Jenis Media: Metropolitan

  • Lengkap! Vonis Kompol Cosmas dan Bripka Rohmad, Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Lengkap! Vonis Kompol Cosmas dan Bripka Rohmad, Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua anggota Polri yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) sudah seluruhnya mendapatkan sanksi etik.

    Dua anggota Polri itu yakni, Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas Kaju Gae dan anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmad.

    Keduanya, telah terbukti melakukan pelanggaran tercela. Adapun, saat kejadian, mobil Brimob pelindas Affan dikemudikan oleh Rohmad. Sementara itu, Cosmas berada di kursi samping pengemudi.

    Kompol Cosmas menjalani sidang etik pertama pada Rabu (3/9/2025). Majelis hakim etik menilai bahwa Cosmas tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa sehingga menimbulkan korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).

    Oleh karena itu, Cosmas telah disanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH dari institusi Polri. Sehari berselang, giliran Bripka Rohmad yang menjalani sidang etik.

    Sidang etik yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Brigjen Agus Wijayanto telah memutuskan bahwa Bripka Rohmad disanksi demosi selama 7 tahun.

    “[Sanksi administratif] mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar hakim di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).

    Alasan Beda Vonis

    Hakim menilai bahwa Bripka Rohmad hanya menjalankan perintah komandannya yakni Kompol Cosmas Kaju Gae saat kejadian. 

    “Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Cosmas Kaju Gae, untuk terus maju. Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” tutur hakim.

    Kemudian, faktor lain yang menyebabkan insiden pelindasan Affan itu terjadi karena Bripka Rohmad mengalami efek perih dari gas air mata.

    “Pada saat peristiwa unras 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas. Serta adanya lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil,” pungkasnya.

    Di samping itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.

    Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.

    “Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang memengaruhi,” pungkasnya.

    Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.

    “Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.

    Pengakuan Cosmas dan Rohmad

    Usai sidang etik, Cosmas Kaju Gae mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa mobil rantis yang dinaikinya telah melindas pendemo, termasuk Affan Kurniawan.

    Padahal dalam video yang beredar, mobil rantis tersebut sempat berhenti beberapa detik setelah melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) saat waktu kejadian. Kemudian mobil rantis tersebut kabur, yang kemudian dikejar massa.

    Namun, Cosmas menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui mobil Brimob yang dikendarainya melindas Affan saat diperlihatkan video viral di media sosial.

    “Kami tidak mengetahui sama sekali pada waktu dan peristiwa kejadian tersebut. Setelah kejadian video viral, kami ketahui beberapa jam berikutnya melalui medsos,” ujarnya di TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).

    Dia menambahkan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat aksi unjuk rasa di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.

    Oleh karena itu, dia tidak memiliki niat untuk mencelakai atau mencederai pihak manapun, termasuk Affan Kurniawan.

    Terakhir, Cosmas juga menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap keluarga Affan Kurniawan. Menurutnya, kejadian ini di luar dugaan.

    “Saya mau menyampaikan, duka cita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar, sungguh-sungguh di luar dugaan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Bripka Rohmad menyatakan bahwa selaku anggota kepolisian dia hanya menjalankan tugas dari pimpinan.

    Kemudian, Bripka Rohmad mengemukakan, dia tidak pernah memiliki untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapapun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya dalam melindungi masyarakat.

    “Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.

    Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak, salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri.

    Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.

    “Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.

    Bripka Rohmad juga meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.

    “Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.

  • Yusril: Proses Hukum Aktivis Lokataru Harus Dihormati, Penangguhan Penahanan Dimungkinkan

    Yusril: Proses Hukum Aktivis Lokataru Harus Dihormati, Penangguhan Penahanan Dimungkinkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan intervensi dalam proses hukum terhadap aktivis Lokataru Foundation, yang saat ini telah berstatus tersangka.

    Menurutnya, proses hukum harus dijalani secara adil dan sesuai koridor hukum yang berlaku.

    Hal itu disampaikannya usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Kamis (4/9/2025), saat menanggapi aspirasi publik yang meminta pembebasan aktivis tersebut.

    “Saya nggak bicarakan masalah itu ya, jadi sebenarnya karena memang sudah dinyatakan sebagai tersangka, maka kan tentu ada prosedur kan, kalau sekedar untuk menangguhkan penahanan misalnya, itu bisa saja dilakukan, siapapun yang tersangka bisa ditangguhkan penahanan,” kata Yusril.

