Banjir Sumatera, Kemenhut yang Beri Izin Penebangan Hutan Juga Harus Diperiksa
Tim Redaksi
PEKANBARU, KOMPAS.com
– Bencana banjir bandang yang terjadi di tiga provinsi di Pulau Sumatera, bukan hanya karena faktor alam, tapi akibat penebangan hutan.
Untuk itu Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (
Apkasindo
) meminta aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
Hal itu disampaikan Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, yang menanggapi pihak yang menyebut perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab banjir.
Banyak publik yang menyerukan agar aparat penegak hukum menindak aktas ilegal pemanfaatan kayu maupun alih fungsi hutan yang izinnya berasal dari Kementerian Kehutanan.
Menurutnya fokus pemeriksaan tidak boleh hanya berhenti pada perusahaan saja.
“Titik awal bencana bukan di
perkebunan sawit
. Kayu-kayu gelondongan itu jelas bukan dari kebun sawit, tapi dari pemanfaatan kayu hutan atau HTI (hutan tanaman industri),” kata Gulat saat diwawancarai Kompas.com di Pekanbaru, Jumat (5/12/2025).
Ia meminta penegak hukum, agar tidak hanya perusahaan yang diperiksa, tetapi juga Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
“Jangan hanya perusahaan yang diperiksa, tapi juga Kementerian Kehutanan sebagai pemberi izin dan lalainya tugas utama kementerian teknis tersebut,” kata Gulat.
Gulat juga meminta evaluasi harus menyeluruh, terutama terkait prosedur perizinan pemanfaatan kawasan hutan.
“Kejadian ini harus menjadi cermin untuk masa mendatang,” jelasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Jenis Media: Regional
-
/data/photo/2025/12/05/6932a4bda3724.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hamil 9 Bulan di Pengungsian Tapteng, Monalisa Bertahan Menunggu Persalinan Tanpa Suami Regional 6 Desember 2025
Hamil 9 Bulan di Pengungsian Tapteng, Monalisa Bertahan Menunggu Persalinan Tanpa Suami
Tim Redaksi
TAPANULI TENGAH, KOMPAS.com
– Wajah lelah namun tegar tampak jelas pada Monalisa (26), warga asal Pardagangan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Ia menjadi korban banjir bandang dan tengah bertahan di posko pengungsian.
Di tengah hiruk-pikuk posko
pengungsian
yang padat, ia duduk dengan perut yang kian membesar. Usia kandungannya kini sudah menginjak sembilan bulan.
Sudah sepuluh hari
Monalisa
terpaksa meninggalkan kenyamanan rumahnya dan tidur beralaskan tikar di pengungsian.
Namun, beban yang dipikulnya terasa lebih berat karena ia harus melalui masa-masa kritis ini seorang diri, tanpa didampingi sang suami.
“Sendiri saja memang di sini, karena suami berlayar. Sebatang kara lah di bencana ini,” kata Monalisa saat ditemui Kompas.com di lokasi, Jumat (5/12/2025).
Di saat ia membutuhkan dukungan fisik dan mental menjelang
persalinan
, Monalisa harus menerima kenyataan bahwa suaminya sedang berada jauh di perantauan.
“Kalau suami alhamdulillah sehat. Suami (di) Batang Arau, Padang,” ujar Monalisa.
Ia menyebut, suaminya sedang bekerja jauh di laut, sehingga tidak bisa mendampinginya saat
bencana banjir
melanda, maupun saat ia bertahan di posko pengungsian.
Ketidakhadiran sang suami memaksanya bertahan seorang diri menjaga keselamatan janin dalam kandungannya, sekaligus satu anaknya yang masih kecil.
Monalisa mengenang detik-detik mengerikan saat air banjir bandang datang pada Selasa (25/11/2025) pagi.
Tanpa suami yang bisa diandalkan untuk membantu evakuasi, ia harus berjuang sendiri menyelamatkan diri.
“Dari rumah hampir terseret, hampir terseret arus, pegangan aja sama yang ada,” ujarnya.
Kondisi fisiknya yang sedang hamil tua membuat pergerakannya terbatas, sementara derasnya air terus meninggi hingga 1 meter atau setara pinggang orang dewasa.
Ia harus sekuat tenaga menahan arus sembari menjaga anaknya agar tidak hanyut.
