Jenis Media: Kesehatan

  • BPOM Sebut Label ‘Air Pegunungan’ di Produk AMDK Hasil Verifikasi Ketat

    BPOM Sebut Label ‘Air Pegunungan’ di Produk AMDK Hasil Verifikasi Ketat

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. Taruna Ikrar buka suara terkait keterangan ‘air pegunungan’ yang tertera dalam air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, keterangan tersebut bukan sekadar tulisan, namun hasil verifikasi sumber air, uji kualitas, hingga izin edar produk.

    Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI pada 10 November 2025 lalu, sempat gaduh terkait pencantuman label ‘air pegunungan’ di beberapa produk AMDK. DPR RI mempertanyakan sumber air yang digunakan oleh setiap produsen AMDK.

    “Sebelum dia mencantumkan label, ada aturan di Peraturan Badan POM, jadi tidak sekonyong-konyong kami memberikan labeling. Ini air dari pegunungan harus ada verifikasinya, dan saya yakin semua yang mencantumkan label air dari pegunungan itu yang sudah ada izin edarnya berarti sudah terverifikasi,” kata Prof. Taruna Ikrar dalam keterangannya, Jumat (21/11/2025).

    Prof. Taruna Ikrar menyebutkan seluruh tim kerja registrasi dan tim verifikasi sudah memastikan bahwa produk AMDK ini sudah sesuai dengan aturan dan ketentuan BPOM.

    Adapun aturan dan syaratnya yakni memiliki Dokumen Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), melakukan verifikasi dan validasi sumber air, hingga sertifikasi pihak ke-3 seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan PUPR.

    Dia menyebutkan bahwa Le Minerale menjadi salah satu merek yang mencantumkan label ‘air pegunungan’ dan telah diverifikasi BPOM sesuai kriteria.

    Prof. Taruna Ikrar menjelaskan dengan standar verifikasi yang semakin ketat, BPOM memastikan bakal terus melindungi konsumen melalui pengawasan yang berfokus pada keamanan, mutu, serta kejelasan informasi.

    “Saya kasih contoh misalnya, Le Minerale waktu itu kita cek juga ada. Labelnya sudah disesuaikan berarti sudah memenuhi aturan dan standar yang berlaku di negeri kita,” tutup Prof. Taruna Ikrar.

    (prf/ega)

  • Baru 89 Persen RS yang Siap Rujukan Baru BPJS Kesehatan

    Baru 89 Persen RS yang Siap Rujukan Baru BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan menyebut kesiapan rumah sakit untuk menerapkan sistem rujukan baru berbasis kompetensi belum 100 persen. Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI, Obrin Parulian, mengatakan hingga hari ini baru 89 persen rumah sakit yang sudah melakukan sinkronisasi data sesuai standar rujukan baru.

    “Dari total 3.197 rumah sakit, sebelumnya kami mencatat 89 persen. Namun ini masih dinamis sampai penetapan nanti,” ujar Obrin dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    Menurutnya, pemerintah masih terus membuka ruang masukan dari sejumlah pihak. Proses penyelarasan standar disebut belum final karena banyak penyesuaian yang perlu mempertimbangkan kondisi lapangan.

    “Kami masih mendengarkan masukan dari rumah sakit, bagaimana kondisi mereka, standar apa yang paling realistis diterapkan. Intinya, kebijakan ini kami susun untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas,” katanya.

    Obrin menjelaskan standar rujukan berbasis kompetensi mulai dirancang sejak Mei. Namun, sejumlah komponen masih harus disesuaikan karena temuan di lapangan tidak selalu sejalan dengan standar awal.

    “Contoh, ada alat tertentu yang diwajibkan, tapi ketersediaannya terbatas. Kami harus tanya ahli apakah fungsinya bisa dipenuhi dengan alat lain,” jelasnya.

    Kemenkes juga melibatkan organisasi profesi, perhimpunan rumah sakit, hingga kolegium untuk memastikan standar tidak hanya ideal di atas kertas, tetapi dapat diterapkan di berbagai daerah.

    Obrin menegaskan target sinkronisasi adalah kondisi data yang ‘stabil’ mendekati 100 persen. Setelah itu, barulah kebijakan final dikeluarkan. Namun ia mengingatkan Indonesia memiliki kondisi geografis dan sumber daya berbeda-beda. Karena itu beberapa daerah, terutama wilayah terpencil seperti Papua, akan diberi kelonggaran implementasi.

