Jenis Media: Metropolitan

  • Polda Jabar Jemput Paksa Lisa Mariana di Kasus Video Asusila

    Polda Jabar Jemput Paksa Lisa Mariana di Kasus Video Asusila

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Jawa Barat telah melakukan penjemputan paksa terkait dengan selebgram Lisa Mariana di kasus video asusila.

    Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan mengatakan upaya paksa ini dilakukan karena Lisa tidak mengindahkan panggilan penyidik sebanyak dua kali.

    “Pada hari ini kita telah melakukan upaya paksa penangkapan atas nama sodari LM,” ujar Hendra kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).

    Dia menambahkan, Lisa telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana UU ITE terkait video asusila. Namun, Lisa dinilai tidak kooperatif dalam penyidikan perkara tersebut.

    Tujuan penjemputan paksa ini dilakukan agar Lisa bisa dimintai keterangan atas perkara yang menjeratnya 

    “Untuk saat ini, Lisa sudah ada di Polda, ya di Direktur Siber dan saat ini kita sedang melakukan proses untuk pemeriksaan yang bersangkutan,” imbuhnya.

    Adapun, Hendra menyatakan bahwa dirinya belum mengetahui Lisa perlu dilakukan penahanan atau tidak dalam perkara ini. Sebab, penahanan itu merupakan kewenangan penyidik.

    “Nanti untuk masalah penahanan akan kita berikan kepada penyidik ya, penilainya seperti apa,” pungkasnya.

  • Utang Pinjol Rp 1 Juta Menyeret Siska ke Lingkaran Gali Lubang Tutup Lubang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Utang Pinjol Rp 1 Juta Menyeret Siska ke Lingkaran Gali Lubang Tutup Lubang Megapolitan 5 Desember 2025

    Utang Pinjol Rp 1 Juta Menyeret Siska ke Lingkaran Gali Lubang Tutup Lubang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Siska (bukan nama sebenarnya) tak pernah membayangkan utang Rp 1.000.000 yang dimiliknya bisa menjadi mimpi buruk yang panjang.
    Sebagai orangtua tunggal, setiap rupiah selalu ia hitung dengan cermat. Namun ketika listrik hampir diputus, kontrakan menunggak dua bulan, dan beras di rumah sudah habis, pilihan untuk mengutang terasa seperti satu-satunya jalan keluar.
    Uang Rp 1.000.000 yang ia pinjam dari aplikasi pinjaman
    online
    (
    pinjol
    ) adalah pinjaman pertamanya. Meski jumlahnya tidak besar, beban yang harus ia tanggung justru terasa seperti gunung.
    Padahal, ia selalu berusaha menyeimbangkan antara pekerjaan yang seadanya dan kebutuhan rumah tangga.
    Dalam kondisi panik dan terdesak, janji “langsung cair, tanpa ribet” yang ditawarkan iklan di media sosial terasa seperti secercah harapan.
    Ia bahkan tidak sempat berpikir panjang apakah aplikasi itu legal atau tidak. Yang ia tahu hanyalah uang cepat bisa menyelamatkan hari itu juga.
    Namun, kelegaan sesaat itu segera berubah menjadi kecemasan. Dalam hitungan hari, jumlah tagihan utangnya membengkak jauh di luar perkiraannya.
    Dari hanya satu
    aplikasi pinjol
    , Siska akhirnya harus berurusan dengan lima aplikasi sekaligus. Hidupnya berubah menjadi siklus “gali lubang tutup lubang” yang tak berujung.
    Siska menuturkan awal mula ia mengajukan pinjaman sebesar Rp 1.000.000 untuk membayar kontrakan dan membeli sembako.
    Ia berharap bisa mengatur keuangan dan membayar tepat waktu, tapi bunga dan biaya administrasi yang dikenakan aplikasi pinjol membuat cicilan membengkak dalam hitungan hari.
    “Kira-kira satu minggu setelah cair. Tiba-tiba pas mau bayar kok jumlahnya lebih besar. ‘Lah, ini minjem sejuta kok balikin jadi sejuta lebih banyak banget?” ujarnya.
    Ketika jatuh tempo mendekat, Siska tidak memiliki dana yang cukup. Temannya malah menyarankan ia untuk meminjam lagi di aplikasi lain demi menutupi pinjaman pertama.
    Rasa ragu dan khawatir sebenarnya muncul, tapi tekanan membuatnya pasrah dan hilang arah.
    “Awalnya saya ragu, tapi karena takut diteror ya saya pinjem lagi. Dari situlah mulai gali tutup lubang,” katanya.
    Dalam beberapa minggu, satu pinjaman berkembang menjadi lima. Setiap kali cicilan mendekati jatuh tempo, Siska dipaksa mencari pinjaman baru.
    “Tiap mau jatuh tempo saya minjam yang lain terus,” ujarnya.
    Siska mencoba berhenti meminjam. Ia berharap bisa melunasi utang yang ada dan memulai kembali hidupnya dengan lebih tenang.
    Namun, niat itu gagal karena teror dari penagih utang atau
    debt

