Polisi Jombang Gerebek Rumah Kontrakan, Sita 110 Batang Tanaman Ganja dalam Pot
Tim Redaksi
JOMBANG, KOMPAS.com
– Kepolisian Resor (Polres) Jombang, Jawa Timur, menggerebek sebuah rumah kontrakan yang difungsikan menjadi tempat penanaman ganja, Senin (15/12/2025).
Rumah yang beralih fungsi menjadi lahan penanaman
ganja
dengan sistem Greenhouse tersebut, selama ini ditempati oleh R (43), warga Surabaya.
Dalam
penggerebekan
yang dipimpin Kapolres
Jombang
AKBP Ardi Kurniawan, petugas menemukan 110 batang tanaman ganja, yang memanfaatkan pot sebagai media tanam.
Dari dalam rumah kontrakan tersebut, polisi juga menemukan dan menyita daun ganja sebanyak 5,3 kilogram.
“Dari hasil penggerebekan, kita mengamankan 110 batang tanaman ganja dan barang bukti daun sebanyak 5,3 kilogram,” kata Ardi Kurniawan, Senin.
Ia menjelaskan, dari ratusan batang tanaman ganja yang diperoleh dalam penggerebekan itu, diidentifikasi ada sekitar 15 jenis ganja.
Berbagai jenis tanaman ganja tersebut ditanam sejak awal, di mana penghuni kontrakan membeli bijinya dari luar negeri secara online.
“Berdasarkan keterangan dari saudara R, ini sudah 3 bulan berjalan. Bijinya dibeli dari luar negeri secara online,” ungkap Ardi.
Ardi menuturkan, pengeberekan rumah kontrakan tersebut dilakukan berdasarkan hasil pengembangan kasus yang ditangani Satuan Reserse Narkoba
Polres Jombang
.
“Kemarin, kita mengamankan seseorang atas nama Y, warga Diwek, yang mendapatkan ganja dari TKP ini,” ujar dia.
Ia menambahkan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan intensif dan menahan R, selaku penghuni rumah kontrakan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Jenis Media: Regional
-
/data/photo/2025/12/15/693fb9c1a22f3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polisi Jombang Gerebek Rumah Kontrakan, Sita 110 Batang Tanaman Ganja dalam Pot Surabaya 15 Desember 2025
-
/data/photo/2025/12/15/693fb5e014f99.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dishub dan Satlantas Polres Magetan Uji Kelaikan Jeep Wisata Sarangan Jelang Libur Nataru Surabaya 15 Desember 2025
Dishub dan Satlantas Polres Magetan Uji Kelaikan Jeep Wisata Sarangan Jelang Libur Nataru
Tim Redaksi
MAGETAN, KOMPAS.com
– Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Magetan bersama Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Magetan, Jawa Timur melakukan uji kelaikan atau ramp check terhadap kendaraan jeep wisata di Sarangan.
Kepala Bidang Pengembangan dan Keselamatan
Dishub Magetan
, Titik Suharsih, mengatakan, kegiatan rampchek dilaksanakan sebagai bagian dari persiapan menghadapi libur panjang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
“Ramp check dilakukan untuk memastikan seluruh armada
jeep wisata Sarangan
dalam kondisi laik jalan sebelum digunakan melayani wisatawan,” ujar Titik melalui pesan singkat, Senin (15/12/2025).
Titik menambahkan, jumlah pengunjung
Telaga Sarangan
di momentum libur akhir tahun diperkirakan akan meningkat.
Seluruh jeep yang akan dioperasikan selama libur Nataru di kawasan Telaga Sarangan harus memenuhi persyaratan teknis yang telah ditetapkan.
“Kami menempatkan keselamatan wisatawan sebagai prioritas utama,” imbuhnya.
Dalam ramchek petugas melakukan pengecekan berbagai komponen penting kendaraan, mulai dari fungsi rem, lampu, ban, wiper, klakson, sistem kemudi, hingga komponen penunjang keselamatan lainnya.
