Jenis Media: Kesehatan

  • Sederet Bullying di PPDS Anestesi Undip, Eks Kaprodi Pungut Rp 80 Juta Tiap Mahasiswa

    Sederet Bullying di PPDS Anestesi Undip, Eks Kaprodi Pungut Rp 80 Juta Tiap Mahasiswa

    Jakarta – Kasus perundungan yang berujung pada meninggalnya dr ‘ARL’, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), kini memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Semarang. Sidang perdana digelar pada Senin (26/5/2025), dengan menghadirkan tiga terdakwa.

    Salah satu terdakwa adalah Zara Yupita Azra, senior dari angkatan 76 di PPDS Anestesi Undip. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Zara sebelumnya adalah kakak pembimbing dari almarhumah dr ARL.

    “Dalam pertemuan tersebut, dr. Zara memberikan instruksi kepada angkatan 77 mengenai sistem operan tugas, termasuk penyediaan makanan prolong, joki tugas, serta keperluan lainnya,” jelas JPU Shandy dalam persidangan, dikutip dari detikJateng, Selasa (27/5/2025).

    Terdapat pula aturan yang disebut ‘pasal anestesi’ di lingkungan PPDS, yakni mengatur etika interaksi antara junior dan senior. Dalam pasal itu, tercantum prinsip-prinsip seperti ‘senior selalu benar’, ‘jika senior salah, kembali ke pasal 1’, serta larangan mengeluh karena semua dianggap telah melalui proses yang sama.

    Selain itu, mahasiswa tingkat awal atau semester nol hanya diperbolehkan berbicara dengan senior satu tingkat di atasnya. Komunikasi dengan senior lebih dari dua tingkat dilarang, kecuali jika senior yang memulai. Bahkan, berbicara tanpa izin bisa dianggap sebagai pelanggaran etika.

    Selain praktik perundungan verbal dan psikologis, mahasiswa juga dibebani kewajiban menyediakan makanan bagi senior sebagai bagian dari ‘kewajiban’ hierarki. Biaya makan ini ditanggung penuh oleh junior, tanpa kontribusi senior yang menikmati makanan tersebut.

    Tak hanya itu, junior juga diminta membayar untuk joki tugas akademik ke pihak ketiga yang mengerjakan tugas ilmiah milik senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

    Eks Kaprodi Diduga Wajibkan Pembayaran Rp 80 Juta per Mahasiswa

    Dalam sidang yang menghadirkan mantan Kepala Program Studi PPDS Anestesi Undip, dr Taufik Eko Nugroho, dan staf administrasi Sri Maryani, sebagai dua tersangka kasus dr ‘ARL’ lainnya, JPU membeberkan praktik pungutan biaya operasional pendidikan (BOP) kepada mahasiswa.

    “Terdakwa dr Taufik secara konsisten mewajibkan mahasiswa semester 2 ke atas untuk membayar BOP hingga sekitar Rp 80 juta per orang,” ungkap jaksa Shandy.

    Dana tersebut diklaim untuk mendanai berbagai kebutuhan akademik, seperti ujian CBT, OSS, penyusunan tesis, konferensi nasional, CPD, jurnal reading, dan publikasi ilmiah.

    Namun, sejak 2018 hingga 2023, banyak mahasiswa dari berbagai angkatan merasa terbebani dan tertekan oleh kewajiban ini. Meski begitu, mereka memilih diam karena khawatir kelancaran pendidikan dan kepesertaan ujian mereka akan terhambat bila tidak mematuhi perintah dr Taufik.

    “Mahasiswa PPDS lintas angkatan sejak tahun 2018-2023 sebenarnya merasa keberatan, tertekan dan khawatir atas iuran yang diwajibkan oleh terdakwa dr Taufik Eko Nugroho itu,” ujarnya.

    “Namun, mereka tidak berdaya karena terdakwa dr Taufik Eko Nugroho dalam kedudukannya sebagai KPS (Kepala Program Studi) menciptakan persepsi bahwa kepesertaan dalam ujian dan kelancaran proses pendidikan sangat ditentukan oleh ketaatan membayar iuran BOP,” sambungnya.

    KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN SELANJUTNYA.

