Jenis Media: Politik

  • 1.119 PPPK Paruh Waktu Magetan Resmi Diangkat, Sekda: Wujudkan Syukur dengan Kinerja BerAKHLAK

    1.119 PPPK Paruh Waktu Magetan Resmi Diangkat, Sekda: Wujudkan Syukur dengan Kinerja BerAKHLAK

    Magetan (beritajatim.com) – Sebanyak 1.119 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di Kabupaten Magetan resmi menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan. Penyerahan SK yang berlangsung khidmat di Alun-alun Magetan, Selasa (16/12/2025), menjadi penanda dimulainya pengabdian para ASN baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Magetan.

    Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Magetan melaporkan, dari total 1.119 PPPK yang menerima SK, terdapat dua formasi utama. Rinciannya meliputi 38 orang dari formasi guru dan mayoritas sebanyak 1.081 orang dari formasi tenaga teknis. Seluruh PPPK ini akan segera ditempatkan pada perangkat daerah sesuai kebutuhan organisasi.

    Sambutan Bupati Magetan, Nanik Endang Rusminiarti, yang dibacakan Sekretaris Daerah Kabupaten Magetan, Welly Kristianto, menekankan bahwa pengangkatan ini harus dimaknai sebagai bentuk rasa syukur. Rasa syukur tersebut harus diimplementasikan melalui kinerja dan pengabdian yang profesional.

    “Sebagai implementasi rasa syukur itu, sebagai ASN saudara dapat mewujudkannya dengan melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh serta mengimplementasikan nilai dasar ASN BerAKHLAK,” ujar Sekda Welly Kristianto.

    Sekda Welly menambahkan, PPPK yang baru dilantik mengemban peran strategis sebagai pelayan publik. Oleh karena itu, setiap aparatur dituntut menunjukkan sikap dan perilaku yang berorientasi total pada kepentingan masyarakat.

    “Sebagai pelayan publik, saudara dituntut memberikan pelayanan terbaik yang akurat, tepat, mudah, murah, dan sederhana kepada masyarakat yang dilayani,” tegasnya.

    Acara penyerahan SK PPPK Paruh Waktu ini turut dihadiri Ketua DPRD Kabupaten Magetan beserta anggota Komisi A, dan para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Momen ini diharapkan menjadi penguatan komitmen seluruh ASN dalam meningkatkan kualitas layanan publik di Magetan. [fiq/beq]

  • Sayur Awet 2 Bulan, Pemkab Magetan Terapkan Teknologi Ozonisasi untuk Jaga Harga Panen

    Sayur Awet 2 Bulan, Pemkab Magetan Terapkan Teknologi Ozonisasi untuk Jaga Harga Panen

    Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan melakukan terobosan strategis di sektor pertanian dengan menerapkan teknologi ozonisasi untuk penanganan pasca panen produk hortikultura. Inovasi ini diklaim mampu memperpanjang masa simpan sayuran hingga dua bulan, sekaligus menjadi solusi agar petani tidak terpaksa menjual hasil panen dengan harga murah saat pasar sedang lesu.

    Sekretaris Daerah Magetan, Welly Kristanto, menegaskan bahwa sosialisasi teknologi ini merupakan upaya konkret pemerintah melindungi kesejahteraan petani dari fluktuasi harga yang kerap merugikan.

    “Kegiatan ini tujuannya jelas untuk kebaikan petani. Dengan ozonisasi, hasil produksi pasca panen bisa lebih awet. Artinya, petani tidak harus menjual saat harga jatuh, tapi bisa menunggu waktu yang lebih baik,” ujar Welly Kristanto, Selasa (16/12/2025).

    Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHP) Magetan, Uswatul Chasanah, menjelaskan secara teknis penerapan alat tersebut. Saat ini, fasilitas ozonisasi yang tersedia masih bersifat percontohan (pilot project) dan ditempatkan di lingkungan dinas dengan kapasitas pengolahan sekitar satu ton.