    “Standarnya satu, tapi cara penerapannya tidak bisa disamaratakan. Ada rajutan khusus untuk daerah-daerah tertentu agar tetap bisa memenuhi standar tanpa membebani mereka,” jelas Obrin.

    Menurut Obrin, sebagian besar rumah sakit menyambut baik kebijakan ini. Kemenkes menggelar sosialisasi maraton ke berbagai provinsi, bertemu asosiasi rumah sakit, perhimpunan, hingga direksi rumah sakit daerah maupun swasta.

    “Ketika standar makin jelas, mereka lebih mudah memetakan apa yang harus dipenuhi. Mereka bisa melihat SDM apa yang kurang, alat apa yang dibutuhkan, atau sarpras mana yang harus ditingkatkan,” ujarnya.

    Obrin menyebut, melalui sistem rumah sakit online, fasilitas kesehatan bisa langsung mengetahui syarat apa yang belum terpenuhi untuk naik ke jenjang kompetensi tertentu.

    “Ini membuat perencanaan mereka lebih efisien,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Yakin Nggak Punya Masalah Mata? Buktikan dengan Tes Buta Warna Ini

    Yakin Nggak Punya Masalah Mata? Buktikan dengan Tes Buta Warna Ini

    Jakarta

    Pernah mencoba tes buta warna dengan cara menebak hewan yang tersembunyi dalam gambar penuh warna? Tes unik ini tidak hanya menguji ketelitian mata, tapi juga kemampuan dalam membedakan warna-warna tertentu.

    Mungkin bagi sebagian orang bentuk hewan akan terlihat jelas, mungkin juga ada yang melihatnya tampak samar. Bagaimana dengan kamu?

    Tes Buta Warna Tebak Gambar Hewan

    Perhatikan beberapa tes buta warna berikut. Lihat clue dan jawab soalnya.

    1. Burung yang suka begadang di malam hari.

    Tes asah otak dan buta warna detikHealth. Foto: detikHealth

    2. Hewan berbulu yang banyak disukai dan dipelihara. Apa ya jawabannya?

    Tes asah otak dan buta warna detikHealth. Foto: detikHealth

    3. Masih tentang hewan berbulu. Kalau yang ini suka makan sayur-sayuran.

    Tes asah otak dan buta warna detikHealth. Foto: detikHealth

    4. Hewan berbadan besar yang punya kulit tebal. Kamu bisa melihatnya dengan jelas?tes buta warna asah otak Foto: Dharmajati Yusuf Fadli/detikHealth

    5. Hewan ini cukup besar dengan buntut yang panjang. Bisa menebaknya dengan cepat tidak?

    tes buta warna asah otak Foto: Dharmajati Yusuf Fadli/detikHealth

    6. Badannya kecil dan punya cangkang. Hayo uji sejeli apa matamu.tes buta warna asah otak Foto: Dharmajati Yusuf Fadli/detikHealth

    7. Hewan malas yang suka makan bambu. Hobinya tidur.

    tes buta warna Foto: Firdaus Anwar/detikhealth

    8. Hewan air yang bergigi tajam dan rakus. Coba tebak.

    tes buta warna Foto: Firdaus Anwar/detikhealth

    Jawaban Tes Buta Warna

    Menyerah atau bisa menjawab semua tes buta warna ini? Berikut jawabannya.

    1. Burung hantu
    2. Kucing
    3. Kelinci
    4. Gajah

    5. Sapi
    6. Siput
    7. Panda
    8. Ikan piranha

    Halaman 2 dari 5

    (elk/kna)

  • Srikandi Semeru Dampingi Anak Pengungsi, Bantu Atasi Trauma Pasca Erupsi

    Srikandi Semeru Dampingi Anak Pengungsi, Bantu Atasi Trauma Pasca Erupsi

    Srikandi Semeru Dampingi Anak Pengungsi, Bantu Atasi Trauma Pasca Erupsi

  • Catat! Begini Sistem Rujukan Baru BPJS Kesehatan yang Bakal Dimulai Awal 2026

    Catat! Begini Sistem Rujukan Baru BPJS Kesehatan yang Bakal Dimulai Awal 2026

    Jakarta

    Belakangan publik ramai menyoroti pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal perubahan sistem rujukan berjenjang di BPJS Kesehatan, sehingga tidak perlu pindah berulang kali ke berbagai tipe rumah sakit. Hal ini diyakini bisa meningkatkan waktu penanganan pasien, peluang kesembuhan, hingga biaya yang dikeluarkan karena tidak perlu melewati banyak rujukan.

