Jenis Media: Politik

  • Warga Kritis Terganjal BPJS, Nurhadi Semprot Pemkab Blitar

    Warga Kritis Terganjal BPJS, Nurhadi Semprot Pemkab Blitar

    Blitar (beritajatim.com) – Wajah pelayanan kesehatan di Kabupaten Blitar kembali tertampar oleh realitas pahit di lapangan. Di saat pemerintah mendengungkan jargon jaminan kesehatan, Endang Susianis, seorang warga miskin asal Desa Gembongan, Kecamatan Ponggok, justru harus bertaruh nyawa melawan birokrasi yang kaku dan anggaran daerah yang diklaim habis.

    Kasus memilukan ini terungkap saat keluarga Endang mengadu kepada Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, pada Jumat (21/11/2025). Endang yang dalam kondisi kritis membutuhkan pertolongan medis segera namun terbentur administrasi jaminan kesehatan.

    Derita Endang bermula dari ketidakmampuan ekonomi. Upaya keluarganya mendapatkan hak kesehatan seolah menemui jalan buntu di setiap lini.

    Endang sempat mencoba untuk mendaftar PBI (Pusat) namun proses pendaftaran memakan waktu lama, tidak relevan dengan urgensi penyakit yang dialaminya. Perempuan itu pun juga sempat mendaftar PBID (Daerah) namun harapan mendapat bantuan iuran dari Pemkab Blitar pupus seketika. Alasannya klasik yakni kuota habis dan tidak ada anggaran.

    Akhirnya Endang mau tidak mendaftar kepesertaan BPJS Mandiri. Namun dalam keputusasaan, keluarga memaksakan diri mendaftar mandiri. Sayangnya, mereka kembali terpukul oleh regulasi bahwa kepesertaan baru aktif setelah masa tunggu 14 hari.

    Bagi pasien kritis seperti Endang, waktu 14 hari adalah pertaruhan hidup dan mati. Ia hanyalah satu dari sekian banyak potret warga Kabupaten Blitar yang menjadi korban dari apa yang dinilai sebagai “kealpaan” pemerintah daerah dalam memprioritaskan kesehatan warganya.

    Merespons aduan tersebut, Nurhadi tidak bisa menyembunyikan kegeramannya. Politisi Partai Nasdem yang dikenal dekat dengan wong cilik ini menilai Pemkab Blitar gagal hadir di tengah kesulitan warganya.

    Menurutnya, kasus Endang tidak akan terjadi jika Kabupaten Blitar sudah mencapai status Universal Health Coverage (UHC). Dengan status UHC, warga miskin yang sakit bisa langsung didaftarkan dan aktif kepesertaannya hari itu juga (non-cut off), tanpa harus menunggu 14 hari.

    “Saya kira Pemkab harus mengupayakan supaya bisa tercapai UHC. Supaya ketika masyarakat miskin sakit, tidak perlu menunggu 14 hari untuk bisa ditangani. Ini masalah nyawa,” kritik Nurhadi tajam.

    Nurhadi lantas membandingkan Kabupaten Blitar dengan daerah tetangga yang dinilai lebih peduli pada kesehatan warganya. Kota Blitar, serta Kota dan Kabupaten Kediri, telah sukses mencapai UHC, sehingga warganya terlindungi.

    Ketimpangan ini, menurut Nurhadi, bukan semata-mata soal kemampuan anggaran, melainkan niat dan keberpihakan politik (political will) kepala daerah.

    “Ini kan soal niat, soal kemauan untuk menolong warganya. Buktinya daerah tetangga bisa. Kalau alasannya anggaran tidak cukup, ya itu masalah political will. Bisa di-refocusing anggaran yang tidak urgent,” tegasnya.

    Legislator Senayan ini mendesak Pemkab Blitar segera menata ulang prioritas anggaran. Ia mengingatkan bahwa kesehatan adalah hak dasar yang tidak bisa ditawar.