    (naf/kna)

  • Jangan Abaikan! Disfungsi Ereksi Bisa Jadi Tanda Masalah Jantung

    Jangan Abaikan! Disfungsi Ereksi Bisa Jadi Tanda Masalah Jantung

    Jakarta – Masalah disfungsi ereksi masih dianggap tabu oleh sebagian orang. Padahal, kondisi ini bukan hanya menyangkut performa seksual, tetapi juga bisa menjadi tanda awal adanya penyakit serius seperti gangguan jantung.

    Dokter Spesialis Urologi Mayapada Hospital Surabaya, dr. Aditya Pramanta, Sp.U menjelaskan ereksi adalah respons alami tubuh pria ketika aliran darah meningkat ke penis akibat rangsangan seksual atau kontak fisik, yang menyebabkan penis mengeras.

    Namun, jika terjadi gangguan pada proses ini, maka terjadilah disfungsi ereksi yang ditandai dengan kesulitan dalam mempertahankan ereksi, tidak mendapatkan ereksi, berkurangnya hasrat seksual, hingga rasa tidak puas saat berhubungan seksual.

    “Disfungsi ereksi bisa disebabkan oleh faktor organik karena penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kolesterol tinggi, diabetes, dan obesitas. Bisa juga karena faktor psikogenik karena masalah psikologis, atau perpaduan kedua faktor,” jelas dr. Aditya dalam keterangannya, Selasa (27/5/2025).

    Terdapat pula faktor risiko yang memicu disfungsi ereksi seperti faktor usia di atas 50 tahun, faktor gaya hidup seperti merokok dan konsumsi alkohol, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, dan kurangnya olahraga.

    Sementara itu, Dokter Spesialis Urologi di Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Akbari Wahyudi Kusumah, Sp.U juga menjelaskan bahwa pria yang mengalami gangguan ereksi memiliki risiko terkena serangan jantung, maka dari itu harus segera dikonsultasikan ke dokter speasialis.

    “Pria yang mengalami gangguan ereksi memiliki risiko terkena serangan jantung dalam 3 hingga 5 tahun ke depan. Karena itu, jika mengalami gangguan ereksi, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter spesialis urologi atau andrologi, bukan mencari pengobatan alternatif,” jelasnya.

    “Penting diingat, bahwa ereksi bukan hanya penting untuk kesehatan seksual, tetapi juga mencerminkan kondisi fisik dan psikologis pria secara keseluruhan.” sambungnya.

    Gangguan ereksi dapat diperiksa dengan Erection Hardness Score (EHS) yaitu metode pengukuran tingkat kekerasan ereksi yang terbagi menjadi empat derajat.

    Derajat pertama digambarkan seperti tahu, di mana penis membesar namun tidak keras.Derajat kedua seperti pisang kupas, yakni penis mengeras tapi belum cukup untuk penetrasi.Derajat ketiga seperti pisang, di mana penis cukup keras, namun belum maksimal.Derajat keempat seperti timun, yakni penis keras sepenuhnya dan optimal untuk aktivitas seksual.

    Tak perlu khawatir, disfungsi ereksi dapat ditangani secara medis dengan terapi bernama Extracorporeal Shock Wave Therapy (ESWT). Hal tersebut dijelaskan oleh dr. Akbari bahwa ESWT merupakan gelombang kejut yang berfungsi untuk meningkatkan aliran darah di sekitar jaringan penis.

    “ESWT dilakukan dengan menggunakan gelombang kejut yang ditempel ke sekitar jaringan penis untuk meningkatkan aliran darah ke penis, merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru, dan memperbaiki fungsi ereksi.” jelasnya.

    Dengan metode ESWT, pasien tidak perlu disuntik atau dibius, tidak memerlukan pembedahan, tidak meninggalkan luka, durasi prosedur berlangsung cepat, dan tanpa komplikasi. Meski begitu, dr. Akbari menekankan pentingnya pemeriksaan menyeluruh untuk dapat menentukan penanganan terbaik bagi masalah disfungsi ereksi yang dialami.

