Rumah Kremasi Hewan, Tempat Tidur Terakhir Peliharaan Kesayangan
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com
– Bagi banyak pecinta hewan, kehilangan anak berbulu (anabul) bukan sekadar kehilangan peliharaan, melainkan kehilangan anggota keluarga.
Di momen inilah, sebuah
rumah kremasi
bernama Rainbow Bridge Memorial House menjadi ruang perpisahan yang memberi ketenangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak pemilik hewan memilih kremasi dibandingkan menguburkannya di tanah.
Selain itu, kremasi memberi kesempatan bagi pemilik membawa pulang abu hewan kesayangannya sebagai kenangan.
Berletak di kawasan Rawakalong, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, bangunan itu tampak sederhana.
Pagar bambu, rumah sederhana, dan suasana yang seolah menyatu dengan pepohonan di sekelilingnya.
Namun, begitu melangkah masuk, suasana terasa berubah. Ada duka yang berdiam di udara, tapi juga cinta dan penghormatan.
Di halaman depan, beberapa anjing berlarian dan menyambut tamu dengan gonggongan pelan.
Di sudut bangunan, rak-rak kayu dipenuhi guci kecil berwarna putih, masing-masing dengan foto hewan yang pernah menjadi kesayangan seseorang.
Wajah-wajah yang tak lagi ada di dunia, tetapi masih “pulang” ke tempat ini untuk terakhir kalinya.
Di sinilah Joan Pascaline Majabubun membangun sesuatu yang lebih dari sekadar layanan kremasi.
Ia menciptakan jembatan—penghubung antara manusia dan kenangan terakhir mereka terhadap hewan yang dicintai.
Joan mengisahkan, perjalanan menuju pekerjaan ini tidak dimulai dari hal yang indah.
Salah satu pengalaman paling menyakitkan itu yakni kala ia menyelamatkan Boja, anak anjing yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan.
Meski ia merawat Boja dengan penuh harapan, virus parvo merenggut nyawa hewan kecil itu.
Kesedihan itu berubah menjadi amarah ketika ia melihat proses kremasi Boja tidak dilakukan dengan layak.
“Karena kekecewaan itu, jadi gue mau bikin tempat kremasi yang seperti yang gue mau, di mana tempat kremasinya kayak punya sendiri gitu,” kata Joan saat ditemui di Rainbow Bridge Memorial House, Selasa (9/12/2025).
Semua berawal dari niat menyelamatkan seekor anjing, meski kondisi keuangannya sedang kekurangan.
Ada orang yang menemukan anjing tersebut, lalu mengawinkannya dan menjual anak-anaknya. Joan mencoba menolong, dibantu seseorang yang iba pada kondisinya.
Dalam benaknya, ia hanya ingin memberikan hidup yang layak bagi Boja.
Saat proses kremasi dilakukan, kekecewaan itu semakin dalam.
Ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak terjadi, sesuatu yang membuat perasaan kehilangan berubah menjadi kemarahan.
“Jadi gue bawa kremasi satu tempat, terus gue ngeliat si orangnya itu ada yang dia buang. Gue bilang,
‘apaan tuh yang dibuang?’,
” kata Joan.
“Gue cari ternyata kakinya anak gue yang gak selesai kekremasi. Dibuang gitu aja? Ngamuk gue,” sambung dia.
Dari pengalaman itu, muncul tekad untuk membangun tempat kremasi yang menghormati hewan dan pemiliknya.
Di halaman tanah yang teduh, suara lantunan ayam dan pohon bergesekan menjadi latar proses perpisahan. Joan berjalan santai, menyapa hewan-hewan yang menghuni tempat itu.
Meski fasilitasnya sederhana, banyak pemilik hewan menemukan ketenangan di sini.
Bagi Joan, kasih sayang tidak pernah bisa diukur oleh bentuk hewan atau bagaimana orang lain menilainya.
“Namanya sayang kan kita gak bisa membatasi gitu ya,
unlimited
gitu loh. Kayak kemarin, gue kremasi, dia itu punya kayak lipan gitu. Gue kremasi di sini,” kata Joan.