    “Kesehatan itu nomor satu, utama. Kalau orang sehat, orang bisa bekerja, bisa memiliki penghasilan. Jangan sampai ada lagi warga miskin yang harus meregang nyawa hanya karena menunggu aturan administrasi 14 hari,” pungkas Nurhadi. [owi/beq]

  • Pembangunan Koperasi Merah Putih di Ponorogo, Upaya Mempercepat Penguatan Ekonomi Desa

    Pembangunan Koperasi Merah Putih di Ponorogo, Upaya Mempercepat Penguatan Ekonomi Desa

    Ponorogo (beritajatim.com) – Upaya membangun fondasi ekonomi desa melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) kembali dipercepat. Komandan Kodim 0802/Ponorogo Letkol Arh Farauk Saputra mendampingi Plt Bupati Ponorogo Lisdyarita meninjau sejumlah titik lahan yang diusulkan sebagai lokasi pembangunan gedung koperasi merah putih tersebut.

    Peninjauan dilakukan di 4 desa di Kecamatan Pulung. Yakni di Desa Wagir Kidul, Desa Pulung Merdiko, Desa Plunturan, dan Desa Kesugihan. Desa-desa ini telah menyodorkan lahan siap bangun, untuk mendukung program penguatan ekonomi berbasis desa.

    “Peninjauan lahan lokasi pembangunan gedung Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini terus kami lakukan secara maraton, dan Alhamdulillah kali ini kami bersama Plt. Bupati Ponorogo berada di wilayah Kecamatan Pulung dalam rangka kegiatan yang sama yaitu meninjau lahan yang sudah disiapkan oleh desa,” kata Dandim Ponorogo, ditulis Sabtu (22/11/2025).

    Letkol Arh Farauk menegaskan bahwa kehadiran Plt Bupati Ponorogo dalam agenda lapangan ini, menjadi sinyal kuat bahwa program Koperasi Merah Putih dijalankan secara terpadu antara Pemkab dan jajaran TNI.

    “Sebagaimana peninjauan yang sudah-sudah, ini juga wujud komitmen kami baik Kodim 0802/Ponorogo maupun Pemkab Ponorogo dalam upaya mendukung suksesnya program Pemerintah terkait KDKMP di wilayah Kabupaten Ponorogo,” katanya.

    Dia menambahkan, peninjauan langsung diharapkan memberi kepastian tentang kesiapan lahan di setiap desa sebelum pembangunan dimulai. Sinergi lintas sektor ini dinilai penting. Dandim Ponorogo menyebut keikutsertaan Plt Bupati Ponorogo sebagai bukti nyata bahwa Pemda, TNI, Polri, dan unsur terkait lainnya berada dalam barisan yang sama untuk memperkuat ekonomi rakyat melalui Koperasi Merah Putih. Program ini digadang-gadang menjadi instrumen pemberdayaan yang mendorong kemandirian desa sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat. (end/ted)

  • APBD Terbatas, Dishub Jember Hanya Bisa Biayai Tiga Perlintasan Rel KA

    APBD Terbatas, Dishub Jember Hanya Bisa Biayai Tiga Perlintasan Rel KA

    Jember (beritajatim.com) – Keterbatasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Tahun Anggaran 2026 membuat Dinas Perhubungan tidak bisa membiayai operasional petugas palang pintu rel kereta api atau jalur perlintasan langsung.

    Kepala Bidang Keselamatan Dishub Jember Mahmud Rizal mengatakan, hanya mendapat alokasi anggaran Rp 114,950 juta. “Rata-rata anggaran kami ya segitu,” katanya, ditulis Sabtu (22/11/2025).

    Anggaran itu hanya untuk membiayai kegiatan pemeliharaan pos jalur perlintasan langsung (JPL) dan sosialisasi lalu lintas usia dini. “Idealnya gak cukup, Kemarin kami sempat usulkan ke Pak Kepala Dinas, cuma memang belum terakomodasi,” kata Rizal.

