Jenis Media: Metropolitan

  • Kasus Pengadaan Iklan, KPK Duga Ridwan Kamil Terima Dana Hingga Rp200 Miliar

    Kasus Pengadaan Iklan, KPK Duga Ridwan Kamil Terima Dana Hingga Rp200 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diduga menerima sejumlah uang dari dana non-budgeter Rp200 miliar pengadaan iklan di Bank BJB.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan penyidik mendeteksi dana non-budgeter yang seharusnya digunakan untuk pengadaan iklan, tetapi mengalir ke sejumlah pihak.

    “Termasuk juga dugaan aliran uang dari dana non-budgeter, dimana dana non-budgeter ini bersumber dari sebagian anggaran yang semestinya digunakan untuk belanja iklan di BJB, tapi sebagiannya sekitar 50 persen, ya ada Rp200-an miliar begitu, itu masuk ke dana non-budgeter yang dikelola di Corsek BJB,” kata Budi, Rabu (17/12/2025).

    Budi menjelaskan tim penyidik lembaga antirasuah menelusuri aliran dana tersebut dan diduga mengalir ke Ridwan Kamil. 

    Alhasil, KPK telah menyita sejumlah aset milik Ridwan Kamil yang diduga pembeliannya menggunakan dana non-budgeter.

    “Sehingga KPK kemudian melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset, baik yang atas nama Saudara RK ataupun aset-aset lainnya yang diduga terkait,” ucap Budi.

    Selain itu, Budi menyebut bahwa penyidik KPK membuka peluang pemanggilan terhadap Atalia, istri Ridwan Kamil yang mengajukan gugatan cerai.

    Menurut Budi, pemanggilan para pihak yang didga mengetahui perkara ini dibutuhkan untuk mendalami temuan-temuan sebelumnya agar dia analisis lebih lanjut.

    “Jika memang dibutuhkan keterangan dari para saksi, tentu penyidik akan melakukan pemanggilan, akan meminta keterangan terhadap temuan-temuan sebelumnya, ataupun terhadap keterangan dari saksi lainnya, yang sudah disampaikan dalam pemeriksaan perkara ini,” tanda Budi.

  • Mahfud MD Dorong Koreksi Perpol Lewat Eksekutif Review

    Mahfud MD Dorong Koreksi Perpol Lewat Eksekutif Review

    Bisnis.com, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menyarankan pemerintah menempuh mekanisme eksekutif review sebagai langkah korektif Perpol yang lebih tepat dalam menjaga ketertiban hukum.

    Dia menilai mekanisme tersebut lebih baik daripada jalur uji materi di Mahkamah Agung. “Ini bisa dilakukan eksekutif review, bukan judicial review,” ujar Mahfud MD dalam kanal youtube miliknya dikutip pada Rabu (17/12/2025).

    Dalam pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 serta UU 12/2011 dan perubahannya, eksekutif review diartikan sebagai wewenang yang dimiliki oleh lembaga eksekutif untuk melakukan pengujian terhadap produk hukum. Dalam penjelasan Mahfud MD, terdapat dua bentuk utama koreksi melalui jalur eksekutif.

    Pertama, pada level administratif kementerian, pemerintah dapat memilih untuk tidak melanjutkan pengundangan atau mencabut pengundangan peraturan tersebut dari Berita Negara. 

    Kedua, Presiden dapat mengambil alih kewenangan administratif dan membatalkan langsung aturan yang dinilai bermasalah. 

    Dia menilai, menempuh jalur judicial review, dimana Mahkamah Agung (MA) memiliki wewenang dalam menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang, justru berisiko menemui jalan buntu.

    Menurut Mantan Menkopolhukam tersebut, sengketa yang bersifat umum dan menyangkut norma peraturan, tidak tepat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

    “PTUN itu kan keputusan pejabat atau lembaga pemerintah yang bersengketa melawan rakyat secara perorangan. Kalau melayak secara umum, itu namanya judicial review, bukan ke PTUN,” jelasnya.

    Dia juga menambahkan dalam perspektif hukum administrasi negara, kesalahan regulasi seharusnya diselesaikan oleh pejabat yang lebih tinggi, bukan langsung oleh hakim. 

    “Sesuatu kesalahan diselesaikan oleh pejabat di atasnya, bukan oleh hakim. Itu namanya administratif berum,” kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI itu. 

    Adapun jika koreksi dilakukan oleh hakim, mekanisme tersebut masuk kategori administratif represif melalui judicial review. Dia mengingatkan, membiarkan aturan yang bermasalah tetap berlaku akan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola regulasi. 

    “Kalau ini dibiarkan, itu pelanggaran. Pelanggarannya signifikan karena tidak memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi dan melanggar dua undang-undang,” tutup Mahfud.