Kisah tentang seekor luwing bernama Jony menjadi salah satu contohnya.
“Dia udah bilang,
‘Kak, gue mau kremasi peliharaan gue (luwing) bisa gak, Kak?’.
Bisa,” jelas dia.
Bagi Joan, selama hewan itu dicintai seseorang, maka ia berhak diperlakukan dengan hormat.
Di ruang kecil tempat guci-guci ditata, Joan menyaksikan berbagai bentuk rasa kehilangan. Ada pemilik yang menangis lama, ada yang memeluk guci sambil bercerita. Ia tak pernah membatasi hewan yang bisa ia layani.
“Nah, jadi yang namanya kita sayang itu kan gaada batasan. Lo mau pelihara kecoak juga sekarang banyak orang pelihara kecoak,” ujar dia.
Tidak hanya anjing atau kucing, ia pernah menerima tikus peliharaan, ikan gurame, hingga hewan liar yang pernah dirawat seseorang.
“Terus apapun ya sah-sah aja gitu, kan. Jadi gue berusaha untuk bisa fasilitasi bahkan tikus aja ada,” katanya.
Tempat ini pun menjadi rumah duka yang universal—untuk semua jenis makhluk.
Joan cukup sering menerima hewan yang datang dari klinik atau shelter kecil. Ia memahami beban mereka, terutama ketika wabah menyerang dan jumlah hewan yang mati meningkat.
“Jadi gue ada beberapa klinik yang memang bekerjasama. Jadi kalo misalnya di tempat mereka ada yang RIP dan mau dikremasi dan itu mereka yang kirim,” kata dia.
Bagi Joan, inti dari pekerjaannya bukan sekadar fasilitas, melainkan empati.
“Cuma maksud gue kalo gue
personally
enggak peduli gue mau hewan lu apa. Ya kayak yang gue bilang dari awal tadi. Sayang itu gak ada batasnya,” imbuh dia.
Di Rainbow Bridge Memorial House, kematian dan kehidupan terasa saling menyapa.
Saat pemilik menyeka air mata, anjing-anjing di halaman berjalan mondar-mandir, seolah menemani.
Ketika seseorang memandikan hewannya untuk terakhir kalinya, perasaannya pasti campur aduk. Luapan emosi tak terbendung.
Dalam momen seperti itu, Joan berusaha memastikan setiap pemilik bisa melepas tanpa merasa dihakimi.
“Kayak yang kemarin itu dia ini.
‘Kak, lu jangan ketawain gue ya, Kak’
, Kenapa gue mesti ketawain lu? Karena lu sendiri di video lu bilang megang mereka tuh
calming,
itu hal yang baik sih,” jelas Joan.
Itulah alasan ia ingin tempat ini terasa hangat, setara, dan dekat.
“Makanya gue bikin kremasi ini seperti maunya gue, kita sama-sama penyayang, kita tahu rasanya kehilangan gimana,” imbuh dia.
Dari Trauma Menjadi Dedikasi
Tidak banyak yang tahu bahwa Joan dulunya takut kucing. Ia pernah dicakar hingga membuat tangannya bengkak.
Namun hidup justru membawanya masuk ke dunia hewan—shelter, penyelamatan, hingga kremasi.
“Dulu gue takut kucing, gue takut ayam tapi terus kan gue mikir ya sampe kapan gue takut sama hal-hal yang kalo menurut gue gak pantes buat ditakutin,” ujarnya.
Pengalamannya mengurus hewan-hewan di shelter menjadi titik balik terbesar.
Ia mulai merawat anak-anak kucing, memberi mereka susu, dan mendampingi mereka bertahan hidup.
Proses itulah yang perlahan mengikis rasa takutnya, Joan menemukan bahwa ketakutan itu selama ini hanya bayangan, bukan kenyataan.
“Waktu gue kasih susu itu nyakar gue eh kok ga bolong ya. Ternyata kucing itu gak semenyeramkan itu ya. Dari situlah gue baru mulai buka kremasi,” ungkapnya.