    Saat ini ada 99 jalur perlintasan langsung di Kabupaten Jember. Sebanyak tiga perlintasan dijaga petugas dari Dishub Jember, 28 perlintasan dijaga petugas dari PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional 9, 14 perlintasan dijaga dengana biaya swadaya masyarakat sekitar, dan 54 perlintasan tidak terjaga.

    “Sementara untuk kegiatan sosialisasi lalu lintas, dilakukan untuk siswa taman kanak-kanak, hampir seminggu dua tiga kali,” kata Rizal.

    Anggota Komisi C DPRD Jember Edi Cahyo Purnomo berharap ada perhatian serius terhadap jalur perlintasan ini. Dia meminta sebagian anggaran penerangan jalan umum yang dialokasikan Rp 42 miliar bisa digeser untuk menambah biaya operasional perlintasan, termasuk untuk membantu swadaya masyarakat.

    Kepala Dishub Jember Gatot Triyono mengatakan, ada bantuan tujuh pintu perlintasan dari Kementerian Perhubungan dan tiga pintu perlintasan dan Pemerintah Provinsi Jatim. “Insya Allah tahun depan kita akan mendapatkan lagi dari Kementerian. Tapi setelah diberi bantuan Kementerian, kami wajib menyediakan petugas jaganya,” katanya.

    Gatot mengakui tanggungan biaya operasional personel cukup berat. “Karena personel ini melekat. Solusi kami adalah menggunakan juru parkir yang diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Jadi mereka kamu pekerjakan di pintu perlintasan. Nanti lepas dari itu, mereka bisa bekerja sebagai juru parkir,” katanya.

    Dishub sudah memperoleh pelatihan dan sertitikasi terhadap 15 orang juru parkir. “Kami kemarin juga memberangkatkan 35 orang petugas untuk memperoleh sertifikasi,” kata Gatot. [wir]

  • Peta Bencana Diperbarui, BPBD Madiun Fokus Mitigasi ke Empat Zona Banjir

    Peta Bencana Diperbarui, BPBD Madiun Fokus Mitigasi ke Empat Zona Banjir

    Madiun (beritajatim.com) – Menjelang intensitas hujan yang terus meningkat, BPBD Kabupaten Madiun memperbarui peta kerawanan dan menetapkan empat zona rawan banjir hidrometeorologi sebagai dasar penguatan mitigasi di tingkat daerah maupun desa. Langkah ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan selama puncak musim penghujan.

    Plt Kalaksa BPBD Kabupaten Madiun Boby Saktia Putra Lubis menjelaskan bahwa sejak September 2025 pihaknya sudah menyiapkan langkah antisipatif merespons informasi BMKG terkait masuknya musim hujan. Salah satunya melalui penyelesaian dokumen kajian risiko bencana yang menggambarkan kondisi dan kerawanan tiap desa.

    “Dokumen itu berisi pemetaan wilayah rawan beserta potensi bencananya. Jadi pemerintah desa bisa memahami ancaman yang ada,” terang Boby, Sabtu (22/11/2025).

    Boby juga menekankan peran Kampung Siaga Bencana (KSB) yang baru dikukuhkan. Kehadiran KSB pertama di Kabupaten Madiun ini diharapkan memperkuat sinergi dengan Desa Tangguh Bencana (Destana) guna mempercepat respon kebencanaan berbasis komunitas.

    Dalam pemutakhiran peta risiko, BPBD menetapkan empat zona rawan banjir, yaitu:

    Zona 1: Daerah aliran sungai dari Kecamatan Wungu menuju Kota Madiun, termasuk Munggut hingga Dempelan.
    Zona 2: Wilayah Kecamatan Gemarang, Saradan, Sugihwaras, hingga Mejayan.
    Zona 3: Jalur aliran Waduk Dawuhan yang memengaruhi Kecamatan Wonoasri hingga Desa Ngadirejo.
    Zona 4: Aliran Sungai Jeroan menuju Bengawan Madiun, meliputi Pilangkenceng sampai Balerejo di sisi utara jalur nasional.