    Terkait Perpol, Kapolri Hormati Keputusan MK

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan Perpol No.10/2025 diterbitkan untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal larangan anggota Polri isi jabatan sipil.

    Sebelumnya, Perpol No.10/2025 mengatur soal 17 Kementerian atau Lembaga (K/L) bisa dijabat anggota polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi polri. 

    “Jadi perpol yang dibuat oleh polri tentunya dilakukan dalam rangka menghormati dan menindaklanjuti putusan MK,” ujar Sigit di kompleks Istana Negara, Senin (15/12/2025).

    Dia menambahkan perpol No.10/2025 yang ditekennya itu telah melewati koordinasi atau konsultasi dengan kementerian maupun stakeholder terkait.

    Di samping itu, Sigit enggan bicara banyak terkait dengan pihak lain yang menilai Perpol No.10/2025 ini berkaitan dengan putusan MK. 

    “Biar saja yang bicara begitu. Yang jelas langkah yang dilakukan kepolisian sudah dikonsultasikan. Baik dengan kementerian terkait, stakeholder terkait, lembaga terkait. Sehingga baru disusun perpol,” imbuhnya. (Angela Keraf)

  • 8
                    
                        Ketika UMR Tak Cukup Hidup Layak, Pekerja Bertahan dari Gaji ke Gaji
                        Megapolitan

    8 Ketika UMR Tak Cukup Hidup Layak, Pekerja Bertahan dari Gaji ke Gaji Megapolitan

    Ketika UMR Tak Cukup Hidup Layak, Pekerja Bertahan dari Gaji ke Gaji
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – UMR Jakarta 2025 yang hampir sebesar Rp 5,4 juta terlihat cukup secara nominal. Namun bagi banyak pekerja, angka itu tak cukup untuk hidup layak.
    Sebagian besar gaji habis untuk kos, makan, dan transportasi, sehingga mereka harus hidup dari gaji ke gaji.
    Di balik angka
    UMR Jakarta
    2025 itu, banyak pekerja terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan dasar.
    Putri Lestari (25) memahami betul ritme hidup itu. Perempuan asal Jawa Tengah ini sudah enam tahun merantau ke Jakarta.
    Dua tahun terakhir, ia bekerja sebagai admin media sosial di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, dengan gaji sekitar Rp 5,4 juta per bulan setara UMR Jakarta.
    “Paling besar itu kos, makan, dan transportasi,” kata Putri saat ditemui di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).
    Kos Putri Rp 1,5 juta per bulan, transportasi Rp 500.000–700.000 per bulan. Sisa gaji dibagi untuk makan, pulsa, internet, kebutuhan harian, dan tabungan.
    Kadang niat menabung, tapi begitu ada kebutuhan tak terduga, tabungan langsung habis.
    Menjelang akhir bulan, Putri menekan pengeluaran, mengurangi makan di luar, dan menunda belanja.
    “Rasanya gaji itu cepat banget habis, padahal baru pertengahan bulan,” ujarnya.
    Hiburan dan rencana masa depan pun dikorbankan, termasuk rencana menikah yang ditunda.
    Dilla (23), personal assistant di Jakarta Selatan, bergaji sedikit di atas UMR, sekitar Rp 6 juta.
    Ia harus membayar kos Rp 2,2 juta di Kemang dan transportasi Rp 400.000–500.000 per bulan.
    “Bisa nabung, tapi mepet banget. Nabungnya pelan-pelan,” kata Dilla.
    Menjelang akhir bulan, ia mengurangi jajan, membawa bekal, dan mengandalkan fasilitas kos sebagai “healing” murah.
    “Menurut aku, di atas Rp 10 juta baru bisa dibilang layak, apalagi kalau mau menabung lebih banyak,” ujarnya.
    Dengan penghasilan saat ini, hiburan dan relasi sosial menjadi korban utama.
    Aditya Riski Nugroho (28), sales di Jakarta Pusat, tinggal di Bogor bersama istri dan anaknya. Gajinya sekitar Rp 5 juta.
    Pengeluaran terbesar untuk rumah tangga, anak, dan ongkos pulang-pergi Bogor–Jakarta Rp 700.000–1 juta per bulan.
    “Bisa nabung itu kalau digabung sama penghasilan istri. Jadi tabungan kami itu tabungan keluarga,” kata Aditya.
    Menurut dia, UMR hanya terasa cukup jika dua orang dalam rumah tangga bekerja.
    Hiburan nyaris dihapus, liburan jarang, waktu istirahat sering dikorbankan, dan cicilan motor menjadi prioritas.
    Pengamat ekonomi M. Rizal Taufikurahman menilai UMR Jakarta terlihat tinggi secara nominal, tapi belum mencerminkan hidup layak.
    “Struktur biaya hidup didominasi oleh perumahan dan transportasi yang sulit dikompresi,” kata Rizal.
    UMR lebih berfungsi sebagai batas minimum bertahan hidup, bukan jaminan hidup layak.
    Kenaikan UMR sering habis menutup pengeluaran rutin, bukan untuk menambah kesejahteraan.
    Konsumsi rumah tangga bersifat defensif, minim tabungan, dan kota tetap mahal tapi tidak sejahtera.
    Rista Zwestika, perencana keuangan mengatakan, besaran UMR di Jakarta saat ini pada dasarnya hanya menutup kebutuhan sehari-hari.
    Sekitar 30 persen untuk hunian, 25 persen buat makan, dan 10 persen adalah transportasi, sementara sisanya untuk tagihan, kesehatan, tabungan, dan kebutuhan fleksibel.
    Di Jakarta, transportasi sering mendekati jutaan per bulan. Pola hidup paycheck-to-paycheck, kerja ganda, dan ketergantungan pada pinjaman konsumtif menjadi umum.
    “Jika pengeluaran bulanan Rp 5 juta, dana darurat minimal enam kali untuk lajang, sembilan kali untuk menikah, dan 12 kali untuk menikah punya anak dari pendapatan per bulan,” ujar Rista.
    Tekanan biaya hidup juga mendorong pekerja pindah ke wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang.
    Bagi sebagian pekerja, itu strategi bertahan, bagi lainnya kompromi hidup di ibu kota tetap dipilih.
    “Jadi kondisi upah rendah bisa mendorong keluarnya sebagian pekerja (atau memilih hunian lebih jauh), yang terlihat dari data perpindahan dan tren urban exodus/relokasi ke penyangga,” kata dia.
    Putri dan Dilla menekan pengeluaran, menunda rencana masa depan, dan hidup hemat. Aditya dan keluarganya mengandalkan penghasilan ganda untuk bertahan.
    Fenomena
    hidup dari gajian ke gajian
    mencerminkan realita pekerja Jakarta menghadapi biaya hidup tinggi dengan UMR yang belum layak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
                        Megapolitan