Bangunan bambu, halaman tanah, oven kecil berbahan gas, dan meja pemandian sederhana—semua tampak jauh dari kesan mewah. Namun justru kesederhanaan inilah yang membuat banyak orang merasa dekat.
Joan ingin tempat ini ramah, bukan membingungkan.
“Jadi intinya gue nyari duit. Bohong orang punya usaha enggak nyari duit. Pasti. Cuma dengan bisa bantu teman-teman, jadi makanya gue bertahan dengan
stay low
kayak gini,” kata dia.
Joan sengaja menjaga tempatnya tetap
low profile.
Ia tidak ingin orang takut datang karena mengira biayanya akan mahal.
Ia ingin orang merasa bahwa tempat ini adalah milik mereka sendiri.
“Lu mau gendong sendiri anak lu masuk dalam
tray.
Lu mau tungguin, lu mau pelototin anak lu dikremasi sampai selesai, silakan,” kata dia.
Nama Rainbow Bridge sendiri merujuk pada sebuah keyakinan populer di kalangan pecinta hewan.
Ketika
hewan peliharaan
meninggal, mereka dipercaya menyeberangi sebuah jembatan menuju tempat damai di alam baka.
Di sana, hewan-hewan peliharaan yang telah mati menjadi muda dan sehat kembali. Mereka menunggu untuk dipersatukan kembali dengan pemiliknya yang tercinta suatu hari nanti.
“Karena
all animals goes to Rainbow Bridge
(Semua hewan pergi ke Jembatan Pelangi),” kata Joan.
Di kawasan perkotaan, kepadatan hunian terus meningkat, sementara hubungan masyarakat dengan hewan peliharaan justru semakin intens.
Para pemilik kini memberi perhatian lebih besar terhadap kesehatan, kenyamanan, dan perlakuan etis bagi hewan yang mereka rawat sehari-hari.
Perubahan ini, menurut Rakhmat Hidayat, Sosiolog dari UNJ, ikut membuka ruang bagi hadirnya berbagai layanan baru, termasuk
kremasi hewan
.
Ia menilai fenomena tersebut merupakan kebutuhan yang relatif baru muncul, terutama di lingkungan kelas menengah kota-kota besar.
Dalam beberapa tahun terakhir khususnya setelah masa pandemi industri yang bergerak di bidang perawatan hewan berkembang dengan cepat.
Pet shop
tumbuh lebih banyak, layanan
grooming
semakin mudah ditemui, hingga berbagai jasa pendamping lain yang sebelumnya tidak dikenal kini mulai populer.
Bagi Rakhmat, semua perkembangan itu menunjukkan bahwa kultur merawat hewan telah berubah menjadi lebih serius dan lebih terstruktur di mata masyarakat.
“Layanan kremasi ini menurut saya itu melengkapi bagaimana peliharaan hewan itu menjadi isu yang menarik bagi sebagian masyarakat atau bagi masyarakat menengah perkotaan gitu ya,” ujar dia saat dihubungi, Senin (9/12/2025).
Ia juga menilai, hadirnya layanan semacam ini menandakan pola baru dalam cara masyarakat memperlakukan hewan peliharaan mereka.
“Ini sudah mulai menunjukkan ada tren yang lebih spesifik gitu ya di kalangan kelas menengah elite perkotaan gitu kan dengan layanan kremasi ini,” kata dia.
Bagi banyak pemilik, hewan peliharaan telah menempati posisi lebih dari sekadar makhluk yang diberi makan atau dirawat seperlunya.
Keberadaan mereka kerap menyatu dengan keseharian menjadi yang pertama disapa saat pagi tiba, menemani di sela aktivitas, hingga hadir setiap kali pemilik pulang membuka pintu rumah.
Tidak sedikit orang yang menjadikan hewan peliharaan sebagai tempat bercerita, penawar penat sepulang kerja, atau pengisi kesunyian di rumah yang terasa terlalu sepi.