    Regulasi tersebut sebetulnya mengacu pada transformasi kesehatan pilar kedua terkait pelayanan di rumah sakit. Dari semula RS diklasifikasikan tipe A, B, C, dan D, kini diubah berdasarkan klasifikasi kompetensi yakni paripurna, utama, madya, dasar, sesuai dengan spesialisasi-nya.

    Satu RS bisa dinyatakan paripurna dalam spesialisasi penyakit jantung, tetapi dalam penanganan kasus mata, bisa masuk klasifikasi utama, atau bahkan dasar. Bila mengacu regulasi tersebut, rujukan nantinya ditentukan fakultas kesehatan tingkat pertama (FKTP) langsung ke RS dengan klasifikasi utama di spesialisasi tertentu sesuai dengan masing-masing kasus yang ditangani.

    “Kalau di utama penuh, atau tidak tuntas pengobatannya, baru dikirim ke paripurna. Jadi kita buat maksimal satu kali pindah rumah sakit,” beber Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI Obrin Parulian dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    Menurut Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI Obrin Parulian, fakultas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang nantinya akan menilai pasien untuk dirujuk langsung ke RS sesuai dengan klasifikasi kompetensi.

    “Tentu perubahan ini harus diketahui oleh seluruh stakeholder kami sudah melakukan diskusi masukan umpan balik organisasi profesi kolegium asosiasi kemudian stakeholder lainnya sejak bulan Mei, standar-standar tadi ditetapkan Kemenkes dari masukan,” lanjutnya.

    “Dan sekarang sudah sampai di tahap finalisasi, harapan kita di Januari kita bisa launch,” sambung dia.

    Sebagai gambaran, Obrin mengambil contoh kasus perbandingan regulasi lama dengan rujukan baru yang akan ditetapkankan:

    Seorang ibu berusia 42 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bawah kronis sejak beberapa bulan lalu disertai sesak napas. Bila mengacu rujukan saat ini, FKTP akan merujuk ke rumah sakit klasifikasi dasar atau tipe D dan C terdekat, di proses rujukan tersebut baru ditemukan kecurigaan massa ovarium yang mengarah ke kanker, tetapi terkendala nihilnya fasilitas onkologi ginekologi.

    Pasien kemudian kembali dirujuk ke kelas B dan obgyn menilai kasus kompleks yang membutuhkan penanganan subspesialis onkologi ginekologi juga kemoterapi lengkap. Sementara tipe RS kelas B tidak punya layanan itu, baru dirujuk kembali ke RS kelas A sehingga pasien mendapatkan pengobatan yang tuntas.

    Rujukan berjenjang semacam ini tidak akan terjadi bila melewati penilaian kualifkasi dan kompetensi RS. FKTP nantinya akan mencari rujukan ke RS yang langsung memiliki pelayanan sesuai kebutuhan pasien, minimal di tingkat utama, bila penuh dan tidak tersedia baru dilanjutkan ke paripurna.

    “Jadi perpindahannya hanya satu kali,” tegas dia.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Idap Penyakit Ini Jadi Motivasi Meghan Trainor Pangkas BB sampai 27 Kg

    Idap Penyakit Ini Jadi Motivasi Meghan Trainor Pangkas BB sampai 27 Kg

    Jakarta

    Penyanyi Meghan Trainor mengaku perjalan menurunkan berat badannya bermula saat didiagnosis diabetes gestasional. Saat itu, ia sedang hamil dan mulai serius memperbaiki gaya hidupnya.

    Wanita 31 tahun itu menanggapi komentar publik soal tubuhnya yang kini terlihat lebih ramping. Ia mengungkapkan penurunan berat badannya ini bukan semata urusan penampilan, tetapi tuntutan kesehatan saat hamil.

    “Saat didiagnosis diabetes gestasional, aku berpikir ‘oke aku harus belajar soal kesehatan dan kebugaran,” terangnya yang dikutip dari laman People.

    Meghan yang berhasil menurunkan berat badannya sampai 27 kg itu menyebut motivasi terbesarnya adalah anak-anak dan keinginannya untuk tetap bugar. Selain itu, ia juga masih ingin tur keliling dunia dengan kondisi yang baik.