    3 Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan? Megapolitan

    Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hampir dua dekade telah berlalu sejak aktivitas terakhir di Menara Saidah berhenti pada 2007.
    Bangunan setinggi 28 lantai yang berdiri di tepi Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, itu hingga kini tetap tegak, namun kosong, terkurung pagar seng, dan dijauhkan dari denyut kehidupan kota yang terus bergerak di sekitarnya.
    Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dan properti di Jakarta, publik pun kerap mempertanyakan hal yang sederhana namun penting: Mengapa
    Menara Saidah
    tidak juga dirobohkan?
    Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa hingga kini tidak ada dasar hukum maupun teknis untuk melakukan pembongkaran bangunan tersebut.
    Ketua Subkelompok Penggunaan Bangunan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, Kartika Andam Dewi, mengatakan bahwa Menara Saidah pernah melalui kajian teknis dan tidak dinyatakan membahayakan.
    Ia menjelaskan, dalam tata kelola bangunan gedung, pembongkaran tidak bisa dilakukan serta-merta hanya karena bangunan terbengkalai atau tidak difungsikan.
    “Pun apabila suatu bangunan dinyatakan membahayakan, lalu ada penetapan pembongkaran oleh pemerintah daerah, yang melakukan pembongkaran tetap pemilik bangunan,” kata Andam.
    Menara Saidah sendiri merupakan aset milik swasta, bukan milik Pemprov DKI Jakarta. Karena itu, kewenangan pemerintah daerah terbatas pada pengawasan dan penilaian teknis, bukan eksekusi langsung.
    Ketika ditanya apakah kajian teknis tersebut dilakukan oleh Dinas Citata atau pihak lain, Andam menegaskan bahwa pengkajian tidak dilakukan langsung oleh pemerintah.
    “Yang melakukan pengkajian dari penyedia jasa pengkajian teknis bersertifikat yang di-
    hire
    oleh pemilik bangunan,” ujarnya.
    Dengan kata lain, selama tidak ada laporan resmi, aduan masyarakat, atau hasil penilaian teknis terbaru yang menyatakan bangunan itu berbahaya, pemerintah daerah tidak memiliki dasar untuk memerintahkan pembongkaran.
    Selain itu, Andam juga tidak bisa memberikan informasi terkait alasan detail
    kenapa Menara Saidah tidak dirobohkan
    , karena bangunan milik perorangan, dan hanya pemilik yang mengetahui alasannya.
    Dari sudut pandang tata kota, keberadaan Menara Saidah yang terbengkalai di lokasi strategis menjadi anomali sekaligus ironi.
    Pengamat perkotaan Universitas Indonesia (UI), Muh Aziz Muslim, menyebutkan, Menara Saidah dulunya adalah salah satu bangunan paling ikonik di wilayah Pancoran dan Cawang.
    “Menara Saidah ini kan pernah menjadi salah satu bangunan yang paling ikonik di Jakarta, terutama di kawasan Pancoran. Dibandingkan dengan gedung-gedung di sekitarnya, dia relatif menjulang tinggi,” kata Aziz saat dihubungi, Selasa (16/12/2025).
    Namun, justru karena posisinya yang strategis itulah, ketidakjelasan nasib gedung ini kerap memicu spekulasi publik.
    “Kalau pertanyaannya kenapa belum dibongkar, itu yang justru jadi misteri. Karena dari aspek kepemilikan, gedung ini dimiliki oleh perorangan, keluarga Saidah. Maka pertanyaan utama sebenarnya harus diajukan kepada pemiliknya,” ujar Aziz.
    “Gedung ini memberi pelajaran bahwa pembangunan tidak bisa hanya mengandalkan estetika dan kemegahan. Yang lebih penting adalah aspek struktur dan keamanan,” kata dia.
    Ia mengingatkan, pengosongan Menara Saidah pada 2007 terjadi bersamaan dengan munculnya isu perubahan struktur bangunan, termasuk dugaan kemiringan gedung.
    “Dulu informasinya diduga karena dibangun di kawasan rawa. Ini tentu perlu dikonfirmasi ulang, tapi yang jelas saat itu aspek keamanan gedung mulai diragukan,” ucap Aziz.
    Dalam konteks Jakarta hari ini, Aziz menilai Menara Saidah gagal beradaptasi dengan perubahan standar keselamatan dan pergeseran pusat bisnis.
    “Sekarang sentra bisnis bergerak ke Kuningan, Sudirman, Simatupang. Jadi, selain faktor struktur, ada juga faktor perubahan lokasi strategis,” tutur dia.
    Soal pembongkaran, Aziz menilai keputusan itu tidak bisa dilihat secara sederhana.
    “Merobohkan gedung setinggi Menara Saidah itu bukan perkara mudah. Ada banyak kebutuhan teknis, pertimbangan dampak lingkungan, dan dampak sosial bagi kawasan sekitarnya. Semua itu tentu menjadi pertimbangan pemilik gedung,” kata Aziz.
