Jenis Media: Kesehatan

  • Tak Ingin GERD Kambuh? Kenali 6 Pantangan Makanan yang Wajib Dihindari

    Tak Ingin GERD Kambuh? Kenali 6 Pantangan Makanan yang Wajib Dihindari

    Jakarta

    Pernahkah merasakan sensasi panas yang menjalar dari dada ke tenggorokan? Ada yang merasakannya setelah makan pedas, saat menyeruput kopi, dan ada juga yang baru rebahan sebentar tapi langsung merasakan ada yang “terbakar” di dada ke tenggorokan. Keluhan asam lambung naik memang sering dipicu stres atau pola tidur yang berantakan, tetapi kenyataannya pilihan makanan harian juga berpengaruh besar.

    Beberapa makanan bisa membuat katup lambung lebih mudah terbuka, ada yang membuat tekanan di dalam perut meningkat, dan ada juga yang memperlambat proses pencernaan sehingga asam lambung menggenang lebih lama. Supaya tidak terjebak oleh makanan yang dapat memicu GERD kambuh setiap hari, inilah daftar makanan atau minuman yang sebaiknya dihindari.

    Apa Itu GERD?

    GERD atau Gastroesophageal Reflux Disease terjadi saat cairan asam dari lambung naik kembali ke kerongkongan. Biasanya tubuh punya mekanisme alami untuk mencegah hal itu. Ada sebuah katup yang disebut Lower Esophageal Sphincter (LES) yang bertugas membuka saat makanan turun dan menutup rapat setelahnya. Masalah muncul ketika katup ini melemah atau terlalu sering relaksasi. Cairan asam pun naik dan mengiritasi dinding kerongkongan yang tidak tahan zat asam.

    Gejala GERD tidak selalu sekadar heartburn. Ada yang merasakan rasa asam di mulut, batuk kering yang muncul terutama malam hari, nyeri ini juga mirip dengan nyeri sakit jantung ringan, sensasi tercekat, atau mual berulang. Karena gejalanya bisa menyerupai penyakit lain, banyak orang tidak sadar kalau itu berasal dari lambung.

    Adapun pemicunya beragam seperti makan dalam porsi besar, obesitas, stres, pola tidur yang kurang, konsumsi alkohol, merokok, dan tentu saja jenis makanan tertentu. Setiap pemicu bekerja dengan mekanisme yang berbeda, namun hasil akhirnya serupa yaitu asam lambung naik ke kerongkongan.

    6 Asupan Pemicu GERD

    Beberapa asupan yang dapat meningkatkan risiko GERD adalah sebagai berikut.

    1. Makanan Tinggi Lemak

    Gorengan, kulit ayam, daging berlemak, hingga masakan bersantan pekat adalah makanan yang paling sering membuat keluhan GERD muncul. Lemak memperlambat pengosongan lambung, sehingga makanan bertahan lebih lama di perut. Saat tekanan di dalam perut meningkat, asam lambung lebih mudah terdorong naik.

    Penelitian tahun 2021 dalam jurnal National Institute of Publich Health menunjukkan bahwa makanan tinggi lemak termasuk pemicu utama gejala GERD. Lemak yang terkandung dalam makanan dapat menurunkan tekanan katup lambung (LES) serta memperlambat pengosongan lambung, dua mekanisme yang membuat refluks lebih mudah terjadi.

    2. Kopi dan Teh

    Banyak yang mengandalkan kopi untuk tetap fokus bekerja. Sayangnya, kafein dapat membuat katup lambung berelaksasi, sehingga membuka peluang bagi asam untuk naik ke kerongkongan.

    Studi ilmiah pada Tzu Chi Medical Journal tahun 2019 menjelaskan bahwa konsumsi kopi berhubungan dengan peningkatan gejala refluks pada sebagian pengidap, terutama mereka yang sensitif pada kafein.