“Karena menarik ini (anak), karena air sudah hampir sepinggang. Apalagi hamil kan enggak bisa apa (banyak bergerak) karena kencang air. Tapi alhamdulillah masih dikasih selamat,” tuturnya.
Beruntung, di tengah kepanikan tersebut, sebuah mobil datang menjemput dan mengevakuasinya keluar dari kawasan yang dinyatakan waspada itu.
“Karena daerah rumah itu ternyata udah waspada, jadi dijemput sama tim penyelamat itu,” sambungnya.
Kini, meski menjelang waktu persalinan, Monalisa memilih bertahan di pengungsian dengan fasilitas serba terbatas.
Rumahnya yang berlumpur setinggi lutut belum layak untuk kembali dihuni.
Namun, alasan utamanya bukan sekadar kondisi fisik rumah, melainkan ketakutannya menghadapi persalinan sendirian tanpa bantuan medis di tengah kondisi darurat.
Di rumahnya, akses listrik terputus dan tidak ada sinyal komunikasi.
Kondisi itu dinilai terlalu berbahaya bagi dirinya yang hidup sendirian dan tengah ditinggal suaminya.
“Sebenarnya berat (di pengungsian). Tapi karena di sini ada tim medis, terpaksa harus di sini. Kalau di sana (rumah) kan jaringan enggak ada, lampu mati. Otomatis kan awak sendiri. Kalau di sini dirawat,” jelas Monalisa.
Berdasarkan pemeriksaan dokter, Hari Perkiraan Lahir (HPL) Monalisa jatuh pada 20 Desember 2025.
Namun, dokter yang memeriksa di pengungsian menyebutkan bahwa kelahiran bisa terjadi lebih cepat atau mundur.
“HPL-nya itu tanggal 20. Tapi katanya bisa maju, bisa mundur,” ucapnya.
“Kalau mundur, bisa jadi suami sudah bisa pulang. Tapi kalau maju, enggak tahu ya bagaimana,” sambungnya.
Di tengah ketidakpastian itu, persiapan menyambut sang buah hati masih jauh dari kata cukup.
Banjir telah merendam semua pakaian dan perlengkapan bayi yang sempat ia siapkan.
Sementara itu, kondisi keuangan keluarga yang sedang sulit karena suami merantau menambah beban pikirannya.
“Apalagi di sini pun juga masih ada kurang sih (bantuannya). Kayak pakaian bayi. Kan semua kena (banjir). Apalagi kondisi keuangan enggak ada,” tuturnya lirih.
Monalisa pun kini hanya bisa berharap proses persalinannya nanti berjalan lancar dan ia bisa mendapatkan tempat yang lebih layak untuk membesarkan bayinya. Sebab rumahnya masih dipenuhi lumpur.
Ia juga mengungkap bahwa dirinya selalu berdoa agar sang suami dapat segera pulang dan mendampingi proses persalinannya.
“Penginnya iya sih, (dapat) tempat yang layak, ada suami. Kalau enggak ada suami, kenapa-kenapa nanti siapa lah yang bawa aku ke rumah sakit,” pungkasnya penuh harap.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/06/6933137dc085e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Prabowo Merasa Sering Diejek sebagai "Rambo Podium" Nasional
Prabowo Merasa Sering Diejek sebagai “Rambo Podium”
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto membantah anggapan bahwa dirinya “Rambo podium” alias hanya berani berbicara di depan podium soal penegakan hukum.
“Kalau saya bicara, saya sering diejek, Prabowo itu Rambo di podium, hanya berani di podium. Tapi begitu nanti Jaksa Agung, KPK, bertindak (mereka bilang), ‘Ah, begitu Prabowo bertindak semena-mena’, tidak,” kata Prabowo dalam pidato di puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2025).
Meski dia dinilai sebagai ”
Rambo podium
“, tetapi ketika dirinya benar-benar menegakkan hukum melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia merasa dianggap semena-mena.
Kepala Negara menegaskan, ia tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.
Siapa pun yang melanggar hukum akan diusutnya.
Oleh karena itu, ia meminta semua pihak taat kepada hukum.
Pelaku ekonomi pun harus taat membayar pajak.