    Rutin Latihan Kekuatan

    Kini, Meghan rutin melakukan latihan kekuatan tiga kali seminggu. Ia berfokus pada kesehatan hormon hingga kondisi usus.

    “Aku cuma ingin merasa sehat, karena pekerjaan ini susah dijalani kalau badan nggak enak,” tuturnya.

    Namun, perubahan fisiknya itu justru memicu reaksi negatif di media sosial. Meghan mengaku banyak yang membenci dirinya karena menjadi kurus, yang membuatnya sangat bingung dan terguncang.

    Pada Maret lalu, Meghan sempat mengklarifikasi kritik publik lewat Instagram. Ia mengaku menggunakan Mounjaro atau tirzepatide, yakni obat suntik berbasis GLP-1, setelah kelahiran anak keduanya.

    Selain itu, ia juga berkonsultasi dengan ahli gizi, menerapkan perubahan gaya hidup, dan olahraga dengan pelatih pribadi.

    “Aku sedang berusaha menjadi versi paling sehat dan terkuat untuk anak-anakku dan diriku sendiri,” kata Meghan.

    “Ya, aku memanfaatkan ilmu pengetahuan dan dukungan (termasuk Mounjaro) setelah kehamilan keduaku. Dan aku senang karena rasanya luar biasa,” sambungnya.

    Apa Itu Diabetes Gestasional?

    Dikutip dari Cleveland Clinic, diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang terjadi selama kehamilan, saat kadar gula darah menjadi terlalu tinggi (hiperglikemia). Kondisi ini terjadi saat hormon dari plasenta menghalangi kemampuan untuk menggunakan atau memproduksi insulin.

    Diabetes gestasional biasanya muncul di pertengahan kehamilan, antara minggu ke-24 dan ke-28. Dokter kandungan akan meminta tes darah untuk memeriksa diabetes gestasional.

    Mengalami diabetes gestasional bukan berarti orang tersebut sudah mengidap diabetes sebelum hamil. Kondisi ini muncul karena kehamilan. Orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2 sebelum kehamilan memiliki tantangan saat mereka hamil.

    Biasanya, tidak ada tanda-tanda peringatan yang jelas untuk diabetes gestasional. Gejalanya ringan dna seringkali tidak disadari sampai dokter kandungan mendiagnosis diabetes gestasional.

    Gejala yang mungkin muncul meliputi:

    Sering buang air kecil.Rasa haus yang berlebihan.Kelelahan.Mual.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Kemenkes soal KRIS Pengganti Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan: Jadi Ada Dua Opsi

    Kemenkes soal KRIS Pengganti Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan: Jadi Ada Dua Opsi

    Jakarta

    Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Rujukan dr Ockti Palupi Rahayuningtyas, MPH, MH Kes, menyebut kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan nantinya akan terbagi dalam dua kelas, yakni satu ruangan dengan 4 bed pasien dan satu ruangan dengan dua bed pasien.

    Sejauh ini, menurutnya hanya 5,5 persen dari sekitar tiga ribu RS yang belum memenuhi tiga hingga empat kriteria KRIS.

    “Terkait dengan kelas rawat inap standar, kan ada 12 kriteria untuk KRIS, sampai dengan per hari ini 5,5 persen yang masih warna merah atau orange, itu artinya hanya belum memenuhi satu hingga empat dari total 12 kriteria, dari 3.100 rumah sakit,” tutur dia dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    “Mudah-mudahan di akhir tahun sudah mampu memenuhi semua kriteria tersebut,” lanjut dia.

    Adapun beberapa kriteria yang sulit terpenuhi mencakupi pertama kelengkapan tempat tidur dengan dash call dan stop kontak di bed pasien.

    Disusul kebutuhan outlet oksigen, tirai atau hordeng yang belum berpori, lalu kamar mandi yang belum sesuai dengan standar aksesibilitas.

    “Ada beberapa RS mungkin sudah punya kamar mandinya tapi kita syaratkan pintunya cukup lebar lebih dari 90 cm karena nanti kalau kebutuhan bed ke kamar mandi itu bisa mudah,” beber dia.

    Ockti menyebut pemerintah menargetkan kesiapan seluruh RS untuk 12 kriteria setidaknya terpenuhi di akhir tahun, 12 kriteria KRIS mencakup:

    1. Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi

    Hal ini bertujuan agar tidak mudah menyimpan debu dan mikroorganisme yang menyebabkan transmisi serta memudahkan untuk dibersihkan.