“Langkah ini dilakukan untuk melindungi keselamatan pengemudi dan wisatawan selama perjalanan dengan jalur yang lumayan ekstrem,” ucapnya.
Jeep wisata Sarangan merupakan salah satu wahana wisata yang dikembangkan oleh komunitas jeep lokal di kawasan Sarangan dan lereng Gunung Lawu, Magetan.
Wahana ini menawarkan paket wisata keliling lereng Gunung Lawu dengan berbagai rute tujuan.
Seperti kawasan Sarangan, Kampung Susu Lawu, jalur off-road hutan pinus, kebun sayur, kebun stroberi, dan Mojosemi Park.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693fbb04b1ebd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bupati Pohuwato Keluhkan Akses Jalan di Sandalan, Wamentrans Siap Bantu dan Dukung Regional 15 Desember 2025
Bupati Pohuwato Keluhkan Akses Jalan di Sandalan, Wamentrans Siap Bantu dan Dukung
Penulis
KOMPAS.com
– Bupati Pohuwato Saipul A. Mbuinga mengatakan bahwa program transmigrasi yang ada di wilayahnya sudah ada sejak 1981.
Dalam perjalanan waktu, Saipul mengatakan bahwa program itu mampu mengubah kehidupan transmigran menjadi sejahtera. Kawasan transmigrasi yang ada pun sekarang menjadi sentra tanaman pangan.
Hal tersebut dikatakan
Bupati Pohuwato
Saipul A. Mbuinga kepada Wakil Menteri Transmigrasi (
Wamentrans
) Viva Yoga Mauladi di Gedung C, Kantor Kementerian Transmigrasi (Kementrans), Kalibata, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Meski sukses, Saipul mengungkapkan, ada kendala dalam mengembangkan salah satu lokasi transmigrasi, yakni Sandalan. Hal ini karena akses jalan yang belum sesuai dengan warga transmigran dan masyarakat lainnya.
“Akses itu menghubungkan Sandalan ke ibu kota kecamatan. Akses penting untuk mengirimkan berbagai produk pertanian”, ungkap Saipul dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/12/2025).
Oleh karena itu, ia meminta bantuan ke Kementrans untuk membangun akses jalan dan jembatan yang menghubungkan dari dan ke Sandalan. Pasalnya Kabupaten Pohuwato memiliki keterbatasan dana di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Wamentrans Viva Yoga menyatakan, siap mendukung pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi di kabupaten yang berada paling barat di Gorontalo itu.
“Ok, siap mendukung”, ujar Wamentrans.
Wamentrans Viva Yoga mengatakan, di Kabupaten Pohuwato memiliki satu kawasan transmigrasi bidang dan satu kawasan Satuan Permukiman (SP) Bina yang berlokasi di Sandalan. Di Lokasi ini ada 165 kepala keluarga.
“Sebab masih di bawah pembinaan Kementrans, kita wajib memonitor, mengawasi, dan membantu pembangunan di sana”, ujarnya.
Selain masalah infrastruktur, Wamentrans Viva Yoga juga mengatakan, ada masalah lain yang menjadi tantangan pembangunan di Sandalan, yaitu sebanyak 94 bidang kawasan yang masuk dalam HPK (Hutan Produksi yang Bisa dikonversi).
Viva Yoga mengatakan, keputusan rapat Komisi V DPR meminta pemerintah untuk mengeluarkan seluruh kawasan hutan yang berada di kawasan transmigrasi, harus dilepaskan status kawasan hutannya.
“Berdasarkan keputusan DPR maka apa yang terjadi di Sandalan bisa dituntaskan. Permasalah pertanahan harus diselesaikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari”, tegasnya.
Dalam membangun kawasan transmigrasi, mantan Anggota Komisi IV DPR dua periode itu mengatakan, Kementrans tidak bisa bekerja sendirian.
Kementerian ini harus bersinergi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Pertanian; pemerintah daerah serta badan usaha milik negara (BUMN).