Karena kedekatan itu pula, kehilangan hewan peliharaan dapat menghadirkan kesedihan mendalam yang sulit diungkapkan.
Kedekatan tersebut tumbuh dari ikatan emosional yang terbentuk lama dalam keseharian.
“Kenapa hewan itu orang perlu ditangis sih? Karena itu kan ada semacam keterikatan ya, keterikatan moral, keterikatan secara psikologis antara manusia tersebut dengan hewan tersebut gitu kan,” ujarnya.
Ikatan itu bahkan, menurut dia, semakin kuat seiring rutinitas yang dijalani bersama.
“Apalagi udah bertahun-tahun, sudah jadi sering bareng,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Jenis Media: Metropolitan
-
/data/photo/2025/12/10/6938ecac1b2eb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kebakaran Hanguskan 6 Bangunan di Srengseng, 5 KK Kehilangan Tempat Tinggal Megapolitan 10 Desember 2025
Kebakaran Hanguskan 6 Bangunan di Srengseng, 5 KK Kehilangan Tempat Tinggal
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kebakaran terjadi di kawasan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (10/12/2025) dini hari.
Peristiwa ini terjadi di permukiman padat di Jalan Lapangan Bola, RT 01 RW 07, Srengseng.
Enam bangunan hangus dan belasan warga kehilangan tempat tinggal akibat
kebakaran
tersebut.
Kepala Suku Dinas Gulkarmat Jakarta Barat Suheri menjelaskan kebakaran bermula dari api yang membakar rak (tray) telur di sebuah kios.
Pemilik kios yang tengah tertidur merasakan sesak napas sebelum akhirnya terbangun dan melihat kobaran api.
“Pemilik kios merasa sesak saat tertidur, kemudian terbangun dan melihat api sudah mulai membesar dari tray egg, tempat penyimpanan telur di depan kamar mandi,” kata Suheri, dikutip dari
Antara
.
Pemilik kios kemudian berusaha menyelamatkan diri sebelum meminta pertolongan warga sekitar.
“Kemudian, ia mencoba untuk keluar kios dan meminta bantuan warga sekitar. Warga sekitar kemudian mencoba memadamkannya dan mendatangi pos pemadam,” ujar Suheri.
Suku Dinas Gulkarmat Jakarta Barat menerima laporan kebakaran sekitar pukul 04.00 WIB.
Tim pemadam tiba dan mulai melakukan penanganan pada pukul 04.11 WIB.
“Objek yang terbakar itu empat kios dan dua rumah kontrakan. Usai terima info, tim segera menuju lokasi, kemudian memulai operasi pemadaman pukul 04.11 WIB,” ujar Suheri.
Sebanyak 65 personel diterjunkan ke lokasi hingga api benar-benar padam pada pukul 05.26 WIB. Luas area terdampak mencapai 200 meter persegi.
Meskipun tidak ada korban luka maupun korban jiwa, kebakaran ini membuat lima kepala keluarga (KK) dengan total 12 jiwa kehilangan tempat tinggal.
Suheri menyebut kerugian material diperkirakan mencapai Rp 673 juta.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/21/67b83ad134427.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Waspada Kepadatan Lalu Lintas, Ada Demo di 2 Titik di Jakarta Hari Ini Megapolitan 10 Desember 2025
Waspada Kepadatan Lalu Lintas, Ada Demo di 2 Titik di Jakarta Hari Ini
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Arus kendaraan di sejumlah titik Jakarta Pusat berpotensi padat hari ini, Rabu (10/12/2025), seiring digelarnya dua aksi demo.
Pengendara diimbau menghindari area sekitar lokasi demo untuk mengantisipasi kemacetan.
Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Iptu Ruslan Basuki, menyampaikan bahwa aksi pertama berlangsung di kawasan Gambir oleh massa buruh.
Massa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) diperkirakan mulai hadir sejak pagi.
“Pagi ada aksi dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan beberapa elemen massa di Wilayah Gambir,” kata Ruslan.