    collector
    yang terus menekannya.
    “Begitu satu jatuh tempo, mereka neleponin terus. Jadi saya panik lagi. Ya udah minjem lagi” kata Siska.
    Setiap dering telepon dan notifikasi pesan WhatsApp menjadi sumber kecemasan. Waktu tidur menjadi penuh dengan pikiran tentang tagihan yang semakin membengkak.
    Bahkan pada siang hari, hati Siska tetap tidak tenang. Ia menyadari bahwa lingkaran setan ini bukan hanya masalah uang, tapi juga tekanan psikologis yang membuatnya sulit berpikir jernih.
    Bukan hanya bunga yang membuat Siska meminjam lagi.
    Debt collector
    pinjol juga menggunakan metode intimidasi agresif.
    Mereka menghubungi Siska puluhan kali dalam sehari dan mengirim pesan WhatsApp secara spam. Ada yang berbicara sopan, namun banyak yang kasar dan menakutkan.
    “Nelepon sampai 60 kali sehari pernah, Mas. Kadang dari nomor luar negeri. WA juga spam,” ungkap Siska.
    Tekanan ini membuat Siska merasa tidak punya pilihan lain selain meminjam uang lagi untuk menutupi pinjaman sebelumnya.
    Tidak hanya dirinya, para
    debt collector
    juga menghubungi keluarga dan tetangganya untuk memberikan tuduhan yang tak benar.
    “Mereka juga sebar berita ke tetangga, bilang saya kabur bawa uang,” tutur Siska.
    Kesadaran bahwa dirinya bukan satu-satunya korban pinjol datang ketika Siska akhirnya membuka diri kepada keluarganya. Dukungan dari sang adik menjadi titik awal pemulihan.
    Adiknya menenangkannya dan meyakinkan bahwa apa yang terjadi tidak sepenuhnya salahnya, serta masih ada jalan keluar meski terlihat sulit.
    Dukungan itulah yang mendorongnya untuk meminta pertolongan lebih lanjut.
    “Adik saya akhirnya nyuruh saya lapor ke lembaga bantuan. Baru dari situ saya mulai ngerti kalau saya bukan satu-satunya korban,” ujarnya.
    Melalui dukungan keluarga dan lembaga perlindungan, Siska mulai memahami cara keluar dari lingkaran utang.
    Siska mengisahkan bagaimana ia bisa
    terjerat pinjol
    hingga lima aplikasi sekaligus.
    Ia bilang, sebagai orangtua tunggal, seluruh beban rumah tangga bertumpu pada dirinya.
    Setiap hari ia bekerja di warung milik tetangganya dan penghasilannya hanya cukup untuk membeli kebutuhan paling dasar.
    Tidak ada ruang untuk menabung, apalagi menutup kebutuhan lain yang lebih besar.
    Di saat bersamaan, slip tagihan listrik menjadi pengingat bahwa pemutusan bisa terjadi kapan saja.
    Dari ponsel, pesan WhatsApp dari ibu kos muncul hampir setiap hari, menanyai kapan ia bisa melunasi kontrakan yang sudah terlambat dua bulan. Semua tagihan itu seolah mengejar dari segala arah.
    Sebagai satu-satunya orang dewasa di rumah, Siska hidup dari hari ke hari dengan sumber keuangan yang rapuh.
    Tidak ada suami, tidak ada keluarga yang bisa diandalkan secara rutin. Yang ada hanya seorang anak yang masih membutuhkan biaya sekolah dan makan yang ia upayakan sekuat tenaga agar tetap berjalan.
    Dalam keadaan seperti itu, pikirannya seperti menemui jalan buntu. Ia merasa berada di tengah pusaran tekanan yang terus mempersempit langkahnya.
    Pada akhirnya, Siska mengenang dengan jelas momen ketika ia menyerah dan memutuskan menekan pilihan “ajukan pinjaman” di layar ponselnya.
    “Kebutuhan rumah tuh numpuk, listrik mau diputus, kontrakan nunggak dua bulan. Ya akhirnya saya nekat cari pinjaman biar bisa nutup dulu yang mendesak,” kata Siska.
    Baginya, membayar kontrakan adalah hal paling utama. Jika tidak mampu membayar, ia dan anaknya tidak punya tempat lain untuk tinggal.
    Hal itulah yang membuat keputusan meminjam uang dari aplikasi pinjol tampak seperti satu-satunya jalan keluar, sebuah cara yang saat itu ia anggap untuk mengambil napas ketika merasa hampir tenggelam.
    Saat menggulirkan Instagram di ponselnya sambil rebahan, sebuah iklan muncul seolah menawarkan secercah harapan.
    “Lagi
    scroll
    HP sambil rebahan, muncul tuh iklan yang bilang ‘langsung cair, tanpa ribet’. Saya klik karena penasaran,” kata dia.
    Saat itu, Siska belum memahami seluk-beluk dunia pinjol. Ia tidak tahu perbedaan antara aplikasi legal dan ilegal, tentang bunga yang tak masuk akal, atau potensi ancaman yang mungkin mengikuti.
    Yang ia lihat hanya sesuatu yang tampaknya bisa menyelesaikan masalahnya seketika.
    Proses pengajuannya pun berlangsung begitu cepat, hampir tidak masuk akal bagi orang yang sebelumnya belum pernah meminjam.
    “Prosesnya cepet banget. Enggak pake foto KTP yang ribet, cuma selfie sama isi-isi data,” jelas dia.
    Tak lama kemudian, uang yang ia ajukan benar-benar masuk.
    “Pertama tuh saya ambil Rp 1.000.000. Buat bayar kontrakan dan sebagian buat beli sembako,” ujar dia.
    Siska sempat merasa lega. Seolah ada sedikit ruang bernapas setelah berminggu-minggu dihimpit ketakutan.
    Namun, ia tidak mengetahui bahwa keputusan sederhana itu justru menjadi pintu pertama menuju jurang yang jauh lebih gelap, yang menelannya dalam kebiasaan gali lubang-tutup-lubang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Taman Bermain Anak Ciremai Menanti Sentuhan Perbaikan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Taman Bermain Anak Ciremai Menanti Sentuhan Perbaikan Megapolitan 5 Desember 2025