“Kita juga akan bersinergi dengan Permodalan Nasional Madani (PNM) dalam memberdayakan warga transmigran. Banyak bantuan dari PNM yang bisa disalurkan di kawasan transmigrasi”, ungkapnya.
Selain itu, ada juga program penanaman kelapa di Pohuwato dari Kementerian Pertanian yang bisa disinergikan dengan Kementrans.
“Kita jadikan Pohuwato tidak hanya menjadi sentra beras dan jagung namun juga kelapa. Bila perlu ada rumah produksi olahan kelapa. Kita dorong Sandalan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru”, harap pria asal Lamongan, Jawa Timur itu.
Untuk mewujudkan keinginan itu, Kementrans memberi bantuan Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 1,3 miliar kepada wilayah transmigrasi, termasuk di Pohuwato. Bantuan ini untuk rehabilitasi sekolah dan peningkatan fasilitas umum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693fb896bd35d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korban Longsor di Jrahi Berharap Bantuan, BPBD Pati Ngaku Hanya Bisa Beri Logistik Pangan Regional 15 Desember 2025
Korban Longsor di Jrahi Berharap Bantuan, BPBD Pati Ngaku Hanya Bisa Beri Logistik Pangan
Tim Redaksi
KOMPAS.com – Musibah longsor menghantam rumah milik Soleh, warga Dukuh Beru, Desa Jrahi, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Minggu (14/12/2025) menjelang waktu Maghrib.
Longsoran tanah dari lahan di atas rumahnya membuat bangunan bagian depan hancur dan menyebabkan kerugian besar.
Pantauan di lokasi, Senin (15/12/2025), puluhan warga bersama anggota TNI dan Polri tampak bahu-membahu membersihkan material
longsor
yang menimbun rumah Soleh.
Meski hujan gerimis turun, semangat gotong royong warga tak surut demi membantu sesama.
Longsor berasal dari tanah milik tetangganya yang berada di posisi lebih tinggi.
Padahal, sebelumnya sudah terdapat talut penahan tanah setinggi sekitar 14 meter.
Namun, derasnya hujan membuat talut tersebut tak mampu menahan beban tanah hingga akhirnya roboh.
“Waktu itu hujan deras mulai sekitar jam setengah lima sore. Longsornya sekitar jam setengah enam,” ujar Soleh yang hanya bisa pasrah melihat kondisi rumahnya yang rusak parah.
Saat kejadian, warga sekitar sempat mengira suara gemuruh yang terdengar adalah petir.
Tak disangka, suara tersebut berasal dari longsoran tanah yang menghantam rumah Soleh, merusak bagian teras, ruang tamu, hingga tembok depan rumah.
Sejumlah perabotan rumah tangga seperti kursi tamu, kulkas, dan televisi ikut rusak tertimbun tanah.
Total kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Meski mengalami kerugian besar, Soleh bersyukur tidak ada korban jiwa.
Saat longsor terjadi, ia tengah berada di bagian belakang rumah untuk memandikan anak balitanya.
“Posisinya lagi di belakang, memandikan anak. Yang rusak kebanyakan di bagian depan,” tuturnya.
Kini, Soleh dan keluarganya terpaksa mengungsi ke rumah tetangga yang dinilai lebih aman.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan bantuan, baik untuk memperbaiki rumah maupun membangun kembali talut agar kejadian serupa tidak terulang.
“Harapannya mudah-mudahan ada bantuan dari pemerintah,” ucapnya lirih.
Perangkat Desa Jrahi, Kuntan, menyampaikan bahwa bantuan dari program Rumah Tak Layak Huni (RTLH) belum bisa diusulkan karena keterbatasan anggaran di akhir tahun.
Meski demikian, pihak desa berupaya mencarikan bantuan alternatif.
“Kami akan mencoba mengajukan bantuan ke Dinas Sosial atau Baznas. Sementara ini kami bersama warga dan TNI-Polri membantu membersihkan material longsor,” jelas Kuntan.
Diketahui, hujan lebat yang mengguyur wilayah Desa Jrahi pada Minggu sore menjadi pemicu utama terjadinya longsor.