“Kepada sahabat-sahabat, kawan-kawan, kawan-kawan yang berkecimpung di ekonomi, patuhilah hukum, bayarlah pajakmu, patuhi semua ketentuan. Rakyat kita sudah tidak mau dipermainkan lagi, mereka pintar-pintar, mereka mengerti,” ucap Prabowo.
Ia pun mengajak para koruptor untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar, kemudian mengembalikan semua uang negara.
Uang itu, lanjut Prabowo, akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan warga.
“Saya berkata siapa yang melanggar hukum, kembalilah ke jalan yang benar. Kalau kau tobat, yang kau utang kepada negara ya kau bayar. Emang bikin jembatan pakai apa? Rakyat kita susah, rakyat kita perlu rumah, perlu sekolah yang baik, tidak bisa bangun sekolah hanya dengan omong-omong,” jelasnya.
Di sisi lain, Prabowo mempersilakan orang lain tetap gaduh dan mencari-cari kesalahannya.
Ia meyakini bahwa masyarakat akan mampu menilai sendiri siapa yang bekerja dan siapa yang hanya modal berbicara.
“Ada yang suka ribut saja, gaduh saja, ya tapi kalau dia mau gaduh silakan saja. Tapi saya percaya rakyat kita mengerti siapa yang bekerja dan siapa yang hanya bisa omong, omong, omong saja,” tandasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/6932f081e7b84.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ada yang "Menghilang" Saat Ketua RT/RW Tuntut Insentif Tak Dibayar Selama 10 Bulan Regional 6 Desember 2025
Ada yang “Menghilang” Saat Ketua RT/RW Tuntut Insentif Tak Dibayar Selama 10 Bulan
Tim Redaksi
PALOPO, KOMPAS.com –
Sejumlah ketua RT, RW, dan pengurus LPMK di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, pada Jumat (5/12/2025) sore mendatangi Gedung DPRD Palopo untuk menanyakan kepastian pembayaran insentif yang belum mereka terima sejak 2024.
Mereka berkumpul di halaman gedung usai mengetahui bahwa
Wali Kota Palopo
, Naili Trisal, menghadiri rapat paripurna penandatanganan nota kesepakatan rancangan awal RPJMD Kota Palopo 2025–2029.
Namun, harapan itu berubah menjadi kekecewaan.
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, Wali Kota keluar melalui pintu samping Gedung DPRD dan langsung meninggalkan area kantor tanpa menemui para ketua RT, RW, dan LPMK yang sudah menunggu berjam-jam.
Rapat paripurna RPJMD yang dijadwalkan pukul 14.00 Wita molor lebih dari dua jam.
Wali Kota baru hadir sekitar pukul 16.05 Wita, dan sidang dimulai pada pukul 16.22 Wita.
Di luar gedung, sejumlah personel kepolisian berjaga, sementara Satpol PP menutup rapat pintu ruang sidang.
Beberapa ketua RT, RW, dan LPMK yang hadir tampak menangis karena merasa perjuangan panjang mereka belum membuahkan hasil.
Korlap Forum LKK Kota Palopo, Feryanto, menegaskan bahwa pemerintah telah berulang kali menjanjikan penyelesaian pembayaran, namun tidak ada realisasi.
“Demonstrasi kami mulai 27 Oktober 2024 sampai kemarin, 4 Desember 2025. Satu tahun lebih tidak ada jawaban,” kata Feryanto.
Menurut Feryanto, Forum LKK telah menempuh berbagai jalur resmi, termasuk RDP dengan DPRD, audiensi dengan BPKD dan Inspektorat, hingga konsultasi ke Kanwil Kemenkumham.
Ia juga menyebut inspektorat provinsi telah menegaskan bahwa pembayaran insentif dan penghargaan untuk LKK aman secara regulasi.
“Sekda, Asisten I, para Kabag, semua bilang dokumennya sudah selesai. Kami hanya menunggu keputusan Wali Kota. Tapi sampai hari ini tidak ada realisasi,” ucapnya.
Feryanto menegaskan batas akhir penggunaan anggaran 2025 tinggal beberapa hari lagi.
“Tanggal 15 Desember kas daerah ditutup. Kalau tidak dibayar tahun ini, kami dipaksa lagi menunggu 2026,” tambahnya.