    Taman Bermain Anak Ciremai Menanti Sentuhan Perbaikan
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com –
    Pagi di Taman Bermain Anak Ciremai tidak pernah benar-benar sepi, tetapi tidak juga begitu ramai.
    Di antara rimbun pepohonan tua yang menaungi bangku-bangku semen, taman kecil ini seperti menahan napas panjang—masih hidup, namun jelas menua.
    Di sudut taman, seorang pria berjaket biru duduk sendirian di bangku berbentuk kubus.
    Ia sibuk dengan ponselnya, sesekali menengok ke jalan raya yang membentang di depan taman.
    Lalu lalang motor, angkot yang berhenti menunggu penumpang, dan pejalan kaki yang melintas pelan menjadi latar suara keseharian yang terus mengiringi.
    Dari situ, wahana bermain anak yang dulu mungkin menjadi rebutan kini tampak berdiri kaku.
    Sebuah monkey bar berwarna merah, biru, dan kuning yang semestinya memanggil anak-anak untuk memanjat—memperlihatkan cat yang mengelupas dan karat di sana-sini.
    Lingkaran-lingkarannya yang tersusun vertikal tampak kusam, menandakan usia panjang tanpa perawatan berarti.
    Tak jauh dari situ, ayunan besi menjadi saksi bisu betapa lama taman ini tidak tersentuh pembaruan.
    Rantainya bukan lagi rantai utuh, sebagian adalah tambalan kain dan tali yang sudah rapuh, diikat seadanya agar kursi ayunan tetap tergantung.
    Kursinya sendiri memudar, cat kuning dan biru bergantian menutupi besi yang telah tipis oleh karat.
    Ayunan itu bergeming, seolah tidak percaya diri lagi untuk menampung berat seorang anak.
    Di area tengah, jalur pedestrian dari conblock mengitari taman kecil ini.
    Sebagian batu permukaan sudah ditumbuhi lumut, menandakan lembap dan teduhnya tempat itu sepanjang hari.
    Beberapa pengunjung tampak memanfaatkan taman sekadar untuk beristirahat.
    Di antara suasana yang sunyi itu, Taman Bermain Anak Ciremai terasa seperti ruang publik yang masih bertahan berkat pepohonannya, bukan lagi karena fasilitas bermainnya.
    Salah seorang warga yang datang membawa anaknya bermain pagi itu, Untung (50), menuturkan bahwa taman sudah rusak lebih dari setahun lalu.
    Awalnya hanya cat yang mulai pudar kemudian lantai mulai ambles, hingga akhirnya ayunan benar-benar tidak bisa dipakai lagi.
    “Ada setahun lah lebih kali ya, tapi masih suka dipakai, ya seadanya aja,” ujar Untung saat ditemui, Kamis (4/12/2025).
    Ia mengatakan, warga yang punya anak kecil termasuk dirinya masih membawa anaknya ke taman ini, tetapi kini harus lebih berhati-hati.
    Jika dulu anak-anak leluasa bermain, sekarang mereka sering kali hanya bisa duduk atau bermain di bagian taman yang masih aman.
    “Kurang lengkap aja kali ya. Kalau buat anak-anak, yang ada-adanya aja dipakai. Kayak ini kan sebenarnya rusak-rusak (ayunan),” katanya sambil menunjuk ke salah satu rangka ayunan.
    Untung masih ingat masa ketika taman ini jauh lebih hidup.
    Pada pagi hari, anak-anak berlarian, sementara warga dewasa berolahraga ringan atau sekadar berbincang.
    Menjelang sore, suara tawa anak-anak memenuhi udara ketika matahari mulai turun.
    “Dulu ya rame. Pagi sore pasti banyak yang main,” ujarnya.
    Masalah lain sempat muncul ketika rumput dibiarkan tumbuh tinggi.
    Kondisi itu memicu keberadaan nyamuk dalam jumlah lebih banyak dari biasanya.
    Meski kini rumput sudah dipangkas, warga tetap mengingat masa itu sebagai tanda betapa kurang terawatnya area ini.
    “Iya kalau banyak nyamuk ya, emang waktu itu juga sih udah banyak. Tadinya rumput-rumputnya pada tinggi,” kata Untung.
    Selain masalah fasilitas, taman ini juga mengalami perubahan fungsi yang tidak positif.
    Seiring kurangnya perawatan dan minimnya penerangan di malam hari, taman sering dijadikan tempat nongkrong remaja.
    Untung yang bekerja dengan sistem shift kerap melewati taman pada malam hari sepulang kerja.
    Dari pengalamannya, ia sering melihat beberapa anak muda berkumpul di sudut taman.
    “Nah itu suka, anak-anak suka kadang-kadang buat nongkrong ya. Kalau pulang malam gitu lihat, banyak orang gitu, kayak ngerokok gitu-gitu,” ujar dia.
    Ia tidak mengatakan hal itu sebagai masalah besar, tetapi mengakui bahwa kondisi tersebut membuat sebagian warga merasa waswas.
    Terlebih ketika ada anak kecil atau ibu-ibu yang harus melewati area itu pada malam hari.
    Darmadi (47), warga lainnya yang sudah tinggal sejak 2010, mengatakan hal serupa. Dalam kesehariannya, ia hampir selalu melewati taman, entah pagi saat berangkat kerja atau sore ketika menemani anak-anak bermain.
    Baginya, perubahan wajah taman kini sangat jelas dibandingkan masa ketika tempat itu masih terawat.
    “Beda lah, kadang ada aja anak nongkrong sambil ngerokok. Nggak tiap hari, cuma sering keliatan kalau saya pulang malam,” kata dia.
    Darmadi juga mengatakan bahwa
    kondisi taman
    yang mulai rusak membuat anak-anak tidak lagi bisa bermain bebas.
    Akibatnya, sebagian memilih bermain di jalan atau berpindah ke taman lain yang kondisinya lebih baik.
    “Sekarang mereka main seadanya aja. Karena fasilitasnya banyak yang nggak lengkap. Kadang malah main di jalan,” ujarnya.
    Meski kondisinya menurun, warga tidak pernah kehilangan harapan. Ribuan langkah dan suara warga sudah akrab dengan taman kecil itu.
    Sebagai ruang publik yang berada di tengah permukiman, keberadaannya dianggap penting, bukan hanya sebagai tempat bermain, tetapi juga ruang interaksi sosial warga.
    Untung berharap pemerintah setempat dapat memberi perhatian lebih pada taman-taman kecil seperti
    Taman Ciremai
    .
    Menurut dia, fasilitas sederhana saja sudah cukup, asal aman dan nyaman.
    “Ya mungkin lebih itu aja kali ya. Lebih diperbaiki aja ya fasilitasnya sama keamanannya kali ya kalau malam,” kata dia.
    Darmadi juga memiliki harapan serupa. Baginya, taman ini tidak perlu dibuat mewah.
    Cukup memastikan ayunan berfungsi, perosotan aman, bangku kokoh, dan penerangan terang.
    “Ayunannya dibenerin dulu. Itu yang paling dipakai anak-anak,” kata dia.
    Ia menilai taman kecil seperti ini sering luput dari perhatian, padahal justru menjadi ruang vital bagi warga sekitar.
    Anak-anak yang tinggal di permukiman sangat bergantung pada satu-satunya ruang terbuka di lingkungan mereka.
    “Penting banget, taman ini tuh tempat mereka gerak dan ketemu teman,” kata Darmadi.
    Kepala Bidang Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Devi Librianti, menegaskan bahwa taman tersebut tetap dirawat.
    “Sebenarnya taman tidak terbengkalai, ada petugas yang rutin membersihkan, ada pemeriksaan rutin namun beberapa part belum diganti,” kata Devi.
    Menurut dia, rutinitas kebersihan tetap berjalan setiap hari. Daun jatuh dibersihkan, sampah dikumpulkan, dan alat permainan diperiksa.
    Namun pemeriksaan bukan berarti semua kerusakan bisa langsung dibenahi.
    Devi mengatakan, taman-taman kecil seperti Ciremai biasanya mendapatkan pemeliharaan ringan.
    Jika ada bagian permainan yang patah, petugas bisa melakukan perbaikan cepat seperti pengelasan.
    “Untuk perbaikan mainan kalau patah bisa langsung dilas, tapi kalau ada part yang hilang kami harus mengusulkannya dulu di penganggaran karena kami tidak menyetok part,” ujarnya.
    Devi menjelaskan bahwa taman Ciremai sebenarnya sudah mendapatkan pembaruan, terakhir pada 2023.
    “Untuk fasilitas bermain anaknya terakhir diperbaharui tahun 2023,” kata dia.
    Namun pembaruan itu belum berlanjut ke revitalisasi besar.
    Rencana prioritas tahun ini tidak memasukkan taman Ciremai sebagai lokasi revitalisasi menyeluruh.
    “Taman ini belum masuk daftar prioritas untuk direvitalisasi, paling pemeliharaan alatnya saja,” ujar Devi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jakarta Berpotensi Hujan Siang–Sore, Intensitas di Sejumlah Wilayah Meningkat
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Jakarta Berpotensi Hujan Siang–Sore, Intensitas di Sejumlah Wilayah Meningkat Megapolitan 5 Desember 2025