    2. Ventilasi Udara

    Bertujuan untuk kepentingan dilusi udara (konsentrasi mikroorganisme di dalam ruangan tetap rendah sehingga mengurangi risiko transmisi).

    3. Pencahayaan Ruangan

    Bertujuan agar pasien dan petugas dapat melihat dengan jelas kegiatan yang sedang dilakukan dan menghindari bahaya. Pencahayaan juga dilakukan agar dapat menyesuaikan biologis tubuh dan siklus sirkadian (ritme circadian).

    4. Kelengkapan Tempat Tidur

    Kelengkapan ini diberikan untuk kebutuhan daya listrik alat kesehatan dengan memperhatikan keselamatan pasien dan memudahkan mereka jika butuh bantuan.

    5. Nakas per Tempat Tidur

    Nakas ini bertujuan untuk menyimpan barang pribadi dari pasien yang sedang dirawat.

    6. Suhu dan Kelembaban Ruangan

    Pengaturan suhu sangat penting demi kenyamanan pasien dan petugas. Jika tidak dipenuhi dengan pengaturan suhu maka dapat mempengaruhi metabolisme tubuh.

    7. Ruang rawat dibagi berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Penyakit (Infeksi, Non Infeksi), dan ruang rawat gabung

    Hal ini dilakukan agar pasien untuk kenyamanan dan keselamatan pasien dan agar tercegah terjadinya transmisi.

    8. Kepadatan Ruang Rawat (kamar) dan Kualitas Tempat Tidur (TT)

    Pengaturan ini bertujuan untuk mencegah transmisi, memudahkan pergerakan petugas dan alat kesehatan serta kebutuhan ventilasi.

    9. Tirai/Partisi Antar Tempat Tidur

    Hal ini bertujuan untuk menjaga kenyamanan pasien (privacy) dan rel yang menggantung di plafon dengan kokoh bertujuan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pasien.

    10. Kamar Mandi Dalam Ruangan Rawat Inap

    Adanya kamar mandi di dalam ruang rawat inap bertujuan untuk memudahkan akses ke kamar mandi dan menjaga kenyamanan.

    11. Kamar Mandi Sesuai Dengan Standar Aksesibilitas
    Hal ini bertujuan untuk menjaga keselamatan pasien.

    12. Outlet Oksigen

    Ini bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan oksigen pasien setiap dibutuhkan.

    “Intinya kami mengusulkan ruang rawat satu tempat tidur paling banyak empat bed dsn dua bed. Jadi ada dua opsi, 4 bed dalam satu kamar dan dua bed dalam satu kamar,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Pemerintah Segera Bahas Pemutihan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Tes Darah Ini Bisa Prediksi Risiko Kerusakan Otak 25 Tahun sebelum Diagnosis

    Tes Darah Ini Bisa Prediksi Risiko Kerusakan Otak 25 Tahun sebelum Diagnosis

    Jakarta

    Demensia merupakan penyakit yang memengaruhi ingatan, bahasa, serta keterampilan dalam memecahkan masalah. Sebuah tes darah baru bisa mengetahui risiko penyakit ini beberapa tahun sebelum gejalanya muncul. Demensia disebabkan oleh kerusakan atau hilangnya sel-sel saraf dan koneksinya di otak, yang mengganggu fungsi kognitif seperti daya ingat, berpikir, dan berkomunikasi.

    Deteksi dini menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas hidup, memperluas pilihan pengobatan, dan memungkinkan perencanaan hidup yang lebih baik. Dikutip dari laman NY Post, sebuah studi baru di Europian Heart Journal melaporkan bahwa tes troponin jantung bisa mengetahui apakah seseorang memiliki risiko yang lebih besar terkena demensia, bahkan 25 tahun sebelum diagnosis.

    Temuan tersebut menghubungkan kadar troponin jantung yang lebih tinggi (protein yang dilepas dari otot jantung yang rusak) di usia paruh baya dengan peningkatan risiko penurunan kognitif yang lebih cepat dan penyusutan otak yang lebih besar di kemudian hari.

    Tes darah diberikan kepada hampir 6.000 warga Inggris paruh baya yang mengalami kerusakan otot jantung ringan. Para peneliti menguji fungsi kognitif mereka secara rutin selama dua dekade.

    Peserta yang memiliki kadar troponin jantung tinggi, yaitu 5,2 nanogram per liter memiliki skor fungsi kognitif yang lebih rendah pada usia 80 tahun dan skor yang lebih rendah lagi 10 tahun kemudian, di usia 90 tahun.

