Jenis Media: Metropolitan

  • Rumah Kremasi Hewan, Tempat Tidur Terakhir Peliharaan Kesayangan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        10 Desember 2025

    Rumah Kremasi Hewan, Tempat Tidur Terakhir Peliharaan Kesayangan Megapolitan 10 Desember 2025

    Rumah Kremasi Hewan, Tempat Tidur Terakhir Peliharaan Kesayangan
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Bagi banyak pecinta hewan, kehilangan anak berbulu (anabul) bukan sekadar kehilangan peliharaan, melainkan kehilangan anggota keluarga.
    Di momen inilah, sebuah
    rumah kremasi
    bernama Rainbow Bridge Memorial House menjadi ruang perpisahan yang memberi ketenangan.
    Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pemilik hewan memilih kremasi dibandingkan menguburkannya di tanah.
    Selain itu, kremasi memberi kesempatan bagi pemilik membawa pulang abu hewan kesayangannya sebagai kenangan.
    Berletak di kawasan Rawakalong, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, bangunan itu tampak sederhana.
    Pagar bambu, rumah sederhana, dan suasana yang seolah menyatu dengan pepohonan di sekelilingnya.
    Namun, begitu melangkah masuk, suasana terasa berubah. Ada duka yang berdiam di udara, tapi juga cinta dan penghormatan.
    Di halaman depan, beberapa anjing berlarian dan menyambut tamu dengan gonggongan pelan.
    Di sudut bangunan, rak-rak kayu dipenuhi guci kecil berwarna putih, masing-masing dengan foto hewan yang pernah menjadi kesayangan seseorang.
    Wajah-wajah yang tak lagi ada di dunia, tetapi masih “pulang” ke tempat ini untuk terakhir kalinya.
    Di sinilah Joan Pascaline Majabubun membangun sesuatu yang lebih dari sekadar layanan kremasi.
    Ia menciptakan jembatan—penghubung antara manusia dan kenangan terakhir mereka terhadap hewan yang dicintai.
    Joan mengisahkan, perjalanan menuju pekerjaan ini tidak dimulai dari hal yang indah.
    Salah satu pengalaman paling menyakitkan itu yakni kala ia menyelamatkan Boja, anak anjing yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan.
    Meski ia merawat Boja dengan penuh harapan, virus parvo merenggut nyawa hewan kecil itu.
    Kesedihan itu berubah menjadi amarah ketika ia melihat proses kremasi Boja tidak dilakukan dengan layak.
    “Karena kekecewaan itu, jadi gue mau bikin tempat kremasi yang seperti yang gue mau, di mana tempat kremasinya kayak punya sendiri gitu,” kata Joan saat ditemui di Rainbow Bridge Memorial House, Selasa (9/12/2025).
    Semua berawal dari niat menyelamatkan seekor anjing, meski kondisi keuangannya sedang kekurangan.
    Ada orang yang menemukan anjing tersebut, lalu mengawinkannya dan menjual anak-anaknya. Joan mencoba menolong, dibantu seseorang yang iba pada kondisinya.
    Dalam benaknya, ia hanya ingin memberikan hidup yang layak bagi Boja.
    Saat proses kremasi dilakukan, kekecewaan itu semakin dalam.
    Ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak terjadi, sesuatu yang membuat perasaan kehilangan berubah menjadi kemarahan.
    “Jadi gue bawa kremasi satu tempat, terus gue ngeliat si orangnya itu ada yang dia buang. Gue bilang,
    ‘apaan tuh yang dibuang?’,
    ” kata Joan.
    “Gue cari ternyata kakinya anak gue yang gak selesai kekremasi. Dibuang gitu aja? Ngamuk gue,” sambung dia.
    Dari pengalaman itu, muncul tekad untuk membangun tempat kremasi yang menghormati hewan dan pemiliknya.
    Di halaman tanah yang teduh, suara lantunan ayam dan pohon bergesekan menjadi latar proses perpisahan. Joan berjalan santai, menyapa hewan-hewan yang menghuni tempat itu.
    Meski fasilitasnya sederhana, banyak pemilik hewan menemukan ketenangan di sini.
    Bagi Joan, kasih sayang tidak pernah bisa diukur oleh bentuk hewan atau bagaimana orang lain menilainya.
    “Namanya sayang kan kita gak bisa membatasi gitu ya,
    unlimited
    gitu loh. Kayak kemarin, gue kremasi, dia itu punya kayak lipan gitu. Gue kremasi di sini,” kata Joan.
    Kisah tentang seekor luwing bernama Jony menjadi salah satu contohnya.
    “Dia udah bilang,
    ‘Kak, gue mau kremasi peliharaan gue (luwing) bisa gak, Kak?’. 
    Bisa,” jelas dia.
    Bagi Joan, selama hewan itu dicintai seseorang, maka ia berhak diperlakukan dengan hormat.
    Di ruang kecil tempat guci-guci ditata, Joan menyaksikan berbagai bentuk rasa kehilangan. Ada pemilik yang menangis lama, ada yang memeluk guci sambil bercerita. Ia tak pernah membatasi hewan yang bisa ia layani.
    “Nah, jadi yang namanya kita sayang itu kan gaada batasan. Lo mau pelihara kecoak juga sekarang banyak orang pelihara kecoak,” ujar dia.
    Tidak hanya anjing atau kucing, ia pernah menerima tikus peliharaan, ikan gurame, hingga hewan liar yang pernah dirawat seseorang.
    “Terus apapun ya sah-sah aja gitu, kan. Jadi gue berusaha untuk bisa fasilitasi bahkan tikus aja ada,” katanya.
    Tempat ini pun menjadi rumah duka yang universal—untuk semua jenis makhluk.
    Joan cukup sering menerima hewan yang datang dari klinik atau shelter kecil. Ia memahami beban mereka, terutama ketika wabah menyerang dan jumlah hewan yang mati meningkat.
    “Jadi gue ada beberapa klinik yang memang bekerjasama. Jadi kalo misalnya di tempat mereka ada yang RIP dan mau dikremasi dan itu mereka yang kirim,” kata dia.
    Bagi Joan, inti dari pekerjaannya bukan sekadar fasilitas, melainkan empati.
    “Cuma maksud gue kalo gue
    personally
     enggak peduli gue mau hewan lu apa. Ya kayak yang gue bilang dari awal tadi. Sayang itu gak ada batasnya,” imbuh dia.
    Di Rainbow Bridge Memorial House, kematian dan kehidupan terasa saling menyapa.
    Saat pemilik menyeka air mata, anjing-anjing di halaman berjalan mondar-mandir, seolah menemani.