    Jakarta Berpotensi Hujan Siang–Sore, Intensitas di Sejumlah Wilayah Meningkat
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan akan turun di sejumlah wilayah DKI Jakarta pada Jumat (5/12/2025).
    Polanya tersebar dari hujan ringan hingga sedang, terutama pada siang sampai sore hari.
    Kondisi ini membuat warga diminta mengatur mobilitas dan tetap bersiap menghadapi potensi genangan di beberapa titik rawan.
    Prediksi cuaca tersebut tercantum dalam prakiraan harian
    BMKG
    , yang merinci kondisi setiap kota administrasi di Jakarta.
    BMKG memprakirakan cuaca di Kepulauan Seribu akan berawan sepanjang hari.
    Suhu diprediksi berada pada kisaran 26–28 derajat Celsius dengan kelembaban 76–87 persen.
    Kondisi ini menandakan adanya potensi peningkatan awan namun tanpa hujan signifikan.
    Jakarta Pusat diprediksi dilanda hujan ringan.
    Suhu udara berada di kisaran 25–30 derajat Celsius dengan kelembaban 73–93 persen.
    Hujan ringan pada siang hari berpotensi membuat beberapa ruas jalan utama, terutama kawasan perkantoran, menjadi lebih padat.
    Untuk wilayah Jakarta Utara, cuaca diperkirakan berawan.
    Suhu berkisar 25–28 derajat Celsius, sementara kelembaban mencapai 77–91 persen.
    Jakarta Barat menjadi salah satu wilayah dengan intensitas cuaca lebih tinggi karena diprediksi mengalami hujan sedang.
    Suhu berada di kisaran 24–30 derajat Celsius, kelembaban 71–95 persen.
    Hujan sedang berpotensi memunculkan genangan cepat di titik-titik langganan seperti Kembangan, Duri Kosambi, dan sekitarnya.
    Wilayah Jakarta Selatan diprediksi turun hujan ringan dengan suhu 24–31 derajat Celsius dan kelembaban tinggi pada kisaran 68–97 persen.
    Wilayah yang memiliki kontur lebih berbukit berpotensi mengalami hujan lokal yang muncul tiba-tiba.
    Jakarta Timur juga diprediksi mengalami hujan ringan.
    Suhu berkisar 24–30 derajat Celsius dengan kelembaban 72–96 persen.
    Kawasan ini dikenal memiliki beberapa titik rawan genangan di dekat bantaran sungai, terutama saat hujan lebih merata.
    BMKG menyarankan masyarakat tetap memperhatikan
    prakiraan cuaca
    berkala karena kondisi atmosfer saat ini labil dan berpotensi berubah cepat.
    Selain itu, warga yang beraktivitas di luar ruangan disarankan membawa perlengkapan seperti jas hujan atau payung, terutama pada jam-jam rawan saat intensitas hujan meningkat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pramono Ingin RS Sumber Waras Berstandar Internasional, Sudah Diajukan ke Prabowo 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Pramono Ingin RS Sumber Waras Berstandar Internasional, Sudah Diajukan ke Prabowo Megapolitan 5 Desember 2025

    Pramono Ingin RS Sumber Waras Berstandar Internasional, Sudah Diajukan ke Prabowo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gubernur Jakarta Pramono Anung mengungkapkan rencana Rumah Sakit (RS) Sumber Waras akan dijadikan berstandar internasional.
    Namun, hal itu harus mendapatkan persetujuan pemerintah pusat untuk memasukkan
    RS Sumber Waras
    menjadi
    proyek strategis nasional
    (PSN).
    “Saya sedang menjajaki rumah sakit ini untuk kita bangun menjadi salah satu rumah sakit internasional, dan kami sudah mengajukan menjadi Proyek Strategis Nasional. Kementerian Kesehatan sudah menyetujui, Menko Perekonomian sudah menyetujui, dan sudah diajukan kepada Bapak Presiden,” ujar Pramono di Balai Kota Jakarta, Jumat (5/12/2025).
    “Kalau itu bisa dilakukan, maka Jakarta dalam tahun-tahun dekat ini akan mempunyai rumah sakit yang berstandar internasional. Satu, Sumber Waras, yang kedua adalah Rumah Sakit Cakung,” lanjutnya.
    Jakarta sendiri saat ini sudah memiliki 31 rumah sakit.
    Tetapi menurut Pramono, hal itu belum cukup karena Jakarta akan berkembang menjadi kota global.
    “Komitmen kita untuk menjadi kota global sekaligus akan menjadi top twenty di tahun 2030, kesehatan menjadi kata kunci. Karena inilah yang kemudian menjadi ukuran. Maka persoalan-persoalan lapangannya harus ditangani secara baik,” tutur Pramono.
    Menurut dia, rumah sakit berstandar internasional harus bekerja sama dengan pemerintah.
    “Salah satu hal yang saya dorong betul kepada Ibu Kepala Dinas (Dinas Kesehatan) untuk segera mewujudkan rumah sakit internasional yang dikelola secara langsung oleh Pemda DKI Jakarta, yang mungkin juga bisa bekerja sama dengan pemerintah pusat,” jelasnya.
    Sebelumnya, Pramono telah membicarakan soal PSN RS Sumber Waras dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (10/11/2025).
    Selain RS Sumber Waras, Pramono juga membahas usulan Kota Tua masuk dalam PSN.
    “Kenapa kami usulkan menjadi PSN? Karena itu tadi supaya mendapatkan treatment di dalam proses pembangunannya menjadi lebih mudah, lebih baik,” terang Pramono usai bertemu Airlangga, Senin.
    Ia meyakini, pemerintah pusat akan mendukung kedua usulan Pemprov Jakarta, selagi pihaknya melengkapi kebutuhan administrasi untuk pembangunan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Rapat Banjir Sumatera di DPR: Titiek Soeharto Geram, Raja Juli Janji Tertibkan Hutan
                        Nasional