    Mereka yang memiliki protein darah lebih banyak juga memiliki materi abu-abu yang rendah, jaringan otak yang penting untuk memproses informasi, pembelajaran, dan memori. Peserta yang memiliki kadar yang lebih tinggi juga memiliki risiko 18 persen lebih besar mengalami penyusutan otak seiring bertambahnya usia.

    Bagi mereka yang akhirnya mengalami demensia, kadar protein darah secara konsisten lebih tinggi, bahkan sudah terlihat sejak tujuh tahun sebelum kondisi tersebut terdeteksi.

    Meski biasanya demensia bisa terdiagnosis pada usia 60-an, sebenarnya gejala seperti gangguan memori, perhatian, atau kemampuan berkomunikasi bisa mulai terlihat sejak usia 40-an. Beberapa faktor bahkan bisa membantu memprediksi tingginya risiko penyakit ini, seperti usia, riwayat keluarga, riwayat stroke, tekanan darah tinggi, dan berbagai faktor lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/kna)

  • Dialami Wanita Umur 30-an di AS, Kenapa Pijat ‘Kretek’ Picu Stroke?

    Dialami Wanita Umur 30-an di AS, Kenapa Pijat ‘Kretek’ Picu Stroke?

    Jakarta

    Seorang wanita di Amerika Serikat mengalami stroke sebanyak 5 kali. Kondisi ini terjadi setelah ia menjalani tiga sesi perawatan chiropractic di bagian lehernya.

    Hasil CT scan menunjukkan adanya diseksi arteri vertebralis bilateral. Hal itu membuat wanita berumur 30 tahun itu harus mendapatkan suntikan pengencer darah.

    Dikutip dari Medical News Today, chiropractic dapat mencakup peregangan, pemberian tekanan, dan manipulasi dengan gerakan mendorong pada sendi. Perawatan ini bertujuan untuk meredakan nyeri, meningkatkan fungsi, serta mobilitas.

    Efek samping ringan dan sementara yang muncul, seperti rasa tidak nyaman, kaku, atau sakit kepala. Dalam kasus yang jarang terjadi, perawatan ini berpotensi menyebabkan efek samping parah, seperti cedera tulang belakang, diseksi arteri, hingga stroke.

    Risiko terkena stroke setelah chiropractic cenderung rendah. Tetapi, ada bukti bahwa metode ini dapat meningkatkan risiko stroke pada beberapa orang, biasanya saat menjalani manipulasi tulang belakang.

    Selain itu, penulis studi kasus ilustratif dan tinjauan pustaka tahun 2018 menemukan bahwa mereka yang berisiko tinggi mengalami diseksi arteri vertebralis mungkin memiliki risiko stroke yang lebih tinggi, jika menjalani jenis penyesuaian kiropraktik tertentu. Diseksi arteri vertebralis adalah suatu kondisi di mana salah satu pembuluh darah besar di leher robek.

    Menurut ahli saraf dari Michigan Medicine Mollie McDermott, MD, risiko ini jarang terjadi, tetapi perlu didiskusikan.

    Diseksi arteri vertebralis merupakan robekan pada lapisan dalam arteri vertebralis yang terletak di bagian belakang leher. Arteri ini merupakan salah satu dari empat arteri utama yang memasok darah ke otak.

    Setelah robekan, darah dapat memasuki dinding arteri dan membentuk gumpalan darah. Potongan gumpalan darah dapat pecah dan menyebabkan stroke, atau dinding arteri yang melebar dapat menghambat aliran darah hingga terjadi stroke.

    “Diseksi arteri vertebralis (apapun penyebabnya) berbahaya karena dapat menyebabkan perubahan aliran darah di pembuluh darah yang menuju otak, yang berpotensi mengakibatkan stroke,” kata McDermott, dikutip dari Michigan Medicine.

    “Saya biasanya memanfaatkan kesempatan ini untuk memberi tahu pasien tentang potensi hubungan antara manipulasi kiropraktik agresif dan stroke.”