Demo kedua dipusatkan di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, dengan jumlah peserta yang juga cukup besar.
“Akan ada 1.704 personil untuk pengamanan aksi di cluster DPR,” ujar Ruslan.
Menurut Ruslan, total 2.921 personel kepolisian dikerahkan untuk pengamanan aksi buruh di Gambir.
Sementara rekayasa lalu lintas di sekitar titik tersebut akan diberlakukan secara situasional, bergantung pada kepadatan massa yang hadir di lapangan.
Ia menegaskan bahwa pola pengalihan arus dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti kondisi di sekitar lokasi demo.
Ruslan mengingatkan masyarakat agar menghindari area Gambir dan kawasan DPR/MPR selama aksi berlangsung untuk mencegah terjebak kemacetan.
“Warga bisa mencari jalan alternatif lain selama unjuk rasa berjalan,” tutur dia.
Penutupan atau pengalihan arus diperkirakan berdampak pada
kepadatan lalu lintas
di sejumlah ruas arteri menuju dua titik utama aksi.
Demo di Jakarta Pusat umumnya menimbulkan kepadatan signifikan pada jam sibuk, terutama di ruas Jalan Medan Merdeka, Jalan Ridwan Rais, Stasiun Gambir, Jalan Gatot Subroto, dan kawasan Senayan.
Pengendara disarankan memonitor kondisi lalu lintas secara berkala untuk menyesuaikan rute perjalanan.
(Reporter: Dian Erika Nugraheny | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Antisipasi cuaca ekstrem, Jakbar aktifkan posko siaga bencana
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Barat mengaktifkan posko siaga bencana, prasarana serta personel di wilayah tersebut untuk mengantisipasi cuaca ekstrem.
“Amanat dari Pak Gubernur, aktifkan personel yang ada di lapangan. Posko-posko yang ada juga aktif,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Jakarta Barat Yuli Hartono dalam rapat koordinasi wilayah di Jakarta, Selasa.
Ia pun mengimbau para lurah agar tidak membiarkan posko bencana kosong dan harus siaga.
“Nanti saya cek ke lapangan, tidak ada orang yang ditanya, tidak tahu kemana perginya, sudah selesai. Saya tidak main-main,” katanya.
Ia juga berpesan kepada jajaran Suku Dinas Sosial Jakarta Barat (Jakbar) agar selalu siap menghadapi cuaca ekstrem.
“Kasudin Sosial dengan pasukannya siap-siap. Karena yang namanya kecelakaan atau musibah kita tidak tahu,” katanya.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

60 warga ikuti pelatihan merangkai bunga di Jakarta Barat
Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 60 warga Kelurahan Tanjung Duren Selatan, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, mengikuti pelatihan Merangkai Bunga Tahap III sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
“Pelatihan ini merupakan wujud upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi perempuan,” kata Wakil Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi DKI Jakarta, Dewi Indriati Rano Karno di Jakarta, Selasa.
Menurut Dewi, program pemberdayaan ini dapat menjadikan kekuatan dalam membangun kota Jakarta yang inklusif, produktif dan berdaya. Program pemberdayaan itu berlangsung sejak September hingga Desember 2025.
“Program ini juga membuka ruang bagi tumbuhnya kepercayaan diri, kemandirian serta peluang ekonomi yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan,” katanya.
Ia menambahkan, merangkai bunga bukan hanya soal estetika, tetapi juga melatih ketelitian, kesabaran dan rasa peka terhadap keterampilan yang dapat berkembang menjadi peluang usaha kreatif.
“Diharapkan para peserta dapat terus berlatih, mengikuti perkembangan tren, dan berani berinovasi agar keterampilan ini dapat berkembang mengikuti zaman,” katanya.
Camat Grogol Petamburan, Reditian Ramajaya menilai karya peserta telah terbukti kreatif, bernilai estetika, dan sudah digunakan dalam berbagai kegiatan kecamatan maupun kelurahan.