    Dari perspektif lingkungan, pembongkaran bangunan sebesar Menara Saidah di kawasan padat lalu lintas dan penduduk bukan tanpa risiko.
    Pengamat lingkungan Mahawan Karuniasa menegaskan bahwa pembongkaran bangunan besar di wilayah perkotaan memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan.
    “Yang pertama tentu dampak kualitas udara, terutama debu halus atau PM 2,5 dan PM 10,” ujar Mahawan saat dihubungi, Rabu (17/12/2025).
    Debu halus hasil pembongkaran, kata Mahawan, berbahaya bagi kesehatan karena dapat masuk ke sistem pernapasan, bahkan aliran darah.
    “Tanpa pengendalian basah seperti
    water spraying
    , PM 2,5 bisa meningkat dua sampai lima kali lipat di sekitar lokasi pembongkaran,” kata dia.
    Selain polusi udara, kebisingan juga menjadi persoalan serius.
    “Pembongkaran bisa menghasilkan kebisingan 70 sampai 90 desibel, sementara standar WHO maksimal 55 desibel,” ujar Mahawan.
    Ia menambahkan, getaran akibat pembongkaran juga berisiko merusak bangunan di sekitarnya, terutama bangunan lama dan infrastruktur seperti pipa air atau gas.
    “Belum lagi dampak sosial. Aktivitas ekonomi warga terganggu, kenyamanan hidup menurun, dan bisa memicu konflik jika tidak ada komunikasi yang baik,” tutur dia.
    Karena itu, Mahawan menekankan bahwa persoalan utama bukan hanya ada atau tidaknya kajian, tetapi implementasi dan pengawasan di lapangan.
    “Sering kali administrasinya lengkap, tapi pengawasannya lemah. Komunikasi publik juga sering tertinggal,” kata Mahawan.
    Sebelumnya, 
    Kompas.com
    telah melakukan penelusuran ke Menara Saidah pada Jumat (7/11/2025). Bangunan tersebut kini lebih menyerupai artefak kota yang terlupakan.
    Di depan gedung, pagar seng abu-abu kusam setinggi dua meter membentang dengan tulisan merah mencolok DILARANG MASUK.
    Di atasnya, lintasan LRT menjulang, sementara halte TransJakarta Cawang di bawahnya dipadati penumpang setiap hari. Ribuan orang berlalu-lalang, hanya beberapa meter dari bangunan kosong itu.
    Begitu pagar dibuka oleh petugas keamanan, suasana berubah drastis. Sunyi. Hanya dengung kendaraan dari kejauhan dan lolongan anjing penjaga yang terdengar.
    Kompas.com
    mendapat kesempatan untuk memasuki gedung yang justru tidak satu orang pun yang diperbolehkan memasuki gedung ini kecuali penjaga dan pemilik.
    Melangkah masuk di halaman depan, marmer lobi tertutup debu dan dedaunan. Rumput liar tumbuh di sela ubin. Pilar-pilar besar bergaya Romawi memudar warnanya, sementara beberapa kaca jendela pecah.
    Di dalam, saat menjelajahi lantai satu hingga sembilan, terlihat lift menyisakan poros besi. Kabel-kabel menjuntai berkarat. Tangga darurat gelap, lembap, dan berbau besi tua.
    Di lantai atas, jendela pecah memperlihatkan kontras mencolok Jakarta yang terus bergerak di luar, sementara Menara Saidah membeku dalam waktu.
    Menara Saidah dibangun pada 1998 oleh PT Hutama Karya atas pesanan Mooryati Soedibyo dengan nama Menara Gracindo.
    Gedung itu kemudian berpindah tangan ke keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim dan direnovasi menjadi 28 lantai.
    Namun, bangunan yang digunakan untuk perkantoran itu ditinggalkan penyewa sejak 2007. Pengelola saat itu membantah isu kemiringan, menyebut pengosongan hanya karena masa sewa habis.
    Menurut Andam, bangunan yang tidak difungsikan otomatis kehilangan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
    “Pengawasan kami bergilir. Menara Saidah belum masuk jadwal pengawasan 2025,” kata Andam.
    Karena tidak ada laporan atau aktivitas, pengawasan lanjutan belum dilakukan.
    Bagi warga sekitar, Menara Saidah kini lebih dari sekadar gedung kosong.
    “Kalau malam sepi banget. Padahal di seberang sudah banyak gedung baru,” kata Puji (29), pengemudi ojek
    online
    .
    Warga lain, Wati (50), menyebut Menara Saidah seperti simbol kota yang dibiarkan tanpa arah.
    “Kalau enggak bisa dipakai lagi, ya paling tidak dirapikan. Jangan dibiarkan kumuh,” ujar dia.
    Menara Saidah berdiri di tengah megaproyek Jakarta, namun tak ikut bergerak.
    Ia menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik tanpa kepastian hukum, tata kelola, dan keberanian mengambil keputusan, hanya akan melahirkan monumen kebisuan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peran 6 Polisi yang Keroyok Matel di Kalibata, 4 Anggota Hanya Ikut Senior