Ketua LPMK Kelurahan Binturu, Nur Salam, merinci bahwa insentif tahun 2024 belum dibayar selama 10 bulan, dari Januari hingga Oktober.
“Nilainya hanya Rp 300.000 per orang per bulan. Kecil, tapi itu hak kami. Sampai sekarang belum dibayar,” katanya.
Nur Salam menambahkan, sebagian insentif 2025 seharusnya sudah tercover dalam APBD pokok dan APBD Perubahan 2025.
“Pemerintahan itu berkesinambungan. Kalau pemerintah pusat bisa bayar beban pemerintahan sebelumnya, kenapa di Palopo tidak?” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Palopo, Alfri Jamil, menegaskan bahwa pihaknya telah mengalokasikan anggaran dalam APBD Perubahan 2025.
“Kami sudah anggarkan. Kami konsultasi ke BPKP, Inspektorat, dan Kemenkumham. Tiga lembaga itu menyampaikan bahwa teknisnya ada pada pemerintah,” tutur Alfri.
Alfri menegaskan DPRD hanya memiliki fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran.
“Regulasi sudah dipayungi Perda. Secara dasar hukum sudah kuat. Tinggal tindakan teknis dari pemerintah,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, ratusan Ketua RT, RW, dan pengurus LPMK se-Kota Palopo, Sulawesi Selatan, menggelar
aksi unjuk rasa
di Kantor Wali Kota pada Kamis (4/12/2025).
Mereka menuntut pembayaran insentif dan penghargaan yang disebut belum dibayarkan sejak 2024.
Jika sampai dengan 15 Desember masih belum ada kejelasan, mereka akan mengundurkan diri serentak.
Pantauan di lokasi, aksi tersebut sempat ricuh.
Massa berusaha masuk ke halaman Kantor Wali Kota untuk menyampaikan langsung tuntutannya.
Namun, pagar kantor tidak dibuka oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Situasi memanas ketika massa terus mendorong pagar sambil mendesak petugas membuka akses masuk.
Aksi saling dorong pun tak terhindarkan dan membuat suasana hampir berujung bentrok antara massa dan Satpol PP.
Koordinator aksi, Feryanto, mengatakan tuntutan yang dibawa hari ini merupakan kelanjutan dari aksi sebelumnya sejak 27 Oktober 2024 lalu.
Ia menyebut pemerintah Kota Palopo tidak membayarkan insentif dan penghargaan yang menurut mereka telah selesai dibahas dalam Banggar dan dimasukkan dalam Ranperda APBD Perubahan 2025.
“Pertanyaan kami masih sama, mengapa Pemkot tidak membayarkan penghargaan yang sudah dibahas bersama DPRD. Padahal ini sudah masuk dalam pembahasan APBD Perubahan,” ujar Feryanto saat dikonfirmasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/6932f847855ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perjuangan Pasutri Delapan Anak Hadapi Banjir di Langkat: Sudah Kami Pasrah Medan 6 Desember 2025
Perjuangan Pasutri Delapan Anak Hadapi Banjir di Langkat: Sudah Kami Pasrah
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Sudah sepuluh hari banjir melanda warga di Kelurahan Pekan Tanjung Pura, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Pantauan Kompas.com di sepanjang Jalan Khairil Anwar, tinggi air masih mencapai 80 cm.
Dari siang sampai matahari terbenam, air tak kunjung surut.
Meski begitu, semangat masyarakat untuk bertahan hidup di tengah gempuran banjir tak surut pula.
Tak sedikit masyarakat yang membangun posko mandiri di daerah yang dikelilingi banjir.
Mereka kerap kali tetap beraktivitas di jalan yang tergenang itu untuk mencari kebutuhan pokok dan obat-obatan ke kota.
Caranya pun beragam, ada yang berjalan kaki, mengendarai sepeda motor, serta menaiki sampan atau rakit.
Salah satu warga itu bernama Aam tinggal dan mengungsi di Lingkungan XI, Kelurahan Pekan Tanjung Pura.
Siang itu, dia terlihat sedang mendorong sepeda motor bersama istrinya.
Tampak mesin motor dimatikan dengan kondisi knalpot ditutup plastik.
Ia sengaja tak menghidupkan mesin motor untuk menghindari mogok. Dia bersama sang istri baru saja dari Kota Stabat.
