Cerita Pilu Mahasiswa Rantau saat Rumah Keluarga Rusak Diterjang Banjir di Sumbar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Di tengah riuh semarak warga yang berolahraga di Car Free Day (CFD) Jakarta, Minggu (30/11/2025), sekelompok mahasiswa berdiri dengan wajah penuh harapan.
Mereka tidak sedang menikmati libur akhir pekan, melainkan membawa kotak kardus, berkeliling di sepanjang Jalan MH Thamrin, menggalang dana untuk korban
banjir
dan
longsor
di kampung halaman mereka, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Di balik semangat mereka menggalang dana, tersimpan kecemasan dan kebingungan yang mendalam sebagai anak rantau.
Jarak ribuan kilometer membuat mereka hanya bisa menatap layar ponsel, memantau kabar keluarga dan teman-teman yang terjebak banjir bandang dan tanah longsor.
Aidil, mahasiswa Universitas Pamulang asal Kabupaten Padang Pariaman, adalah salah satu yang merasakan dampak langsung.
Rumah keluarganya di Kecamatan Batang Anai rusak parah akibat diterjang banjir.
“Kebetulan rumah saya yang terdampak banjir cukup tinggi kemarin. Lumpur itu hampir selutut, baru lumpurnya aja itu. Rumah sudah berantakan,” ujar Aidil saat ditemui di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu.
Bagi Aidil, bencana kali ini adalah mimpi buruk yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Alasannya, meski rumahnya berada di tepi sungai, ia mengaku belum pernah menyaksikan kerusakan akibat banjir.
“Ini perdana yang terjadi, yang sampai separah ini. Seumur hidup saya, baru ini lihat bisa ada bencana kayak gini. Dulu enggak pernah ada kayak gini,” tuturnya.
Kabar bencana itu menjadi pukulan berat bagi mental para mahasiswa perantauan yang berada jauh dari rumah.
Aidil mengaku ada rasa bersalah dan ketidakberdayaan yang menyelimuti dirinya.
Sebagai mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Jakarta, pulang kampung bukanlah opsi yang mudah diambil, mengingat akses yang terputus dan kewajiban akademis.
“Jujur buat kita yang di rantau, seperti anak-anak Minang yang kuliah, cukup sedih dan aduh, kita ini harus gimana? Ingin banget bantu mereka, cuman kan balik lagi kita di rantau, punya kegiatan kuliah dan lainnya, enggak tahu apa yang harus dilakukan,” ungkap Aidil.
“Kalaupun mau pulang, itu tadi, akses ke sana aja udah enggak bisa sama sekali,” sambungnya.
Misalnya, kata Aidil, apabila naik pesawat dan turun di bandara di Padang Pariaman. Akses jalan menuju daerah terdampak seperti Bukittinggi kini sangat sulit ditempuh.
“Buat sampai ke Bukittinggi (dari bandara) itu muternya sangat jauh, bisa 6 sampai 9 jam, yang normalnya cuma 2 jam, karena di mana-mana akses jalan udah enggak bisa,” jelas Aidil.
Hal serupa dirasakan Ridal, salah satu koordinator aksi asal Bukittinggi. Menurutnya, kecemasan para perantau bertambah karena akses komunikasi dan transportasi ke kampung halaman lumpuh total.
“Pasti kita sedih banget. Kita enggak bisa ke kampung, akses ke kampung juga sudah pada putus semua. Komunikasi aja susah banget. Akhirnya, salah satunya (cara) ya kita aksi
penggalangan dana
ini,” kata Ridal.
Di tengah kecemasan itu, suara kritis juga muncul dari para mahasiswa ini. Mereka menolak jika bencana ini dianggap murni faktor alam semata.
Nabihan, salah satu mahasiswa asal Payakumbuh menyoroti dugaan praktik penebangan liar dan alih fungsi lahan yang tak terkendali. Terutama, dengan maraknya pembabatan hutan untuk lahan sawit di daerah kampung halamannya.
“Selain faktor alam, sepertinya ada illegal logging. Itu keterlaluan. Harusnya diregenerasi tumbuhannya. Kalau buka lahan sawit, harusnya ada gantinya buat hutan kita. Indonesia terkenal hutan tropis, harusnya itu ditanggulangi pemerintah,” tegas Nabihan.
Kritik serupa juga disampaikan Aidil, yang mengaku kecewa dengan pernyataan pemerintah yang menyebut material kayu yang hanyut bukan penebangan liar.
“Cukup miris mendengar statement Kementerian Kehutanan yang menyatakan pohon-pohon itu patahan alami. Kalau kita lihat dengan mata telanjang, di perairan itu banyak pohon potongannya rapi,” ujar Aidil.