    Peran 6 Polisi yang Keroyok Matel di Kalibata, 4 Anggota Hanya Ikut Senior

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri mengungkap peran enam anggota Pelayanan Masyarakat alias Yanma dalam kasus pengeroyokan dua mata elang (matel) hingga tewas di Kalibata, Jakarta.

    Kepala Bagian atau Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Erdi Chaniago mengatakan insiden pengeroyokan bermula saat Bripda Ahmad Marz Zulqadri (AMZ) sebagai pemilik kendaraan Yamaha Nmax dicegat oleh dua matel berinisial MET dan NAT.

    Setelah dicegat oleh dua matel itu, Ahmad kemudian menginformasikan kejadian itu ke rekannya di grup WhatsApp, salah satu yang mendapatkan informasi itu yakni Brigadir Ilham (IAM).

    “Brigadir IAM menerima informasi melalui WA Group dari Bripda AMZ bahwa dia dan motornya ditahan oleh pihak Matel,” ujar Erdi di Divhumas Mabes Polri, Rabu (17/12/2025).

    Erdi menambahkan, Ilham kemudian secara spontan mengajak anggota lainnya yaitu Bripda MIAB, Bripda RGW, Bripda BN, dan Bripda JLA untuk menuju lokasi yang dikirimkan Bripda Ahmad.

    Setelah itu, keenam polisi ini melakukan pengeroyokan terhadap dua matel itu hingga tewas. Satu meninggal dunia di TKP, sementara satu orang lagi meninggal di rumah sakit.

    “Bripda BN kesatuan Yanma Polri, Bripda JLA kesatuan Yanma Polri, Bripda RGW kesatuan Yanma Polri, dan Bripda IAB kesatuan Yanma Polri, dengan peran hanya mengikuti ajakan senior dan turut melakukan pengeroyokan untuk menolong Bripda AMZ yang sedang diberhentikan oleh pihak Matel,” imbuhnya.

    Atas perbuatannya itu, Brigadir Ilham dan Bripda Ahmad telah disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Polri. Sementara itu, empat lainnya disanksi demosi lima tahun.