    Ketika seseorang memandikan hewannya untuk terakhir kalinya, perasaannya pasti campur aduk. Luapan emosi tak terbendung.
    Dalam momen seperti itu, Joan berusaha memastikan setiap pemilik bisa melepas tanpa merasa dihakimi.
    “Kayak yang kemarin itu dia ini.
    ‘Kak, lu jangan ketawain gue ya, Kak’
    , Kenapa gue mesti ketawain lu? Karena lu sendiri di video lu bilang megang mereka tuh
    calming,
     itu hal yang baik sih,” jelas Joan.
    Itulah alasan ia ingin tempat ini terasa hangat, setara, dan dekat.
    “Makanya gue bikin kremasi ini seperti maunya gue, kita sama-sama penyayang, kita tahu rasanya kehilangan gimana,” imbuh dia.
    Dari Trauma Menjadi Dedikasi
    Tidak banyak yang tahu bahwa Joan dulunya takut kucing. Ia pernah dicakar hingga membuat tangannya bengkak.
    Namun hidup justru membawanya masuk ke dunia hewan—shelter, penyelamatan, hingga kremasi.
    “Dulu gue takut kucing, gue takut ayam tapi terus kan gue mikir ya sampe kapan gue takut sama hal-hal yang kalo menurut gue gak pantes buat ditakutin,” ujarnya.
    Pengalamannya mengurus hewan-hewan di shelter menjadi titik balik terbesar.
    Ia mulai merawat anak-anak kucing, memberi mereka susu, dan mendampingi mereka bertahan hidup.
    Proses itulah yang perlahan mengikis rasa takutnya, Joan menemukan bahwa ketakutan itu selama ini hanya bayangan, bukan kenyataan.
    “Waktu gue kasih susu itu nyakar gue eh kok ga bolong ya. Ternyata kucing itu gak semenyeramkan itu ya. Dari situlah gue baru mulai buka kremasi,” ungkapnya.
    Bangunan bambu, halaman tanah, oven kecil berbahan gas, dan meja pemandian sederhana—semua tampak jauh dari kesan mewah. Namun justru kesederhanaan inilah yang membuat banyak orang merasa dekat.
    Joan ingin tempat ini ramah, bukan membingungkan.
    “Jadi intinya gue nyari duit. Bohong orang punya usaha enggak nyari duit. Pasti. Cuma dengan bisa bantu teman-teman, jadi makanya gue bertahan dengan
    stay low
    kayak gini,” kata dia.
    Joan sengaja menjaga tempatnya tetap
    low profile.
    Ia tidak ingin orang takut datang karena mengira biayanya akan mahal.
    Ia ingin orang merasa bahwa tempat ini adalah milik mereka sendiri.
    “Lu mau gendong sendiri anak lu masuk dalam
    tray.
    Lu mau tungguin, lu mau pelototin anak lu dikremasi sampai selesai, silakan,” kata dia.
    Nama Rainbow Bridge sendiri merujuk pada sebuah keyakinan populer di kalangan pecinta hewan.
    Ketika
    hewan peliharaan
    meninggal, mereka dipercaya menyeberangi sebuah jembatan menuju tempat damai di alam baka.
    Di sana, hewan-hewan peliharaan yang telah mati menjadi muda dan sehat kembali. Mereka menunggu untuk dipersatukan kembali dengan pemiliknya yang tercinta suatu hari nanti.
    “Karena
    all animals goes to Rainbow Bridge
    (Semua hewan pergi ke Jembatan Pelangi),” kata Joan.
    Di kawasan perkotaan, kepadatan hunian terus meningkat, sementara hubungan masyarakat dengan hewan peliharaan justru semakin intens.
    Para pemilik kini memberi perhatian lebih besar terhadap kesehatan, kenyamanan, dan perlakuan etis bagi hewan yang mereka rawat sehari-hari.
    Perubahan ini, menurut Rakhmat Hidayat, Sosiolog dari UNJ, ikut membuka ruang bagi hadirnya berbagai layanan baru, termasuk
    kremasi hewan
    .
    Ia menilai fenomena tersebut merupakan kebutuhan yang relatif baru muncul, terutama di lingkungan kelas menengah kota-kota besar.
    Dalam beberapa tahun terakhir khususnya setelah masa pandemi industri yang bergerak di bidang perawatan hewan berkembang dengan cepat.
    Pet shop
    tumbuh lebih banyak, layanan
    grooming
    semakin mudah ditemui, hingga berbagai jasa pendamping lain yang sebelumnya tidak dikenal kini mulai populer.
    Bagi Rakhmat, semua perkembangan itu menunjukkan bahwa kultur merawat hewan telah berubah menjadi lebih serius dan lebih terstruktur di mata masyarakat.
    “Layanan kremasi ini menurut saya itu melengkapi bagaimana peliharaan hewan itu menjadi isu yang menarik bagi sebagian masyarakat atau bagi masyarakat menengah perkotaan gitu ya,” ujar dia saat dihubungi, Senin (9/12/2025).
    Ia juga menilai, hadirnya layanan semacam ini menandakan pola baru dalam cara masyarakat memperlakukan hewan peliharaan mereka.
    “Ini sudah mulai menunjukkan ada tren yang lebih spesifik gitu ya di kalangan kelas menengah elite perkotaan gitu kan dengan layanan kremasi ini,” kata dia.
    Bagi banyak pemilik, hewan peliharaan telah menempati posisi lebih dari sekadar makhluk yang diberi makan atau dirawat seperlunya.
    Keberadaan mereka kerap menyatu dengan keseharian menjadi yang pertama disapa saat pagi tiba, menemani di sela aktivitas, hingga hadir setiap kali pemilik pulang membuka pintu rumah.
    Tidak sedikit orang yang menjadikan hewan peliharaan sebagai tempat bercerita, penawar penat sepulang kerja, atau pengisi kesunyian di rumah yang terasa terlalu sepi.
    Karena kedekatan itu pula, kehilangan hewan peliharaan dapat menghadirkan kesedihan mendalam yang sulit diungkapkan.
    Kedekatan tersebut tumbuh dari ikatan emosional yang terbentuk lama dalam keseharian.
    “Kenapa hewan itu orang perlu ditangis sih? Karena itu kan ada semacam keterikatan ya, keterikatan moral, keterikatan secara psikologis antara manusia tersebut dengan hewan tersebut gitu kan,” ujarnya.
    Ikatan itu bahkan, menurut dia, semakin kuat seiring rutinitas yang dijalani bersama.
    “Apalagi udah bertahun-tahun, sudah jadi sering bareng,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siap-siap, Kendaraan Belum Bayar Pajak Tak Bisa Masuk Kawasan Kantor Pemkot Bekasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        10 Desember 2025