    Boby menambahkan, beberapa pekan terakhir Kabupaten Madiun diguyur hujan lebat yang memicu kejadian pohon tumbang hingga tanah longsor. Karena itu, BPBD meningkatkan peringatan melalui media sosial dan edaran resmi kepada desa.

    “Kami minta warga lebih peka saat turun hujan. Khusus pengendara, hindari berteduh di bawah pohon besar. Lebih aman memilih bangunan atau tempat berlindung yang kokoh,” pesannya.

    BPBD berharap masyarakat tetap siaga agar potensi dampak bencana hidrometeorologi pada puncak musim hujan dapat diminimalisir. [rbr/beq]

  • Badan Pengkajian MPR bahas desentralisasi dan otonomi daerah dalam FGD

    Badan Pengkajian MPR bahas desentralisasi dan otonomi daerah dalam FGD

    “Apakah (pasal-pasal dalam Bab VI UUD NRI Tahun 1945) sudah cukup ideal, apakah masih relevan sampai saat ini, atau apakah memerlukan penajaman baik tafsir maupun penyesuaian,”

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Kelompok III menggelar Diskusi Grup Terarah (FGD) dengan tema Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah dan Desa, di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (21/11).

    FGD membahas beberapa isu penting, yaitu terkait dengan pemerintahan daerah, yakni pasal-pasal dalam Bab VI Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945.

    “Apakah (pasal-pasal dalam Bab VI UUD NRI Tahun 1945) sudah cukup ideal, apakah masih relevan sampai saat ini, atau apakah memerlukan penajaman baik tafsir maupun penyesuaian,” kata Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR Hindun Anisah yang memimpin FGD, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Hindun pun mengungkapkan isu lain terkait hubungan pusat dan daerah. Konstitusi RI menegaskan adanya hubungan yang seimbang, baik dari sisi kewenangan, kelembagaan, keuangan, maupun pengawasan.

    Tetapi, kata dia, pada praktiknya masih terjadi tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah.

    Adapun FGD juga membahas mengenai desa, di mana Pasal 18B dalam konstitusi menegaskan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.

    Menurutnya, memang belum ada eksplisit dicantumkan istilah desa, sehingga dipertanyakan hal tersebut sudah cukup dan pengaturan mengenai desa belum ditulis eksplisit di Pasal 18B benar-benar sudah mencerminkan komitmen negara dalam memperkuat pemerintahan di tingkat paling bawah.

    Isu lain yang dibahas terkait dengan persoalan dualisme dalam pengaturan desa. Di satu sisi desa dipandang sebagai entitas sosiologis dan kultural yang harus dilestarikan, namun di sisi lain desa juga ditempatkan sebagai bagian dari struktur pemerintahan.

    Dikatakan bahwa dualisme tersebut dapat menimbulkan permasalahan kelembagaan karena desa diurus lebih dari satu kementerian, bahkan tiga hingga empat kementerian yang mengurus desa, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan dan duplikasi program.

    Sistem pemilihan kepala daerah juga menjadi isu dalam FGD. Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis.

    “Demokratis ini seperti apa, apakah demokrasi langsung atau kah selain pilkada langsung bisa diterjemahkan sebagai demokratis. Kenapa? Karena pilkada baru-baru ini, persoalan yang timbul mulai dari ongkos politik yang tinggi, polarisasi sosial, maupun efektivitas hubungan hierarki antara pemerintah kabupaten kota dan provinsi masih menjadi problem,” ungkapnya.

    Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Prof. Wicipto Setiadi menyebutkan ada empat aspek dalam pengaturan ideal hubungan pusat dan daerah, yaitu aspek kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan.

    Dalam aspek kewenangan, misalnya, ia membeberkan permasalahan yang ditemui berupa pembagian urusan antara pusat dan daerah sering tumpang tindih, penarikan kembali urusan tertentu oleh pusat menimbulkan ketidakpastian, dan banyak urusan “konkuren” tidak dilengkapi dengan standar yang jelas.

    Untuk itu, sambung dia, pengaturan ideal yang harus dilakukan, yakni penyempurnaan pembagian urusan pemerintahan dengan kriteria terukur meliputi akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis nasional.