    Dia menjelaskan bahwa penangguhan penahanan merupakan hak hukum yang bisa diajukan oleh tersangka, termasuk oleh tim hukum dari Lokataru. Namun untuk penghentian penyidikan (SP3), harus ada alasan hukum yang kuat, seperti tidak cukupnya bukti.

    “Kalau misalnya memang tidak cukup alasan untuk dinyatakan sebagai tersangka, ya mengapa tidak diharuskan SP3. Dan saya kira setiap orang kan harus gentleman menghadapi satu proses hukum,” imbuhnya.

    Yusril menekankan pentingnya sikap kooperatif dalam menghadapi proses hukum. Dia mendorong agar upaya hukum dilakukan secara gentleman, dengan melibatkan advokat yang kompeten serta menggunakan mekanisme hukum seperti pra-peradilan, jika diperlukan.

    “Harapan saya sebenarnya kalau seseorang ditahan atau dinyatakan tersangka, jangan kita terus minta harus dibebaskan. Dilakukan dong perlawanan secara hukum yang gentleman. Kalau memang kita berani melakukan sesuatu ketika kita menghadapi proses hukum, hadapi,” tuturnya.

    Terkait tuduhan terhadap aktivis Lokataru yang diduga melanggar hukum melalui pernyataan-pernyataannya, Yusril mengatakan bahwa penyidik berhak menyangka adanya unsur delik, seperti penghasutan. Namun tersangka juga berhak sepenuhnya untuk membantah dan membela diri.

    “Karena orang boleh saja bersuara, tapi kalau misalnya ada aspek-aspek yang diduga sebagai satu misalnya delik penghasutan di dalamnya, dan itu kan penyidik berhak saja menyangka begitu, tapi orang yang disangka berhak juga untuk menyangkalnya, ya laksanakan secara fair dan adil,” tegas Yusril.

  • Terungkap Alasan Bripka Rohmad Divonis Lebih Ringan Dibanding Kompol Cosmas

    Terungkap Alasan Bripka Rohmad Divonis Lebih Ringan Dibanding Kompol Cosmas

    Bisnis.com, JAKARTA — Kompolnas menjelaskan alasan meringankan dari sanksi Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmad di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan.

    Sebelumnya, Bripka Rohmad merupakan pengemudi mobil rantis Brimob yang melindas Affan saat penanganan aksi di Jakarta pada Kamis, (4/9/2025).

    Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan Bripka Rohmad merupakan anggota yang melaksanakan tugas pimpinan. Dalam hal ini, Kompol Kosmas merupakan Komandan dari Bripka Rohmad saat kejadian.

    “Hanya melaksanakan tugas atau di bawah kendali dari Kompol Kosmas. Sehingga ada beberapa hal juga berkenaan dengan kondisi dia saat mengendarai,” ujar Ida di Gedung TNCC, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Dia menambahkan, kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.

    Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.

    “Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang mempengaruhi,” pungkasnya.

    Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.

    “Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.

    Sekadar informasi, berbeda dengan Rohmad, Kompol Kosmas Kaju Gae justru telah disanksi PTDH. Kosmas resmi dipecat Polri lantaran dinilai tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa yang menyebabkan korban jiwa pada Kamis (28/9/2025). 

    Adapun, Kompol Cosmas merupakan Komandan yang duduk di samping kursi pengemudi saat kejadian tersebut.

  • Didemosi 7 Tahun, Bripka Rohmat Ngaku Hanya Jalankan Perintah

    Didemosi 7 Tahun, Bripka Rohmat Ngaku Hanya Jalankan Perintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Sopir mobil rantis Brimob yang melindas Affan Kurniawan, Bripka Rohmat telah disanksi berupa demosi tujuh tahun sampai pensiun dari Polri.

    Usai disanksi, Bripka Rohmat menyatakan bahwa dirinya selaku anggota kepolisian hanya menjalankan tugas dari pimpinan.

    “Saya sebagai Bhayangkara Brimob, Bhayangkara polri hanya menjalankan tugas pimpinan. Bukan kemauan diri sendiri. Namun hanya melaksanakan tugas dari pimpinan,” ujar Rohmat di ruang sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Kemudian, Bripka Rohmat mengemukakan, dirinya tidak pernah memiliki untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapapun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya dalam melindungi masyarakat.

    “Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.

    Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak, salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri.

    Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.

    “Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.

    Di lain sisi, Bripka Rohmat meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.

    “Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.

  • Sopir Pelindas Affan Tak Dipecat Polri, Hanya Demosi 7 Tahun

    Sopir Pelindas Affan Tak Dipecat Polri, Hanya Demosi 7 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri resmi memberikan sanksi demosi tujuh tahun terhadap Bripka Rohmat di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan (21).