    Siap-siap, Kendaraan Belum Bayar Pajak Tak Bisa Masuk Kawasan Kantor Pemkot Bekasi Megapolitan 10 Desember 2025

    Siap-siap, Kendaraan Belum Bayar Pajak Tak Bisa Masuk Kawasan Kantor Pemkot Bekasi
    Penulis

    BEKASI, KOMPAS.com –
    Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mulai menyiapkan aturan pembatasan akses kendaraan yang belum membayar pajak ke kawasan perkantoran Pemkot.
    Kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi, namun diproyeksikan menjadi langkah penertiban yang lebih ketat bagi aparatur dan tamu yang keluar-masuk gedung Pemkot Bekasi.
    Wali
    Kota Bekasi
    Tri Adhianto menjelaskan bahwa Pemkot saat ini baru melakukan penyampaian informasi kepada pegawai dan masyarakat.
    Ia menyebut kebijakan ini nantinya dapat diikuti tindakan penegakan oleh kepolisian.
    “Untuk aturan itu masih tindakan awal yang bentuknya sosialisasi. Mungkin Pak Kapolres nanti akan melakukan tindakan yang lebih represif,” kata Tri, Rabu (10/12/2025), dikutip dari
    Tribunnews
    .
    Tri menyampaikan bahwa jika aturan ini diberlakukan penuh, seluruh kendaraan yang memasuki kawasan
    perkantoran Pemkot Bekasi
    akan dicek masa berlaku pajaknya.
    Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa kendaraan yang beroperasi sudah memenuhi kewajiban pajak.
    “Kami mulai dari sosialisasi. Tahap berikutnya kami evaluasi satu minggu ke depan apakah efektif. Kami juga menunggu dukungan dari Pak Kapolres beserta jajarannya karena yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah pihak kepolisian,” ujarnya.
    Tri mengungkapkan bahwa rencana kebijakan ini muncul setelah ditemukan banyak aparatur Pemkot Bekasi yang belum melunasi pajak kendaraan pribadinya.
    Pemerintah menilai keteladanan harus dimulai dari internal, terutama ketika daerah tengah berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak.
    “Karena disinyalir justru banyak pegawai kami yang belum membayar pajak. Keteladanan harus dimulai dari aparatur pemerintah, apalagi kami sedang gencar meningkatkan pendapatan daerah,” ujarnya.
    Pemkot Bekasi akan mengevaluasi efektivitas masa sosialisasi dalam satu pekan ke depan sebelum melanjutkan ke tahap penindakan.
    Pemeriksaan STNK di area kantor pemerintah diharapkan mampu menekan angka tunggakan pajak sekaligus meningkatkan kedisiplinan aparatur sebagai contoh bagi masyarakat.
    Artikel ini telah tayang di Tribunbekasi.com dengan judul “Banyak Pegawai Belum Bayar Pajak, Pemkot Bekasi Perketat Akses Masuk Kendaraan”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kebakaran Hanguskan 6 Bangunan di Srengseng, 5 KK Kehilangan Tempat Tinggal
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        10 Desember 2025

    Kebakaran Hanguskan 6 Bangunan di Srengseng, 5 KK Kehilangan Tempat Tinggal Megapolitan 10 Desember 2025