    Selain itu, Wicipto menilai perlu adanya penguatan otonomi substansi daerah, bukan hanya administrasi.

    “Juga standardisasi layanan publik sebagai acuan nasional tetapi tetap fleksibel bagi daerah untuk menyesuaikan konteks lokal serta evaluasi periodik terhadap efektivitas pembagian kewenangan melalui mekanisme konstitusional,” ujar Wicipto.

    Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani menambahkan, desentralisasi merupakan fenomena global dan regional, sesuai dengan observasi Bank Dunia.

    “Lebih dari 60 pemerintahan di dunia, utamanya di negara berkembang, telah menerapkan desentralisasi dalam berbagai bentuknya sejak 1980-an,” ujar Sri.

    Dia berpendapat gagasan desentralisasi tidak terlepas dari perkembangan demokrasi sehingga desentralisasi memang sudah seharusnya.

    Berbicara tentang desentralisasi, demokrasi, dan liberalisasi, sambung dia, merupakan satu kelompok keluarga atau rumpun. Dengan desentralisasi, maka terjadi transfer kewenangan atau power, tanggung jawab atau responsibility, dan sumber daya atau resources.

    “Seperti keuangan adalah mentransfer power finansial dari pemerintah nasional ke pemerintah daerah. Namun persoalannya, sejauh mana komitmen pemerintah pusat mentransfer power atau kewenangan kepada daerah,” katanya menambahkan.

    Di sisi lain, anggota Badan Pengkajian MPR I Wayan Sudirta menegaskan persoalan dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sudah banyak diketahui dan solusi untuk mengatasi persoalan itu pun sudah ada.

    Tetapi persoalannya, lanjut dia, kalau tidak ada kemauan politik atau political will, tetap saja tidak ada perubahan.

    “Jadi, ini persoalan political will atau kemauan politik dari orang-orang yang mengurus negara ini belum mendukung desentralisasi dan otonomi daerah,” ujar I Wayan.

    Menjawab pernyataan itu, Wicipto mengatakan UUD NRI Tahun 1945 telah memberi arahan tentang desentralisasi dan otonomi daerah serta peraturan undang-undangnya pun sudah ada, namun persoalannya desentralisasi dan otonomi daerah belum sepenuhnya dijalankan.

    Dengan begitu, dirinya sependapat persoalannya terdapat di peraturan pelaksanaan dan kemauan politik yang belum sepenuhnya melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah seperti yang diarahkan dalam konstitusi.

    Dia menuturkan masih adanya regulasi sektoral, ego sektoral, dan ego daerah, mengganggu pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

    “Untuk pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, political will adalah faktor penentu. Political will itu harus ditunjukkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta DPR dan DPRD,” ucap Wicipto.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemkab Lumajang Pastikan Tidak Membuka Donasi Publik untuk Korban Erupsi Semeru

    Pemkab Lumajang Pastikan Tidak Membuka Donasi Publik untuk Korban Erupsi Semeru

    Lumajang (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang, Jawa Timur menegaskan tidak membuka donasi publik atau open donation bagi korban terdampak erupsi awan panas Gunung Semeru selama masa tanggap darurat. Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan bantuan tersalurkan tepat sasaran melalui mekanisme resmi pemerintah.

    Keputusan tersebut disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Lumajang Agus Triyono setelah evaluasi pos komando Penanganan Darurat Bencana (PDB) erupsi Semeru. Ia menyebut bahwa penghimpunan donasi mandiri rawan menimbulkan ketidakteraturan dan potensi penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

    “Ini potensi donasi liar bisa menumpuk di satu titik sementara pengungsi lain kekurangan bantuan. Hal ini bisa menimbulkan ketidakadilan sekaligus membingungkan warga,” terang Agus, Sabtu (22/11/2025).