“Ini tadi beli obat-obatan,” kata Aam sembari menunjukkan plastik yang diletakkannya di atas jok motor.
Salah satu obatnya adalah salep gatal-gatal.
Selama beberapa hari ini kaki keluarganya kerap kali terendam air banjir dan terkena gatal-gatal.
Adapun, Aam mengeluh sejauh ini sulit untuk mendapatkan kebutuhan pokok.
Padahal dia mesti memberi makan kedelapan anaknya.
“Ya itu lah kami makan apa yang bisa dimakan. Kayak roti dan snack-snack. Jadi kemarin lima hari cuma makan nasi dua kali sisanya makan roti, pop mie. Gak ada beras. Gak ada peralatan masak juga,” ungkap Aam.
Sejauh ini, dia bersama keluarga mengaku belum merasakan bantuan dari pemerintah. Hal itu membuat dia pasrah untuk bertahan hidup ala kadarnya.
“Kami udah pasrah ajalah. Kalau memang mau diperhatikan pasti sudah diperhatikan sebelumnya,” sebut Aam sembari melempar senyum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Polisi Tangkap 4 Debt Collector yang Sandera Ibu dan Anak di Sleman
Magelang, Beritasatu.com — Aksi empat penagih utang (debt collector) berujung pidana setelah mereka menculik seorang ibu rumah tangga berinisial NR (44) dan anaknya AB (5), warga Desa Tampingan, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Keduanya dijadikan sandera di sebuah rumah kontrakan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, selama dua hari satu malam lantaran tunggakan angsuran sepeda motor selama delapan bulan.
Peristiwa tersebut terekam dalam video amatir dan viral di media sosial. Rekaman memperlihatkan momen saat NR dan anaknya diduga dibawa paksa dari Magelang ke Sleman oleh sekelompok debt collector untuk dijadikan jaminan atas tunggakan kredit sepeda motor milik DR (23), anak NR yang berstatus debitur.
Seusai laporan keluarga korban diterima, polisi bergerak cepat melakukan penyelidikan. Aksi kejar-kejaran sempat terjadi antara petugas resmob dan para pelaku di kawasan Seturan, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, pada Jumat (5/12/2025) dini hari.
Seluruh pelaku akhirnya berhasil ditangkap dan langsung dibawa ke Markas Polresta Magelang. Sementara NR dan anaknya segera dipulangkan kepada keluarga.
Kapolresta Magelang Kombes Pol Herbin Sianipar menjelaskan, empat tersangka yang ditangkap berinisial JUR (33), II (30), SPM (35), dan YBF (25). Mereka merupakan warga Sleman dan bekerja sebagai debt collector eksternal. Tindakan penculikan dipicu kredit macet atas nama DR yang merupakan anak sulung korban.
“Keempat tersangka datang ke rumah debitur untuk menagih angsuran yang menunggak delapan bulan. Awalnya ada kesepakatan lisan untuk mencicil, namun tidak pernah terwujud sehingga para pelaku kembali mendatangi rumah korban,” ujar Herbin.
Kekecewaan para pelaku berujung pada tindakan melawan hukum. Pada Rabu (3/12/2025), setelah tidak tercapai kesepakatan pembayaran, para pelaku mengancam dan membawa NR serta anaknya secara paksa.
Keduanya sempat dibawa ke Polsek Tegalrejo untuk mediasi, tetapi setelah tidak ada titik temu, pelaku justru membawa korban ke sebuah rumah kontrakan di Sleman untuk disekap.
“Korban diinapkan selama dua hari satu malam dan diminta tebusan Rp 16 juta untuk dibebaskan,” ungkap Herbin.
Selama penyekapan, NR dan anaknya mengalami tekanan psikis akibat ancaman dan kekerasan verbal. Sang anak bahkan kerap menangis ketakutan. Meski diberi makan, kondisi mental keduanya terguncang.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk surat tugas debt collector, telepon genggam, serta mobil Honda Brio yang digunakan para pelaku.
Keempat tersangka kini ditahan di Polresta Magelang dan dijerat Pasal 328 KUHP tentang penculikan dan pemerasan, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Kasus ini kembali menyoroti praktik penagihan utang di lapangan yang kerap disertai intimidasi dan tindakan melawan hukum.