    Jika sering mengalami asam lambung naik setelah minum kopi, mungkin tubuh memang lebih sensitif terhadap efek kafein pada otot katup lambung.

    3. Makanan Pedas

    Bagi sebagian orang makanan pedas memang membuat makan lebih lahap. Namun pada individu yang memiliki riwayat GERD sensasi pedas justru bisa memicu rasa terbakar di dada.
    Penelitian di World Journal of Gastroenterology tahun 2016 mencatat bahwa capsaicin yang merupakan senyawa pedas dari cabai dapat memperberat sensasi terbakar pada pengidap GERD dan membuat kerongkongan lebih sensitif terhadap paparan asam lambung. Akibatnya meskipun kadar asam lambung tidak meningkat secara signifikan rasa panas yang muncul bisa terasa jauh lebih menyengat dan tidak nyaman.

    4. Minuman Bersoda

    Minuman bersoda bisa memberi sensasi segar, tetapi gelembung karbonasinya justru meningkatkan tekanan di lambung. Saat tekanan meningkat katup lambung menjadi lebih mudah terbuka dan asam bisa naik ke esofagus.

    Sebuah studi dari Clinical Gastroenterology and Hepatology yang dipublikasikan tahun 2020 menunjukkan bahwa konsumsi soda berhubungan dengan peningkatan gejala GERD, terutama pada individu yang mengonsumsinya dalam jumlah tinggi atau saat perut kosong.

    5. Cokelat

    Cokelat terdiri dari lemak, gula, dan kafein. Kombinasi ini membuatnya kurang ramah bagi penderita GERD. Kafein di dalam cokelat memang tidak sebanyak kopi, tetapi tetap cukup untuk menurunkan tekanan katup esofagus bagian bawah sehingga asam lambung lebih mudah naik. Kandungan lemaknya juga membuat makanan lebih lama berada di lambung dan kondisi ini dapat meningkatkan risiko refluks.

    Penelitian dalam World Journal of Gastroenterology menunjukkan adanya peningkatan paparan asam di esofagus setelah makan cokelat. Tidak mengherankan jika sebagian penderita GERD merasa keluhannya memburuk setelah mengonsumsi cokelat dalam jumlah berlebihan.

    6. Buah yang Asam

    Jeruk, lemon, nanas, dan tomat memiliki tingkat keasaman yang tinggi sehingga dapat meningkatkan iritasi di kerongkongan. Pada individu yang sudah memiliki peradangan akibat GERD, makanan dengan keasaman tinggi dapat membuat sensasi terbakar terasa lebih menyengat. Sebuah penelitian dalam jurnal Therapeutics and Clinical Risk Management yang dipublikasikan tahun 2023 menjelaskan bahwa buah yang memiliki rasa asam seperti sitrus dan tomat termasuk kelompok makanan yang berpotensi memicu gejala refluks karena kandungan asamnya dapat menurunkan pH esofagus dan meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap iritasi.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Kemenkes Kecualikan Rujukan Baru bagi Peserta BPJS dengan Kondisi Ini

    Kemenkes Kecualikan Rujukan Baru bagi Peserta BPJS dengan Kondisi Ini

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan menegaskan skema rujukan baru BPJS Kesehatan berbasis kompetensi tidak akan membatasi akses layanan kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi gawat darurat. Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI, Obrin Parulian, memastikan seluruh fasilitas kesehatan tetap wajib menerima pasien tanpa melihat tingkat kompetensi rumah sakit.

    “Untuk kondisi gawat darurat, masyarakat tetap bisa mengakses layanan ke fasilitas kesehatan terdekat, apa pun tipenya,” ujar Obrin dalam konferensi pers, Jumat (21/11/2025).

    Obrin menjelaskan, aturan rujukan berbasis kompetensi akan berlaku hanya untuk kondisi non-gawat darurat. Pada kasus gawat darurat, pasien tidak boleh dipersulit, apalagi dengan pertanyaan soal kecocokan kompetensi fasilitas kesehatan.