    Menurutnya, kebijakan tanpa donasi publik juga bertujuan mencegah penipuan berkedok bantuan bencana. Masyarakat kerap kesulitan membedakan lembaga resmi dan tidak resmi, sehingga kanal resmi pemerintah menjadi rujukan utama dalam menyalurkan bantuan.

    Agus menegaskan bahwa distribusi logistik dilakukan berdasarkan data lapangan yang akurat dan disesuaikan dengan kebutuhan dasar setiap warga terdampak.

    “Jadi, dengan sentralisasi bantuan, setiap warga yang terdampak mendapat perlindungan yang tepat. Tidak ada yang kelebihan, tidak ada yang kekurangan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas utama kami,” ujarnya. [has/beq]

  • Ahmad Ali PSI: Siapa Tahu 10 Tahun yang akan Datang Kaesang Jadi Presiden

    Ahmad Ali PSI: Siapa Tahu 10 Tahun yang akan Datang Kaesang Jadi Presiden

    FAJAR.CO.ID, KENDARI — Ketua Umum DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep terbang ke Kendari, Sulawesi Tenggara guna menghadiri langsung Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) PSI se-Sultra, Jumat (21/11/2025).

    Pada kesempatan itu, Ketua Harian DPP PSI Ahmad Ali memerintahkan kepada seluruh kader PSI memperkenalkan sosok Kaesang kepada masyarakat.

    Oleh karena itu ia meminta kader-kader PSI untuk memajang foto wajah Kaesang dalam baliho-baliho yang dipasang pada setiap kegiatan PSI yang diselenggarakan di seluruh wilayah tanah air.

    “Nanti kalau saya lihat ketum keliling, begitu masuk perbatasan, bandara, semua gambar ketum. Siapa tahu ketum kita (PSI) ini 10 tahun yang akan datang jadi presiden kita. Siapa tahu,” kata Ahmad Ali.

    Menurutnya, saat ini Kaesang boleh saja belum tertarik untuk menjadi seorang presiden. Bahkan dalam beberapa kesempatan muncul dorongan dari kader, tetapi Kaesang mengaku belum bersedia.

    Namun, kata dia manusia boleh berencana, tetapi Tuhan yang akan menentukan.

    “Manusia boleh berencana, Allah yang menentukan. Hari ini belum tentu mau, dipaksa juga dia tidak mau. Namun, kalau takdir Allah yang menentukan, siapa yang mau tolak? Jadi, sebelum itu kita (PSI) sudah harus memperkenalkan kepada masyarakat,” ujar Ali.

    Mantan petinggi Partai Nasdem itu optimis bahwa PSI ke depan akan menjadi partai besar yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin besar di negeri.

    Ia pun menggarisbawahi bahwa PSI bukan sekedar partai pengikut.

    “Kami tentu juga mau melahirkan pemimpin, sampai kapan mau hanya menjadi pengikut. Kalau hanya sekeder jadi follower dan bagi-bagi kekuasaan, ya ngapain,” pungkas Ahmad Ali. (Pram/fajar)

  • Bupati Pasuruan Ungkap Hambatan Investasi Industri: Tata Ruang Jadi Penghalang Utama

    Bupati Pasuruan Ungkap Hambatan Investasi Industri: Tata Ruang Jadi Penghalang Utama

    Pasuruan (beritajatim.com) – Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo mengungkapkan sederet hambatan yang mengganjal masuknya investasi industri di wilayahnya kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI dalam sebuah pertemuan resmi. Ia menegaskan bahwa persoalan tata ruang menjadi kendala paling krusial yang membuat daerah sulit bergerak cepat membuka ruang bagi pengembangan kawasan industri.

    Menurut Rusdi, problem tata ruang tidak hanya dialami Kabupaten Pasuruan. Kabupaten dan kota lain turut mengalami persoalan yang sama.

    “Permasalahan kami sebenarnya satu, yaitu soal tata ruang yang proses penyelesaiannya sangat panjang,” ujar Rusdi.

    Ia menyebut aturan yang berbelit membuat pemerintah daerah kesulitan menyediakan lahan yang layak bagi industri.

