Gelar Demo 3 September, Massa dari GMNI Kembali Datangi DPR RI
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2025).
Massa tiba sekitar pukul 14.00 WIB, menggantikan peserta aksi dari Aliansi Perempuan Indonesia yang lebih dahulu membubarkan diri.
Para mahasiswa datang dengan menaiki mobil angkutan kota (angkot) sambil mengibarkan bendera dan atribut organisasi berwarna merah.
Setidaknya terdapat 10 angkot yang berjalan beriringan mengikuti mobil komando yang memimpin konvoi tersebut. Setelah turun, massa langsung membentuk barisan di depan gerbang utama DPR.
Mereka menempelkan spanduk bertuliskan “Geruduk Gedung DPR RI” di pagar gerbang, serta spanduk lain yang berisi tuntutan penghapusan tunjangan anggota DPR dan pengesahan RUU Perampasan Aset.
Sejumlah mahasiswa kemudian menaiki mobil komando untuk menyampaikan orasi secara bergantian. Mereka juga meneriakkan yel-yel untuk membakar semangat massa.
“Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Merdeka! Merdeka!” seru komandan aksi melalui pengeras suara.
Selain GMNI, terlihat pula satu mobil komando dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang terparkir di sisi lain gerbang DPR. Rombongan KAMMI menunggu giliran untuk melakukan aksi dan orasi setelah GMNI.
Sebelumnya, pada pagi hari, Aliansi Perempuan Indonesia menggelar aksi bertajuk “Perempuan Melawan Kekerasan Negara” di lokasi yang sama sejak pukul 10.00 WIB hingga sekitar 13.20 WIB.
Aliansi tersebut menyatakan tuntutannya ditujukan kepada DPR dan Presiden Prabowo Subianto, dengan desakan agar negara menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap masyarakat.
“Dalam garis besar, kami menuntut Prabowo segera menghentikan segala bentuk kekerasan negara terhadap rakyatnya,” ujar Ika, tim humas Aliansi Perempuan Indonesia, kepada
Kompas.com.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Jenis Media: Metropolitan
-
/data/photo/2025/09/03/68b7f02051202.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gelar Demo 3 September, Massa dari GMNI Kembali Datangi DPR RI Megapolitan 3 September 2025
-
/data/photo/2025/09/03/68b7c6ac9fa71.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bangunan Liar di Bantaran Kali Gendong Diduga Diperjualbelikan, Jumlahnya Terus Bertambah Megapolitan 3 September 2025
Bangunan Liar di Bantaran Kali Gendong Diduga Diperjualbelikan, Jumlahnya Terus Bertambah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Belasan bangunan liar di bantaran Kali Gendong, RT 20 RW 17, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, diduga diperjualbelikan.
“Kemungkinan untuk yang terbaru-baru sekarang iya (diperjualbelikan),” ujar Ketua RT 20 RW 17, Henri Kurniawan (48), saat ditemui di lokasi, Rabu (3/9/2025).
Henri menjelaskan, bangunan di bantaran Kali Gendong seharusnya hanya diperuntukkan bagi toko tanaman hias.
Awalnya, sekitar 10 pedagang tanaman hias direlokasi dari kawasan Sunter, Tanjung Priok, saat Anies Baswedan menjabat Gubernur Jakarta untuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).
Relokasi dilakukan di atas lahan yang sebelumnya telah ditertibkan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Namun, kata Henri, para pedagang meninggalkan tokonya karena usaha tanaman hias di lokasi itu tidak berjalan sesuai harapan dan membuat mereka merugi.
“Karena itu akses jalan seperti itu dan airnya susah jadinya mangkrak,” ucap Henri.
Lapak yang ditinggalkan kemudian dijual ke orang lain.
“Kayak penjual pecel lele, tadinya gerobak doang lama-lama ngetem di situ, bahkan kita dibilangnya udah dibayar,” kata Henri.
Salah satu pedagang baru bahkan mengaku membeli lapak tersebut seharga Rp 3 juta.
Henri menambahkan, jumlah bangunan liar kini bertambah dari 10 menjadi 13 unit.
Penambahan itu dipicu oleh tindakan salah satu oknum warga yang merasa berhak atas lahan di bantaran kali, kemudian mendirikan bangunan semi permanen dan menyewakannya ke pedagang lain.
