Bondowoso(beritajatim.com) – Sidang dengan agenda eksepsi dalam perkara dugaan penghasutan yang melibatkan tiga terdakwa, yakni Ahmad Yudi Purwanto alias Pak Afgan, Jumari alias H. Nawawi, dan Fajariyanto alias Wajar, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bondowoso .
Sidang yang digelar di ruangan Cakra Pengadilan Negeri setempat dipimpin oleh Hakim ketua Randi Jastian Afandi SH menarik perhatian ratusan warga Desa Kaligedang, Kecamatan Ijen, Bondowoso, yang mendatangi kantor PN Bondowoso untuk memberikan dukungan kepada para terdakwa.
Sejumlah personel kepolisian tampak hadir untuk mengawal jalannya persidangan guna memastikan situasi tetap kondusif.
Kuasa hukum para terdakwa, M. Ramli Himawan, dalam eksepsinya menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ia menilai dakwaan terhadap kliennya tidak jelas, terutama dalam menjelaskan relevansi antara perbuatan dan akibat yang dituduhkan.
“Kami mendalilkan bahwa ada ketidakjelasan dalam dakwaan, terutama dalam menguraikan peristiwa yang dituduhkan kepada para terdakwa. Antara perbuatan dan akibatnya tidak ada relevansi yang jelas. Ada beberapa kalimat dalam dakwaan yang tidak eksplisit ditujukan kepada siapa,” ujar Ramli pada beritajatim .com usai sidang, Selasa (18/2/2025).
Sidang eksepsi di PN Bondowoso yang juga dihadiri ratusan warga Desa Kaligedang, Kecamatan Ijen, Selasa (18/2/2025). (Deni Ahmad Wijaya/BeritaJatim.com)
Ramli menekankan bahwa dalam eksepsi ini, pihaknya belum masuk ke pokok perkara, melainkan hanya membahas sistematika dakwaan dan unsur-unsur yang didakwakan kepada para terdakwa.
Ia berharap majelis hakim dapat lebih jeli dalam menelaah keberatan yang diajukan oleh tim kuasa hukum.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Bondowoso, Paulus Agung, menyatakan bahwa pihaknya tetap berpegang pada dakwaan yang telah disusun.
“Sidang tahap eksepsi sudah dilaksanakan, dan kita masih menunggu putusan dari majelis hakim, apakah eksepsi diterima atau ditolak. Namun, kami tetap berprinsip bahwa dakwaan yang kami bacakan sudah sesuai dengan perbuatan para terdakwa,” ujar Paulus.
Ia menambahkan bahwa jika eksepsi ditolak, maka sidang akan berlanjut ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi dari berbagai pihak, termasuk dari PTPN XII maupun masyarakat yang terkait dalam perkara ini.
Untuk diketahui, kasus ini bermula dari program replanting kopi arabika di areal perkebunan PTPN XII di Kalisat-Jampit dan Blawan seluas 3.917,10 hektare.
Program ini didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara PTPN XII dengan PTPN V sejak Mei 2022.
Pada 16 November 2022, PTPN XII mengadakan sosialisasi dengan tokoh warga Desa Kaligedang dan perwakilan petani yang memiliki kerja sama olah usaha (KSU) tanaman hortikultura.
Dari pertemuan tersebut, disepakati bahwa tidak akan ada program KSU/sewa lahan di areal Java Coffee Estate tahun 2023, dan petani diberi waktu hingga September 2023 untuk memanen tanaman mereka sebelum lahan dikembalikan kepada manajemen.
Namun, setelah pembersihan lahan dimulai pada September 2023, muncul protes dari sejumlah warga yang mengaku telah mengelola lahan tersebut secara turun-temurun.
Warga yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Abdi Ijen Raung mengajukan izin aksi unjuk rasa, namun tidak mendapatkan izin dari kepolisian dan disarankan untuk mediasi di Polres Bondowoso.
Meskipun tidak mendapatkan izin, pada 20 Oktober 2023 sekitar pukul 08.00 WIB, sekitar 200 warga tetap melakukan aksi unjuk rasa ke kantor manajemen PTPN XII di Kalisat-Jampit.
Aksi tersebut dipimpin oleh terdakwa Ahmad Yudi Purwanto alias Pak Afgan, Jumari alias H. Nawawi, dan Fajariyanto alias Wajar.
Dalam aksi itu, mereka menyuarakan penolakan terhadap program replanting dan mengklaim bahwa PTPN XII tidak melakukan sosialisasi yang cukup kepada petani penggarap.
Setelah aksi tersebut, terjadi beberapa insiden lain, termasuk pertemuan di Balai Desa Kaligedang pada 31 Oktober 2023, di mana terdakwa Ahmad Yudi Purwanto diduga menghasut warga untuk tidak menerima keputusan PTPN XII.
Tak lama setelah pertemuan itu, ratusan warga melakukan aksi penanaman tanpa izin di lahan yang telah disiapkan untuk replanting.
Selain itu, pada 22 Desember 2023, terdakwa Fajariyanto alias Wajar diduga memasang spanduk berisi tudingan terhadap manajemen PTPN XII yakni ‘Alih Fungsi Lahan Kemitraan Oleh Heri Sucioko Membunuh Ekonomi Masyarakat Ijen’.
Akibat dari rangkaian peristiwa tersebut, pihak PTPN XII mengklaim mengalami kerugian sekitar Rp 11.250.000 akibat perusakan lahan dan tanaman yang telah ditanam dalam program replanting.
Kini, para terdakwa harus menghadapi proses hukum atas dugaan tindak pidana menghasut untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Persidangan masih akan berlanjut dengan agenda putusan sela dari majelis hakim terkait eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum terdakwa. (awi/ted)