TRIBUNNEWS.COM – Bak menjilat ludah sendiri, Junta militer Myanmar pada Rabu malam (3/4/2025) mengumumkan gencatan senjata selama tiga minggu terhadap kelompok pemberontak.
Hal ini dilakukan menyusul gempa bumi dahsyat yang telah menewaskan hampir 2.900 jiwa yang terjadi pada 28 Maret 2025 lalu.
Keputusan junta ini seakan mengingkari ucapannya sendiri yang sebelumnya menolak usulan gencatan senjata dari kelompok pemberontak untuk memungkinkan operasi penyelamatan.
Seperti yang diketahui sebelumnya, usulan gencatan senjata sudah disampaikan terlebih dahulu kepada pihak Junta oleh kelompok emerintah bayangan Myanmar, National Unity Government (NUG), yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan dalam kudeta 2021.
Seperti yang dikutip dari Anadolu Ajansi, pada usulan yang disampaikan pada Minggu (30/3/2025) tersebut, NUG mengumumkan tawaran gencatan senjata selama dua minggu kepada Junta Myanmar.
Proposal serupa juga diajukan oleh kelompok pemberontak lainnya seperti Arakan Army, Myanmar National Democratic Alliance Army, dan Ta’ang National Liberation Army
Namun demikian, usulan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pemimpin Junta Myanmar, Min Aung Hlaing.
Hlaing menuduh mereka memanfaatkan jeda untuk konsolidasi dan pelatihan militer.
“Beberapa kelompok bersenjata etnis mungkin tidak aktif berperang saat ini, tetapi mereka sedang mengumpulkan kekuatan dan bersiap menyerang. Karena ini adalah bentuk agresi, militer akan terus melakukan operasi pertahanan yang diperlukan,” ujarnya dalam acara penggalangan dana di Naypyidaw, Selasa (2/4/2025).
Penolakan keras Hlaing tersebut pun mendadak berubah 180 derajat pada hari Rabu menyusul pernyataannya yang akhirnya menyetujui gencatan senjata.
Pada pernyataan yang disampaikan pada Rabu, pihak Junta Myanmar meminta adanya gencatan senjata hingga 22 April mendatang guna memfasilitasi operasi bantuan pascabencana.
Dalam pernyataannya, pihak Junta Militer Myanmar juga mengancam akan “mengambil langkah-langkah penanggulangan yang diperlukan” jika gencatan senjata dilanggar.
Dikutip dari Anadolu Ajansi, perubahan sikap Hlaing secara drastis ini diduga terjadi akibat tekanan sekutu mereka yakni China.
Banyak pihak yang berspekulasi bahwa Beijing menekan Hlaing untuk segera melakukan gencatan senjata menyusul blunder yang dilakukan oleh serangan udara junta terhadap kelompok pemberontak.
Alih-alih melumpuhkan pihak pemberontak, serangan Junta Myanmar tersebut diduga mengenai konvoi bantuan Palang Merah China pada Selasa malam.
Selain itu, pengumuman gencatan senjata ini diduga terjadi lantaran agenda Min Aung Hlaing yang akan melawat ke Bangkok untuk menghadiri KTT ASEAN.
Sementara itu, media lokal melaporkan bahwa jumlah korban tewas akibat gempa dilaporkan mencapai 2.719 orang, dengan 400 orang masih hilang dan lebih dari 4.000 luka-luka.
(Tribunnews.com/Bobby)
.