    McDermott mengungkapkan gejala akibat diseksi dapat muncul beberapa jam atau bahkan beberapa minggu setelah cedera pembuluh darah. Tanda-tanda stroke akibat diseksi arteri vertebralis meliputi:

    Bicara cadel.Kehilangan sensorik, kelemahan, atau kecanggungan pada lengan dan kaki di salah satu sisi tubuh.Vertigo atau kesulitan berjalan.Kesulitan menelan.Nyeri leher, terutama di sisi yang sama dengan diseksi.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Karakteristik Diabetes MODY, Diabetes Tipe Langka yang Serang Usia di Bawah 25 Tahun

    Karakteristik Diabetes MODY, Diabetes Tipe Langka yang Serang Usia di Bawah 25 Tahun

    Jakarta

    Satu dari 20 pengidap diabetes terkena Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY), bentuk diabetes monogenik yang diturunkan secara genetik. Menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, kondisi ini kerap disalahartikan sebagai diabetes tipe 1 dan 2.

    Karenanya, penting untuk melakukan pemeriksaan profil genetik. Untuk pertama kalinya, Indonesia memiliki tes MODY dan bisa diakses di RSCM. Dengan begitu, pasien bisa melihat pengobatan apa yang paling tepat diberikan, hanya dengan satu kali pemeriksaan.

    “Pemeriksaan ini betul-betul baru untuk mendeteksi adanya diabetes pada usia muda bahkan sebelum muncul gejalanya,” kata Dante, dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    Ia menambahkan, deteksi dini memungkinkan langkah antisipasi lebih cepat dan mencegah diabetes berkembang dengan gejala lebih berat di kemudian hari.

    Panel MODY yang dikembangkan RSCM memiliki karakteristik khas karena disusun berdasarkan gen yang banyak ditemukan pada populasi Indonesia.

    “Karakter MODY itu macam-macam. Salah satu karakternya adalah gen yang khas Indonesia. Gen ini dikumpulkan dari penelitian yang dilakukan tim di RSCM. Panelnya juga disusun berdasarkan gen yang paling penting pada populasi kita,” ujarnya.

    Karena itu, pemeriksaan ini dinilai lebih relevan untuk pasien usia muda di Indonesia dibanding panel standar luar negeri.

    Target pemeriksaan khusus menyasar pasien diabetes usia muda, khususnya di bawah 25 tahun, termasuk mereka yang secara klinis tidak menunjukkan gejala khas diabetes.

    “Untuk pasien diabetes tidak bergejala, secara fisik tidak tampak ada keluhan, tapi secara genetik ada kelainan,” lanjut Dante.

    Dengan mengetahui jalur genetik masing-masing pasien, pengobatan dapat diberikan secara lebih presisi. Penggunaan obat juga bisa dihindarkan dari pendekatan coba-coba, sehingga terapi lebih terstruktur dan efektif.

    Wamenkes menyebut layanan ini akan diperluas agar bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia melalui jejaring rumah sakit pendidikan dan layanan spesialis.

    Bisa Dicover BPJS?

    “Soal pembiayaan, untuk BPJS Kesehatan memang belum masuk. Tapi nanti akan dipelajari, tergantung jumlah kasusnya,” kata Dante.

    Meski begitu, biaya pemeriksaan kini jauh lebih terjangkau dibanding jika sampel harus dikirim ke luar negeri.

    “Harganya sekitar Rp 4 juta. Ini tidak mahal dibandingkan bila harus periksa ke luar negeri. Di sana biaya pemeriksaan, pengiriman sampel, perjalanan, dan lainnya jauh lebih tinggi,” tutur Dante.

    Fenomena meningkatnya diabetes pada usia muda membuat layanan diagnosis genetik diperlukan untuk mengidentifikasi jenis diabetes langka, termasuk MODY. Diperkirakan satu dari 20 pengidap diabetes berpotensi memiliki MODY, yang kerap salah didiagnosis sebagai diabetes tipe 1 atau tipe 2.

    “Dulu banyak pasien yang diberikan insulin karena diduga diabetes melitus tipe 1, tetapi belakangan teridentifikasi bukan tipe tersebut. Artinya, pengobatannya bisa kurang tepat,” ujar Dante.

    Ciri-ciri kemungkinan terkena Diabetes MODY:

    Diabetes muncul sejak muda kurang dari usia 25 tahun

    Banyak anggota keluarga mengidap diabetesBerat badan ideal atau tidak memiliki ciri khas diabetes tipe 2Gula darah cenderung stabil dari waktu ke waktuAda tanda khas, seperti masalah ginjal, lahir besaar, atau riwayat gula rendah saat bayi.Bagi mereka yang memiliki kondisi tersebut, disarankan untuk mengikuti tes MODY.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)