    Kabupaten Pasuruan sebagai daerah penyangga Surabaya dan Sidoarjo dinilai memiliki potensi besar untuk investasi manufaktur. Namun setiap kali investor datang, status pemanfaatan ruang yang belum tuntas kerap menjadi penghalang.

    “Perubahan RTRW kami masih menunggu persetujuan dari ATR/BPN Pusat,” kata Rusdi.

    Ia menekankan bahwa daerah justru paling memahami kondisi riil lahan masing-masing. Pendataan ulang Lahan Baku Sawah (LBS) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang sedang berlangsung juga memakan waktu panjang, sehingga menambah hambatan penyelesaian tata ruang.

    Rusdi menyoroti bahwa sejumlah lahan yang masih tercatat sebagai sawah dilindungi sebenarnya sudah tidak produktif. Wilayah seperti Grati, Winongan, dan Kraton disebut rutin terendam banjir, sehingga tidak lagi memungkinkan untuk bertani.

    Banyak sawah di kawasan tersebut berubah menjadi lahan kritis yang tak memberikan manfaat ekonomi. “Lahan kritis ini tidak bisa menghidupi siapa pun jika tetap dibiarkan,” tegasnya.

    Ia menilai bahwa apabila lahan tersebut dapat dialihfungsikan untuk industri, peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja akan meningkat signifikan. “Jika satu hektare lahan kritis bisa dipakai industri, itu bisa membuka lapangan kerja 100 hingga 200 orang,” ujar Mas Rusdi.

    Ia berharap pemerintah pusat memberi ruang lebih besar agar daerah dapat mengoptimalkan potensi lahan untuk peningkatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. [ada/beq]

  • Cak Imin tekankan pentingnya Jakarta jadi kota ramah pesepeda

    Cak Imin tekankan pentingnya Jakarta jadi kota ramah pesepeda

    “Kebijakan dan tata kota Jakarta harus memberi ruang yang lebih luas bagi pesepeda. Semua wilayah Jakarta harus menyediakan tempat yang layak bagi pesepeda supaya kota ini makin hijau, mampu mengurangi polusi dan warganya semakin sehat,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menekankan pentingnya Jakarta menjadi kota yang ramah bagi pesepeda.

    Hal itu disampaikan Cak Imin dalam sambutannya saat melepas langsung peserta kegiatan Gowes Gembira dalam rangka memperingati Hari Pahlawan di Jakarta Utara, Sabtu.

    “Kebijakan dan tata kota Jakarta harus memberi ruang yang lebih luas bagi pesepeda. Semua wilayah Jakarta harus menyediakan tempat yang layak bagi pesepeda supaya kota ini makin hijau, mampu mengurangi polusi dan warganya semakin sehat,” katanya dilansir dari keterangan resmi.

    Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat itu juga menyoroti fasilitas penunjang yang dinilainya masih kurang mendapat perhatian.

    Menurutnya, ruang-ruang terbuka hijau harus diperbanyak dan jalur sepeda harus diperbaiki agar kembali layak.

    “Jalur sepeda harus diperbaiki karena sudah terlalu lama tidak diperhatikan. Saatnya diperhatikan, diperbaiki, diperbanyak, dan dijaga. Jalur sepeda harus untuk sepeda, bukan untuk yang lain, supaya sehat, murah, dan nyaman,” tuturnya.

    Cak Imin pun mengajak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk terus memperkuat komitmen terhadap kesehatan publik melalui infrastruktur ramah lingkungan.

    “Tentu Pak Gubernur, saya minta itu dijaga karena kalau kita bisa menjaga kesehatan, biaya kesehatan akan menjadi jauh lebih murah,” ujarnya.

    Adapun kegiatan Gowes Gembira diikuti ratusan pesepeda dari berbagai komunitas, tokoh masyarakat, serta sejumlah kader PKB.

    Beberapa sosok yang hadir antara lain Bendahara Umum DPP PKB Bambang Susanto, Anggota DPR RI Hasbiallah Ilyas, serta Anggota DPRD DKI Jakarta Tri Waluyo.