    Adapun, kata Erdi, seluruh anggota yang telah disanksi baik itu PTDH maupun demosi telah kompak mengajukan banding. “Atas putusan tersebut, pelanggar menyatakan banding,” pungkasnya.

  • Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Jaktim Sudah Layani 361 Pasien
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Jaktim Sudah Layani 361 Pasien Megapolitan 17 Desember 2025

    Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Jaktim Sudah Layani 361 Pasien
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Polisi mengungkapkan bahwa praktik klinik aborsi ilegal yang beroperasi di sebuah apartemen di Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, telah melayani ratusan pasien sejak mulai beroperasi tiga tahun lalu.
    “Di mana dari tahun 2022-2025 telah melayani 361 orang pasien,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/12/2025).
    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Edy Suranta Sitepu mengatakan, pihaknya akan melanjutkan penyelidikan dengan mengusut seluruh pasien yang tercatat pernah menjalani praktik
    aborsi
    di klinik tersebut.
    “Kami masih melakukan pemeriksaan beberapa pasien, ya. Tentu nanti ke depan kami akan melakukan pendalaman, melakukan pemanggilan terhadap pasien-pasien yang terdata di dalam
    database
    mereka, yang ada 361 tadi,” jelas Edy dalam kesempatan yang sama.
    Pendalaman ini salah satunya bertujuan untuk mencari kemungkinan adanya pasien yang menggugurkan kandungan secara terpaksa akibat tindak kekerasan seksual atau karena masih berstatus di bawah umur.
    Namun, berdasarkan penyelidikan sementara, belum ditemukan pasien dengan kriteria tersebut.
    “Dari beberapa pasien yang kami periksa, untuk saat ini kami belum menemukan itu (pasien korban kekerasan seksual), tetapi kami akan terus mendalami dari 361 tersebut,” tutur Edy.
    Kasus sindikat aborsi ilegal ini terungkap pada Jumat (7/11/2025) berdasarkan laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas para tersangka di sebuah apartemen di Cipinang Besar, Jakarta Timur.
    Saat polisi menggerebek salah satu unit di lantai 28 apartemen tersebut, ditemukan sejumlah alat yang digunakan untuk praktik aborsi. Darah pasien masih menempel pada beberapa peralatan, termasuk kapas.
    Polisi kemudian melakukan tes DNA dan visum terhadap dua pasien.
    “Hasil DNA darah yang terdapat di kapas maupun di sisa-sisa darah di TKP, ini sesuai dengan salah satu pasien yang sedang dilakukan aborsi,” imbuh Edy.
    Lima orang yang tergabung dalam sindikat tersebut bersama dua pasien kemudian diamankan dan dibawa ke Polda Metro Jaya.
    Adapun alur praktik aborsi ilegal ini diawali oleh tersangka YH yang memasarkan jasa melalui dua situs
    web
    dengan nama berbeda. YH mendata pasien dengan meminta identitas diri serta foto hasil ultrasonografi (USG).
    Data tersebut kemudian diteruskan kepada tersangka lain, termasuk NS yang berperan sebagai dokter pelaksana tindakan aborsi, dibantu oleh tersangka RH. Selanjutnya, pasien diminta menunggu di titik tertentu untuk dijemput oleh tersangka MA.
    Setibanya di lokasi penjemputan, ponsel pasien ditahan dan baru dikembalikan setelah tindakan selesai. Pasien kemudian dibawa ke apartemen yang digunakan sebagai tempat operasi.
    Edy menyebutkan, para pelaku kerap berganti-ganti tempat untuk menjalankan praktik terlarang tersebut.
    “Tetapi yang jelas, mereka tempatnya berpindah-pindah, dan biasanya mereka menyewa apartemen, dan itu sewa harian atau mingguan saja,” kata Edy.
    Unit apartemen yang difungsikan sebagai ruang operasi tersebut disewa oleh tersangka LN, yang juga bertugas mengantarkan pasien dari lobi ke kamar apartemen.
    Berdasarkan keterangan para tersangka, tarif satu kali tindakan aborsi berkisar antara Rp 5.000.000 hingga Rp 8.000.000. Selama tiga tahun beroperasi, sindikat ini diperkirakan meraup keuntungan sekitar Rp 2.613.700.000 dari 361 pasien.
    Dari lima tersangka, YH selaku admin memperoleh keuntungan paling besar, yakni sekitar Rp 2.500.000 hingga Rp 4.000.000 per tindakan. Sementara itu, NS sebagai pelaksana tindakan menerima Rp 1.700.000, dan tersangka lainnya memperoleh keuntungan berkisar antara Rp 200.000 hingga Rp 1.100.000.
    Atas perbuatannya, kelimanya dijerat Pasal 428 ayat 1 Jo Pasal 60 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tiga Terdakwa Kasus LPEI Divonis 4-8 Tahun Penjara, Denda Rp250 Juta

    Tiga Terdakwa Kasus LPEI Divonis 4-8 Tahun Penjara, Denda Rp250 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat memvonis tiga terdakwa dalam kasus dugaan pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Mereka adalah Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.