    Kebakaran Hanguskan 6 Bangunan di Srengseng, 5 KK Kehilangan Tempat Tinggal
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kebakaran terjadi di kawasan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (10/12/2025) dini hari. 
    Peristiwa ini terjadi di permukiman padat di Jalan Lapangan Bola, RT 01 RW 07, Srengseng.
    Enam bangunan hangus dan belasan warga kehilangan tempat tinggal akibat
    kebakaran
    tersebut.
    Kepala Suku Dinas Gulkarmat Jakarta Barat Suheri menjelaskan kebakaran bermula dari api yang membakar rak (tray) telur di sebuah kios.
    Pemilik kios yang tengah tertidur merasakan sesak napas sebelum akhirnya terbangun dan melihat kobaran api.
    “Pemilik kios merasa sesak saat tertidur, kemudian terbangun dan melihat api sudah mulai membesar dari tray egg, tempat penyimpanan telur di depan kamar mandi,” kata Suheri, dikutip dari
    Antara
    .
    Pemilik kios kemudian berusaha menyelamatkan diri sebelum meminta pertolongan warga sekitar.
    “Kemudian, ia mencoba untuk keluar kios dan meminta bantuan warga sekitar. Warga sekitar kemudian mencoba memadamkannya dan mendatangi pos pemadam,” ujar Suheri.
    Suku Dinas Gulkarmat Jakarta Barat menerima laporan kebakaran sekitar pukul 04.00 WIB.
    Tim pemadam tiba dan mulai melakukan penanganan pada pukul 04.11 WIB.
    “Objek yang terbakar itu empat kios dan dua rumah kontrakan. Usai terima info, tim segera menuju lokasi, kemudian memulai operasi pemadaman pukul 04.11 WIB,” ujar Suheri.
    Sebanyak 65 personel diterjunkan ke lokasi hingga api benar-benar padam pada pukul 05.26 WIB. Luas area terdampak mencapai 200 meter persegi.
    Meskipun tidak ada korban luka maupun korban jiwa, kebakaran ini membuat lima kepala keluarga (KK) dengan total 12 jiwa kehilangan tempat tinggal.
    Suheri menyebut kerugian material diperkirakan mencapai Rp 673 juta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Periksa 8 Orang Saksi Terkait Kebakaran Gedung Terra Drone
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        10 Desember 2025

    Polisi Periksa 8 Orang Saksi Terkait Kebakaran Gedung Terra Drone Megapolitan 10 Desember 2025

    Polisi Periksa 8 Orang Saksi Terkait Kebakaran Gedung Terra Drone
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Polisi memeriksa delapan orang saksi terkait kebakaran Gedung Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025). Data tersebut terhitung hingga Rabu (10/12/2025).
    “Jumlah saksi delapan (orang) yang sudah diperiksa,” ujar Kasatreskrim Polres Metro
    Jakarta Pusat
    , AKBP Roby Saputra saat dikonfirmasi wartawan, Rabu.
    Saksi yang diperiksa terdiri dari pemilik gedung Terra Drone, manajemen perusahaan, dan warga di lingkungan sekitar lokasi.
    Namun, pemilik perusahaan hingga kini belum diperiksa.
    Kepolisian masih memastikan posisi dan alamat pemilik PT Terra Drone.
    Roby mengungkapkan, PT Terra Drone merupakan perusahaan Jepang.
    Namun, pemimpin perusahaan di kantor Kemayoran bukan merupakan WNA Jepang.
    “Perusahaannya perusahaan Jepang. Kalau pemimpin perusahaan yang di situ bukan (orang Jepang),” tutur Roby.
    Sebelumnya, kebakaran terjadi di Gedung Kantor Terra Drone, Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Baru, Kemayoran, Selasa kemarin.
    Informasi resmi dari Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Jakarta menyebut, kebakaran di Gedung Terra Drone mulai diketahui sejak pukul 12.43 WIB.
    Tim damkar kemudian meluncur ke lokasi kejadian dan mulai melakukan pemadaman pada pukul 12.50 WIB.
    Lalu sekitar pukul 14.10 WIB, tim damkar telah berhasil memadamkan api dan melakukan pendinginan di lokasi kejadian.
    Polres Metro Jakarta Pusat pada pukul 17.00 WIB mengonfirmasi jumlah total korban meninggal sebanyak 22 orang.
    “Terdiri dari tujuh orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Untuk 22 korban sudah dibawa ke RS Polri,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro.
    Dari keseluruhan korban meninggal, ada satu orang ibu hamil dengan usia kandungan tujuh bulan.
    “Rata-rata korban meninggal ditemukan di lantai 3, 4, dan 5. Sebab (karyawan) yang berada di lantai 6 bisa langsung ke rooftop,” tutur Susatyo.
    Menurutnya, para korban meninggal rata-rata disebabkan kekurangan oksigen sehingga menyebabkan lemas dan berujung kepada kematian.
    “Asap naik ke lantai 2, 3, dan sebagainya, oksigen juga kurang, sehingga banyak yang meninggal karena lemas di atas,” kata Susatyo.
    Seluruh korban meninggal dibawa ke RS Polri Kramatjati.
    Selain itu, menurutnya ada dua orang petugas damkar mengalami luka ringan saat penanganan kejadian.
    Lalu Kapolsek Kemayoran Kompol Agung Adriansyah mengalami luka berat di tangan ketika meninjau lokasi kebakaran.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Napas Terengah di Stasiun Kampung Bandan, Penumpang Berjuang Taklukan Tangga yang Curam
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        10 Desember 2025

    Napas Terengah di Stasiun Kampung Bandan, Penumpang Berjuang Taklukan Tangga yang Curam Megapolitan 10 Desember 2025

