerman, ketika “semakin sedikit orang bekerja dan semakin banyak waktu luang.”

    Disrupsi ekonomi?

    Pasalnya, tren kerja paruh waktu bisa melumpuhkan sektor yang saat ini pun sudah mengalami kelangkaan pekerja, seperti layanan kesehatan atau pendidikan. Jika pegawai mengurangi jam kerja, perusahaan acap kesulitan menemukan pengganti yang memadai karena sengitnya persaingan di pasar tenaga kerja.

    Fenomena ini dihadapi Maartje Lak-Korsten, kepala sekolah menengah atas di Amsterdam, Belanda. Dia mengaku menerima banyak permohonan kerja dengan syarat empat hari kerja per minggu.

    “Saya selalu mulai wawancara dengan bertanya, kenapa mereka ingin bekerja hanya empat hari sepekan, apa yang mereka butuhkan untuk bisa bekerja penuh?” kata dia.

    Di Belanda, tren paruh waktu muncul dalam bentuk “gaji satu setengah,” di mana salah seorang pasangan dalam sebuah rumah tangga hanya bekerja paruh waktu. “Fenomena ini belakangan kian populer,” kata Bastiaan Starink, seorang ekonom di Universitas Tilburg.

    “Mungkin adalah sebuah kemewahan bahwa kami di Belanda tidak perlu bekerja penuh,” kata dia.

    Tambahan jam kerja

    Demi memastikan kelangsungan ekonomi, pemerintah dan swasta kini berusaha mencari cara merangsang tenaga kerja agar menambah jam kerja. Di negara bagian Baden-Württemberg, Jerman, misalnya, mewajibkan guru memberikan alasan valid untuk bisa memangkas jam kerja kurang dari 75 persen.

    Pemerintah lain mencoba cara yang lebih lunak. Pemerintah Belanda berniat memperluas subsidi anak, meski tanggal mainnya ditunda hingga tahun 2027.

    Kendala juga ditemui pemerintah Austria, ketika harus membatalkan ide mengurangi pajak penghasilan setelah diprotes oposisi karena akan memotong anggaran sosial.

    Pemerintah Jerman sebaliknya menunda reformasi sistem perpajakan yang tadinya digagas untuk mengakomodasi kepentingan pekerja paruh waktu. Berlin kini dikabarkan sedang mempertimbangkan kewajiban bagi korporasi untuk mengizinkan pegawainya bekerja dari rumah.

    rzn/as

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Inggris-Belanda Bantu Ukraina Dapatkan Jet Tempur F-16

    Inggris-Belanda Bantu Ukraina Dapatkan Jet Tempur F-16

    London

    Inggris dan Belanda sedang mengupayakan ‘koalisi internasional’ untuk membantu Ukraina mendapatkan pasokan jet tempur F-16. Pemerintah Ukraina menganggap jet tempur canggih buatan Amerika Serikat (AS) itu sangat vital untuk pertahanan dalam melawan serangan udara Rusia yang semakin intens.

    Seperti dilansir CNN, Rabu (17/5/2023), upaya yang dilakukan London dan Amsterdam itu diungkapkan oleh juru bicara Perdana Menteri (PM) Rishi Sunak dalam pernyataannya kepada wartawan pada Selasa (16/5) waktu setempat.

    Menurut dokumen Downing Street yang dirilis usai pertemuan Sunak dengan PM Belanda Mark Rutte dalam KTT Dewan Eropa di Islandia, dua negara sekutu NATO itu tengah berupaya mendapatkan pasokan jet tempur F-16 untuk Ukraina, juga memastikan pelatihan para pilot Kiev untuk menerbangkan jet tempur itu.

    Ukraina yang sebelumnya mengatakan jet tempur canggih itu sangat esensial untuk bertahan dalam melawan serangan rudal dan drone Rusia, menyambut baik pengumuman yang disampaikan pemimpin Inggris dan Belanda itu.

    “Kami membutuhkan jet F-16, dan saya berterima kasih kepada sekutu-sekutu kami atas keputusan mereka untuk mengupayakan ke arah ini, termasuk melatih pilot-pilot kami,” ucap kepala kantor kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak.

    Disebutkan Yermak bahwa Belgia, yang juga sekutu NATO, telah ‘mengonfirmasi kesiapan untuk melatih’ para pilot Ukraina.

    Inggris tidak memiliki jet tempur F-16 dalam Angkatan Udaranya, namun Belanda dan Belgia memiliki armada jet tempur canggih itu. Angkatan Udara AS sendiri memiliki nyaris 800 jet tempur F-16 dalam armadanya.

    Lihat Video: Kyiv Dihujani Serangan Udara Rusia

  • Usai Picu Kontroversi, Macron Tegaskan Dukung Status Quo Taiwan

    Usai Picu Kontroversi, Macron Tegaskan Dukung Status Quo Taiwan

    Amsterdam

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan posisi negaranya soal Taiwan tidak berubah. Penegasan ini disampaikan setelah Macron memicu kontroversi dengan komentarnya bahwa Eropa tidak seharusnya menjadi ‘pengikut’ Amerika Serikat (AS) atau China soal isu Taiwan. Komentar itu menuai kecaman Eropa dan AS.

    Seperti dilansir Channel News Asia, Kamis (13/4/2023), Macron juga menyatakan bahwa dirinya mendukung ‘status quo’ terkini soal Taiwan saat diminta mengklarifikasi komentar sebelumnya yang menuai kritikan itu.

    Dalam wawancara dengan media terkemuka seperti Politico dan media lokal Prancis Les Echos yang dipublikasikan Minggu (9/4) waktu setempat, Macron memperingatkan negara-negara Eropa untuk tidak terseret ke dalam krisis terkait Taiwan yang didorong oleh ‘ritme Amerika dan reaksi berlebihan China’.

    Komentar itu memicu kritikan dari sejumlah politisi dan pengamat di Eropa dan AS, termasuk mantan Presiden AS Donald Trump yang menuduh Macron sedang ‘mencium bokong’ Presiden China Xi Jinping.

    “Posisi Prancis dan Eropa soal Taiwan adalah sama. Kami mendukung status quo. Kebijakan ini konstan dan tidak berubah,” tegas Macron dalam konferensi pers di sela-sela kunjungan kenegaraan ke Belanda, pekan ini.

    “Ini adalah kebijakan Satu-China dan resolusi situasi di Pasifik. Itulah yang saya katakan dalam pertemuan empat mata dengan Xi Jinping, itulah yang dikatakan di mana-mana, kami tidak berubah,” ucapnya menjelaskan.

    Namun diketahui bahwa Macron tidak menyebut Taiwan dalam pernyataan publiknya kepada media saat mengunjungi Beijing pekan lalu. Hal itu memicu kritikan sejumlah pihak.

    Lihat juga Video: Prancis Mencekam Bak ‘Medan Perang’ Akibat UU Kenaikan Usia Pensiun