    “Tidak mungkin di gawat darurat kita tanya dulu kompetensi siapa yang cocok. Akses harus dibuka seluas-luasnya. Mau klinik, rumah sakit kelas A, B, C, atau D, semua wajib melayani,” tegasnya.

    Menurutnya, prinsip utama layanan kegawatdaruratan adalah keselamatan pasien terlebih dahulu. Rumah sakit tetap harus menerima pasien, melakukan penanganan awal, stabilisasi, hingga asesmen kebutuhan medis.

    Setelah pasien stabil, barulah dilakukan asesmen apakah rumah sakit tersebut memiliki kompetensi yang sesuai untuk melanjutkan perawatan.

    “Jika kompetensinya sesuai, pasien dapat dirawat hingga selesai. Jika tidak sesuai, pasien dirujuk ke rumah sakit dengan kompetensi lebih tinggi,” kata Obrin.

    Jika kondisi pasien membutuhkan kompetensi lebih rendah, RS kompetensi tinggi tetap dapat menanganinya, karena fasilitas unggulannya mencakup layanan untuk kondisi di bawahnya.

    “Rumah sakit akan melakukan triase, lalu assessment. Bila membutuhkan kompetensi lebih tinggi, pasien dirujuk. Jika kompetensinya cukup, rawatan dilanjutkan,” jelas Obrin.

    Obrin mengingatkan prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berlaku, setiap warga negara memiliki hak memperoleh layanan kesehatan yang aman dan tepat waktu. Karena itu, rujukan berbasis kompetensi tidak boleh dipahami sebagai pembatasan, melainkan sebagai upaya agar pasien mendapat penanganan paling tepat sesuai kemampuan fasilitas kesehatan.

    “Pasien tetap berhak mengakses layanan. Rujukan berbasis kompetensi ini justru memastikan terapi yang diberikan sesuai kemampuan klinis fasilitas tersebut,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Foto: Bayi Aceh Idap Kondisi Langka, Punya 10 Jari di Kaki Kiri

    Foto: Bayi Aceh Idap Kondisi Langka, Punya 10 Jari di Kaki Kiri

    Foto Health

    Averus Kautsar – detikHealth

    Sabtu, 22 Nov 2025 05:15 WIB

    Jakarta – Bayi di Aceh ditemukan memiliki kelainan langka memiliki 10 jari pada kaki kirinya. Begini penampakan kondisi kaki bayi tersebut.

  • Video Data WHO: Sepertiga Perempuan di Dunia Alami Kekerasan Fisik dan Seksual

    Video Data WHO: Sepertiga Perempuan di Dunia Alami Kekerasan Fisik dan Seksual

    Video Data WHO: Sepertiga Perempuan di Dunia Alami Kekerasan Fisik dan Seksual

  • Video: Sistem Rujukan Baru BPJS Kesehatan Bakal Dimulai Januari 2026

    Video: Sistem Rujukan Baru BPJS Kesehatan Bakal Dimulai Januari 2026

    Video: Sistem Rujukan Baru BPJS Kesehatan Bakal Dimulai Januari 2026

  • Video: Tantangan Penerapan KRIS BPJS Kesehatan

    Video: Tantangan Penerapan KRIS BPJS Kesehatan

    Video: Tantangan Penerapan KRIS BPJS Kesehatan

  • 5 Tanda Otak Lebih Cepat Menua dari Seharusnya, Alami Salah Satunya?

    5 Tanda Otak Lebih Cepat Menua dari Seharusnya, Alami Salah Satunya?

    Jakarta

    Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan alami pada otak. Tetapi, jika terjadi penuaan yang lebih cepat, perubahan tersebut dapat mempengaruhi daya ingat, fokus, dan kesejahteraan emosional.

    Dr Vassily Eliopoulos, MD, dari Cornell membagikan lima tanda peringatan yang menunjukkan otak telah menua lebih cepat dari seharusnya. Berikut penjelasannya.

    1. Gangguan Tidur dan Kelelahan

    Salah satu tanda awal otak yang mengalami penuaan lebih cepat adalah masalah tidur yang terus-menerus terjadi. Meskipun merasa lelah, seseorang mungkin sulit untuk tertidur atau tetap tertidur sepanjang malam.

    Tidur sangat penting untuk perbaikan otak, konsolidasi memori, dan pembuangan produk limbah. Saat kualitas tidur menurun sebelum waktunya, hal ini menunjukkan bahwa mekanisme otak yang mengatur siklus tidur mungkin memperburuk.

    Penelitian dari National Institute on Aging menunjukkan bahwa tidur yang tidak teratur atau berkualitas buruk berkorelasi dengan penurunan kognitif seiring waktu. Hal ini memicu masalah seperti pelupa, kesulitan berkonsentrasi, dan kabut mental yang menjadi lebih parah seiring dengan memburuknya kesehatan otak.

    BACA JUGA:

    2. Kesulitan Mengingat Kata

    Terkadang, lupa merupakan hal yang wajar. Tetapi, seringnya kesulitan mengingat kata atau nama tertentu bisa menjadi peringatan dini penuaan otak.

    Jika mengingat kata-kata sederhana atau wajah-wajah yang familiar terasa sulit, hal ini menandakan penyusutan atau hilangnya efisiensi di hipokampus dan area otak di sekitarnya. Peradangan dan hilangnya materi abu-abu berkaitan dengan penurunan kognitif dini menurut penelitian yang menggunakan pencitraan otak.

    Kelupaan ini seringkali dimulai secara halus, tetapi bisa memburuk jika diabaikan. Dr Vassily mengungkapkan kondisi itu akhirnya menyebar ke kehidupan sehari-hari, atau dalam istilah disebut “tip of the tongue” syndrome.

    3. Disorientasi di Tempat yang Familiar

    Tersesat di lingkungan sekitar atau lupa rute dan lokasi yang familiar bisa menjadi masalah. Dikutip dari Times of India, gejala ini sangat berkaitan dengan kerusakan hipokampus, karena bagian otak tersebut berfungsi sebagai sistem navigasi dan pusat memori.

    Stres kronis dan kurangnya stimulasi mental memperburuk kondisi ini. Mengaktifkan hipokampus dengan mempelajari sesuatu yang baru, mengerjakan teka-teki, atau berlatih navigasi spasial dapat menjaganya tetap berfungsi dan sehat.

    4. Perubahan Suasana Hati

    Serangan tiba-tiba berupa rasa mudah tersinggung, cemas, dan perubahan suasana hati dapat terjadi pada kasus penuaan dini otak. Selain itu, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau sentuhan tanpa alasan yang jelas menunjukkan fakta bahwa jalur pemrosesan sensorik otak mungkin terpengaruh.

    Perubahan tersebut, bersama dengan tanda-tanda awal lainnya, kerap dapat dikaitkan dengan ketidakseimbangan neurokimia atau peradangan, yang umum terjadi pada penuaan otak yang lebih cepat dari biasanya.

    5. Peningkatan Sensitivitas terhadap Kebisingan atau Cahaya

    Dr Vassily menunjukkan bahwa peningkatan sensitivitas terhadap cahaya atau suara keras berarti sistem saraf terlalu terstimulasi. Hal ini sering terkait dengan peradangan pada sawar otak atau masalah yang berkaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/kna)

  • Foto: Bayi Aceh Idap Kondisi Langka, Punya 10 Jari di Kaki Kiri

    Dokter di Aceh Tangani Kasus Langka Bayi dengan 10 Jari di Kaki Kirinya

    Jakarta

    Dokter di Aceh menemukan anak dengan kondisi langka mirror foot dan polidaktili pada kaki kiri sebagai kelainan bawaan. Kondisi ini membuat bayi tersebut memiliki 10 jari di kaki kirinya.

    Temuan ini dipublikasikan dalam Journal of International Surgery and Clinical Medicine (JISCM) pada tahun 2024. Dalam hasil pemeriksaan, bayi yang datang ketika berusia 3 bulan itu tidak ada riwayat hubungan sedarah, riwayat kelainan serupa, dan lahir dengan kondisi cukup bulan. Selama kehamilan orang tua sang bayi juga tidak menunjukkan masalah apapun.

    Selain memiliki kelebihan jari, terdapat struktur tulang yang bertambah. Hal ini terlihat melalui proses radiologi.

    “Pemeriksaan klinis menunjukkan kaki kiri memiliki sepuluh jari,” tulis dokter dalam studi tersebut, dikutip detikcom, Jumat (21/11/2025).

    “Pemeriksaan radiologi menunjukkan bahwa seluruh falang (tulang kecil penyusun jari) proksimal, tengah, distal terbentuk sempurna, dengan total sepuluh jari dan sembilan metatarsal (tulang panjang di telapak kaki),” sambungnya.

    Bayi ini juga mengalami kondisi lain seperti congenital talipes equinovarus (CTEV) atau kondisi kaki pengkor dan genu recurvatum (lutut melengkung ke belakang).

    Karena kondisi tersebut, sang bayi akhirnya harus menjalani operasi. Tujuan operasi untuk membentuk kaki yang lebih fungsional dan memiliki tampilan kaki yang lebih wajar. Operasi ini juga dilakukan untuk mempermudah perawatan CTEV yang memerlukan koreksi secara bertahap dengan gips.

    Penampakan kaki bocah tersebut setelah operasi. Foto: Journal of International Surgery and Clinical Medicine (JISCM)

    Setelah 6 bulan pasca operasi, bentuk kaki tampak baik meskipun kemampuan berjalan belum dapat dinilai karena usia pasien masih terlalu muda. Terapi, CTEV ditangani oleh dokter ortopedi setempat tanpa komplikasi tambahan.

    Namun, karena ada keterbatasan fasilitas di Aceh, pasien kemudian dirujuk ke salah satu rumah sakit ortopedi anak di Jakarta untuk penanganan lanjutan.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/avk)

  • BPOM Sebut Label ‘Air Pegunungan’ di Produk AMDK Hasil Verifikasi Ketat

    BPOM Sebut Label ‘Air Pegunungan’ di Produk AMDK Hasil Verifikasi Ketat

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof. Taruna Ikrar buka suara terkait keterangan ‘air pegunungan’ yang tertera dalam air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, keterangan tersebut bukan sekadar tulisan, namun hasil verifikasi sumber air, uji kualitas, hingga izin edar produk.

    Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI pada 10 November 2025 lalu, sempat gaduh terkait pencantuman label ‘air pegunungan’ di beberapa produk AMDK. DPR RI mempertanyakan sumber air yang digunakan oleh setiap produsen AMDK.

    “Sebelum dia mencantumkan label, ada aturan di Peraturan Badan POM, jadi tidak sekonyong-konyong kami memberikan labeling. Ini air dari pegunungan harus ada verifikasinya, dan saya yakin semua yang mencantumkan label air dari pegunungan itu yang sudah ada izin edarnya berarti sudah terverifikasi,” kata Prof. Taruna Ikrar dalam keterangannya, Jumat (21/11/2025).

    Prof. Taruna Ikrar menyebutkan seluruh tim kerja registrasi dan tim verifikasi sudah memastikan bahwa produk AMDK ini sudah sesuai dengan aturan dan ketentuan BPOM.

    Adapun aturan dan syaratnya yakni memiliki Dokumen Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), melakukan verifikasi dan validasi sumber air, hingga sertifikasi pihak ke-3 seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan PUPR.