Beruntung, peristiwa ini tidak menimbulkan korban jiwa meski menyebabkan kerusakan parah pada satu unit rumah warga.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (
BPBD
) Kabupaten
Pati
, Martinus Budi Prasetya, menyatakan pihaknya hanya bisa mengirim bantuan logistik pangan, berupa beras, gula, mi instan, minyak goreng, kopi, kecap, dan ikan sarden.
“Saya hanya bisa mengirim bantuan logistik pangan, Mas. Hari ini sudah saya kirim,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2013/04/28/1657454-kebun-kelapa-sawit-asian-agri-di-riau-780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pakar UM Jelaskan Perbedaan Sawit dengan Hutan Alami dalam Mencegah Banjir Surabaya 15 Desember 2025
Pakar UM Jelaskan Perbedaan Sawit dengan Hutan Alami dalam Mencegah Banjir
Tim Redaksi
MALANG, KOMPAS.com
– Isu perkebunan sawit yang disebut-sebut menjadi salah satu penyebab deforestasi hutan, terus menjadi perdebatan panas pascainsiden banjir di Sumatera beberapa waktu lalu.
Pakar Kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Febri Arif Cahyo Wibowo memastikan bahwa kebun sawit dan hutan memang berbeda dalam konteks ekosistem hutan dan daya dukung lingkungan.
Febri menyebut bahwa penyamaan fungsi pohon hutan dan pohon sawit dalam hal penyerapan air dan pencegahan banjir, merupakan pemahaman menyesatkan.
“Perbedaan paling mendasar antara sawit dan pohon hutan terletak pada struktur akar dan karakter vegetasi,” ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (15/12/2025).
Febri menjelaskan, akar sawit bersifat serabut dengan kedalaman rata-rata hanya sekitar satu meter, sehingga kemampuan menyerap dan menyimpan air sangat terbatas.
Sebaliknya, pohon hutan memiliki akar yang dapat menjangkau kedalaman dua hingga tiga meter, dan pada kondisi tertentu bahkan mencapai sepuluh meter.
“Perbedaan struktur ini membuat pohon hutan jauh lebih efektif dalam menjaga keseimbangan hidrologi dan kestabilan tanah,” bebernya.
“Kalau soal mempertahankan air, pohon jelas lebih unggul,” tambahnya.
Dosen kehutanan itu menyebut, sistem tanam sawit yang bersifat monokultur justru turut memperbesar kerentanan ekologis.
Lantai kebun sawit yang bersih dari tumbuhan bawah, membuat air hujan jatuh langsung menghantam permukaan tanah tanpa peredam alami.
Sementara itu, hutan alam memiliki struktur vegetasi berlapis yang mampu menahan, memperlambat, dan menyebarkan aliran air hujan sebelum mencapai tanah.
“Kondisi ini tidak hanya menjaga kelembapan tanah, tetapi juga mengurangi peluang terjadinya erosi,” urainya.
Dalam hal kebijakan
ekspansi sawit
, risiko erosi merupakan ancaman paling dekat, terutama pada kawasan dengan topografi miring.
Menurut Febri, banyak penelitian menunjukkan tingkat erosi di lahan sawit pada lereng tergolong tinggi. Kalau intensitas hujan tinggi dan tidak ada vegetasi penahan, dampaknya bisa sangat besar.
“Regulasi sebenarnya sudah sangat jelas, tinggal ditaati saja,” katanya.
Meningkatnya intensitas hujan akibat perubahan iklim dapat memperburuk kerentanan lingkungan, apabila perluasan sawit dilakukan tanpa memperhatikan karakteristik lahan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan pengembangan sawit tidak terjadi di kawasan rawan bencana, dan harus mempertimbangkan daya dukung tanah.
“Kementerian terkait sebenarnya sudah memiliki aturan tentang pengelolaan hutan produksi dan hutan tanaman industri sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikan aspek ekologis,” ujarnya.
“Pemerintah, kata dia, harus menghindari keputusan yang mengorbankan fungsi ekologis hutan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” imbuhnya.
