Oei Hok San, Tionghoa Veteran 45 yang Terlupakan…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mungkin sekarang banyak yang tidak mengetahui siapa sosok
Oei Hok San
, Veteran
Pejuang Kemerdekaan
1945.
Dia adalah mantan Tentara Pelajar (TP) di Kediri, Jawa Timur.
Dilansir dari buku “Tionghoa Dalam
Sejarah Kemiliteran
: Sejak Nusantara Sampai Indonesia” (2015), Oei Hok San disebut merupakan sosok yang terlupakan.
Dalam buku ini digambarkan bahwa
Veteran Pejuang Kemerdekaan
itu tengah dalam kondisi memprihatinkan di usia senjanya.
Buku yang ditulis Iwan Santosa ini menyebutkan bahwa Oei Hok San yang saat itu berusia 86 tahun hanya mengenakan celana rombeng berlubang dengan kemeja lusuh saat ditemui.
Kakek tua berdarah Tionghoa ini tinggal di gubuk berdinding gedek yang atapnya bocor di sana-sini.
Gubuk yang disewa itu terletak di sudut Kota Tulung Agung, pelosok Jawa Timur.
Gubuk yang disewa Oei Hok San itu berada di belakang garasi sebuah perusahaan bus di Kelurahan Kedung Waru, Kecamatan Kedung Waru, Jalan Pahlawan, Kota Tulung Agung.
Dengan lirih, Oei Hok San menceritakan bahwa terdapat 350-an pejuang yang ditembak mati Belanda di dua buah toko dan sebuah gudang di Tulung Agung.
Dia bilang, sebanyak 300 pejuang di kota ini yang ditembak mati saat itu merupakan suku Jawa, sementara 50 pejuang lainnya adalah suku Tionghoa.
Oei Hok San menuturkan, semasa perang kemerdekaan pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1949, banyak pejuang Indonesia yang berasal dari suku Tionghoa.
Mereka terlibat dalam pertempuran melawan Belanda, baik di garis depan, garis belakang, maupun di daerah pendudukan Belanda.
Para veteran tersebut dapat ditemui di berbagai daerah Indonesia.
Dalam pertemuan ini, Oei Hok San pun menceritakan sosok ayahnya, Oei Djing Swan, yang pernah memerintahkan seorang pejuang bernama Tan Bun Yin untuk membalas dendam kematian Dokter Tan Ping Djiang.
Berdasarkan cerita sang ayah, seorang Mayor KL (Koninklijk Leger) menembak mati Dokter Tan Ping Djiang, yang seorang republiken, lantaran menentang Belanda saat Perang Dunia II terjadi di tahun 1949.
Sebab, Dokter Tan yang beristrikan seorang perempuan Belanda itu memerintahkan komandan Belanda untuk memberitahukan mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda HJ van Mook bahwa Indonesia dan Asia sudah merdeka.
Pernyataan ini disampaikan Dokter Tan kepada Komandan Belanda setelah Jepang yang sempat menduduki Indonesia menyerah dari serangan sekutu di Perang Dunia II.
“Kasih tahu van Mook, Indonesia sudah merdeka. Belanda silakan mundur dari Indonesia,” kata Hok San, menirukan ucapan Dokter Tan Ping Djiang.
Akibat seruan itu, Dokter Tan pun ditembak mati serdadu Belanda dari Princess Irene Brigade.
Setelah kematian ini, Mayor Belanda yang memerintahkan eksekusi Dokter Tan ditembak dari jarak dekat di Restoran Baru di dalam Kota Tulung Agung, sebelah barat alun-alun, oleh Tan Bun Yin atas suruhan ayah Hok San.
Saat Belanda menduduki Tulung Agung, aksi pembersihan terhadap unsur republiken pun terjadi.
Para pemuda Jawa dan Tionghoa yang berjuang, dikumpulkan di Gudang OTB, Toko Perca, dan Gudang Kobong.
Mereka diberondong peluru tentara Belanda di sana.