    Masalah disfungsi ereksi ini perlu dikonsultasikan bersama dokter spesialis urologi di layanan yang menangani masalah saluran kemih dan reproduksi, seperti Tahir Uro Nephrology Center Mayapada Hospital yang khusus untuk menangani gangguan pada ginjal dan saluran kemih secara komprehensif mulai dari deteksi dini, diagnosis, penanganan non-invasif dan minimal invasif.

    Jika Anda atau pasangan Anda mengalami gejala disfungsi ereksi dan ingin mendapatkan pemeriksaan yang komprehensif di Tahir Uro Nephrology Center Mayapada Hospital, Anda dapat melakukan penjadwalan pemeriksaan melalui aplikasi MyCare milik Mayapada Hospital.

    Aplikasi ini dilengkapi fitur seperti Healthy Lifestyle yang terkoneksi dengan Google Fit dan Health Access untuk memantau aktivitas olahraga dan kebugaran Anda. Berbagai informasi kesehatan juga lengkap terangkum dalam fitur Health Articles & Tips di MyCare.

    Dengan aplikasi MyCare, pasien dapat mengakses layanan dengan cepat karena dapat memperoleh nomor antrean lebih awal dengan proses transaksi layanan yang praktis di berbagai kanal pembayaran.

    Aplikasi MyCare dapat diunduh melalui Google Play Store dan App Store, pengguna yang baru pertama kali registrasi akan mendapat point reward untuk potongan harga layanan di Mayapada Hospital.

    (akn/ega)

  • Kisah Nyata Pria yang Jalani Diet Ekstrem, Tak Makan Apapun Selama 382 Hari

    Kisah Nyata Pria yang Jalani Diet Ekstrem, Tak Makan Apapun Selama 382 Hari

    Jakarta

    Kebanyakan orang dapat bertahan hidup tanpa makanan setidaknya selama beberapa minggu, mungkin sedikit lebih lama. Namun, pria ini menjalaninya selama lebih dari satu tahun.

    Angus Barbieri, pria Skotlandia itu menjalani diet selama 382 hari. Kala itu, dia yang berusia 27 tahun tak makan apapun.

    Diberitakan Science Direct, ada laporan kasus yang menggambarkan pengalaman Barbieri yang dipublikasikan oleh dokternya di Postgraduate Medical Journal pada tahun 1973.

    Menurut laporan itu, Barbieri telah mendatangi Departemen Kedokteran Universitas di Royal Infirmary of Dundee, Skotlandia, lebih dari setahun sebelumnya, untuk mencari pertolongan.

    Menurut dokternya, ia sangat gemuk saat itu, dengan berat 207 kg. Dokter menyuruhnya berpuasa sebentar, dengan harapan dapat membantunya menurunkan berat badan, meskipun mereka tidak berharap ia dapat mempertahankan berat badannya.

    Hari-hari tanpa makanan berubah menjadi minggu-minggu, Barbieri merasa bersemangat untuk melanjutkan program tersebut. Meski terdengar tidak masuk akal dan berisiko, ia ingin mencapai berat badan idealnya, 82 kg.

    Tonton juga “Sukses Diet! Lizzo Pamer Tubuh Lebih Ramping di Oscar” di sini:

    Next: Hasil akhir diet ekstremnya

    Yang mengejutkan dokternya, ia menjalani kehidupan sehari-harinya sebagian besar dari rumah selama berpuasa, datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin dan menginap.

    Tes gula darah rutin yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa ia mampu beraktivitas saat sangat hipoglikemia, meyakinkan dokter bahwa ia benar-benar tidak makan. Minggu-minggu berubah menjadi bulan.

    Ia diizinkan minum kopi, teh, dan air soda, yang semuanya bebas kalori. Ia mengatakan bahwa ada kalanya ia menambahkan sedikit gula atau susu ke dalam teh, terutama pada minggu-minggu terakhir puasanya.

    Di akhir dietnya, Barbieri mencapai berat 82 kg. Lima tahun kemudian, ia masih mempertahankan berat badannya di angka 89 kg.

    Ini adalah kasus yang sangat tidak biasa, dan salah satu contoh paling ekstrem dari diet ketat yang pernah tercatat. Oleh karena itu, puasa selama ini tidak boleh dicoba oleh siapa pun.

  • Kenapa Waktu Serasa Berjalan Lambat saat Olahraga? Ini Hasil Studinya

    Kenapa Waktu Serasa Berjalan Lambat saat Olahraga? Ini Hasil Studinya

    Jakarta

    Pernahkah berolahraga dan merasa waktu berjalan lebih lambat? Dalam sebuah studi eksperimental di tahun 2024, rupanya orang-orang memang cenderung merasakan waktu lebih lama ketika berolahraga atau berkompetisi dengan orang lain.

    Peneliti merekrut 33 orang dewasa yang aktif secara fisik, terdiri dari 16 wanita dan 17 pria. Mereka diminta melakukan tiga uji coba bersepeda sejauh 4 km dalam lingkungan virtual. Satu uji coba dilakukan sendiri, sementara dua uji coba dilakukan bersama sosok virtual yang menjadi teman bersepeda non-kompetitif atau sebagai pesaing aktif perlombaan.

    Peneliti meminta peserta untuk menilai seberapa berat mereka berolahraga pada skala 0-10 dan memperkirakan kapan waktu 30 detik berlalu. Sementara itu, peneliti akan mengukur waktu sesungguhnya dengan stopwatch.

    “Selama latihan, peserta berkata ‘berhenti’ pada detik ke-28. Sebaliknya, sebelum dan sesudah latihan, mereka menghentikan waktu pada 31,4 dan 31,6 detik,” kata peneliti dari Ulster University, Stein Menting, dikutip dari Live Science, Senin (26/5/2025).

    “Hal ini membuat kami menyimpulkan bahwa waktu terasa berjalan lebih lambat selama berolahraga dibandingkan saat istirahat,” sambungnya.

    Peneliti mengamati efek ini setiap uji coba dan dalam kondisi solo, maupun kompetitif. Meskipun kehadiran pesaing virtual tidak mempengaruhi persepsi waktu, keberadaan mereka mendorong peserta bersepeda lebih cepat.

    Ketika peserta diberitahu harus berlomba melawan pesaing di layar dan mencoba untuk menang, mereka menyelesaikan uji coba rata-rata dalam 459 detik. Ini lebih cepat dibanding mereka mereka melihat orang virtual yang sama, tapi hanya diminta untuk bersepeda secepat mungkin (sekitar 467 detik), atau ketika olahraga sendiri (470 detik).

    “Hal ini menunjukkan bahwa olahraga secara tunggal, bukan karena intensitasnya, mungkin yang menyebabkan distorsi persepsi waktu,” kata Menting.

    Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyebut intensitas olahraga juga mempengaruhi distorsi persepsi waktu.

    NEXT: Kenapa waktu terasa lambat saat berolahraga?

    Peneliti menuturkan perhatian adalah alasan kenapa waktu mungkin terasa lambat saat olahraga. Selama olahraga intens, orang cenderung masuk ke kondisi mental yang sangat waspada dan menjadi lebih sadar akan ketidaknyamanan fisik.

    Kesadaran yang meningkat memperbanyak jumlah sensasi yang mereka rasakan dalam waktu singkat, sehingga membuat waktu terasa lama dari yang sebenarnya. Tapi, mekanisme distorsi waktu yang didasarkan perhatian ini masih jadi perdebatan.

    Profesor psikologi dari University of Delaware, Phillip Gable, yang tidak terlibat dalam penelitian berpendapat bahwa yang mempengaruhi persepsi waktu adalah motivasi.

    Dalam serangkaian studi yang dilakukan Gable, persepsi waktu bisa terasa cepat atau lambat tergantung jenis motivasi yang dirasakan ketika beraktivitas.

    Ketika seseorang melakukan sesuatu dengan approach motivation, keinginan untuk bergerak ke sesuatu yang positif, waktu cenderung terasa lebih cepat. Sebaliknya, ketika seseorang mengalami avoidance motivation, dorongan menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan, maka waktu terasa lebih lambat.

    “Dalam studi terbaru ini (studi Ulster University), kecepatan ‘all-out’ dari para peserta kemungkinan besar terasa tidak menyenangkan dan menimbulkan motivasi penghindaran,” kata Gable.

    Menurutnya, kesan waktu terasa lambat menandakan rutinitas berolahraga menimbulkan rasa tertekan atau rasa tidak nyaman. Gable merekomendasikan untuk menemukan tempo olahraga yang bisa dipertahankan, agar tidak muncul avoidance motivation.