Ia berharap, pemerintah membuat blok-blok khusus untuk sawit dan kembalikan fungsi hutan pada kawasan yang secara ekologis tidak cocok untuk kebun.
“Jangan memaksakan sawit tumbuh di tempat yang memang bukan habitatnya. Kalau konservasi ingin berjalan, fungsikan hutan sesuai peruntukannya,” tegasnya.
“Sawit memang memberi keuntungan ekonomi, tetapi tidak dirancang oleh alam untuk menggantikan fungsi ekologis hutan alam.”
“Karena itu, kebijakan ke depan harus memastikan bahwa ekspansi sawit tidak mengganggu ketahanan ekologis kawasan hutan, apalagi mengancam keselamatan masyarakat di wilayah rawan bencana,” sambungnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693fb80152c04.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jembatan Penghubung Takengon–Bireuen Bisa Dilalui, Warga: Alhamdulillah, Tinggal 2 Jembatan Lagi Regional 15 Desember 2025
Jembatan Penghubung Takengon–Bireuen Bisa Dilalui, Warga: Alhamdulillah, Tinggal 2 Jembatan Lagi
Tim Redaksi
BIREUEN, KOMPAS.com
– Kabar baik dirasakan masyarakat Dataran Tinggi Gayo, Aceh. Jembatan Teupin Mane di Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, sudah bisa dilalui.
Jembatan yang menghubungkan Aceh Tengah dengan Bener Meriah tersebut, dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat sejak Minggu (14/12/2025).
Camat Juli, Kabupaten
Bireuen
, Hendry Maulana, mengatakan jembatan rangka baja sementara tersebut telah melalui uji coba sebelum dibuka untuk umum.
“Alhamdulillah, jembatan rangka baja Teupin Mane tadi telah diuji coba oleh Pangdam, Dandim, dan Satker dari Kementerian PUPR. Jembatan tersebut sudah bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat dengan berat beban maksimal 20–25 ton,” ujar Hendry Maulana kepada Kompas.com melalui sambungan WhatsApp, Minggu (14/12/2025).
Hendry mengaku bersyukur pembangunan jembatan sementara tersebut dapat diselesaikan tepat waktu. Pasalnya, masih terdapat warga Kabupaten Bireuen yang tinggal di wilayah perbatasan dengan Bener Meriah yang terdampak keterbatasan akses.
“Kami sangat bersyukur, pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan tepat waktu ini bisa dinikmati oleh warga Aceh Tengah dan Bener Meriah. Semoga tidak terisolir lagi,” ucap Hendry.
Harapan Warga Dataran Tinggi Gayo
Respons positif juga datang dari warga Aceh Tengah. Rembune, warga Kampung Asir-Asir Atas, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Rembune menyebut, keberadaan jembatan tersebut menjadi harapan besar bagi kelancaran transportasi darat di wilayah Dataran Tinggi Gayo.
“Alhamdulillah, sekarang sudah ada kabar baik, jembatan sudah selesai. Tetapi masih ada jembatan Enang-Enang dan Tenge Besi yang masih rusak, semoga ini segera diselesaikan,” kata Rembune, Senin (15/12/2025).
Menurut dia, akses jalan darat sangat krusial tidak hanya bagi Aceh Tengah dan Bener Meriah, tetapi juga bagi wilayah lain seperti Gayo Lues.
Rembune berharap perbaikan akses jalan dan jembatan dapat memperlancar distribusi bantuan serta kebutuhan pokok ke wilayah tengah Aceh, terutama pascabencana hidrometeorologi.
“Semoga tidak lagi bantuan datang lewat udara. Selain itu, kalau Jalan
Takengon
–Bireuen sudah baik, maka kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi. Termasuk beras, telur, gas elpiji terutama,” ucap Rembune.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/03/693007c6de0b6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/02/692e8d9202d60.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/15/693fb584ad56e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5444625/original/075417900_1765783496-Ridwan_Kamil_dan_Atalia_Praratya_menikah_di_tahun_1996.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)