    Kegiatan Gowes Gembira ini menjadi momentum untuk mengingat semangat para pahlawan sekaligus mendorong gaya hidup sehat dan kota yang lebih berkelanjutan bagi seluruh warga Jakarta.

    Rangkaian gowes dimulai dari Kantor Wali Kota Jakarta Utara dan berakhir di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • FKDM Jatim Terapkan IDDIKEMAS untuk Perkuat Deteksi Dini Kerawanan Sosial

    FKDM Jatim Terapkan IDDIKEMAS untuk Perkuat Deteksi Dini Kerawanan Sosial

    Surabaya (beritajatim.com) — Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Provinsi Jawa Timur menggelar Rapat Koordinasi FKDM Kabupaten/Kota se-Jawa Timur sekaligus Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengurus FKDM Daerah pada 21–23 November 2025 di Hotel Aria Surabaya. Kegiatan ini menghadirkan Novri Susan, Ph.D., sosiolog konflik dari Universitas Airlangga yang juga menjadi pengembang konsep Instrumen Deteksi Kerawanan Masyarakat (IDDIKEMAS), sebagai fasilitator utama.

    Dalam forum ini, FKDM Jawa Timur secara resmi menginisiasi penerapan Instrumen Deteksi Kerawanan Masyarakat (IDDIKEMAS) sebagai alat ukur untuk membaca dinamika sosial di berbagai wilayah. Instrumen ini menekankan pemetaan terhadap faktor demografi, karakter sosial, pola tindakan konflik, pusat-pusat interaksi masyarakat, hingga kinerja lembaga penyelesai konflik.

    Novri Susan menjelaskan bahwa daerah yang menggunakan instrumen deteksi kerawanan terbukti mampu meningkatkan produktivitas wilayah antara 50–70%, sebagaimana dilaporkan UNDP. Karena itu, Jawa Timur perlu menjadi provinsi terdepan dalam penguatan sistem deteksi dini berbasis data yang terstandar.

    Rapat Koordinasi FKDM Kabupaten/Kota se-Jawa Timur sekaligus Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengurus FKDM Daerah di Hotel Aria Surabaya.

    “Kerawanan sosial tidak muncul tiba-tiba. Ia tumbuh dari pola interaksi keseharian yang harus dipantau sampai level desa,” tegas Novri Susan. Dengan data yang detail, FKDM dapat memetakan potensi eskalasi secara lebih akurat dan mengambil langkah pencegahan sebelum konflik menguat.

    Novri juga mengingatkan bahwa data kerawanan harus dipandang sebagai dokumen hidup. “Tanpa pembaruan, kita akan kehilangan kemampuan memprediksi eskalasi konflik,” ujarnya. Pembaruan data menjadi kunci bagi FKDM dalam melakukan tindakan preventif yang presisi dan terukur.

    Pada penutupan kegiatan, FKDM Jawa Timur menegaskan komitmennya untuk menjadi garda awal dalam penyusunan, implementasi, dan penyempurnaan IDDIKEMAS di tingkat nasional. Dengan struktur kelembagaan yang kuat dan jaringan hingga desa, Jawa Timur dinilai memiliki modal besar untuk menjadi model nasional dalam deteksi dini kerawanan masyarakat.

    FKDM Jawa Timur menyatakan siap melanjutkan gagasan ini untuk mewujudkan sistem deteksi dini hingga level akar rumput. IDDIKEMAS dinilai sebagai ikhtiar strategis dalam memberikan peringatan dini bagi aparat maupun masyarakat terkait potensi konflik yang perlu diwaspadai.

    Sementara itu, Ketua FKDM Provinsi Jawa Timur, Dr. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum., menekankan pentingnya penyamaan persepsi dan sinergitas antara FKDM dengan Bakesbangpol. “FKDM merupakan mitra pemerintah dalam rangka melakukan upaya deteksi dini terkait dengan kerawanan, baik kerawanan sosial maupun kerawanan akibat bencana alam,” ujarnya. [but]