“Sudah kita tegur juga jangan pembangunan seperti itu karena untuk penghijauan, tapi sayangnya dia enggak gubris,” jelas Henri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/03/68b7e5fba4590.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Usai Dijarah, Rumah Mertua Uya Kuya Ditutup Seng Megapolitan 3 September 2025
Usai Dijarah, Rumah Mertua Uya Kuya Ditutup Seng
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Rumah mertua anggota non aktif DPR RI Surya Utama atau Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, tampak tertutup seng usai mengalami penjarahan pada Rabu (3/9/2025).
Meski sudah dipasangi penutup, rumah tersebut tetap menjadi perhatian warga. Sejumlah orang terlihat berhenti untuk melihat bahkan mengabadikan foto saat melintas.
Di depan rumah juga terlihat tiga karangan bunga dari kerabat Uya Kuya, salah satunya dari Denise Chariesta.
Sementara itu, tak jauh dari lokasi, sebuah mobil bertuliskan “Buser Polres Metro Jakarta Timur” terparkir.
Diduga, kehadiran aparat berkaitan dengan penjemputan seseorang yang sempat mengambil barang dari rumah tersebut saat penjarahan berlangsung.
Petugas keamanan setempat, Heri (56), membenarkan informasi itu. Ia menyebutkan terduga pelaku sempat mengembalikan pendingin ruangan (AC) ke rumah tersebut.
“Itu tadi ngembaliin barang milik rumah itu (mertua Uya), terus diamankan Polres,” kata Heri saat ditemui, Rabu.
Menurut Heri, barang itu lebih dulu diserahkan kepada ketua RT sebelum akhirnya dilaporkan ke polisi.
“Bukan orang sekitar sini karena enggak pernah lihat, enggak kenal juga saya. Ngembaliin ke RT, terus RT lapor ke RW baru ke polisi,” ujarnya.
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Timur menangkap sembilan orang yang diduga terlibat dalam penjarahan rumah mertua Uya Kuya di Duren Sawit.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dicky Fertoffan membenarkan penangkapan tersebut.
“Sembilan orang pelaku yang kami amankan,” ujar Dicky saat dikonfirmasi, Minggu (31/8/2025).
Dicky menjelaskan, polisi masih mendalami peran masing-masing pelaku serta kemungkinan adanya tersangka lain.
“Pelaku lainnya akan kami kembangkan karena pelaku banyak sekali, dan masih didalami ya peran mereka,” ungkapnya.
Menurut Dicky, para pelaku membawa sejumlah perabotan rumah tangga Uya Kuya pada Sabtu (30/8/2025) malam.
Ia menambahkan, Polsek Duren Sawit sebelumnya telah berupaya mencegah aksi massa, namun imbauan aparat tidak berhasil meredakan situasi.
“Polsek Duren Sawit mencoba lakukan imbauan kepada massa bahwa tindakan yang akan dilakukan dikategorikan sebagai pidana dan imbauan tersebut gagal,” ujarnya.
Karena massa sulit dikendalikan, Polsek kemudian melaporkan peristiwa tersebut kepada Kapolres.
“Namun karena jumlah massa sangat banyak dan tidak dapat dihalau oleh Polsek, maka Polsek melaporkan kepada Kapolres dan langsung dilakukan penindakan oleh tim gabungan reskrim dan samapta,” jelas Dicky.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/15/689e9ad8866ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Wapres Gibran Digugat Bayar Ganti Rugi Rp125 Triliun ke Negara Nasional
Wapres Gibran Digugat Bayar Ganti Rugi Rp125 Triliun ke Negara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat secara perdata dan diminta membayarkan uang ganti rugi sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta kepada negara.
Hal ini tercantum dalam petitum gugatan perdata yang diajukan oleh seorang warga sipil bernama Subhan.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiel dan imateriel kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum yang dikonfirmasi oleh Jubir II PN Jakpus, Sunoto, Rabu (3/9/2025).
Sunoto mengonfirmasi, uang pengganti kerugian materiel dan imateriel ini merupakan salah satu bunyi petitum yang diajukan penggugat.
Sebabnya, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
“Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” tulis petitum ini.
Dalam petitumnya, Subhan juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan negara untuk melaksanakan putusan ini walaupun nantinya ada proses banding atau kasasi yang diajukan oleh para tergugat.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini,” ujar petitum lagi.
Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan perkara ini sudah terunggah dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Perkara ini disebutkan didaftarkan pada Jumat (29/8/2025) lalu. Sementara, sidang perdana untuk gugatan ini akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/02/68b653087b127.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kronologi Lengkap dan Tuduhan Pasal terhadap Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Megapolitan 3 September 2025
Kronologi Lengkap dan Tuduhan Pasal terhadap Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, oleh Polda Metro Jaya menuai sorotan publik.