    Napas Terengah di Stasiun Kampung Bandan, Penumpang Berjuang Taklukan Tangga yang Curam
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Setiap hari, para penumpang KRL di Stasiun Kampung Bandan, Jl. Mangga Dua VIII No.16, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, harus naik turun tangga manual yang menjadi satu-satunya akses menuju peron atas dan bawah.
    Di stasiun lama yang melayani rute ke Jakarta Kota, Tanjung Priok, Angke, Duri, hingga Bekasi dan Cikarang itu, fasilitas berupa lift maupun
    eskalator
    belum tersedia sejak pertama kali dibangun.
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi, Selasa (9/12/2025), menunjukkan arus penumpang yang padat berpindah antarperon. Beberapa di antaranya terlihat terengah-engah setelah menjejaki puluhan anak tangga.
    Di tengah kondisi tersebut, cerita para penumpang menunjukkan bahwa naik-turun tangga di stasiun ini menjadi perjuangan harian.
    Santo (60), salah satu penumpang KRL, tampak menuruni tangga peron atas dengan perlahan.
    Rambutnya yang sudah memutih terlihat jelas, sementara di tangannya ia membawa kantong plastik berisi beberapa barang belanjaan dari pasar.
    “Kalau naik tangga di sini memang harus hati-hati. Saya ini sudah tua, otot-otot sudah beda,” katanya sambil tertawa kecil saat ditemui
    Kompas.com
    , Selasa.
    Setiap hari, Santo berangkat dari
    Stasiun Kampung Bandan
    untuk menuju tempat kerjanya di Angke, Jakarta Barat. Ia mengaku sudah terbiasa dengan kondisi tangga, tetapi tubuhnya tidak lagi sekuat dulu.
    “Tadi saya sampai harus pegangan kuat di tulang tepi tangga, biar nggak goyang,” ujarnya.
    Menurut Santo, kondisi stasiun saat ini seharusnya sudah bisa diperbarui. Terlebih, ia pernah melihat beberapa lansia hampir jatuh.
    “Kasihan yang sudah sepuh-sepuh. Kalau tersandung sedikit bisa bahaya,” katanya.
    Meski demikian, ia tetap bersyukur masih bisa naik turun tangga seorang diri tanpa ada yang membantu.
    “Tapi ya kalau bisa ada lift sih lebih bagus. Saya juga manusia, tenaganya ada batasnya,” ucapnya sambil melanjutkan langkah.
    Penumpang lain, Bibah (63), berdiri di tepi peron bawah sambil memegangi pegangan besi. Napasnya masih tampak berat setelah menuruni tangga curam yang menghubungkan peron atas dan bawah.
    Ia mengenakan kerudung biru muda, tas selempang kecil, dan tangannya masih sedikit bergetar.
    “Dari dulu jalurnya begini terus, harus naik turun tangga tinggi,” ujarnya membuka percakapan.
    Bibah mengaku sudah bertahun-tahun berangkat dari Stasiun Kampung Bandan, terutama ketika hendak ke rumah anaknya di daerah Duri, Jakarta Barat.
    Saat ditanya apakah ketiadaan eskalator atau lift menyulitkannya, Bibah langsung mengangguk.
    “Jujur saja iya. Saya kalau naik begini sering berhenti dulu karena napas suka pendek. Tangganya tinggi, banyak juga. Kalau lagi ramai tambah susah karena harus ikut arus orang,” kata dia sambil sesekali mengusap dahinya yang berkeringat.
    “Kalau sendiri, saya lebih pelan jalannya. Kalau ada dia, ya lumayan dibantuin,” ucapnya.
    Bibah mengenang momen ketika ia hampir kehilangan keseimbangan beberapa tahun lalu. Saat itu, kepadatan penumpang membuatnya terdesak di tengah arus naik.
    “Pernah waktu itu kaki saya goyang, mau jatuh. Untung ada orang baik yang pegangin,” katanya.
    Ia pun berharap agar stasiun menyediakan fasilitas ramah lansia.
    “Kalau bisa dibangun eskalator bagus ya, Nak. Biar saya nggak ngos-ngosan tiap mau naik kereta,” ucapnya sambil tersenyum kecil meski lelahnya masih tampak jelas.
    Setelah Bibah selesai bercerita, giliran putranya, Fauzi, yang menjelaskan bagaimana ia mendampingi sang ibu setiap kali berjalan di stasiun ini.
    Fauzi tampak masih memegangi tas kecil ibunya sambil sesekali melihat ke anak tangga.
    “Iya, kalau lewat Kampung Bandan memang harus ekstra hati-hati. Tangganya curam dan tidak ada fasilitas bantu, jadi mau enggak mau harus dituntun,” katanya.
    Fauzi mengaku sudah hafal bagian tangga mana yang paling licin, curam, dan kapan waktu terpadat biasanya terjadi.
    Ia selalu memilih jam-jam sepi agar ibunya tidak harus berebut jalur dengan penumpang lain. Pengalaman buruk pernah terjadi beberapa bulan lalu.
    “Ibu sempat hampir terpeleset karena pijakan tangganya kecil dan licin saat hujan. Saya sampai panik waktu itu,” katanya.
    “Makanya sekarang saya benar-benar perhatikan langkahnya, terutama kalau naik. Turun juga riskan, tapi naik itu lebih berat,” tutur dia.
    Menurut Fauzi, kehadiran lift atau eskalator sudah menjadi kebutuhan mendesak.
    “Minimal lift atau eskalator, terutama untuk lansia, ibu hamil, dan orang yang bawa barang berat. Apalagi ini stasiun transit, penumpangnya banyak. Kondisinya bertahun-tahun sama saja,” kata Fauzi.
    Di sisi lain peron, tampak seorang perempuan muda bernama Wilya (29) menggendong anak laki-laki berusia dua tahun.
    Ia baru saja turun dari peron atas menuju jalur bawah. Wajahnya tampak memerah akibat lelah.
    “Iya, saya mau ke Jakarta Kota. Habis dari rumah saudara di Mangga Dua,” ujarnya sambil mengatur napas.
    Wilya bercerita, ia harus naik dan turun tangga panjang sambil menggendong anaknya, Dafa (2).
    Berat tubuh anaknya membuat keseimbangannya tidak stabil, dan itu terasa sangat melelahkan di tengah tangga curam.
    “Tadi sempat berhenti di tengah tangga, pegangin besi. Berat ya, sesek juga napas jadinya,” ujarnya.
    Ketika ditanya apa yang paling menyulitkan, Wilya langsung menunjuk ke arah tangga di belakangnya.
    “Tangganya itu. Enggak ada eskalator, enggak ada lift. Sementara orang lain banyak yang buru-buru, jadi saya yang bawa anak harus lebih hati-hati,” kata Wilya.
    Ia mengatakan bahwa fasilitas pendukung berupa lift akan sangat membantu, terutama saat membawa anak kecil.
    “Kan banyak juga yang bawa anak, ibu hamil, atau orang tua. Tangga setinggi ini enggak ramah buat mereka,” ucapnya.
    Wilya lalu membandingkan kondisi Stasiun Kampung Bandan dengan stasiun lain.
    “Banyak stasiun sudah jauh lebih enak. Di sini masih sangat manual. Padahal pengguna ramai dan jadi jalur transit juga,” tutur dia.
    Hanna (26) berdiri di tepi peron atas sambil memeriksa jadwal kereta ke Bekasi, Jawa Barat.
    Meski usianya masih muda, ia mengaku tetap kewalahan ketika harus naik tangga tinggi di Stasiun Kampung Bandan.
    “Saya muda saja capek. Apalagi yang bawa anak atau orang tua,” ujarnya.
    Hanna menggunakan rute Kampung Bandan Manggarai untuk berangkat kerja. Baginya, naik tangga setiap hari bukan hanya melelahkan, tapi juga berisiko. Ia berharap perbaikan fasilitas bisa menjadi prioritas.
    “Kalau stasiun lain saja bisa dibangun eskalator, harusnya di sini juga bisa. Penggunanya kan banyak,” kata dia.
    Vice President Corporate Secretary KAI Commuter, Karina Amanda, menjelaskan bahwa KAI Commuter terus berupaya meningkatkan layanan melalui penyediaan fasilitas yang telah ada.
    Fasilitas itu berupa
    water station
    ,
    payment gateway
    , kartu disabilitas, pin ibu hamil,
    commuter shelter bike
    , serta layanan untuk pengguna prioritas.
    Terkait fasilitas khusus berupa lift dan eskalator, Karina menyebut idealnya setiap stasiun memang memiliki akses ramah pengguna prioritas.
    Namun, pengembangan infrastruktur dilakukan bertahap dan dikoordinasikan bersama Kementerian Perhubungan dan PT KAI.
    Untuk rencana pembangunan eskalator atau lift di Stasiun Kampung Bandan, Karina menyarankan agar informasi lebih lanjut dikonfirmasi kepada Kementerian Perhubungan.
    “KAI Commuter sebagai operator menjalankan layanan Commuter Line, sementara pengembangan infrastruktur berada dalam koordinasi pihak terkait,” ujar Karina saat dihubungi
    Kompas.com
    , Selasa.
    Selama fasilitas tersebut belum tersedia, pengguna prioritas dapat meminta bantuan petugas stasiun.
    “Petugas siap membantu naik turun tangga atau kebutuhan lain di area stasiun,” kata Karina.
    Pengamat transportasi Deddy Herlambang menilai keadaan Stasiun Kampung Bandan mencerminkan keterbatasan ruang dan usia bangunan.
    “Kalau memang perlu, bisa dibangun
    ramp
    panjang untuk difabel. Tapi secara realistis sulit dikembangkan lagi karena stasiun ini warisan era Hindia Belanda. Kiri-kanan stasiun juga sudah padat penduduk,” jelas Deddy saat dihubungi.
    Deddy menilai risiko bagi pengguna prioritas sangat tinggi.
    “Lansia, ibu hamil, disabilitas mereka berisiko besar tidak kuat naik tangga manual,” ujarnya.
    Ia menyebut regulasi saat ini memang mewajibkan stasiun baru memiliki lift dan eskalator. Namun, untuk stasiun lama seperti Kampung Bandan, kewajiban itu tidak berlaku.
    “Lift dan eskalator tidak masuk standar SPM PM Nomor 63 Tahun 2019, jadi tidak wajib. Tapi kalau bisa dibangun, itu akan sangat membantu,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Waspada Kepadatan Lalu Lintas, Ada Demo di 2 Titik di Jakarta Hari Ini
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        10 Desember 2025