    6 Rapat Banjir Sumatera di DPR: Titiek Soeharto Geram, Raja Juli Janji Tertibkan Hutan Nasional

    Rapat Banjir Sumatera di DPR: Titiek Soeharto Geram, Raja Juli Janji Tertibkan Hutan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto mengungkapkan kegeramannya dalam rapat kerja dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, terkait bencana banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Kamis (4/12/2025).
    Titiek meminta
    Kementerian Kehutanan
    menghentikan seluruh praktik
    penebangan pohon
    , yang selama ini dinilai merugikan masyarakat dan memperparah dampak bencana.
    “Intinya, kami minta kepada Kementerian Kehutanan untuk menghentikan segala pemotongan pohon,
    illegal logging
    , baik legal maupun ilegal yang nyata-nyata merugikan masyarakat,” kata Titiek, di Gedung DPR RI, Kamis (4/12/2025).
    Dia menegaskan, pemerintah harus bersikap tegas terhadap semua bentuk penebangan yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
    “Kita lihat sendiri pohon-pohon yang begitu besar, yang perlu puluhan tahun, ratusan tahun untuk sebesar itu, dipotong oleh orang-orang yang tidak punya perasaan gitu ya untuk motong itu,” ucap dia.
    “Dan yang untung pun ya mereka sendiri. Rakyat tidak mendapat keuntungan apa-apa dari pemotongan itu,” sambung dia.
    Dalam rapat, Titiek sempat meminta tim sekretariat komisi memutar video truk pengangkut kayu gelondongan yang melintas di jalan raya, hanya berselang dua hari setelah banjir bandang terjadi.
    Politikus Gerindra itu menegaskan bahwa pemandangan itu sangat membuat sakit hati warga.
    “Dan yang lebih, lebih menjengkelkan lagi, itu truk itu lewat di jalan raya dua hari setelah peristiwa banjir itu. Dan dengan kemajuan teknologi, truk itu lewat depan hidup kita. Sungguh menyakitkan banget itu,” kata Titiek.
    Dia menyebut, tindakan perusahaan sebagai bentuk mengejek rakyat yang sedang tertimpa musibah.
    “Perusahaan ini ngejek gitu loh. Baru di sana kena bencana, dia lewat bawa kayu. Eh, ini suatu apa ya, suatu kayak menyakitkan dan menghina rakyat Indonesia,” ungkapnya.
    Titiek juga mempertanyakan mengapa pohon yang memberi banyak manfaat harus dipotong secara serampangan.
    “Mencegah erosi, memberikan udara, menyaring udara yang segar buat manusia, kok dipotong begitu saja,” ujarnya dengan nada kesal.
    Dalam kesempatan itu, Titiek menekankan bahwa Komisi IV DPR RI meminta pemerintah tidak sembarangan menerbitkan izin pembukaan lahan, baik untuk perkebunan maupun pertambangan, yang berpotensi merusak lingkungan.
    “Dan terutama juga mengenai pembukaan lahan untuk baik itu perkebunan atau pertambangan, itu dikaji lagi AMDAL-nya. Jangan main kasih saja,” tegas dia.
    Titiek juga meminta Kemenhut untuk tidak takut menolak pemberian izin pembukaan lahan atau bahkan menindak pelanggaran yang jelas menimbulkan kerusakan.
    Dia menjamin bahwa Komisi IV DPR RI akan mendukung langkah hukum terhadap pihak yang berada di balik pelanggaran.
    “Enggak usah takut apakah itu di belakangnya ada (jenderal TNI maupun Polri) bintang-bintang, mau bintang dua, tiga, atau berapa, itu kami mendukung Kementerian supaya ditindak dan tidak terjadi lagi,” pungkas Titiek.
    Sementara itu, Menteri Kehutanan
    Raja Juli Antoni
    mengakui
    bencana di Sumatera
    menjadi pukulan sekaligus dorongan untuk memperbaiki tata kelola hutan.
    “Peristiwa ini juga melecut saya sebagai pimpinan dan jajaran pimpinan di Kementerian Kehutanan untuk berefleksi,” ujar dia, dalam rapat.
    Dia menegaskan pihaknya sudah mengevaluasi pengelolaan hutan secara menyeluruh agar kejadian serupa bisa dimitigasi di masa mendatang.
    “Mengevaluasi secara menyeluruh terhadap penatakelolaan hutan,
    forest governance
    , sehingga peristiwa serupa bisa dimitigasi dengan lebih baik di kemudian hari,” ucap dia.
    Raja Juli juga menyampaikan bahwa Kemenhut mengikuti instruksi Presiden Prabowo Subianto dalam menggalang bantuan bagi para korban.
    “Kami terus menggalang bantuan, terutama dari UPT di Sumatera untuk membantu, berbagi solidaritas dengan para korban terdampak,” kata dia.
    Dalam paparannya, Raja Juli mengungkapkan bahwa
    banjir bandang dan tanah longsor
    di tiga provinsi di Sumatera itu disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk kerusakan lingkungan, khususnya di daerah tangkapan air.
    “Pertama, tadi sudah disampaikan oleh Ibu Ketua Komisi IV DPR RI adanya siklon tropis senyar dan curah hujan tinggi,” ujar Raja Juli, dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Kamis (4/12/2025).
    “Namun, juga ada karena bentuk geomorfologi DAS (Daerah Aliran Sungai). Serta yang ketiga tentu adalah kerusakan pada daerah tangkapan air atau DTA,” sambung dia.
    Meski begitu, Raja Juli berpegang bahwa
    deforestasi
    menurun secara nasional maupun di tiga provinsi terdampak bencana pada 2025.
    “Pada tahun 2025, deforestasi di Indonesia hingga bulan September menurun sebesar 49.700 hektar jika dibandingkan tahun 2024 atau menurun 23,01 persen,” ujar dia.
    Penurunan itu juga teridentifikasi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, masing-masing 10,04 persen, 13,98 persen, dan 14 persen.
    Namun, dia mengakui masih ada kerusakan pada daerah tangkapan air (DTA) yang berperan dalam memperparah bencana.
    Dalam kesempatan itu, Raja Juli juga memastikan bahwa dirinya tidak menerbitkan izin baru untuk pemanfaatan hutan alam selama satu tahun menjabat.
    “Saya setahun jadi menteri ini, saya tidak menerbitkan PBPH penebangan satu pun yang baru ya,” ujar dia.
    Dia bahkan mengungkap rencana mencabut izin 20 perusahaan pengelola hutan yang bekerja buruk.
    “Kami Kementerian Kehutanan akan kembali mencabut izin sekitar 20 PBPH yang bekerja buruk, lebih kurang seluas 750.000 hektar,” kata dia.
    Nama perusahaan belum dibuka dan akan diumumkan usai ada arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
    Raja Juli menambahkan bahwa dirinya tidak alergi terhadap kritik yang muncul pasca-bencana di Sumatera.
    “Saya dididik sebagai aktivis dan akademisi, saya tidak antikritik, tidak anti dievaluasi,” ujar dia.
    Dia mengaku bahwa kritik bahkan kemarahan publik akan menjadi energi perubahan agar menjadi lebih baik.
    “Bahkan, kemarahan itu pada ujungnya nanti akan menjadi partisipasi yang lebih produktif,” pungkas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perjuangan Siswa Muara Gembong ke Sekolah, Menembus Banjir dan Sungai
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Perjuangan Siswa Muara Gembong ke Sekolah, Menembus Banjir dan Sungai Megapolitan 5 Desember 2025