    Dalam amar putusan, Terdakwa I Newin divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan, Terdakwa II Susy divonis penjara 6 tahun dengan denda Rp250 juta, serta Terdakwa III Jimmy divonis 8 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider 4 bulan.

    Jimmy juga divonis memberikan uang pengganti dengan ketentuan apabila tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut

    “Dalam hal Terdakwa III Jimmy Masrin tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 4 [empat] tahun,” kata Ketua Majelis Brelly Yuniar Dien Haskori, dikutip Rabu (17/12/2025).

    Adapun, anggota majelis I Wayan Yasa, Edward Agus, Nofalinda Arianto dan Hiashinta Frensiska Manalu. Majelis hakim menyampaikan bhal yang memberatkan para terdakwa adalah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, serta menghambat kemajuan negara.

    “Terdakwa II dan Terdakwa III tidak berterus terang dalam memberikan keterangan,” kata salah satu hakim.

    Adapun, hal yang meringankan adalah Terdakwa I berterus terang dalam memberikan keterangan dan para Terdakwa mempunyai keluarga yang membutuhkan.

    Ketiganya didakwa merugikan negara Rp958,38 miliar. Jimmy memperkaya diri Rp600 miliar dan US$22 juta dolar. Para terdakwa menggunakan kontrak fiktif untuk mengajukan permohonan fasilitas pembiayaan PT PE ke LPEI.

    Ketiganya juga didakwa menggunakan aset dasar dokumen pencairan berupa pesanan pembelian atau alias purchase order (PO) dan tagihan alias invoice yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya untuk mencairkan fasilitas pembiayaan dari LPEI kepada Petro Energy. Para terdakwa memakai fasiltas pembiayaan kredit tidak sesuai dengan tujuan.

  • Pengoperasian Penuh RDF Rorotan Tinggal Selangkah Lagi, Ini Penjelasan Pramono
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    Pengoperasian Penuh RDF Rorotan Tinggal Selangkah Lagi, Ini Penjelasan Pramono Megapolitan 17 Desember 2025

    Pengoperasian Penuh RDF Rorotan Tinggal Selangkah Lagi, Ini Penjelasan Pramono
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memastikan fasilitas pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan akan menjalani satu kali proses komisioning terakhir sebelum beroperasi secara penuh.
    Kepastian tersebut disampaikan Pramono menyusul hampir rampungnya seluruh persiapan teknis di fasilitas pengolahan sampah tersebut.
    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan
    RDF
    Rorotan bisa segera beroperasi penuh setelah proses uji coba akhir dilakukan.
    “Karena ini sudah hampir lengkap, kami segera melakukan komisioning sekali lagi. Dan setelah itu pasti
    RDF Rorotan
    akan operasional sepenuhnya,” ujar Pramono di Balai Kota, Rabu (17/12/2025).
    Pramono menjelaskan, RDF Rorotan sebelumnya sempat beroperasi dengan baik dan tidak menimbulkan keluhan dari masyarakat sekitar.
    Namun, persoalan kembali muncul saat terjadi tumpahan air lindi dari truk pengangkut sampah atau compactor yang memicu bau tak sedap.
    Kondisi tersebut membuat Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk menghentikan sementara proses komisioning hingga tersedia kendaraan pengangkut sampah yang lebih memadai dan tertutup.
    Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah memiliki total 148 unit armada truk compactor tertutup yang siap digunakan untuk mengangkut sampah menuju fasilitas RDF Rorotan.
    Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 unit merupakan hasil pengadaan Tahun Anggaran 2024, sementara 51 unit lainnya berasal dari pengadaan Tahun Anggaran 2025.
    “Kemarin kemudian saya memerintahkan untuk pengadaan truk compactor yang baru. Supaya air lindinya tidak ke mana-mana, pengaturan sampahnya juga lebih baik,” jelas Pramono.
    Ia menegaskan, apabila proses komisioning terakhir berjalan lancar dan tidak lagi menimbulkan bau,
    RDF Rorotan akan segera diresmikan dan beroperasi secara penuh sebagai bagian dari upaya pengelolaan sampah di Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cium Bau Tak Sedap, Warga Temukan Mayat Pria di Salon Kecantikan di Depok
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    Cium Bau Tak Sedap, Warga Temukan Mayat Pria di Salon Kecantikan di Depok Megapolitan 17 Desember 2025