Meskipun telah berjuang untuk Indonesia, tidak ada sebuah monumen pun didirikan bagi mereka.
Ardian Purwoseputro, seorang yang aktif membuat dokumenter sejarah di Jawa Timur, mengakui, di kalangan sesepuh TP dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Jawa Timur, banyak komandan Tionghoa terlibat dalam perjuangan di garis depan di Front Jawa Timur.
Perjuangan para veteran pejuang berdirinya Republik Indonesia itu salah satunya berada di Tulung Agung.
Dalam perjalanan hidupnya, Oei Hok San sempat bergabung dengan Batalyon 507-Sikatan.
Dia ikut operasi penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon.
Turunan Tionghoa ini juga ikut dalam perang pemberantasan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Makassar dan Jawa Barat.
Selain itu, Oei Hok San juga ikut di dalam Operasi Mandala-Trikora untuk merebut Irian Barat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
kab/kota: Ambon
-

Guru Noeruddin: Saya Sama Sekali Tidak Dendam pada Pelaku Pembakaran Motor Saya
Sumenep (beritajatim.com) – Ada banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dari Noeruddin (50), guru di SMA Putra Bangsa, Desa Pajanangger, Kecamatan Arjasa Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura.
Pria muallaf asal Ambon yang sudah mengabdikan dirinya di Pulau Kangean sebagai guru honorer 30 tahun lamanya, mengaku sama sekali tidak menaruh dendam pada pelaku pembakaran sepeda motornya.
“Saya sama sekali tidak dendam pada dia. Saya justru mendoakan, semoga dia disadarkan dan mendapat hidayah dari Allah,” ujarnya, Selasa (28/01/2025).
Noeruddin berada di Sumenep, menyeberang 12 jam dari Pulau Kangean atas undangan khusus Ketua Banggar DPR RI, MH. Said Abdullah. Politisi asli Sumenep ini menyerahkan bantuan berupa sepeda motor dan uang tunai, bagi pahlawan tanpa tanda jasa, Noeruddin.
Selain itu, Noeruddin juga sempat bertemu langsung dengan Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso di Mapolres Sumenep. Kapolres menyampaikan perhatian dan simpatinya atas insiden yang menimpa Noeruddin.
Pada Senin (13/01/2025), sepeda motor Noeroddin dibakar hingga hangus. Bahkan sebelum itu, guru honorer ini juga diancam dengan pedang. Pelaku diketahui berinisial AQ (19), pemuda desa setempat, lulusan SMA di luar kota. Noeruddin mengaku tidak tahu persis penyebab pelaku tiba-tiba marah padanya.
Informasinya, pelaku tersinggung dengan ucapan korban saat menjadi pembina upacara di sekolah. Dalam amanatnya, korban menyampaikan agar seluruh siswa selalu taat pada orang tua dan guru-guru, bertingkah laku baik, dan tidak mabuk-mabukan. Jangan sampai berani kepada orang tua, apalagi sampai mengancam untuk membunuhnya, karena ilmunya tidak akan berkah.
Mendengar itu, pelaku tersinggung karena merasa ucapan Noeruddin ditujukan pada dirinya. Padahal, Noeruddin mengaku menyampaikan nasehat itu secara global, tidak khusus tertuju pada seseorang.
Tak berselang lama dari kejadian, AQ, pelaku pembakaran sepeda motor itu ditangkap dan ditahan di Polsek Arjasa.
“Karena sekarang kasus ini sudah masuk ke ranah hukum, saya serahkan sepenuhnya pada aparat kepolisian. Mungkin ini ujian juga bagi pelaku. Semoga bisa membuatnya sadar,” ucap Noeruddin.
Insiden kekerasan itu ternyata tidak menyurutkan semangat Noeruddin untuk tetap mengajar di Pulau Kangean. Baginya, mengabdikan diri sebagai guru adalah pilihan hidupnya.
“Saya akan tetap mengajar di sini. Banyak anak-anak yang membutuhkan bimbingan. Jadi, saya akan terus mengajar di sini,” tegasnya.
Ia mengaku bersyukur, setelah insiden kekerasan itu, ternyata banyak warga yang peduli padanya. Bahkan siswa-siswa SD pun ikut bersimpati padanya.
“Anak-anak SD ini secara spontan menghimpun donasi dari teman-temannya, diberikan pada saya. Bukan soal jumlahnya. Tapi ini perhatian luar biasa dari anak-anak disini untuk saya. Kemudian ada ibu-ibu di Desa Pajanangger ini juga memberikan bantuan untuk saya. Saya benar-benar mengucapkan terima kasih ,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, setelah insiden kekerasan yang menimpanya viral, dirinya mengaku telah beberapa kali mendapatkan simpati dari berbagai pihak. Tidak hanya dari warga dan siswa setempat. Bahkan simpati itu pun datang dari luar Madura.
“Kemarin ada sebuah Yayasan di Solo memberikan bantuan berupa uang tunai ke saya. Kemudian ada dari Pak Kapolres. Sekarang ini dapat bantuan sepeda motor dan uang tunai dari Pak Said Abdullah. Alhamdulillah, mungkin ini hikmah dari Allah buat saya,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca. (tem/ian)
-

Gempa Magnitudo 6,1 Guncang Parigimoutong Sulteng, Tidak Berpotensi Tsunami
Bisnis.com, JAKARTA – Gempa magnitudo 6,1, mengguncang Parigimoutuong Sulteng hari ini, Selasa 28-Januari 2025 pukul 21:53:34 WIB.
Menurut data BMKG gempa berpusat di lokasi 0.53 LU,121.18 BT (42 km Tenggara PARIGIMOUTONG-SULTENG),
Adapun kedalaman gempa 91 Km.
BMKG menegaskan gempa besar itu tidak berpotensi tsunami.
Setelah gempa itu, muncul gempa susulan magnitudo 3,4, 28-Jan-2025 22:16:30WIB, Lok:0.55LU, 121.14BT (37 km Tenggara PARIGIMOUTONG-SULTENG), Kedlmn:82 Km
Selain di Parigimoutong berikut kejadian gempa hari ini
Gempa (UPDATE) Mag:3.7, 28-Jan-25 20:52:06 WIB, Lok:3.85 LS, 128.25 BT (Pusat gempa berada di laut 19 km tenggara Ambon), Kedlmn:16 Km Dirasakan (MMI) III Ambon
Gempa (UPDATE) Mag:3.5, 28-Jan-25 19:22:06 WIB, Lok:4.19 LS, 103.67 BT (Pusat gempa berada didarat 41Km BaratDaya Ogankomeringulu), Kedlmn:5 Km Dirasakan (MMI) III Semendo
-

Organisasi Pemuda Lintas Agama Diharapkan Mampu Wujudkan Perdamaian
TRIBUNJAKARTA.COM – Organisasi pemuda lintas agama, diharapkan mampu wujudkan perdamaian di Indonesia.
Harapan ini dikemukakan oleh gabungan wartawan yang berasal dari lintas media.
Perdamaian yang dimaksud, yakni menawarkan toleransi dan saling menghormati serta menjunjung tinggi kebhinnekaan.
Ini hanya bisa tercapai jika para pemuda dari berbagai kalangan bersatu, sebagaimana yang diharapkan oleh Founding Father, Soekarno.
Dalam hal ini, Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) memberi penghormatan kepada organisasi pemuda lintas agama, melalui anugerah ‘Terimakasihku Kepadamu’.
Menurut Ketua PWKI Asni Ovier Dengen Paluin, organisasi pemuda lintas agama layak diberi penghargaan sebagai sebuah tanda hormat.
Alasannya karena mereka telah menunjukkan komitmen untuk berjalan bersama membangun perdamaian di Indonesia.
“Komitmen seperti ini perlu digaungkan oleh generasi muda lain karena sangat penting bagi masa depan bangsa dan negara Indonesia. Kehadiran dan komitmen mereka mendorong PWKI untuk juga terus menjadi bagian dari perjuangan dalam menjaga semangat toleransi di tengah keberagaman Indonesia,” kata dia.