    Bripka Rohmat merupakan anggota Brimob Polda Metro Jaya yang memegang kemudi mobil rantis Brimob yang melindas Affan di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).

    Majelis Sidang KKEP yang dipimpin oleh Brigjen Agus Wijayanto menyatakan tindakan Bripka Rohmat merupakan perbuatan tercela.

    “Mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar Agus di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).

    Sanksi administratif lainnya terhadap Bripka Rohmat yakni penempatan khusus atau Patsus selama 20 hari terhitung sejak 29 Agustus 2025 hingga 17 September 2025 di ruang Patsus Divpropam Polri.

    Selain itu, majelis hakim juga memberikan sanksi etik yakni Bripka Rohmat diwajibkan meminta maaf secara lisan di sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri.

    “Kewajiban pelanggar meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, berbeda dengan Rohmat, Kompol Kosmas Kaju Gae justru telah disanksi PTDH.

    Kosmas resmi dipecat Polri lantaran dinilai tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa yang menyebabkan korban jiwa pada Kamis (28/9/2025). Adapun, Kompol Kosmas merupakan Komandan yang duduk di samping kursi pengemudi saat kejadian tersebut.

  • Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Melakukan Apa-apa, Kebenaran akan Keluar

    Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Melakukan Apa-apa, Kebenaran akan Keluar

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019-2022.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Nadiem baru keluar dari Gedung Bundar Kejagung RI pada 16.28 WIB. Dia dikawal petugas Kejagung dan anggota TNI.

    Nampak, Nadiem keluar dengan mengenakan baju hijau tua yang dibalut dengan rompi pink khas tahanan Kejaksaan RI.

    Usai ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem nampak geram serta muka sedikit memerah. Dia menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindak pidana apapun.

    “Saya tidak melakukan [tindak pidana] apapun. Tuhan akan melindungi saya. Kebenaran akan keluar,” ujar Nadiem di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Dia terus meneriakkan bahwa tuhan mengetahui kebenaran dalam perkara yang menyeretnya ini. Dia juga menekankan bahwa dirinya menerapkan kejujuran di sepanjang hidupnya selama ini.

    “Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya seumur hidup saya integritas nomor, kejujuran nomor satu. Allah akan melindungi saya Insya Allah,” pungkasnya.

  • Peran Nadiem Makarim di Kasus Korupsi Chromebook yang Rugikan Negara Hampir Rp2 Triliun

    Peran Nadiem Makarim di Kasus Korupsi Chromebook yang Rugikan Negara Hampir Rp2 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Chromebook periode 2019-2022.

    Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan Nadiem mulanya melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020.

    Pertemuan itu bertujuan untuk membicarakan terkait produk Google Chromebook dalam program Google for Education. Produk itu nantinya bakal digunakan untuk peserta didik di Indonesia.

    Setelah itu, Nadiem dan Google melakukan beberapa kali pertemuan dan disepakati bahwa produk Chrome Os dan Chrome Device Management bakal digunakan untuk proyek program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022.

    “Dalam mewujudkan kesepakatan antara NAM dengan pihak Google Indonesia, selanjutnya, pada 6 Mei 2020, NAM mengundang jajarannya,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Jajaran Nadiem itu mulai dari Dirjen Paud Dikdasmen berinisial H; Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek berinisial T; JT dan FH selaku Stafsus Nadiem. Rapat itu dilakukan tertutup melalui Zoom Meeting dan mewajibkan para peserta rapat untuk menggunakan headset.

    “Mewajibkan para peserta dalam menggunakan handset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK, yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM,” imbuh Nurcahyo.

    Hanya saja, kala itu pengadaan alat TIK sejatinya belum dimulai. Meskipun demikian, Nadiem kemudian diduga telah melakukan upaya agar bisa meloloskan laptop Chromebook dengan menjawab surat Google yang ingin berpartisipasi di proyek pengadaan TIK.

    Padahal, sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya yang tidak meresponskarena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 dinilai gagal. Kegagalan itu karena Chromebook tidak bisa dipakai di daerah terluar tertinggal terdalam atau 3 T.

    “Atas perintah NAM dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis juklab yang spesifikasinya sudah mengunci yaitu Chrome OS,” tutur Nurcahyo.

    Menindaklanjuti perintah Nadiem, tim teknis Kemendikbudristek membuat kajian review teknis untuk memasukan Chrome OS dalam proyek pengadaan.