“Harapan warga, program ini tidak berhenti di ‘batch’ tiga. Targetnya bisa sampai gelombang kesepuluh karena manfaatnya luar biasa,” katanya.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Dua jenazah korban kebakaran ruko di Jakpus diserahkan kepada keluarga
Jakarta (ANTARA) – Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, menyerahkan dua jenazah korban kebakaran Rumah Toko (Ruko) Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, kepada pihak keluarga pada Selasa malam.
“Malam ini kita serahkan dua dulu karena satu keluarga belum datang. Yaitu dari keluarga korban Rufaidha sama Novia kita serahkan malam ini,” kata Kepala RS Polri Kramat Jati Brigjen Polisi Prima Heru Yulihartono di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Penyerahan dilakukan setelah Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri berhasil mengidentifikasi tiga korban dalam sidang rekonsiliasi yang digelar malam ini.
Sementara itu, jenazah Yoga Valdier belum dapat diserahkan karena keluarga belum hadir di RS Polri.
Dalam proses penyerahan jenazah ini, Prima menyerahkan surat kematian korban kepada pihak keluarga yang hadir.
“Berikut kami serahkan surat kematian kepada keluarga korban, jangan sampai hilang,” ujar Prima.
Prima mewakili seluruh jajaran RS Polri Kramat Jati mengungkapkan bela sungkawa kepada keluarga korban.
Hingga Selasa (9/12/2025), RS Polri telah menerima 22 kantong jenazah dari lokasi kebakaran. Tim DVI kemudian melakukan pemeriksaan primer dan sekunder untuk mengidentifikasi korban.
Pada hari yang sama, tim DVI juga telah memeriksa 11 kantong jenazah, melibatkan gabungan ahli dari Biddokkes Polri, Polda Metro Jaya, RSCM dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).
RS Polri masih menunggu tambahan data antemortem (sebelum meninggal) dari keluarga untuk mengidentifikasi korban lainnya. S?Jenazah yang telah teridentifikasi diserahkan kepada keluarga untuk proses pemakaman.
RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, telah berhasil mengidentifikasi tiga korban kebakaran Rumah Toko (Ruko) Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, malam ini.
“Dari sidang rekonsiliasi malam ini, kami berhasil mengidentifikasi tiga jenazah,” kata Kepala RS Polri Kramat Jati Brigjen Polisi Prima Heru Yulihartono di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Karodokpol Pusdokkes Polri Brigjen Nyoman Eddy Purnama Wirawan mengungkapkan, tiga korban telah berhasil teridentifikasi setelah dilakukan sidang rekonsiliasi bersama Tim DVI Polri.
Identitas tiga korban yang teridentifikasi, antara lain:
1. Rufaidha Lathiifunnisa (22), alamat Telaga Asih, Cikarang Barat, dikenali dari sidik jari, catatan medis, dan properti pribadi
2. Novia Nurwana (28), alamat Tanggamus Lampung, teridentifikasi melalui sidik jari, pemeriksaan gigi, data medis, dan properti
3. Yoga Valdier Yaseer (28), alamat Metro Lampung, dipastikan identitasnya berdasarkan sidik jari, pemeriksaan gigi, data medis dan properti.
Menurut Prima, proses rekonsiliasi dilakukan secara ilmiah dan berlapis untuk memastikan keakuratan identitas setiap korban.
Dugaan awal penyebab kematian puluhan korban dalam kebakaran Ruko Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, akibat banyak menghirup gas karbondioksida (CO₂).
Berdasarkan pemeriksaan luar yang dilakukan tim forensik, sebagian besar korban diduga meninggal akibat menghirup gas karbondioksida (CO₂) saat terjebak di dalam bangunan yang dilalap api.
Tim DVI masih bekerja melakukan identifikasi dan pemeriksaan mendetail. Namun, dari hasil pemeriksaan awal terhadap tubuh korban, tidak ditemukan luka bakar dominan yang menjadi penyebab utama kematian.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
/data/photo/2025/12/09/69384939d8d4f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/10/6938f02bd4d83.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69381f591f617.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69384a7e8ee71.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