    Cium Bau Tak Sedap, Warga Temukan Mayat Pria di Salon Kecantikan di Depok
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
     Sejumlah warga di Jalan Kenanga Bojong, Sukmajaya, Kota Depok, dikejutkan dengan penemuan mayat seorang pria berinisial MS (56) yang tergeletak di sebuah kontrakan yang dijadikan sebagai salon pada Rabu (17/12/2025).
    Penemuan mayat
    tersebut pertama kali diketahui oleh tetangga yang tinggal di sebelah tempat kejadian perkara (TKP) setelah mencium bau tidak sedap sekitar pukul 06.00 WIB.
    “Awalnya tercium bau tidak sedap oleh tetangga sampingnya dan diintip dari jendela, terlihat korban sudah tergeletak di lantai,” kata Kapolsek Sukmajaya AKP Rizky saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Rabu.
    Tetangga tersebut kemudian melaporkan penemuan mayat itu ke Polsek Sukmajaya. Petugas bersama tim Inafis Polres Metro Depok selanjutnya mendatangi lokasi untuk melakukan olah TKP dan mengidentifikasi korban.
    Setelah itu, jasad korban dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati untuk divisum. Rizky menyebutkan bahwa korban diketahui tidak memiliki istri maupun anak.
    “Sampai saat ini dugaan sementara korban meninggal karena sakit,” ungkapnya.
    Sementara itu, rekan satu kontrakan korban bernama Toni (62) mengaku terakhir kali berkomunikasi dengan korban pada Sabtu (13/12/2025).
    Ia mengatakan, korban telah menumpang tinggal di kontrakannya selama sekitar enam bulan terakhir dan bekerja sebagai pemulung.
    “Dia dulu teman kerja saya, tapi dia berhenti kerja terus dia datang ke sini dan numpang tinggal,” ungkap Toni di lokasi, Rabu.
    Toni mengaku sempat meminta korban untuk tidak lagi tinggal di kontrakannya, tetapi korban menolak.
    Akhirnya, Toni memilih pergi sementara ke Tangerang untuk menghadiri perayaan Natal bersama keluarga.
    “Saya baru tahu tadi pagi (soal kematian korban), makanya saya kaget dan buru-buru pulang,” ujar Toni.
    Selama tinggal bersamanya, Toni menyebut korban kerap mengeluhkan sakit kepala, namun tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit serius.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6 Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata Jalani Sidang Etik Hari Ini
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    6 Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata Jalani Sidang Etik Hari Ini Megapolitan 17 Desember 2025

    6 Polisi Pengeroyok Mata Elang di Kalibata Jalani Sidang Etik Hari Ini
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Enam anggota polisi yang menjadi tersangka kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di kawasan parkir Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, menjalani sidang etik di Mabes Polri pada Rabu (17/12/2025).
    Penanganan sidang etik tersebut dikonfirmasi oleh Polda Metro Jaya.
    Proses persidangan dilakukan di tingkat Mabes Polri mengingat status para tersangka yang merupakan anggota kepolisian.
    “Penanganan pengeroyokan di Kalibata hari ini sidang etik, ditangani oleh Mabes Polri. Jadi nanti akan disampaikan oleh Mabes Polri,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui wartawan, Rabu (17/12/2025).
    Di sisi lain, penyidik Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Jakarta Selatan masih melanjutkan penyelidikan terhadap peristiwa lanjutan yang terjadi pada hari yang sama, yakni perusakan dan pembakaran kios kuliner di sekitar lokasi kejadian.
    Dalam perkembangan terbaru, polisi telah memeriksa puluhan saksi dari kalangan pedagang dan warga yang menjadi korban kerusuhan tersebut.
    “Perkembangan situasi di lapangan, penyelidik sudah mendalami 20 orang saksi, dari korban-korban yang kiosnya, sepeda motor, mobilnya dibakar. Kerugian kurang lebih berkisar Rp1,2 miliar lebih diestimasikan,” tutur Budi.
    Selain pemeriksaan saksi, aparat kepolisian juga telah mengantongi identitas pihak-pihak yang diduga terlibat dalam aksi perusakan dan pembakaran.
    Para terduga pelaku tersebut saat ini masih berada dalam pengawasan.
    Polisi menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap pelaku perusakan yang merugikan warga dan pedagang di sekitar TMP Kalibata.
    “Kami akan melakukan penelusuran, pengembangan terus terhadap saksi-saksi dan alat bukti serta akan melakukan upaya paksa terhadap pelaku-pelaku yang melakukan pembakaran,” ujar Budi.
    Sebelumnya, Polri telah menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang
    mata elang
    di area parkir TMP Kalibata.
    Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkapkan bahwa keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri.
    Keenam tersangka tersebut berinisial JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN. Mereka dijerat Pasal 170 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, serta dikenai sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
    Kasus pengeroyokan ini turut memicu kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang di sekitar lokasi kejadian, yang hingga kini masih dalam proses penanganan aparat kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.