    Pada Februari 2021, Nadiem kemudian menerbitkan Permendikbud No.5/2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan TA 2021. Dalam Permendikbud itu, terdapat lampiran yang sudah mengunci spesifikasi Chrome OS.

    Nurcahyo juga membeberkan ketentuan yang dilanggar dalam perkara ini mulai dari Perpres No.123/2020 tentang petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik tahun anggaran 2021.

    Kedua, peraturan Presiden No.16/2018 sebagaimana telah diubah dengan peraturan Presiden No.12/2021 tentang pengadaan barang jasa pemerintah.

    Ketiga, peraturan LKPP No.7/2018 sebagaimana telah diubah dengan peraturan LKPP nomor 11 tahun 2021 tentang pedoman perencanaan pengadaan barang jasa pemerintah.

    “Untuk kepentingan penyidikan, tersangka NAM akan dilakukan penahanan di Rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini tanggal 4 September 2025 bertempat di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” pungkas Nurcahyo.

    Atas perbuatannya itu, Nadiem pun disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • 6
                    
                        Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Lakukan Apa Pun, Kebenaran Akan Keluar
                        Nasional

    6 Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Lakukan Apa Pun, Kebenaran Akan Keluar Nasional

    Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Lakukan Apa Pun, Kebenaran Akan Keluar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim (NAM), tak terima ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.
    Hal ini ia ungkapkan sesaat setelah masuk ke mobil tahanan.
    Nadiem ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pengadaan Chromebook saat menjabat sebagai menteri.
    “Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar,” kata Nadiem.
    Adapun pemeriksaan ketiga yang dilakukan Jampidsus Kejagung berlangsung selama 6 jam, sejak pukul 9.00 WIB hingga 15.00 WIB.
    Pada pukul 15.00 WIB, Nadiem resmi ditetapkan sebagai tersangka.
    “Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya, seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran nomor satu. Allah akan melindungi saya, insyaallah,” lanjut Nadiem.
    Di mobil tahanan, Nadiem juga turut berbicara.
    Dia berupaya menguatkan keluarganya atas apa yang terjadi padanya.
    “Untuk keluarga saya dan empat balita saya. Kuatkan diri, kebenaran akan ditunjukkan,” kata dia.
    “Allah melindungi saya. Allah tahu kebenarannya,” tegasnya.
    Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, menjelaskan bahwa dugaan korupsi bermula ketika Nadiem menjabat sebagai Mendikbudristek pada Februari 2020.
    Saat itu, Nadiem melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membahas program Google for Education dengan produk Chromebook, Chrome OS, dan Chrome Device Management (CDM).
    Dari serangkaian pertemuan tersebut, disepakati bahwa pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek akan menggunakan Chromebook.
    Atas perbuatannya, Nadiem dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Nadiem Makarim Langsung Ditahan Setelah Ditetapkan sebagai Tersangka
                        Nasional

    10 Nadiem Makarim Langsung Ditahan Setelah Ditetapkan sebagai Tersangka Nasional

    Nadiem Makarim Langsung Ditahan Setelah Ditetapkan sebagai Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis chromebook.
    Setelah penetapan tersangka itu, Nadiem langsung ditahan oleh Kejagung. 
    “Untuk kepentingan penyidikan, tersangka NAM akan dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini tanggal 4 september 2025,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam jumpa pers di Kantor Kejaksaan Agung, Kamis (4/9/2025).
    Nurcahyo menuturkan, Nadiem akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. 
    Sebelumnya, Kejagung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis chromebook.
    “Dari hasil pendalaman, keterangan saksi-saksi, dan juga alat bukti yang ada, pada sore dan hasil dari ekspose telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, Kamis (4/9/2025).
    Anang menyebutkan, Nadiem ditetapkan sebagai tersangka setelah Kejagung memeriksa sekitar 120 saksi dan 4 orang ahli dalam perkara ini.
    Dalam kasus ini, Nadiem disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Tetapkan Nadiem Makarim sebagai Tersangka Kasus Chromebook

    Kejagung Tetapkan Nadiem Makarim sebagai Tersangka Kasus Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019-2022.

    Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka.

    “Hari ini telah menetapkan tersangka inisial NAM selaku Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Nadiem, kata Nurcahyo, berperan penting dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Pasalnya, founder Go-Jek itu diduga memerintahkan pemilihan ChromeOS untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019–2022.

    Empat tersangka itu adalah Jurist Tan selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.

    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini. Sementara itu, Kejagung telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun.