Novi mengatakan, sebagian besar pekerja migran Cirebon bekerja di sektor domestik menjadi asisten rumah tangga. Namun demikian, Disnaker memastikan PMI yang berangkat ke luar negeri sudah mendapat bekal yang cukup.
Novi menyebutkan, sesuau UU 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran, pemerintah wajib turun langsung mengawal proses hingga penempatan PMI dengan koordinasi bersama mitra hingga pemberdayaan kepada purna migran.
“Kita arahkan jalur yang legal, kita beri pelatihan dulu lewat LPK yang ada, disalurkan ke P3MI pihak yang lain yang legal. Termasuk BP2MI G2G program melalui program legal yang ada di pemerintah,” ujar Novi.
Pada kesempatan tersebut, Novi menyebutkan tahun 2025 akan mengarahkan pekerja migran Cirebon untuk bekerja di sektor formal dan manufaktur.
Ia menyatakan siap membantu calon pekerja migran khususnya lulusan SMA atau SMK untuk bisa kerja di luar negeri jika kesempatan kerja di Cirebon sempit. Namun wajib menggunakan jalur legal.
“Kerja di luar negeri lewat jalur aman, salary take home pay nya lebih besar, sejahtera dan bisa bawa keluarga. Tahun depan target lulusan SLTA dan SMK tentu ada kurasi ketat memiliki skill worker dan soft skill. Setelah jadi purna bisa sejahtera, dari pekerja migran jadi juragan dan sarjana,” ujar Novi.
Salah seorang mantan pekerja migran asal Cirebon Didi Kusnadi mengatakan, kegiatan tersebut perlu ada tindaklanjut dari pemerintah daerah setempat.
Ia mengaku, pentingnya peran dinas stakeholder karena Kabupaten Cirebon berada di urutan ke 4 secara nasional peringkat dua di Jawa Barat terkait penyaluran MP.
“Ini hanya stimulus, kedepan dorong purna migran untuk lakukan pemberdayaan, mereka sama punya hak sampai dapat pelatihan pembinaan dari dinas terkait,” kata Didi.