    “Sementara ini masih terbatas. Petani bisa membawa hasil panennya untuk diozonkan, tentu dengan kuota yang menyesuaikan kapasitas alat,” jelas Uswatul.

    Uswatul menambahkan, berdasarkan uji coba awal, teknologi ini terbukti efektif. Sayuran yang melalui proses ozonisasi memiliki daya tahan jauh lebih lama dibandingkan metode konvensional.

    “Dengan masa simpan yang lebih panjang, petani punya kesempatan menunggu harga membaik. Ke depan, teknologi ini akan kami sosialisasikan lebih luas dan diharapkan bisa diduplikasi,” tambahnya.

    Ia juga memastikan ketersediaan alat ini sudah terdaftar dalam katalog pengadaan pemerintah (INAPROC), sehingga memudahkan proses replikasi di masa mendatang jika anggaran memungkinkan.

    Respons positif datang dari para pelaku tani. Dedi Kurniawan, perwakilan Kelompok Tani Bangkit Singolangu, Kecamatan Plaosan, mengaku teknologi ini sangat membantu, terutama dalam menghadapi ancaman penyakit tanaman dan ketidakpastian harga.

    “Kami mendapat pemahaman baru tentang teknologi pengawetan sayuran. Harapannya, saat harga anjlok, ada solusi supaya sayur bisa disimpan lebih lama dan dijual dengan harga yang lebih baik,” ungkap Dedi.

    Dedi juga menyoroti manfaat lain dari teknologi ozon, yakni kemampuannya menekan risiko pembusukan akibat jamur yang sering menyerang saat musim hujan.

    “Penyakit jamur seperti fusarium sering muncul. Dari pelatihan tadi dijelaskan bahwa ozonisasi juga bisa membantu mengendalikan penyakit dan menekan tingkat kebusukan hasil panen,” paparnya.

    Para petani berharap inovasi ini tidak berhenti di level dinas saja. Dedi mendorong agar alat serupa segera tersedia secara merata hingga ke tingkat kelompok tani di desa-desa.

    “Kalau alat ini bisa cepat diduplikasi dan ada di tingkat kelompok tani, dampaknya akan sangat besar bagi petani. Harapannya bisa terwujud lewat kerja sama dan dukungan berbagai pihak,” pungkasnya. [fiq/beq]

  • Sidak SMPN 2 Prambon, Wabup Sidoarjo Kecewa Berat: Tembok Retak hingga Plafon Tak Presisi

    Sidak SMPN 2 Prambon, Wabup Sidoarjo Kecewa Berat: Tembok Retak hingga Plafon Tak Presisi

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Wakil Bupati Sidoarjo, Hj. Mimik Idayana, menemukan sederet masalah krusial saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke proyek pembangunan SMP Negeri 2 Prambon, Selasa (16/12/2025). Dalam kunjungan keduanya ini, Mimik menyoroti kualitas pengerjaan yang dinilai buruk, mulai dari tembok bangunan yang retak, pemasangan keramik yang tidak rapat, hingga ukuran plafon yang tidak presisi.

    Kondisi fisik bangunan yang memprihatinkan membuat orang nomor dua di Sidoarjo ini meragukan klaim tim pengawas yang menargetkan proyek rampung pekan depan.

    “Kalau menurut tim pengawas katanya Senin tanggal 22 Desember 2025 sudah clear semua. Tapi jujur, saya belum yakin bisa selesai dengan kondisi di lapangan seperti ini. Kalau memang bisa selesai hari Senin, tentu luar biasa dan patut diapresiasi,” tegas Mimik di lokasi proyek.

    Menurut penilaian Mimik, kualitas bangunan secara keseluruhan baru mencapai angka 80 persen. Selain cacat konstruksi pada dinding dan lantai, ia memberikan catatan merah pada sistem drainase sekolah yang dianggap tidak memadai untuk mengantisipasi cuaca ekstrem.