-
/data/photo/2025/12/05/6932f7547d75e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dampak Bencana Aceh Memprihatinkan, Mualem Khawatir Warganya Meninggal Kelaparan Regional 5 Desember 2025
Dampak Bencana Aceh Memprihatinkan, Mualem Khawatir Warganya Meninggal Kelaparan
Tim Redaksi
BANDA ACEH, KOMPAS.com
– Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem mengakui sampai saat ini masih ada wilayah terdampak banjir dan longsor di Aceh yang belum mendapatkan bantuan.
Terutama di wilayah-wilayah pedalaman atau terisolir.
Ia khawatir dengan kondisi semacam ini maka akan banyak warganya yang mati kelaparan.
Berdasarkan hasil peninjauannya dalam beberapa hari terakhir,
Mualem
menemukan kondisi warga yang cukup memprihatikan.
“Sangat memprihatinkan. Bukan meninggal karena banjir, meninggal kelaparan. Itu aja,” katanya saat diwawancari awak media di Lanud SIM Aceh Besar, Jumat (5/12/2025) sore.
Mualem meminta seluruh jajaran pemerintah dan instansi terkait mempercepat distribusi kebutuhan pokok.
Dia juga meminta penanganan akses menuju wilayah-wilayah yang hingga kini masih terisolir akibat bencana banjir dan longsor bisa lebih dipercepat.
“Masih banyak masyarakat yang membutuhkan sembako dan belum terjamah seperti di wilayah-wilayah pedalaman,” ujarnya.
Menurut Mualem, wilayah paling urgent dan paling membutuhkan bantuan sembako di antaranya seperti Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara.
Akses menuju ke sejumlah kecamatan di daerah itu hanya dapat ditembus melalui jalur udara.
Karena itu, Mualem meminta kepada jajaran termasuk kepala desa agar bisa bekerja aktif dan menyalurkan sembako kepada mereka yang sangat membutuhkan.
“Sembako jangan tertimbun di lokasi tertentu. Banyak titik berat yang harus ditangani cepat,” ujarnya.
Salah satu wilayah yang mendapat perhatian khusus adalah Kecamatan Seumadam di Aceh Tamiang.
Ia menyebut TNI dan berbagai unsur lain telah bergerak, namun percepatan tetap dibutuhkan.
Saat memimpin rapat koordinasi penanganan bencana Aceh di Posko Lanud Sultan Iskandar Muda, Mualem turut menggambarkan situasi kritis di beberapa jalur utama.
Khususnya ruas Tamiang ke Langsa yang hingga hari ini masih tertutup material banjir dan longsor.
Ia menyebut adanya temuan kendaraan yang terjebak banjir dengan korban jiwa di dalamnya.
Selain akses, Gubernur menekankan kebutuhan mendesak berupa tenda pengungsian dan air bersih terutama untuk wilayah Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara yang masih terisolir.
Mualem menyebutkan, bahwa lima unit alat berat dari Medan telah diarahkan menuju Aceh Timur dan Aceh Utara untuk mendukung pembukaan akses.
Mualem juga meminta BNPB memprioritaskan pengiriman tenda dan air bersih dalam waktu sesingkat mungkin.
Dengan 41 titik jembatan putus di Aceh Utara saja, menurutnya perlu percepatan dan koordinasi yang lebih solid.
Sehingga distribusi sembako yang menumpuk di lapangan dapat segera bergerak ke desa-desa terdampak.
“Segera pastikan semua berjalan. Sembako banyak tertumpuk karena akses. Percepat distribusi,” ujarnya.
Selain itu, Gubernur Mualem juga menyoroti kondisi di Aceh Tengah, terutama akses jalan KKA yang menjadi jalur vital ke wilayah terdampak.
Ia meminta Dinas PUPR dan instansi terkait segera melakukan percepatan pembenahan.
“Kalau Juli agak kewalahan, karena ada jembatan putus. Lebih cepat dikerjakan di KKA. PUPR harus cepat benahi,” tegasnya.
Terakhirnya, Mualem juga menyebutkan bahwa ada tim dari China berjumlah lima orang.
Mereka akan membantu pencarian korban tertimbun lumpur menggunakan perangkat khusus.
“Mereka punya alat mendeteksi mayat dalam lumpur. Ini sangat membantu,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/06/6933623a19338.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