    Perjuangan Siswa Muara Gembong ke Sekolah, Menembus Banjir dan Sungai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Setiap kali matahari terbit, siswa di Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sudah bersiap di dermaga depan rumahnya masing-masing untuk menanti jemputan perahu sekolah.
    Baik sekolah negeri maupun swasta memiliki perahu jemputan tersendiri untuk para siswa dan siswinya.
    Perahu menjadi andalan siswa di
    Muara Gembong
    untuk pergi ke sekolah demi mengejar cita-citanya sejak puluhan tahun lalu.
    Hal itu disebabkan karena
    Desa Pantai Bahagia
    diapit oleh laut dan aliran Sungai Citarum sehingga sering terendam banjir.
    Tak adanya tanggul membuat air laut di belakang rumah warga lebih sering meluap dan menggenangi pemukiman.
    Bahkan, Kampung Beting di Desa Pantai Bahagia dinyatakan sudah tenggelam sejak tahun 2008.
    Kondisi Sungai Citarum tanpa tanggul di depan rumah warga juga sering mengakibatkan banjir di wilayah ini.
    Namun, banjir dari sungai tidak terlalu sering seperti laut. Air Citarum akan meluap jika hujan lebat dan adanya air kiriman dari daerah lain.
    Sering terendamnya banjir membuat beberapa titik jalan di Muara Gembong terputus.
    “Sebab, ada beberapa daerah di Muara Gembong yang sudah tidak lagi memiliki jalur darat alias tertutup imbas sering terendam rob,” tutur salah satu guru di MTs Nurul Ihsan, Desa Pantai Bahagia, Dadang Irawan saat diwawancarai Kompas.com di lokasi, Selasa (2/11/2025).
    Selain terputus, jalan yang masih tersisa di lokasi tak layak untuk dilalui baik dengan sepeda motor maupun berjalan kaki.
    Sebab, jalan yang masih tersisa dipenuhi tanah merah, bebatuan tajam, berpasir, hingga berlumpur.
    Kondisi jalan semakin parah dan berbahaya dilalui ketika turun hujan di Desa Pantai Bahagia.
    Hal itu lah yang membuat siswa dan siswi di Desa Pantai Bahagia mengandalkan perahu untuk berangkat dan pulang sekolah.
    Perahu-
    perahu sekolah
    di Desa Pantai Bahagia akan melintas di sepanjang Sungai Citarum setiap harinya.
    Dadang bilang, sebelum mengandalkan perahu dari sekolah, siswa di Muara Gembong ada yang diantar menggunakan perahu pribadi oleh orangtuanya karena akses rumahnya benar-benar tak ada lagi jalur darat.
    Tapi, sebagian besar mereka yang rumahnya masih terdapat jalur darat maka terpaksa harus berjalan kaki sekitar empat kilometer (Km) dengan menyusuri jalan licin dan bebatuan.
    Para siswa rata-rata harus berjalan kaki sekitar 30 menit hingga 45 menit untuk pergi ke sekolah sebelum mengandalkan perahu.
    Hal itu lah yang membuat Dadang merasa iba dan sering menggunakan perahu pribadinya untuk mengantar pulang anak-anak sekolah agar tidak terlalu lelah.
    “Saya punya perahu sendiri jadi saya mengantarkan pas pulangnya saja, kalau pagi bisa jalan,” tutur Dadang.
    Namun, karena kapasitas mesin perahunya hanya sekitar 25 PK maka Dadang hanya bisa mengangkut sekitar 20 siswa dalam sekali perjalanan.
    Hal itu, ia lakukan rutin kurang lebih selama tiga tahun demi membantu anak-anak agar mau sekolah dan mengejar mimpinya.
    Dadang juga tak pernah memungut biaya ke siswa yang menebeng perahunya.
    Mulai dari BBM hingga perawatan perahu ia tanggung sendiri, meski gajinya sebagai seorang guru MTs tak seberapa.
    Namun, kondisi itu berubah sejak tahun 2018, ketika salah satu perusahaan logistik dan pelayaran yakni PT Samudera Indonesia Tbk datang ke MTs Nurul Ihsan untuk memberikan bantuan perahu sekolah untuk siswa dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
    Sejak itu, MTs Nurul Ihsan memiliki perahu jemputan sekolah pribadi untuk siswanya berjenis speed boat yang bernama Kapal Sinar Waisai.
    Kapal senilai Rp 1 Miliar itu bisa mengangkut penumpang anak-anak maksimal 40 orang, sedangkan dewasa hanya 30 orang.
    Tak hanya memberikan speed boat, segala perawatan dan gaji petugas kapal yang mengantar anak-anak pergi dan pulang sekolah juga terus ditanggung perusahaan swasta tersebut sampai saat ini.
    Setiap harinya, kapal ini akan menjemput dan mengantar pulang siswa dan siswi yang bersekolah di MTs Nurul Ihsan.
    Namun, karena siswa yang naik perahu mencapai 60 orang maka perjalanannya selalu dibagi menjadi dua setiap harinya.
    “Jadi, mereka mengangkut dua kali. Pertama mereka mengangkut paling ujung dulu di pinggir laut kawasan Muara Bendera diantarkan ke sekolah, nanti trip kedua mereka angkut dari wilayah pertengahan langsung ke sekolah,” jelas Dadang.
    Begitu pulang, Kapal Sinar Waisai akan melakukan dua kali perjalanan.
    Pertama, anak-anak yang akan diantar yang rumahnya berada di pertengahan dan hanya ditempuh dalam waktu 15 menit.
    Sedangkan perjalanan kedua, dilakukan untuk mengantar anak-anak yang rumahnya di ujung Sungai Citarum atau berbatasan dengan laut yang harus membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 40 menit dalam satu kali perjalanan.
    Anak-anak yang naik speed boat juga diwajibkan untuk menggunakan pelampung ketika pergi dan pulang sekolah demi menjaga keamanannya.
    Beruntungnya lagi, anak-anak MTs Nurul Ihsan tak perlu membayar biaya perahu yang mengantar mereka.
    “Ini semuanya gratis. Kita ada CSR dari Samudera yang memang mengalokasikan dana untuk sarana transportasi untuk mengangkut anak-anak yang dari Muara Bendera,” tutur Dadang.
    Kampung Beting yang disebut sebagai wilayah tenggelam di Desa Pantai Bahagia justru belum bisa terakses perahu jemputan sekolah.
    Sebab, lebar Sungai Citarum ketika masuk di desa ini mengecil hanya sekitar 15 meter sehingga perahu tradisional atau speed boat tak bisa masuk untuk menjemput siswa.
    “Mungkin kalau ke Beting itu sungainya luas bisa dijemput juga, cuma karena kecil jadi buat ke Beting itu enggak masuk kapalnya,” ucap Dadang.
    Alhasil, siswa dari Kampung Beting terpaksa harus berjalan kaki berkilo-kilo meter ketika hendak pergi dan pulang sekolah.
    “Sekitar 30 menit jalan kaki. Kalau banjir menerobos banjirnya. Kapal enggak bisa masuk karena kali sempit,” tutur salah satu siswi MTs Nurul Ihsan, Syifa (14).
    Syifa mengaku sedih dan lelah karena harus berjalan kaki setiap harinya ketika pergi dan pulang sekolah, sementara rekan-rekannya menggunakan perahu.
    Tak hanya Syifa, siswi lain Zaskia (15) juga harus berjalan kaki setiap harinya ke sekolah karena tinggal di Kampung Beting.
    Perjalanan ke sekolah akan semakin lama ditempuh ketika hujan tiba.
    Sebab, jalanan di Desa Pantai Bahagia rusak parah dan bebatuan tajam.
    “Kalau hujan, ada jalan kaki mah sekitar 40 menit,” tutur Zaskia.
    Oleh karena itu, ia berharap agar jalan di kampungnya bisa segera diperbaiki pemerintah supaya tak lagi rusak.
    “Pengin jalannya bisa dibagusin lagi biar sekolahnya enak enggak becek-becekan,” kata dia.
    Pengamat Pendidikan Ina Liem menilai pemerintah telah gagal menangani pendidikan di Muara Gembong.
    “Masalah di Muara Gembong bukan muncul tiba-tiba. Ini akumulasi kegagalan negara selama puluhan tahun,” tutur Ina.
    Kondisi pendidikan yang begitu memprihatinkan itu disebabkan karena kurangnya transparansi, audit keuangan daerah yang lemah, dan ego sektoral yang membuat kementerian dan dinas bekerja sendiri-sendiri.
    “Data sekolah ada di Kemendikdasmen, data penduduk dan siswa miskin di Dukcapil, infrastruktur di PUPR. Tanpa koordinasi, anak-anak tetap harus naik perahu kecil berbayar tanpa pelampung,” sambung Ina.
    Ironisnya, sekolah swasta di Desa Pantai Bahagia seperti MTs Nurul Ihsan lebih gesit mencari CSR dan mendapatkan perahu yang aman dan gratis untuk siswanya.
    Sedangkan sekolah negeri justru mengandalkan perahu tradisional yang justru berbayar sekitar Rp 5.000.
    “Ini menunjukkan kontras antara inisiatif swasta yang gesit dan pejabat daerah yang pasif, padahal mereka punya anggaran, kewenangan, dan kewajiban,” ujar Ina.
    Ina menyarankan pemerintah bisa mengintegrasikan data lintas sektor di Muara Gembong.
    “Solusinya bukan tambal sulam, tapi integrasi data lintas sektor (Kemendikdasmen–Dukcapil–PUPR), transparansi anggaran, dan audit daerah yang betul-betul dijalankan,” ujar Ina.
    Ia juga mengingatkan, CSR dari perusahaan bisa dimanfaatkan untuk membantu memajukan pendidikan di Muara Gembong.
    Tapi, peran CSR tidak boleh menggantikan fungsi negara dalam menyediakan layanan pendidikan yang layak untuk anak-anak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamenkes: Korban Bencana Sumatera Mulai Banyak yang Demam dan Tifus
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Wamenkes: Korban Bencana Sumatera Mulai Banyak yang Demam dan Tifus Megapolitan 5 Desember 2025