Dugaan pelanggaran prosedur sejak awal penangkapan hingga penggeledahan kantor mencuat ke permukaan.
Informasi tersebut disampaikan Founder Lokataru Foundation, Haris Azhar, pada Rabu (3/9/2025).
Penangkapan Delpedro terjadi pada Senin (1/9/2025) malam sekitar pukul 22.45 WIB.
Sebanyak 7–8 anggota Subdit II Keamanan Negara Polda Metro Jaya mendatangi kantor Lokataru Foundation di Jalan Kunci Nomor 16, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Delpedro yang saat itu berada di ruang kerjanya diminta berganti pakaian sebelum dibawa ke Polda Metro Jaya.
Ia sempat mempertanyakan legalitas dokumen yang ditunjukkan aparat serta meminta pendampingan kuasa hukum, tetapi tidak dikabulkan.
“Terjadi pembatasan hak konstitusional. Bahkan Delpedro tidak diberi kesempatan menghubungi keluarga atau penasihat hukum,” tulis Haris Azhar.
Lokataru juga menuding polisi melakukan penggeledahan tanpa surat resmi dan merusak CCTV di lantai dua. Hal ini dinilai sebagai bentuk intimidasi sekaligus pelanggaran hak asasi.
Selain Delpedro, staf Lokataru, Muzaffar Salim, ikut diamankan pada Selasa (2/9/2025) dini hari sekitar pukul 01.58 WIB di kantin belakang Polda Metro Jaya.
Penangkapan berlangsung mendadak dan Muzaffar langsung dijadikan tersangka dengan pasal serupa.
Polda Metro Jaya menjerat Delpedro dan Muzaffar dengan sejumlah pasal, di antaranya:
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, penyidik memiliki bukti cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
“Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut, menyebarkan informasi bohong yang menimbulkan kerusuhan, dan memperalat anak,” ujar Ade Ary, Selasa (2/9/2025).
LBH Jakarta menilai penangkapan tersebut tidak sah karena dilakukan sebelum status tersangka diumumkan.
“Kalau seseorang belum ditetapkan sebagai tersangka, tidak boleh dilakukan penangkapan. Kami menilai ada tindakan sewenang-wenang,” kata pengacara publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan.
Menurut LBH, aparat hanya menunjukkan selembar kertas kuning yang disebut sebagai surat penangkapan, tanpa penjelasan isi.
Proses penangkapan disebut berlangsung sangat cepat, dengan pengawalan enam mobil.
“Tidak ada kekerasan, tapi sangat janggal karena terburu-buru,” tambah Fadhil.
Hingga Selasa siang, Delpedro masih diperiksa di Unit II Keamanan Negara Polda Metro Jaya.
Sementara itu, polisi belum memberikan penjelasan resmi terkait penangkapan Muzaffar.
Kompas.com
sudah mencoba menghubungi pihak kepolisian untuk mengonfirmasi kronologi lengkap penangkapan dan pasal-pasal yang menjerat Delpedro, namun hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/03/68b7b661034aa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Potret Aksi Demo Inklusif Para Perempuan di DPR RI Hari Ini: Damai dan Ramah Disabilitas Megapolitan 3 September 2025
Potret Aksi Demo Inklusif Para Perempuan di DPR RI Hari Ini: Damai dan Ramah Disabilitas
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Aliansi Perempuan Indonesia (API) menggelar aksi bertajuk “Perempuan Melawan Kekerasan Negara” di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2025).
Aksi ini berlangsung damai dengan menekankan keterbukaan bagi semua kalangan, termasuk peserta tuli, melalui kehadiran juru bahasa isyarat (JBI).
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, dua orang JBI berdiri di atas mobil komando, berdampingan dengan orator, untuk menerjemahkan isi orasi ke dalam bahasa isyarat.
Dengan begitu, peserta tuli dapat mengakses aspirasi dan pesan perjuangan secara setara.
Dede (38), panitia aksi dari API, menegaskan bahwa penyediaan JBI adalah bagian dari komitmen agar tidak ada peserta yang tertinggal.
“Kalau Aliansi Perempuan Indonesia setiap menggelar aksi ataupun event apapun itu, kami akan selalu memastikan semua orang, termasuk penyandang disabilitas terutama teman tuli, bisa mengakses informasi dengan baik,” ujarnya.