    Waspada Kepadatan Lalu Lintas, Ada Demo di 2 Titik di Jakarta Hari Ini Megapolitan 10 Desember 2025

    Waspada Kepadatan Lalu Lintas, Ada Demo di 2 Titik di Jakarta Hari Ini
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Arus kendaraan di sejumlah titik Jakarta Pusat berpotensi padat hari ini, Rabu (10/12/2025), seiring digelarnya dua aksi demo.
    Pengendara diimbau menghindari area sekitar lokasi demo untuk mengantisipasi kemacetan.
    Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Iptu Ruslan Basuki, menyampaikan bahwa aksi pertama berlangsung di kawasan Gambir oleh massa buruh.
    Massa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) diperkirakan mulai hadir sejak pagi.
    “Pagi ada aksi dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan beberapa elemen massa di Wilayah Gambir,” kata Ruslan.
    Demo kedua dipusatkan di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, dengan jumlah peserta yang juga cukup besar.
    “Akan ada 1.704 personil untuk pengamanan aksi di cluster DPR,” ujar Ruslan.
    Menurut Ruslan, total 2.921 personel kepolisian dikerahkan untuk pengamanan aksi buruh di Gambir.
    Sementara rekayasa lalu lintas di sekitar titik tersebut akan diberlakukan secara situasional, bergantung pada kepadatan massa yang hadir di lapangan.
    Ia menegaskan bahwa pola pengalihan arus dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti kondisi di sekitar lokasi demo.
    Ruslan mengingatkan masyarakat agar menghindari area Gambir dan kawasan DPR/MPR selama aksi berlangsung untuk mencegah terjebak kemacetan.
    “Warga bisa mencari jalan alternatif lain selama unjuk rasa berjalan,” tutur dia.
    Penutupan atau pengalihan arus diperkirakan berdampak pada
    kepadatan lalu lintas
    di sejumlah ruas arteri menuju dua titik utama aksi.
    Demo di Jakarta Pusat umumnya menimbulkan kepadatan signifikan pada jam sibuk, terutama di ruas Jalan Medan Merdeka, Jalan Ridwan Rais, Stasiun Gambir, Jalan Gatot Subroto, dan kawasan Senayan.
    Pengendara disarankan memonitor kondisi lalu lintas secara berkala untuk menyesuaikan rute perjalanan.
    (Reporter: Dian Erika Nugraheny | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Antisipasi cuaca ekstrem, Jakbar aktifkan posko siaga bencana

    Antisipasi cuaca ekstrem, Jakbar aktifkan posko siaga bencana

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Barat mengaktifkan posko siaga bencana, prasarana serta personel di wilayah tersebut untuk mengantisipasi cuaca ekstrem.