    Wamenkes: Korban Bencana Sumatera Mulai Banyak yang Demam dan Tifus
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, korban bencana di Sumatera sudah banyak yang menderita demam, gatal-gatal hingga tifus.
    Saat ini Kementerian Kesehatan (
    Kemenkes
    ) bersama pihak terkait fokus melakukan pencegahan penyakit yang timbul pasca-bencana.
    “Yang terakhir adalah mencegah penyakit yang mungkin timbul pasca-bencana. Ini sudah mulai ada yang gatal-gatal, mulai sudah banyak yang
    demam
    , sudah banyak yang kena sakit
    tifus
    dan sebagainya,” ujar Dante di Balai Kota Jakarta, Jumat (5/12/2025).
    “Ini nanti akan kita tangani dengan strategi kita, koordinasi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat. Hampir setiap hari kita melakukan vidcon (video conference) di Kemenkes dengan Kepala Dinas seluruh daerah yang terdampak,” lanjutnya.
    Menurut Dante, saat ini ada 75 kabupaten/kota di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang separuhnya terdampak bencana banjir.
    Penanganan kesehatan para korban banjir dievaluasi setiap hari.
    Selain itu,
    Wamenkes Dante
    juga mengungkapkan empat strategi penanganan kesehatan korban
    banjir Sumatera
    .
    Pertama, penanganan langsung terhadap korban yang mengalami luka.
    Kedua adalah melakukan revitalisasi pelayanan kesehatan yang berdampak dan tidak bisa beroperasi.
    “Kemudian yang ketiga adalah melakukan bantuan obat-obatan, bahan habis pakai, supaya bisa terkendali. Dan yang keempat adalah mobilisasi tenaga kesehatan dari pusat ke daerah-daerah tersebut sehingga bisa memberikan pelayanan yang lebih optimal untuk mereka yang berdampak,” jelas Dante.
    Diberitakan sebelumnya, jumlah korban jiwa akibat banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) kembali meningkat.
    Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan, total
    korban meninggal
    dunia kini mencapai 836 orang, dengan penambahan terbesar berasal dari Aceh.
    “Rekapitulasi hasil pencarian dan pertolongan pukul 16.00, hingga sore ini jumlah korban meninggal dunia bertambah 836 jiwa, penambahan paling banyak menemukan jasad korban di Aceh 48 korban,” ujarnya, seperti dalam tayangan Konferensi Pers Update Penanganan Bencana Banjir Longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar di YouTube BNPB Indonesia, Kamis (4/12/2025).
    Kompas.com
    bersama Kitabisa membuka penggalangan dana untuk membantu masyarakat Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang terdampak bencana.
    Dukungan Anda dapat disalurkan melalui tautan berikut:
    https://kitabisa.com/campaign/bantuwargataptengsibolga
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warung di Bogor yang Menjadi Pelabuhan Mahasiswa Saat Sumatera Berduka
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Warung di Bogor yang Menjadi Pelabuhan Mahasiswa Saat Sumatera Berduka Megapolitan 5 Desember 2025