Menurut pantauannya dari foto dan video yang dikirim keluarga maupun rekannya, ia yakin bahwa kayu-kayu itu berasal dari penebangan liar.
“Begini, kami ini kan anak kampung, tinggal di perkampungan. Sehari-hari sering lah melihat itu hutan, pepohonan. Jelas kelihatan mana pohon yang tumbang, dengan pohon yang hasil ditebang liar,” ucapnya.
Ia pun mendesak pemerintah agar menerapkan status darurat bencana nasional agar penanganan di lokasi terdampak bisa lebih maksimal.
Tak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa Sumatera juga harus dianggap sebagai bagian penting dari Indonesia, yang membutuhkan pertolongan dari ibu kota untuk menghadapi bencana besar yang tak pernah diduga sebelumnya.
Aksi di CFD Jakarta ini disebut sebagai bagian dari gerakan serentak mahasiswa Minang se-Indonesia.
Ridal menjelaskan bahwa mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta, seperti Universitas Pamulang, Universitas Pertamina, UMJ, IT-PLN, hingga Gunadarma, turun ke jalan untuk membangun simpati warga Ibu Kota.
“Kita milih CFD biar warga Jakarta ikut simpati. Banyak di media sosial katanya Sumatera bagian dari Indonesia, mudah-mudahan dari hadirnya kita, tergerak juga aksi sosial masyarakat Jakarta,” kata Ridal.
Nantinya, kata dia, hasil aksi solidaritas dan penggalangan dana akan disalurkan secara langsung ke lokasi terdampak bencana.
“Nanti sepertinya beberapa dari kami akan pulang kampung untuk menyalurkan langsung, supaya enggak perlu lewat birokrasi pemerintah, tetapi bisa langsung menyasar dan berdampak nyata,” ucapnya.
Aidil pun menambahkan, meski kecewa karena bencana ini belum ditetapkan sebagai bencana nasional, para mahasiswa ini berharap aksi mereka bisa sedikit meringankan beban keluarga di kampung halaman.
Sekaligus, menjadi perhatian bagi pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan di Sumbar.
“Semoga Ranah Minang kembali pulih, kembali tersenyum indah. Alamnya luar biasa, namun kenapa hal ini bisa terjadi? Ini harus jadi refleksi buat pemerintah,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Jenis Media: Metropolitan
-

Kampanye Jaga Jakarta Penuh Warna
Minggu, 30 November 2025 10:25 WIB
Penari tampil menghibur warga pada acara Jaga Jakarta Penuh Warna saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, (30/11/2025). Kegiatan tersebut digelar sebagai kampanye untuk mengajak warga menjaga lingkungan kota dan memperkuat rasa kebersamaan antarwarga Jakarta. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
Penari tampil menghibur warga pada acara Jaga Jakarta Penuh Warna saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, (30/11/2025). Kegiatan tersebut digelar sebagai kampanye untuk mengajak warga menjaga lingkungan kota dan memperkuat rasa kebersamaan antarwarga Jakarta. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Pegadaian berkomitmen jadi agen perubahan jaga kelestarian lingkungan
Jakarta (ANTARA) – Pegadaian menegaskan komitmennya untuk tidak hanya memberikan layanan keuangan kepada masyarakat, tetapi juga menjadi agen perubahan untuk menjaga kelestarian lingkungan, khususnya menjaga ekosistem laut.
Kepala Departemen Business Support Pegadaian Kantor Wilayah VIII Jakarta 1 Indra Arifianto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu, mengatakan keberlanjutan lingkungan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari strategi jangka panjang perusahaan.
“Pegadaian berkomitmen menjadi agen perubahan yang tidak hanya memberikan layanan keuangan kepada masyarakat, tetapi juga aktif menjaga kelestarian alam,” kata Indra.
Dia pun mengajak masyarakat untuk berkolaborasi menjaga kelestarian laut sebagai habitat penting bagi ekosistem dan sumber kehidupan masyarakat pesisir.
Pada peringatan World Habitat Day 2025 yang digelar di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Sabtu (22/11), perusahaannya juga fokus pada keberlanjutan laut dan habitat pesisir.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin memastikan laut Indonesia tetap menjadi habitat yang sehat, produktif, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang,” ujar Indra.
Tema yang diusung dalam World Habitat Day 2025, yakni “Hijaukan Lingkungan MengEmaskan Masa Depan bersama Pegadaian”. Kegiatan ini diharapkan menjadi bagian dari implementasi prinsip Environmental, Sustainability and Governance (ESG) Pegadaian, khususnya dalam aspek lingkungan.
Menurut Indra, sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekayaan laut yang luar biasa, namun juga menghadapi tantangan besar, seperti pencemaran sampah plastik, abrasi pesisir, penurunan kualitas air laut, dan kerusakan ekosistem mangrove serta terumbu karang.