    “Salurannya masih kecil. Kalau hujan deras, saya khawatir pembuangan airnya tidak maksimal. Ini harus menjadi perhatian serius,” ujarnya.

    Kekecewaan Wabup memuncak saat menyoroti rekam jejak pelaksana proyek. Ia mengungkapkan bahwa proyek ini dikerjakan oleh pihak dengan pimpinan yang sama seperti proyek sebelumnya, meski menggunakan bendera perusahaan berbeda. Kualitas pekerjaan mereka dinilai konsisten bermasalah.

    “Ini sudah pembangunan yang ketiga, tapi kualitasnya masih seperti ini. Yang pertama belum dua tahun sudah banyak retak, plafon rusak, dan pecah-pecah. Seharusnya ini menjadi bahan evaluasi,” terangnya dengan nada kesal.

    Mimik mengultimatum pelaksana proyek untuk segera memperbaiki kerusakan dan memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Ia juga meminta fasilitas pendukung yang rusak, seperti pot tanaman dan wastafel, segera dibenahi sebelum dilakukan pengecekan ulang.

    Di sisi lain, Camat Prambon, Feri Prasetiya Budi, memanfaatkan momen sidak ini untuk menyampaikan aspirasi terkait aksesibilitas. Ia mendesak agar komitmen pelebaran jalan akses di depan SMPN 2 Prambon segera direalisasikan demi kelancaran lalu lintas warga dan siswa.

    “Pelebaran masing-masing satu meter di sisi kanan dan kiri sangat dibutuhkan untuk kelancaran akses sekolah dan masyarakat,” kata Feri.

    Menanggapi rentetan temuan dan desakan tersebut, pihak pelaksana proyek menyatakan kesanggupannya untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu dan standar kualitas yang ditetapkan agar terhindar dari denda keterlambatan. [isa/beq]

  • Sidak Proyek SDN Suko, Bupati Sidoarjo Puji Kualitas Bangunan: Sesuai Standar

    Sidak Proyek SDN Suko, Bupati Sidoarjo Puji Kualitas Bangunan: Sesuai Standar

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo H. Subandi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi proyek pembangunan SD Negeri Suko, Kecamatan Sukodono, pada Selasa (16/12/2025). Kunjungan ini bertujuan memastikan sarana pendidikan dibangun dengan kualitas aman dan nyaman guna menunjang kegiatan belajar mengajar siswa.

    Dalam tinjauan lapangan tersebut, Bupati Subandi mengecek langsung detail progres fisik bangunan. Ia memverifikasi apakah pengerjaan proyek telah mematuhi standar teknis dan sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati.

    Berdasarkan hasil pantauannya, Subandi menilai realisasi pembangunan SDN Suko secara umum telah memuaskan dan memenuhi ketentuan yang berlaku.

    “Tidak banyak catatan koreksi yang saya temukan. Kualitas bahan dasar pembangunan dari tembok hingga struktur atap bangunan sudah bagus dan sesuai standar,” ujar H. Subandi di lokasi.

    Orang nomor satu di Sidoarjo ini juga memberikan apresiasi terhadap kinerja kontraktor pelaksana yang dinilai profesional dalam menjaga mutu pekerjaan. Menurutnya, komitmen kontraktor sangat krusial dalam menghadirkan infrastruktur publik yang layak.

    Selain kontraktor, sorotan positif juga ditujukan kepada tim pengawas proyek. Subandi menekankan bahwa hasil pembangunan yang presisi tidak lepas dari fungsi kontrol yang berjalan maksimal di lapangan.

    “Kualitas hasil pembangunan sangat bergantung pada kinerja konsultan pengawas. Jika pengawas bekerja dengan baik, maka hasilnya juga akan maksimal,” imbuhnya.