    “Amanat dari Pak Gubernur, aktifkan personel yang ada di lapangan. Posko-posko yang ada juga aktif,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Jakarta Barat Yuli Hartono dalam rapat koordinasi wilayah di Jakarta, Selasa.

    Ia pun mengimbau para lurah agar tidak membiarkan posko bencana kosong dan harus siaga.

    “Nanti saya cek ke lapangan, tidak ada orang yang ditanya, tidak tahu kemana perginya, sudah selesai. Saya tidak main-main,” katanya.

    Ia juga berpesan kepada jajaran Suku Dinas Sosial Jakarta Barat (Jakbar) agar selalu siap menghadapi cuaca ekstrem.

    “Kasudin Sosial dengan pasukannya siap-siap. Karena yang namanya kecelakaan atau musibah kita tidak tahu,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 60 warga ikuti pelatihan merangkai bunga di Jakarta Barat

    60 warga ikuti pelatihan merangkai bunga di Jakarta Barat

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 60 warga Kelurahan Tanjung Duren Selatan, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, mengikuti pelatihan Merangkai Bunga Tahap III sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.

    “Pelatihan ini merupakan wujud upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi perempuan,” kata Wakil Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi DKI Jakarta, Dewi Indriati Rano Karno di Jakarta, Selasa.

    Menurut Dewi, program pemberdayaan ini dapat menjadikan kekuatan dalam membangun kota Jakarta yang inklusif, produktif dan berdaya. Program pemberdayaan itu berlangsung sejak September hingga Desember 2025.

    “Program ini juga membuka ruang bagi tumbuhnya kepercayaan diri, kemandirian serta peluang ekonomi yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan,” katanya.

    Ia menambahkan, merangkai bunga bukan hanya soal estetika, tetapi juga melatih ketelitian, kesabaran dan rasa peka terhadap keterampilan yang dapat berkembang menjadi peluang usaha kreatif.

    “Diharapkan para peserta dapat terus berlatih, mengikuti perkembangan tren, dan berani berinovasi agar keterampilan ini dapat berkembang mengikuti zaman,” katanya.

    Camat Grogol Petamburan, Reditian Ramajaya menilai karya peserta telah terbukti kreatif, bernilai estetika, dan sudah digunakan dalam berbagai kegiatan kecamatan maupun kelurahan.

    “Harapan warga, program ini tidak berhenti di ‘batch’ tiga. Targetnya bisa sampai gelombang kesepuluh karena manfaatnya luar biasa,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • ACF Eduhub berkomitmen tingkatkan kualitas pendidikan

    ACF Eduhub berkomitmen tingkatkan kualitas pendidikan

    Jakarta (ANTARA) –

    Anak Ceria Foundation (ACF) Eduhub yang merupakan lembaga pendidikan dan sosial berkomitmen selalu berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan terus berkolaborasi bersama pemerintah dalam membangun ekosistem pendidikan yang mumpuni.

    “Kami berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Direktur ACF Eduhub, Ivan Supangat di Jakarta, Selasa.

    Hal itu dilakukan melalui tiga program utama, yaitu pendidikan formal melalui 12 Sekolah Juara, pendidikan nonformal PKBM Ceria serta program pelatihan guru yang telah memberdayakan 1.312 guru melalui Program “Ceria Training Centre”.

    ACF Eduhub telah menggelar “Education Outlook 2026” yang dihadiri 150 peserta secara luring (offline) dan lebih dari 500 peserta daring yang melibatkan guru, mahasiswa kependidikan, pemangku kebijakan serta pemerhati pendidikan.

    Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum memperkuat kolaborasi dan dampak nyata bagi transformasi pendidikan.

    Ia menjelaskan bahwa kegiatan “Education Outlook 2026” selaras dengan fokus pemerintah dalam meningkatkan kompetensi guru melalui Program Profesi Guru (PPG), pengembangan pelatihan berbasis digital dan AI serta penguatan platform “Merdeka Mengajar”.

    Inisiatif ini lahir dari kesadaran akan tantangan pendidikan Indonesia, termasuk kesenjangan kualitas guru, akses pengembangan yang belum merata dan kebutuhan pembelajaran yang relevan dengan perubahan zaman.

    “Kegiatan ini diharapkan menjadi ruang kolaborasi berkelanjutan bagi para pendidik untuk bertukar gagasan, menghadirkan solusi dan memperkuat kapasitas dalam membangun ekosistem pendidikan yang maju dan berdampak nyata bagi masa depan bangsa,” kata dia.

    Dalam diskusi “Education Outlook 2026”, Founder Guruverse.ID Dr Muhammad Sobirin mengatakan, pihaknya pernah mendengar istilah butuh satu kampung untuk mendidik satu orang.

    “Artinya kita harus betul-betul menghadirkan diri kita untuk bisa saling ter-‘connect’ dengan pendidik yang lain agar bisa mendidik satu orang menjadi manusia yang seutuhnya,” katanya.