Penganugerahan tersebut diadakan dalam acara Buka Tahun Bersama PWKI ke-18 yang berlangsung di Aula Universitas Tarumanagara, Jakarta, Sabtu (25/01/2025).
Anugerah diterima oleh Addin Jauharudin (Ketum GP Ansor), Sahat MP Sinurat (Ketua Pemuda Kristen GAMKI), I Gede Ariawan (Ketum Pemuda Hindu Peradah), Bagus Ardeni (Waketum Pemuda Muhamadiyah), Wiryawan (Waketum Pemuda Budha GEMABUDHI) dan Freddy Simamora (Waketum Pemuda Katolik).
Anugerah yang sama juga diterima Rm Markus Solo Kewuta SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia.
Wakil Pemimpin Umum Harian KOMPAS, Tri Agung Kristanto ingat betul pernyataan Soekarno, yang berbunyi ‘Beri saya sepuluh pemuda, dan saya akan guncangkan dunia’.
Dalam pernyataan ini pemuda artinya dalam banyak hal menentukan nasib suatu bangsa, nasib dunia.
“Jika pemuda Indonesia dari berbagai kalangan bisa berdamai, ini bisa menjadi modal besar bagi perdamaian dunia.
Mereka tak tergoda politik praktis yang terkadang menghalalkan segala cara dan ‘membunuh’ persaudaraan,” ungkapnya
“Berpolitiklah sebagai cara untuk menyejahterakan rakyat dan mewujudkan persaudaraan, perdamaian. Bukan untuk kekuasaan semata. Ingatlah, tak ada yang abadi di dunia ini, kecuali persaudaraan dan perdamaian sejati,” kata dia.
Wadir Pemberitaan Tribun Network / Pemimpin Redaksi Warta Kota, Domu D. Ambarita, menyebut bahwa sejarah telah menjelaskan ikatan kuat para pemuda.
“Karena terlampau banyak peserta, Johannes Leimana, Jong Ambon beragama Katolik, mengusulkan, Kongres Pemuda Oktober 1928 dilaksanakan di aula Gedung Katholieke Social Bond yang terletak di samping Gereja Katedral Jakarta,”
“Hari kedua Kongres, 28 Oktober 1928, dipindah ke gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106. Gedung ini milik Sie Kok Liong, rumah kos para pelajar pejuang. Di sanalah dibacakanlah ikrar Sumpah Pemuda yang kita kenal sebagai roh dan semangat untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Artinya cikal bakal kolaborasi lintas agama antara pemuda sudah ada,” kata dia.
Ia pun menyebut, organisasi yang berbasis keagamaan tersebut dianggap berkomitmen untuk mewujudkan perdamaian, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Tekad tersebut tertuang dalam ‘Deklarasi Jakarta-Vatikan’ yang disaksikan Paus Fransiskus Vatikan, pada Rabu (21/01/2024).
Sementara itu, News Achor Radio El Shinta, Yudianto Budiman (Didit) menilai
persatuan pemuda lintas agama sudah seharusnya terjadi.
Sebab dengan bersatunya pemuda lintas agama, ia menilai tidak hanya masalah perdamaian yang teratasi tetapi juga masalah lain.
Misalnya narkoba, berita hoaks dan lain sebagainya.
“Setelah melihat pemberian anugerah itu, prospek perdamaian sangat besar terjadi. Ketika pemuda bersatu maka perdamaian Indonesia akan selalu terjaga. Untuk itu, kegiatan pemuda lintas agama di Tingkat akar rumput jangan dilupakan,”
“Jika ada pertemuan akbar pemuda lintas agama, pasti menjadi gerakan yang dahsyat dan indah. Namun upaya organisasi pemuda lintas agama tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Lembaga atau Kementerian terkait harus ikut mendukung, mengawal dan membarengi,” bebernya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.
/data/photo/2024/01/29/65b7b77469cd2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)





