Jakarta (ANTARA) – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendukung Pemerintah Provinsi DKI menerapkan sekolah gratis di semua jenis lembaga pendidikan, tetapi meminta kebijakan ini tak menghapus bantuan sosial melalui Kartu Jakarta Pintar (KJP) karena masih dibutuhkan warga.
“(Sekolah gratis) Ini harusnya bisa diterapkan di semua jenis lembaga pendidikan,” kata Koordinator Nasional (Kornas) JPPI Ubaid Matraji dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Sebab, kata dia, ini kewajiban konstitusional yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan bisa diberlakukan di semua jenis satuan pendidikan, baik di negeri atau swasta. “Baik di sekolah atau madrasah,” katanya.
Menurut dia, KJP harus berjalan beriringan dengan kebijakan sekolah gratis. “Jadi mestinya, program ini bisa jalan beriringan, bukan malah saling menegasikan,” ujar dia.
Sekolah bebas biaya, kata dia, merupakan bagian dari penerapan program wajib belajar 12 tahun di Jakarta untuk semua anak usia sekolah. Sementara KJP skema khusus untuk peserta didik yang berasal dari keluarga pra-sejahtera.
Ubay mengatakan, KJP masih dibutuhkan
warga. Ini mengingat kebutuhan anak di luar sekolah itu beragam dan karena itu KJP sangat membantu terutama bagi kalangan tidak mampu.
Kebutuhan ini antara lain seragam, sepatu, buku, tas, peralatan sekolah dan urusan penunjang pendidikan lainnya.
Di sisi lain, menurut dia, apabila KJP dihapus, maka berpotensi menyebabkan anak Jakarta putus sekolah.
Dia menuturkan sebanyak 295.000 anak terancam putus sekolah di sekolah negeri. Mereka ini sudah menikmati sekolah bebas biaya di negeri dan juga mendapatkan KJP.
Lalu, sebanyak 238.000 anak terancam putus sekolah di sekolah swasta. Mereka ini penerima KJP di sekolah swasta.
“Mereka akan menikmati kebijakan sekolah tanpa dipungut biaya, tetapi mengamputasi hak mereka untuk mendapatkan KJP,” tutur Ubay.
Dia berpendapat kebijakan KJP adalah praktik baik dalam penuntasan akses pendidikan di Jakarta. Karena itu harus dilanjutkan.
Meski ini program baik dan sangat membantu masyarakat, praktik di lapangan ditemukan banyak tantangan, seperti tidak tepat sasaran, penyalahgunaan dan juga pencairan sering telat.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024