Dia berharap semakin banyak pihak terlibat dalam upaya penyelamatan lingkungan, terutama melalui langkah-langkah sederhana, seperti mengurangi sampah plastik, memanfaatkan barang daur ulang, dan menjaga kebersihan pantai.
Dalam kegiatan World Habitat Day Laut, Pegadaian melakukan penanaman 1.000 bibit Mangrove sebagai langkah pemulihan habitat pesisir dan penguatan benteng alami pantai, transplantasi terumbu karang, dan pelepasan tukik.
“Kegiatan ini juga menjadi bentuk kontribusi Pegadaian terhadap dukungan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), khususnya penanganan perubahan iklim, ekosistem laut, dan ekosistem darat,” ungkap Indra.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/11/03/6908158c52871.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mulai 1 Desember, Kereta Khusus Petani dan Pedagang Beroperasi di Merak–Rangkasbitung Megapolitan 30 November 2025
Mulai 1 Desember, Kereta Khusus Petani dan Pedagang Beroperasi di Merak–Rangkasbitung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kereta khusus petani dan pedagang akan mulai beroperasi pada layanan Commuter Line Merak mulai Senin (1/12/2025).
Layanan baru ini dihadirkan untuk memperlancar distribusi hasil pertanian dan perdagangan lokal dengan tarif terjangkau.
Kereta yang menjadi inovasi
KAI
Group dan didukung Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ini memiliki kapasitas 73 tempat duduk dan akan melayani 7 perjalanan dari Merak, serta 7 perjalanan dari Rangkasbitung setiap harinya.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Karina Amanda mengatakan, layanan tersebut ditujukan untuk memudahkan mobilitas pelaku usaha kecil, khususnya
petani
dan
pedagang
yang selama ini mengandalkan transportasi darat untuk distribusi barang.
“Pengoperasian layanan Kereta Pedagang dan Petani ini dirangkaikan pada Commuter Line Merak dengan kapasitas 73 tempat duduk. Setiap harinya akan tersedia 7 perjalanan dari Merak dan 7 perjalanan dari Rangkasbitung,” kata Karina dalam rilis yang diterima, Minggu (30/11/2025).
Untuk bisa memanfaatkan layanan ini, pengguna dari kalangan petani dan pedagang dapat melakukan registrasi untuk mendapatkan kartu khusus.
Registrasi dilakukan di loket dengan membawa identitas dan mengisi formulir yang akan diverifikasi petugas.
Dengan memiliki kartu petani dan pedagang ini, pengguna akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam menggunakan layanan perjalanan ini, yaitu bisa melakukan pemesanan dan pembelian tiket mulai H-7 keberangkatan di loket-loket stasiun Commuter Line Merak.
Mereka juga bisa melakukan
boarding
hingga dua jam sebelum keberangkatan. Sementara masyarakat umum yang belum memiliki kartu tetap bisa menggunakan layanan ini selama tiket masih tersedia pada hari perjalanan.
KAI Commuter membatasi barang dagangan yang dibawa, yaitu maksimal dua koli dengan dimensi 100 cm x 40 cm x 30 cm per koli.
“Untuk barang bawaan yang berbau menyengat, hewan ternak, dan barang yang mudah terbakar serta senjata tajam/api, dilarang dibawa di kereta petani dan pedagang ini,” jelas Karina.
Karina menegaskan bahwa layanan ini merupakan bentuk dukungan pemerintah dan KAI Group dalam menggerakkan perekonomian lokal di Banten, khususnya bagi pelaku usaha kecil.
“Untuk kenyamanan bersama, KAI Commuter mengajak seluruh pengguna untuk selalu mengikuti aturan yang berlaku dan menjaga sarana serta fasilitas pelayanan Kereta Petani dan Pedagang ini,” kata Karina.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api DJKA, Arif Anwar memastikan dukungan pemerintah untuk menjaga keterjangkauan tarif layanan ini.
“Kami instruksikan kepada KAI Commuter melalui skema PSO untuk mematok tarif Kereta Petani dan Pedagang pada harga Rp 3.000 seperti tarif Commuter Line Merak agar tidak memberatkan masyarakat,” ujar Arif.
Ia menambahkan bahwa seluruh rangkaian kereta telah diuji untuk memastikan keamanan, kenyamanan, dan keandalan sesuai regulasi transportasi kereta api.
“Kami mengapresiasi KAI Group atas inovasinya dalam meluncurkan layanan ini dan semoga Kereta Petani dan Pedagang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat yang membutuhkan,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/30/692bbed26f385.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/11/30/692bc9c2a6337.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/692975fac9267.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/11/30/692bb4f2670ce.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/692960aa0ff02.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)