Dede menambahkan, inisiatif ini menunjukkan bahwa masyarakat sipil juga mampu menyediakan fasilitas inklusif tanpa hanya mengandalkan pemerintah.
“Biasanya kan JBI disediain di acara-acara pemerintah. Kami mau menunjukkan masyarakat sipil juga bisa melakukan hal yang sama agar memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. No one left behind,” katanya.
Menurutnya, penggunaan JBI telah menjadi budaya dalam kegiatan pemberdayaan perempuan yang digelar API.
Bahkan, sejumlah relawan turut belajar bahasa isyarat dan berkontribusi secara sukarela untuk memastikan peserta tuli dapat mengikuti kegiatan.
Aksi diikuti ratusan peserta dengan dress code merah muda dan hitam.
Warna pink dipilih sebagai simbol perlawanan, sedangkan hitam melambangkan masa depan yang dinilai masih gelap.
Massa juga membawa sapu lidi sebagai simbol penyapuan “kotoran negara”, yakni praktik militerisme dan tindakan represif aparat.
Dalam aksi ini, API menyampaikan enam tuntutan utama, yaitu:
API juga menyerukan secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto dan DPR untuk segera menghentikan praktik kekerasan negara.
“Dalam garis besar, kami menuntut Prabowo segera menghentikan segala bentuk kekerasan negara,” ujar A, tim humas API.
Dengan menghadirkan JBI, API memastikan pesan perjuangan perempuan tersampaikan secara inklusif.
Hal ini menegaskan bahwa aksi sosial tidak hanya berbicara tentang substansi tuntutan, tetapi juga menjamin akses yang setara bagi semua peserta, termasuk penyandang disabilitas.
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, sekitar pukul 13.20 WIB massa mulai membubarkan diri dari depan Gedung DPR dengan berjalan kaki menuju Jalan Gerbang Pemuda.
Mobil komando pun meninggalkan lokasi aksi dan bergerak ke arah Gerbang Pancasila di Jalan Gelora.
Mereka membubarkan diri secara masing-masing dengan berjalan kaki maupun menggunakan bus Transjakarta yang melintas di depan Gedung DPR.
Beberapa dari mereka bergotong-royong membersihkan sampah-sampah yang tersisa.
(Reporter: Ridho Danu Prasetyo | Editor: Larissa Huda)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pemindahan Mobil, KPK Sebut Anak Mantan Wamenaker Noel Berpeluang Diperiksa
Bisnis.com, JAKARTA – Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan anak mantan Immanuel Ebenezer atau Noel berpotensi diperiksa KPK terkait pemindahan mobil milik Noel dari rumah dinasnya.
Budi menyampaikan jika dirasa diperlukan, penyidik akan memanggil anak dari Immanuel Ebenezer.
“Nanti jika memang dibutuhkan ya oleh penyidik, termasuk untuk meminta keterangan-keterangan dari para pihak terkait, tentunya KPK juga terbuka untuk melakukan pemanggilan kepada pihak siapapun untuk dimintai keterangannya,” kata Budi kepada wartawan, Rabu (3/9/2025).
Budi mengimbau kepada pihak-pihak yang mengetahui atau menguasai dari kendaraan-kendaraan tersebut untuk kemudian bisa segera mengantarkan ke KPK.
Menurutnya kendaraan-kendaraan tersebut dibutuhkan dalam proses pembuktian dalam penyidikan ini. Budi meyakini pihak-pihak yang mengetahui nantinya akan kooperatif untuk hal itu.
Sebelumnya, Noel mengaku anak-anaknya lah yang memindahkan mobil dari rumah dinas setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Noel mengatakan anak-anaknya merasa ketakutan sehingga memindahkan tiga mobil tersebut.
“Ya wajar ya anak-anak saya pada ketakutan,” kata Noel, Selasa (2/9/2025).
Sebagai informasi, Immanuel Ebenezer merupakan salah satu dari 11 tersangka terkait dugaan pemerasaan penerbitan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Mereka melakukan penggelembungan penerbitan sertifikat K3 dari sebesar Rp275.000 menjadi Rp6 juta.
“Para tersangka dengan cara memperlambat, mempersulit, dan tidak memproses permohonan sertifikat,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangan tertulis, Jumat (23/8/2025).
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
/data/photo/2025/09/03/68b7b0362cfb9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/26/68ad612ce0ce1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)