    Subandi berharap standar kualitas yang diterapkan di SDN Suko dapat menjadi tolok ukur (benchmark) bagi pembangunan fasilitas pendidikan lainnya di Kabupaten Sidoarjo. Dengan infrastruktur yang kokoh dan aman, kualitas pendidikan di Kota Delta diharapkan dapat terus meningkat. [isa/beq]

  • 2.595 PPPK Paruh Waktu Kota Kediri Terima SK, Mbak Wali Dorong Peningkatan Kompetensi dan Pelayanan Berkualitas

    2.595 PPPK Paruh Waktu Kota Kediri Terima SK, Mbak Wali Dorong Peningkatan Kompetensi dan Pelayanan Berkualitas

    Kediri (beritajatim.com) – Sebanyak 2.595 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di lingkungan Pemerintah Kota Kediri menerima Surat Keputusan (SK) yang diserahkan secara simbolis oleh Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati, Selasa (16/12/2025).

    Penyerahan SK PPPK Paruh Waktu tersebut berlangsung di GOR Jayabaya Kota Kediri dan dihadiri jajaran pimpinan Pemerintah Kota Kediri.

    Dalam sambutannya, Wali Kota Kediri yang akrab disapa Mbak Wali menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh penerima SK PPPK Paruh Waktu yang telah resmi bergabung sebagai aparatur sipil negara.

    Ia menegaskan bahwa sebagai ASN, PPPK Paruh Waktu dituntut memiliki integritas, semangat melayani, serta kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat. “Sebagai ASN, juga dituntut untuk memiliki integritas, semangat melayani, serta kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

    Mbak Wali menekankan bahwa hakikat seorang ASN adalah melayani, bukan dilayani. Oleh karena itu, seluruh aparatur di lingkungan Pemerintah Kota Kediri diharapkan mampu memberikan pelayanan yang cepat, tepat, ramah, dan berkualitas kepada masyarakat.

    Lebih lanjut, wali kota termuda ini mendorong seluruh PPPK Paruh Waktu untuk terus meningkatkan kompetensi dan kualitas diri, baik melalui pelatihan mandiri maupun pengalaman kerja sehari-hari.

    Menurutnya, kemampuan beradaptasi dengan cepat menjadi keharusan di tengah berbagai tantangan, mulai dari peningkatan kualitas pelayanan publik, penguatan tata kelola pemerintahan, hingga percepatan pembangunan daerah.

    “Ini merupakan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, kita harus terus belajar, bersinergi, dan berkolaborasi,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Mbak Wali juga menitipkan pesan kepada para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) agar terus melakukan pembinaan dan pendampingan kepada PPPK Paruh Waktu.

    Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif serta berorientasi pada kinerja dan kepuasan masyarakat. “Jika masyarakat merasa puas, berarti kinerja kita baik. Sebaliknya, jika belum, maka perlu dilakukan evaluasi,” jelasnya.

    Di akhir arahannya, Mbak Wali mengingatkan bahwa SK yang diterima bukan sekadar secarik kertas, melainkan sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap PPPK Paruh Waktu.

    “Semangat untuk terus mengabdi kepada Kota Kediri. Saya yakin bapak ibu semua adalah orang-orang yang berkualitas,” tutupnya.

    Kegiatan tersebut turut dihadiri Wakil Wali Kota Kediri Qowimuddin, Penjabat Sekretaris Daerah Kota Kediri M. Ferry Djatmiko, para asisten, staf ahli, kepala OPD, serta para penerima SK PPPK Paruh Waktu. [nm/beq]

  • Pemkot – Kejari Kota Kediri Teken PKS Pidana Kerja Sosial, Dorong Penegakan Hukum Humanis

    Pemkot – Kejari Kota Kediri Teken PKS Pidana Kerja Sosial, Dorong Penegakan Hukum Humanis

    Kediri (beritajatim.com) – Pemerintah Kota Kediri menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri dalam penerapan pidana kerja sosial sebagai bagian dari penguatan penegakan hukum yang berorientasi keadilan dan kemanfaatan sosial.

