TRIBUNJATIM.COM – Video nenek penjual sayur datangi sekolah cucu viral di media sosial.
Aksi para murid, teman cucu si nenek membuat publik kagum.
Peristiwa ini diketahui terjadi di Vietnam.
Awalnya, seorang nenek yang merupakan keluarga dari salah satu siswa, datang ke sekolah untuk menghadiri pertemuan orangtua sambil membawa gerobak sayurnya seperti biasa.
Karena sibuk menghadiri pertemuan, dagangan nenek tersebut belum habis terjual.
Di gerobaknya masih tersisa berbagai jenis sayuran, seperti daun pandan, brokoli, dan sayuran lainnya, yang ia tata rapi sembari menunggu pertemuan selesai agar bisa kembali berjualan.
Setelah pertemuan usai, para siswa yang melihatnya di halaman sekolah pun berinisiatif membeli sayuran yang tersisa.
Mereka membeli berbagai barang dagangan, dari daun pandan dan lainnya, dengan harga yang tidak seberapa, namun dengan niat tulus membantu.
Nenek tersebut dengan senang hati memberikan harga spesial kepada para siswa, dan dalam waktu singkat, seluruh dagangannya pun habis terjual.
Dengan senyum bahagia, ia berterima kasih kepada para siswa atas kebaikan mereka.
Momen penuh kebaikan ini menjadi viral di media sosial dan mendapat banyak komentar positif.
Banyak yang memuji tindakan para siswa yang menunjukkan kepedulian terhadap sesama.
“Cucunya pasti bangga memiliki nenek yang penuh kasih dan teman-teman yang peduli.” ujar salah satu warganet.
“Anak-anak yang terdidik dengan baik, semoga semakin banyak hal baik yang mereka lakukan.” sambung yang lain.
“Mereka memahami keadaan dan tahu bagaimana berbagi, semoga mereka sukses di masa depan.” imbuh yang lain.
“Sekolah dan orang tua telah mendidik anak-anak dengan sangat baik.” kata yang lain.
“Semoga nenek sehat selalu dan anak-anak belajar dengan baik.” timpal yang lainnya.
Diketahui bahwa kejadian ini terjadi di halaman Sekolah Menengah Vo Thi Sau (Chau Thanh A, Hau Giang).
Orang yang merekam video ini, Tuan Vu, sengaja mengabadikan momen tersebut karena merasa terinspirasi oleh tindakan baik para siswa dan ingin menyebarkan kebaikan ini kepada lebih banyak orang.
“Itu adalah nenek saya yang mendorong gerobak sayur ke sekolah untuk cucunya.
Saya tidak menyangka reaksi para siswa begitu luar biasa. Mereka tidak hanya membeli sayur untuk diri sendiri, tetapi juga membawanya pulang untuk orang tua mereka.
Tindakan sederhana ini sangat berarti dan patut diapresiasi,” ujar Vu.
Para guru juga mengakui bahwa tindakan para siswa ini menunjukkan nilai-nilai kebaikan dan empati yang tidak semua anak seusia mereka pahami.
Mereka tidak memandang rendah atau mengkritik kondisi nenek tersebut, tetapi justru membantu dengan antusias.
Meski hanya menggunakan uang saku mereka, mereka bersedia membelanjakannya untuk membeli sayuran dan kemudian berbagi dengan teman-teman.
Saat ini, video tersebut masih viral di media sosial, menginspirasi banyak orang.
Semoga aksi mulia para siswa ini dapat terus menyebarkan nilai-nilai kasih sayang, kepedulian, dan solidaritas terhadap mereka yang membutuhkan.
Sementara itu di Indonesia, inilah kisah Rio perantau jadi tukang sol sepatu selama 9 tahun.
Rio Riyanto mengaku tak malu menjadi tukang sol sepatu.
Terkadang ia keliling dari desa ke desa untuk menjajakan jasanya jahit sepatu.
Rio mengadu nasib di Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Dibekali dengan alat seadanya, Rio membuka lapak kecil di perempatan Traffic Light (lampu merah) di Desa Labuha, Kecamatan Bacan.
Tidak seperti perantau lainnya biasa kerja di pabrik atau kantor mentereng, Rio justru memilih mengembangkan keterampilannya sendiri.
Dikutip dari Tribun Ternate, pria berusia 41 tahun ini mengaku sudah 9 tahun menjadi tukang soul sepatu.
Ini setelah ia dan kedua orang tuanya hijrah dari Kota Ambon, Maluku, pada 2015 lalu.
“Saya asalnya dari Sumatera Barat, cuma besar di Ambon. Saya dan orang tua pindah ke Bacan dari tahun 2015. Sejak itu, saya jadi tukang sol sepatu dan sendal kulit,” ujar Rio, Minggu (1/12/2024).
Berprofesi sebagai tukang sol sepatu, Rio mengatakan tidak merasa malu.
Ia justru bangga karena uang yang dihasilkan bersumber dari hasil keringat sendiri.
“Selama 9 tahun ini, saya kadang keliling dari desa ke desa untuk jahit sepatu. Tapi banyak stay di sini (lapak),” ungkapnya.
Menjadi tukang sol sepatu di Halmahera Selatan, menurut dia, pendapatan tidak menentu.
Karena pesanan dengan jumlah banyak yang diterima, tergantung pada momentum tertentu, salah satunya Hari Raya Idul Fitri.
“Kalau hari-hari biasa, palingan 2 sampai 5 pasang sepatu dan sendal. Bahkan tidak sama sekali,” cerita Rio.
“Kalau satu pasang sepatu yang dijahiit, itu Rp25 ribu sampai Rp30 ribu, tergantung jenis dan ukuran sepatu atau sendal yang dijahit,” sambunnya.
Rio mengaku belum berumah tangga meski usianya tidak muda lagi. Ia masih hidup bersama kedua orang tuanya.
“Saya tinggal di Amasing Kota, dengan orang tua. Sudah sekitar 9 tahun kami di sini,” jelasnya.
Rio mengatakan pendapatannya sebagai tukang sol sepatu, bisa membantu kebutuhan orang taunya.
Di samping itu, ia juga kerja serbatuan lainnya jika lapak sol sepatu miliknya sepi.
“Kalau sudah sepi sekali, itu saya langsung jalan keliling-keliling. Kalau tidak, biasa cari kerjaan samping seperti buruh bangunan.”
“Tapi saya fokus sol sepatu, karena dari SMP saya sudah tahu cara menjahit. Kemudian menjahit ini kan modal seadanya, tapi alhamdulillah sedikit-sedikit bisa ada rezekinya,” tandas Rio.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com