    Ia mengatakan, dari kesadaran kolektif tersebut, lahirlah kebutuhan akan ruang kolaboratif yang terstruktur dan berdampak untuk melahirkan guru yang kompeten dan mampu mentransformasi murid dari sekadar tahu menjadi benar-benar paham.

    “Semangat ini kemudian diwujudkan melalui Launching Guruverse.id, inisiatif baru ACF Eduhub yang memperkuat kompetensi guru melalui pelatihan, komunitas, mentoring dan publikasi karya,” kata dia.

    Perwakilan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kepala Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Jawa Barat, Dr Sugito Adi Warsito menekankan bahwa saat ini yang paling urgensi adalah melakukan peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan.

    Ia mengungkapkan bahwa hasil uji kompetensi guru tahun 2016 menunjukkan rata-rata nilai 42,3 persen yang berarti masih terdapat defisit kompetensi sebesar 56,7 persen.

    Ia menganalogikan persentase tersebut dengan seorang pilot memiliki kompetensi 95 persen dan masih defisit 5 persen.

    “Dengan defisit lima persen ini kita akan ragu untuk naik pesawat. Lalu bagaimana jika guru memiliki defisit lebih dari 50 persen?,” kata dia.

    Hal ini menjadi pengingat bahwa kompetensi pendidik di Indonesia masih jauh dari kategori ideal dan memerlukan upaya serius serta berkelanjutan.

    Ia juga mengapresiasi dan dukungan kepada ACF Eduhub yang terus berkontribusi dalam peningkatan kompetensi guru.

    Menurut dia, peran guru sangat menentukan tujuan pendidikan karena setiap orang tua menyekolahkan anaknya agar menjadi baik, pintar,l dan terampil. Hal itu hanya mungkin jika gurunya kompeten.

    “Ini menjadi pengingat bahwa masa depan bangsa ditentukan oleh kualitas guru hari ini dan peningkatannya membutuhkan komitmen serta kolaborasi semua pihak,” kata dia.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dua jenazah korban kebakaran ruko di Jakpus diserahkan kepada keluarga

    Dua jenazah korban kebakaran ruko di Jakpus diserahkan kepada keluarga

    Jakarta (ANTARA) – Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, menyerahkan dua jenazah korban kebakaran Rumah Toko (Ruko) Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, kepada pihak keluarga pada Selasa malam.

    “Malam ini kita serahkan dua dulu karena satu keluarga belum datang. Yaitu dari keluarga korban Rufaidha sama Novia kita serahkan malam ini,” kata Kepala RS Polri Kramat Jati Brigjen Polisi Prima Heru Yulihartono di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

    Penyerahan dilakukan setelah Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri berhasil mengidentifikasi tiga korban dalam sidang rekonsiliasi yang digelar malam ini.

    Sementara itu, jenazah Yoga Valdier belum dapat diserahkan karena keluarga belum hadir di RS Polri.

    Dalam proses penyerahan jenazah ini, Prima menyerahkan surat kematian korban kepada pihak keluarga yang hadir.

    “Berikut kami serahkan surat kematian kepada keluarga korban, jangan sampai hilang,” ujar Prima.

    Prima mewakili seluruh jajaran RS Polri Kramat Jati mengungkapkan bela sungkawa kepada keluarga korban.

    Hingga Selasa (9/12/2025), RS Polri telah menerima 22 kantong jenazah dari lokasi kebakaran. Tim DVI kemudian melakukan pemeriksaan primer dan sekunder untuk mengidentifikasi korban.

    Pada hari yang sama, tim DVI juga telah memeriksa 11 kantong jenazah, melibatkan gabungan ahli dari Biddokkes Polri, Polda Metro Jaya, RSCM dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).

    RS Polri masih menunggu tambahan data antemortem (sebelum meninggal) dari keluarga untuk mengidentifikasi korban lainnya. S?Jenazah yang telah teridentifikasi diserahkan kepada keluarga untuk proses pemakaman.

    RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, telah berhasil mengidentifikasi tiga korban kebakaran Rumah Toko (Ruko) Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, malam ini.

    “Dari sidang rekonsiliasi malam ini, kami berhasil mengidentifikasi tiga jenazah,” kata Kepala RS Polri Kramat Jati Brigjen Polisi Prima Heru Yulihartono di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

    Karodokpol Pusdokkes Polri Brigjen Nyoman Eddy Purnama Wirawan mengungkapkan, tiga korban telah berhasil teridentifikasi setelah dilakukan sidang rekonsiliasi bersama Tim DVI Polri.

    Identitas tiga korban yang teridentifikasi, antara lain:

    1. Rufaidha Lathiifunnisa (22), alamat Telaga Asih, Cikarang Barat, dikenali dari sidik jari, catatan medis, dan properti pribadi

    2. Novia Nurwana (28), alamat Tanggamus Lampung, teridentifikasi melalui sidik jari, pemeriksaan gigi, data medis, dan properti

    3. Yoga Valdier Yaseer (28), alamat Metro Lampung, dipastikan identitasnya berdasarkan sidik jari, pemeriksaan gigi, data medis dan properti.

    Menurut Prima, proses rekonsiliasi dilakukan secara ilmiah dan berlapis untuk memastikan keakuratan identitas setiap korban.

    Dugaan awal penyebab kematian puluhan korban dalam kebakaran Ruko Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, akibat banyak menghirup gas karbondioksida (CO₂).

    Berdasarkan pemeriksaan luar yang dilakukan tim forensik, sebagian besar korban diduga meninggal akibat menghirup gas karbondioksida (CO₂) saat terjebak di dalam bangunan yang dilalap api.

    Tim DVI masih bekerja melakukan identifikasi dan pemeriksaan mendetail. Namun, dari hasil pemeriksaan awal terhadap tubuh korban, tidak ditemukan luka bakar dominan yang menjadi penyebab utama kematian.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.