    Penandatanganan dilakukan oleh Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati bersama Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri Raden Roro Theresia. Kegiatan tersebut dilaksanakan serentak bersama para kepala daerah dan kepala kejaksaan negeri se-Jawa Timur.

    Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait penerapan kebijakan pidana kerja sosial dalam kerangka restorative justice.

    Penandatanganan PKS berlangsung dalam pembukaan Bimbingan Teknis Capacity Building Penggerak Restorative Justice Adhyaksa Paradigma Baru Penyelesaian Perkara Pidana yang Berkeadilan “Caraka Dharma Sasaka” di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR), Senin (15/12/2025).

    Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menilai kerja sama tersebut sebagai langkah strategis dalam mewujudkan penegakan hukum yang lebih humanis dan berkeadilan di daerah.

    Penerapan pidana kerja sosial, menurutnya, tidak hanya bertujuan memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana, tetapi juga menghadirkan manfaat langsung bagi masyarakat.

    Pidana kerja sosial diharapkan mampu membangun kesadaran, rasa tanggung jawab, serta kepedulian pelaku terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

    “Kerja sama ini menjadi bentuk komitmen Pemerintah Kota Kediri bersama Kejaksaan Negeri dalam mendukung penegakan hukum yang berorientasi pada kemanfaatan sosial. Melalui kolaborasi dengan Kejaksaan Negeri kami berharap pelaksanaan pidana kerja sosial dapat berjalan tertib, terukur, dan selaras dengan upaya pembangunan serta ketertiban sosial di Kota Kediri,” ungkap wali kota termuda ini.

    Kegiatan tersebut turut dihadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono, Pelaksana Tugas Direktur Utama Jamkrindo Abdul Barri, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Agus Sahat, Rektor Universitas Airlangga, serta sejumlah tamu undangan lainnya. [nm]

  • Kabel Optik Semrawut Bahayakan Warga, DPRD Pasuruan Ancam Potong Paksa Jaringan Ilegal

    Kabel Optik Semrawut Bahayakan Warga, DPRD Pasuruan Ancam Potong Paksa Jaringan Ilegal

    Pasuruan (beritajatim.com) – Komisi I dan Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan mengeluarkan ultimatum keras terhadap penyedia layanan telekomunikasi (provider) terkait maraknya jaringan kabel optik yang terpasang semrawut di berbagai ruas jalan. Parlemen mengancam akan mengerahkan Satpol PP untuk memutus paksa kabel-kabel yang dinilai membahayakan keselamatan masyarakat jika tidak segera dibenahi.

    Pernyataan tegas ini disampaikan dalam rapat koordinasi yang memanggil sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan perwakilan provider internet. Langkah pemanggilan ini diambil menyusul banyaknya keluhan mengenai kondisi kabel menjuntai dan tiang jaringan yang berdiri tanpa pola jelas, yang selain merusak estetika juga berpotensi memicu kecelakaan lalu lintas.

    Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Rudi Hartono, menyoroti banyaknya tiang kabel yang berdiri tanpa izin resmi di lahan milik pemerintah daerah maupun desa. Ia menegaskan bahwa praktik pemasangan infrastruktur yang asal-asalan ini tidak bisa ditoleransi selamanya.

    “Pemerintah akan melakukan sosialisasi karena yang dilakukan provider ini salah,” ujar Rudi di sela-sela rapat.

    Politisi yang akrab disapa Rudi ini memperingatkan bahwa jika imbauan perbaikan tidak diindahkan, pihaknya tidak segan mengambil tindakan represif di lapangan.

    “Kalau tetap membandel, saya minta Satpol PP melakukan sweeping dan langsung memutus kabelnya,” tegasnya.

    Senada dengan Rudi, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan, Yusuf Danial, menyoroti aspek tata ruang. Menurutnya, keberadaan tiang provider sering kali memakan bahu jalan sehingga mengganggu rencana pengembangan infrastruktur daerah.