    Dia menyebutkan bahwa Le Minerale menjadi salah satu merek yang mencantumkan label ‘air pegunungan’ dan telah diverifikasi BPOM sesuai kriteria.

    Prof. Taruna Ikrar menjelaskan dengan standar verifikasi yang semakin ketat, BPOM memastikan bakal terus melindungi konsumen melalui pengawasan yang berfokus pada keamanan, mutu, serta kejelasan informasi.

    “Saya kasih contoh misalnya, Le Minerale waktu itu kita cek juga ada. Labelnya sudah disesuaikan berarti sudah memenuhi aturan dan standar yang berlaku di negeri kita,” tutup Prof. Taruna Ikrar.

    (prf/ega)

  • Baru 89 Persen RS yang Siap Rujukan Baru BPJS Kesehatan

    Baru 89 Persen RS yang Siap Rujukan Baru BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan menyebut kesiapan rumah sakit untuk menerapkan sistem rujukan baru berbasis kompetensi belum 100 persen. Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI, Obrin Parulian, mengatakan hingga hari ini baru 89 persen rumah sakit yang sudah melakukan sinkronisasi data sesuai standar rujukan baru.

    “Dari total 3.197 rumah sakit, sebelumnya kami mencatat 89 persen. Namun ini masih dinamis sampai penetapan nanti,” ujar Obrin dalam konferensi pers Jumat (21/11/2025).

    Menurutnya, pemerintah masih terus membuka ruang masukan dari sejumlah pihak. Proses penyelarasan standar disebut belum final karena banyak penyesuaian yang perlu mempertimbangkan kondisi lapangan.

    “Kami masih mendengarkan masukan dari rumah sakit, bagaimana kondisi mereka, standar apa yang paling realistis diterapkan. Intinya, kebijakan ini kami susun untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas,” katanya.

    Obrin menjelaskan standar rujukan berbasis kompetensi mulai dirancang sejak Mei. Namun, sejumlah komponen masih harus disesuaikan karena temuan di lapangan tidak selalu sejalan dengan standar awal.

    “Contoh, ada alat tertentu yang diwajibkan, tapi ketersediaannya terbatas. Kami harus tanya ahli apakah fungsinya bisa dipenuhi dengan alat lain,” jelasnya.

    Kemenkes juga melibatkan organisasi profesi, perhimpunan rumah sakit, hingga kolegium untuk memastikan standar tidak hanya ideal di atas kertas, tetapi dapat diterapkan di berbagai daerah.

    Obrin menegaskan target sinkronisasi adalah kondisi data yang ‘stabil’ mendekati 100 persen. Setelah itu, barulah kebijakan final dikeluarkan. Namun ia mengingatkan Indonesia memiliki kondisi geografis dan sumber daya berbeda-beda. Karena itu beberapa daerah, terutama wilayah terpencil seperti Papua, akan diberi kelonggaran implementasi.

    “Standarnya satu, tapi cara penerapannya tidak bisa disamaratakan. Ada rajutan khusus untuk daerah-daerah tertentu agar tetap bisa memenuhi standar tanpa membebani mereka,” jelas Obrin.

    Menurut Obrin, sebagian besar rumah sakit menyambut baik kebijakan ini. Kemenkes menggelar sosialisasi maraton ke berbagai provinsi, bertemu asosiasi rumah sakit, perhimpunan, hingga direksi rumah sakit daerah maupun swasta.

    “Ketika standar makin jelas, mereka lebih mudah memetakan apa yang harus dipenuhi. Mereka bisa melihat SDM apa yang kurang, alat apa yang dibutuhkan, atau sarpras mana yang harus ditingkatkan,” ujarnya.

    Obrin menyebut, melalui sistem rumah sakit online, fasilitas kesehatan bisa langsung mengetahui syarat apa yang belum terpenuhi untuk naik ke jenjang kompetensi tertentu.

    “Ini membuat perencanaan mereka lebih efisien,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)