    Warung di Bogor yang Menjadi Pelabuhan Mahasiswa Saat Sumatera Berduka
    Editor
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Sebuah warung mie di Kota Bogor, Jawa Barat menjadi tempat singgah bagi mahasiswa asal Aceh dan Sumatera yang terdampak bencana di kampung halaman mereka.
    Warung
    Mie Aceh Semeru
    di Jalan Cilandek, Bogor Barat itu menawarkan
    makanan gratis
    bagi para mahasiswa perantauan. Mereka dipersilakan memesan menu apa pun secara gratis.
    Bagi Rahmad, pemilik warung, langkah ini ia lakukan agar mahasiswa perantauan tetap mendapat dukungan di masa sulit.
    “Biasanya kan kalau terjadi musibah, kita hanya fokus ke korban yang berdampak langsung. Sedangkan korban-korban yang tidak secara langsung seperti anak-anak (mahasiswa perantauan) itu sering terlupakan, padahal mereka juga harus kita bantu,” ucap Rahmad, Kamis (4/12/2025).
    Rahmad menyebut banyak mahasiswa yang datang ke warungnya belum bisa menghubungi keluarga akibat akses komunikasi yang terputus.
    Kiriman uang dari kampung halaman pun terhambat, membuat kebutuhan kuliah dan makan sehari-hari menjadi beban tersendiri.
    “Mereka harus bertahan hidup di tempat perantauan. Sementara, mereka juga butuh biaya untuk kuliah dan makan,” tuturnya.
    Situasi itu juga mengingatkan Rahmad pada kondisi keluarganya di Aceh.
    “Saya ikut merasakan apa yang mereka alami. Rumah keluarga saya di Aceh juga hancur. Akses bantuan dan komunikasi terputus. Kebetulan saya punya rezeki lebih, jadi saya bantu sebisa mungkin. Sudah saatnya kita saling bantu membantu,” imbuh dia.
    Dalam empat hari berjalan, lebih dari 40 mahasiswa dari berbagai kampus di Bogor datang ke warung tersebut.
    Selain makan gratis, sebagian juga menerima bantuan sembako dan uang saku.
    “Ada yang rutin datang ke sini untuk makan. Nanti setelah makan kita berikan bantuan sembako sama donasi, uang saku lah untuk bantu-bantu,” sebutnya.
    Meskipun tidak membuka donasi, Rahmad mengatakan bantuan justru banyak berdatangan dari teman-temannya.
    “Sebenarnya, saya enggak buka donasi. Tapi justru malah banyak orang yang datang untuk kasih donasi. Jadi, saya hanya menerima donasi dari orang-orang yang saya kenal aja,” tambahnya.
    Rahmad memastikan kegiatan sosial ini akan terus berjalan hingga wilayah Aceh dan Sumatera kembali pulih.
    “Untuk makan gratis di Mie Aceh Semeru ini sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Selama belum kondusif, Mie Aceh Semeru ini menjadi rumah kedua bagi mereka. Silakan datang ke sini, makan sepuasnya, makan semaunya,” pungkas dia.
    (Reporter: Ramdhan Triyadi Bempah | Editor: Faieq Hidayat)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tidak Bisa Dipidana, Tim Reformasi Polri Desak Kapolri Bebaskan Aktivis Lingkungan

    Tidak Bisa Dipidana, Tim Reformasi Polri Desak Kapolri Bebaskan Aktivis Lingkungan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri mengingatkan aktivis lingkungan yang memperjuangkan haknya tidak bisa dipidana atau digugat perdata.

    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie menyampaikan aturan itu diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

    “Bunyi pasal itu ya, setiap orang ya yang memperjuangkan ya hak atas lingkungan yang baik dan sehat tidak dapat dipidana atau digugat perdata,” ujar Jimly di posko reformasi Polri, Jakarta, dikutip Jumat (5/12/2025).

    Dia menambahkan, beleid itu sudah secara eksplisit melindungi para aktivis atau partisipasi publik yang memperjuangkan hak atas lingkungan. Adapun, aturan ini juga dikenal dengan UU Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).

    “Sesungguhnya pasal ini ya Anti-SLAPP itu mulai di undang-undang lingkungan tapi perspektif paradigmanya itu kepada semua aktivis yang berpartisipasi, partisipasi publik itu sebetulnya dilindungi,” imbuhnya.

    Oleh sebab itu, kata Jimly, tim reformasi Polri besutan Prabowo telah merekomendasikan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar bisa membebaskan Adetya Pramandira atau Dera dan Fathul Munif.

    Sebagaimana diketahui, Dera dan Munif ditangkap usai meninggalkan Kantor Walhi di Jawa Tengah pada Kamis (27/11/2025) dini hari. Keduanya diduga ditangkap lantaran berkaitan dengan unjuk rasa berakhir ricuh pada akhir Agustus 2025.

    “Lalu yang kedua orang bernama Dera dan Munif. Tanggal 27 kemarin ditahan, ditangkap oleh polda Jawa Tengah. Dia adalah aktivis lingkungan hidup tetapi pada waktu dia ditangkap atau kemudian dibawa dan ditahan itu. Dia diberitahu dia sudah tersangka dalam kasus kerusuhan Agustus,” ujar anggota komisi percepatan reformasi Polri, Mahfud MD.