    “Jangan sampai ketika ada pelebaran jalan justru terkendala karena tiang kabel,” kata Yusuf.

    Rapat tersebut juga mengungkap akar masalah dari kekacauan ini. Kepala Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Pasuruan, Ridwan Haris, mengakui bahwa kekosongan regulasi menjadi kendala utama dalam penertiban.

    “Saat ini belum ada aturan sewa lahan dan sewa tiang, sehingga banyak kabel menempel di tiang PJU, PLN, dan Telkom,” ungkap Ridwan.

    Merespons tekanan dari legislatif, perwakilan provider Lamdanet Prigen, Heri, menyampaikan keberatannya jika tindakan pemutusan kabel dilakukan secara serta-merta. Ia meminta adanya tenggang waktu bagi para pengusaha untuk melakukan penataan.

    “Beri kami waktu untuk berbenah karena biaya penataan ulang jaringan sangat mahal,” tutur Heri.

    Rudi Hartono menambahkan, pertemuan ini merupakan langkah awal untuk memetakan masalah yang dihadapi kedua belah pihak. DPRD berkomitmen untuk segera menyusun payung hukum yang jelas guna menata infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Pasuruan.

    “Ke depan akan kami siapkan regulasinya agar tidak semrawut,” ucap Rudi. [ada/beq]

  • Warga Madiun Ikuti Program Transmigrasi ke Sidrap Sulawesi Selatan

    Warga Madiun Ikuti Program Transmigrasi ke Sidrap Sulawesi Selatan

    Madiun (beritajatim.com) – Satu kepala keluarga asal Kabupaten Madiun diberangkatkan mengikuti Program Transmigrasi menuju Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Provinsi Sulawesi Selatan.

    Keberangkatan dilakukan pada Senin (15/12/2025) dari Kantor Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Madiun.

    Calon transmigran tersebut adalah Ulfatun Nadhifah (28), warga Desa Tanjungrejo, Kecamatan Kebonsari, yang berangkat bersama suaminya, Anton Ribowo (35). Keduanya mengikuti program ini dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelumnya.

    “Tujuannya ingin mengubah hidup menjadi lebih baik, sekaligus untuk bekal masa tua dan pendidikan anak-anak,” ujar Ulfatun sebelum keberangkatan.

    Ulfatun mengaku telah menyiapkan kesiapan mental untuk tinggal di wilayah baru yang jauh dari keluarga. Ia juga membawa benih tanaman sebagai langkah awal untuk bertani di lokasi tujuan.

    Meski demikian, ia menyadari tantangan hidup di daerah baru tidak ringan. Namun, keputusan mengikuti transmigrasi diambil setelah mendapatkan restu dari orang tua dan keluarga.

    Anton Ribowo yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan, juga memiliki pengalaman di bidang pertanian dan peternakan. Pengalaman tersebut dinilai menjadi modal awal untuk beradaptasi di wilayah tujuan yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian.

    Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Madiun, Soedjiono, mengatakan program transmigrasi merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka mengurangi kesenjangan antarwilayah, menekan angka pengangguran, serta membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.

    “Peserta yang diberangkatkan telah melalui proses seleksi serta pembekalan dari dinas terkait, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi,” kata Soedjiono.

    Menurutnya, Kabupaten Sidrap dipilih sebagai lokasi tujuan karena memiliki potensi di sektor pertanian. Namun, ia menegaskan bahwa keberhasilan program transmigrasi sangat bergantung pada kesiapan dan kemampuan peserta dalam beradaptasi dengan kondisi sosial maupun geografis setempat.

    “Transmigrasi adalah proses jangka panjang. Diperlukan kerja keras dan ketahanan untuk membangun kehidupan baru di tempat tujuan,” ujarnya.

    Kabupaten Sidenreng Rappang ditetapkan sebagai lokasi transmigrasi berdasarkan kebijakan kementerian terkait. Pemerintah Kabupaten Madiun berperan dalam fasilitasi dan pendampingan sesuai kewenangan yang dimiliki. (rbr/ted)

  • Golkar Gelar FGD Rajut Desain Perda Disabilitas di Jatim, Ini Tujuannya!

    Golkar Gelar FGD Rajut Desain Perda Disabilitas di Jatim, Ini Tujuannya!

    Surabaya (beritajatim.com) – Peraturan Daerah (Perda) Disabilitas di Jatim yang saat ini berlaku dinilai sudah tidak relevan. Ini karena belum selaras dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

    Kondisi tersebut mendorong DPD Partai Golkar Jawa Timur menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertema ‘Merajut Desain Peraturan Daerah Disabilitas Provinsi Jawa Timur’, sebagai langkah awal merumuskan regulasi baru yang lebih inklusif, komprehensif, dan berpihak pada kebutuhan riil difabel.

    Ketua Panitia FGD, Julianto Simanjuntak, menegaskan bahwa FGD ini merupakan inisiatif langsung Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur, Ali Mufti, yang memandang pembaruan Perda Disabilitas sebagai kebutuhan mendesak.

    “Perda Disabilitas Jawa Timur yang ada lahir tahun 2013, sementara Undang-Undang Disabilitas terbit tahun 2016. Ini jelas perlu diselaraskan agar tidak menimbulkan kekosongan perlindungan hukum,” kata Julianto kepada wartawan, Senin (15/12/2025).

    Menurut Julianto, Partai Golkar menugaskan Bidang Hukum dan HAM untuk memfasilitasi diskusi terbuka dengan menghadirkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari unsur pemerintah, dunia usaha, hingga komunitas penyandang disabilitas.

    FGD tersebut melibatkan perwakilan APINDO, Dinas PUPR, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Komisi E DPRD Jawa Timur, serta lebih dari 20 komunitas penyandang disabilitas dari berbagai daerah.

    “Kebutuhan penyandang disabilitas hanya bisa dijelaskan oleh mereka sendiri. Karena itu, suara komunitas difabel harus menjadi fondasi utama dalam penyusunan naskah akademik perda ini,” tegasnya.

    Dalam forum tersebut, isu kesejahteraan menjadi perhatian utama, khususnya terkait penyerapan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas. Julianto menyinggung ketentuan kuota kerja, yakni 1 persen di sektor swasta serta 2 persen di BUMD dan BUMN, yang dinilai belum sepenuhnya berjalan merata.

    “APINDO menyampaikan bahwa beberapa perusahaan sudah mulai menjalankan ketentuan ini. Namun implementasinya masih perlu diperluas dan diawasi,” katanya.

    Selain ketenagakerjaan, aspek aksesibilitas fasilitas publik juga menjadi sorotan. Julianto mengakui, Kota Surabaya mulai menunjukkan kemajuan dengan adanya parkir khusus, guiding block, dan fasilitas di transportasi publik. Namun kondisi tersebut belum dirasakan secara merata di kabupaten/kota lain.

    Bahkan, dalam FGD terungkap masih kuatnya stigma sosial terhadap penyandang disabilitas di sejumlah daerah, termasuk di wilayah Madura.

    “Ada cerita bahwa keluarga masih merasa malu memiliki anggota keluarga disabilitas. Ini stigma yang harus kita lawan bersama. Perda tidak boleh hanya bicara fasilitas, tapi juga soal memanusiakan manusia,” tegas Julianto.

    Ia menekankan bahwa penyandang disabilitas bukan kelompok lemah, melainkan individu yang memiliki kapasitas dan kompetensi tinggi. “Banyak dari mereka intelektual, profesional, bahkan advokat yang vokal memperjuangkan hak-haknya. Negara wajib hadir memberi ruang dan perlindungan,” ujarnya.

    FGD ini juga menghadirkan penulis naskah akademik, Adam, agar masukan dari seluruh peserta dapat langsung diintegrasikan dalam desain regulasi.

    Julianto menegaskan, penyusunan Perda Disabilitas ke depan harus dilakukan secara partisipatif, transparan, dan tidak lagi mengulang praktik penyusunan regulasi yang minim pelibatan komunitas terdampak.

    “Kami tidak ingin perda ini disusun tertutup lalu diperdebatkan ulang. Harapannya, pemerintah langsung memiliki regulasi yang komprehensif, selaras dengan undang-undang, putusan MK, dan bersifat futuristik,” pungkasnya. (tok/ted)

  • Ancaman Denda Sampah Rp50 Juta, DPRD Kota Probolinggo Wanti-wanti Perda Keras tapi Rawan Tak Jalan

    Ancaman Denda Sampah Rp50 Juta, DPRD Kota Probolinggo Wanti-wanti Perda Keras tapi Rawan Tak Jalan

    Probolinggo (beritajatim.com) – Ancaman denda hingga Rp50 juta dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Sampah Kota Probolinggo dinilai berpotensi menjadi aturan yang keras di atas kertas, namun lemah dalam penerapan jika tidak disertai mekanisme penegakan yang realistis dan bertahap.

    Tenaga Ahli DPRD Kota Probolinggo, Syahrul Sajidin, menegaskan bahwa hasil fasilitasi dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur memang mengizinkan pengenaan sanksi maksimal, baik kepada perseorangan maupun badan usaha. Namun, ia mengingatkan bahwa tingginya nominal denda tidak otomatis menjamin kepatuhan di lapangan.

    “Kalau ancamannya tinggi tetapi tidak bisa dijalankan, akhirnya hanya jadi pasal mati. Perda terlihat tegas, tapi praktiknya sulit diterapkan,” ujar Syahrul dalam pembahasan tindak lanjut fasilitasi Raperda, pada Senin (15/12/2025).

    Dalam draf Raperda, perseorangan yang sengaja membuang atau membakar sampah terancam denda maksimal Rp500 ribu. Sementara produsen, pengelola kawasan, hingga badan usaha pengelola sampah dapat dikenai denda administratif hingga Rp50 juta, bahkan berujung pada pencabutan izin usaha.

    Syahrul menilai, persoalan utama bukan pada besaran denda, melainkan pada ketiadaan pengaturan teknis yang jelas mengenai tahapan penindakan. Ia mempertanyakan apakah sanksi akan langsung dijatuhkan atau didahului teguran lisan, peringatan tertulis, hingga paksaan pemerintah.

    “Semangat Perda tidak semuanya bisa dimasukkan ke pasal-pasal. Hal-hal yang bersifat teknis dan birokratis seharusnya diatur dalam Peraturan Wali Kota. Kalau tidak, aparat di lapangan akan ragu bertindak,” katanya.

    Ia juga menyoroti potensi inkonsistensi penegakan hukum jika Perda langsung memuat sanksi maksimal tanpa panduan operasional. Kondisi tersebut berisiko menimbulkan ketimpangan, di mana aturan berlaku keras bagi sebagian pihak namun longgar bagi yang lain.

    Selain sanksi, Raperda ini juga membebankan kewajiban besar kepada produsen, mulai dari pembatasan timbulan sampah, penggunaan kemasan ramah lingkungan, hingga kewajiban menarik kembali kemasan produk. Tanpa kesiapan sistem pengawasan dan pendampingan, kewajiban tersebut dikhawatirkan sulit dipenuhi secara merata.

    DPRD Kota Probolinggo menekankan bahwa tujuan Perda Pengelolaan Sampah bukan sekadar menakut-nakuti dengan angka denda, melainkan mendorong perubahan perilaku masyarakat dan dunia usaha secara berkelanjutan. “Perda harus tegas, tapi juga bisa dilaksanakan. Kalau tidak, yang terjadi hanya ketegasan semu,” pungkas Syahrul. (ada/kun)