    Simak Video “Video Olahraga yang Direkomendasikan Dokter untuk Penderita Obesitas”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Menkes Bawa Kabar Baik, Angka Stunting RI Turun Jadi 19,8 Persen!

    Menkes Bawa Kabar Baik, Angka Stunting RI Turun Jadi 19,8 Persen!

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI resmi mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024. Hasilnya, prevalensi stunting nasional turun dari 21,5 persen pada 2023 menjadi 19,8 persen tahun ini.

    Pengumuman disampaikan dalam acara diseminasi di Auditorium Siwabessy, Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).

    “Target kita tahun lalu 20,1 persen. Alhamdulillah, hasilnya 19,8 persen. Artinya, kita berhasil melampaui target sebesar 0,3 persen,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya.

    Meski begitu, Budi mengingatkan tantangan masih besar. Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun jadi 18,8 persen pada 2025 dan 14,2 persen di 2029, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

    “Target ini cukup menantang. Kita harus turun 7,3 persen dalam lima tahun,” ujarnya.

    Budi juga menyebut enam provinsi dengan jumlah balita stunting tertinggi yang jadi prioritas penanganan, yakni:

    Jawa Barat: 638 ribu balitaJawa Tengah: 485.893 balitaJawa Timur: 430.780 balitaSumatera Utara: 316.456 balitaNTT: 214.143 balitaBanten: 209.600 balita

    “Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10 persen, maka nasional bisa turun 4-5 persen,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Menkes menyoroti pentingnya intervensi sejak masa kehamilan. Ia menekankan distribusi tablet tambah darah, pengukuran lingkar lengan ibu hamil, pemeriksaan hemoglobin (Hb), dan suplementasi mikronutrien.

    “Stunting itu dimulai dari kandungan. Jangan sampai ibu hamil anemia atau kurang gizi,” jelasnya.

    Program penguatan Posyandu juga terus dilakukan, termasuk distribusi 300 ribu alat antropometri, dukungan ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.

    NEXT: Menyelamatkan 337 ribu balita dari stunting

    Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes, Prof Asnawi Abdullah, menyebut penurunan stunting ini berhasil menyelamatkan sekitar 337 ribu balita dari risiko stunting, lebih tinggi dari target RPJMN sebesar 325 ribu.

    Namun, ia mengingatkan adanya kesenjangan prevalensi antarwilayah dan kelompok sosial ekonomi.

    “Kelompok pendapatan sangat rendah jauh lebih rentan terhadap stunting. Ini perlu jadi fokus intervensi,” ujarnya.

    SSGI 2024 dilakukan di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota, dengan dukungan berbagai pihak termasuk WHO, CEMMIO, RedPhone, dan Prospera. Data hasil survei juga bisa diakses publik melalui situs resmi BKPK Kemenkes.

    “Data ini harus dimanfaatkan untuk perencanaan dan evaluasi program, agar kebijakan benar-benar berdampak,” tutup Prof Asnawi.

    Simak Video “Video: IDAI Minta Kinerja Menkes Dievaluasi Presiden Prabowo”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Video: Sorotan DPR soal Gaya Komunikasi Menkes Budi yang Dinilai Kurang Bijak

    Video: Sorotan DPR soal Gaya Komunikasi Menkes Budi yang Dinilai Kurang Bijak

    Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, soroti gaya komunikasi Menkes Budi Gunadi Sadikin yang dinilai kurang bijak. Beberapa di antaranya mulai dari soal perbandingan gaji Rp 5 juta dengan Rp 15 juta, hingga soal ukuran lingkar pinggang.

    Menkes Budi pun menyebut punya niat baik untuk mengingatkan.Ia juga berusaha akan memperbaiki gaya bahasa dan cara penyampaiannya.

    (/)

  • Kasus COVID-19 di India ‘Ngegas’, Kelompok Ini Diimbau Pakai Masker Lagi

    Kasus COVID-19 di India ‘Ngegas’, Kelompok Ini Diimbau Pakai Masker Lagi

    Jakarta – Beberapa negara di Asia tengah mengalami kenaikan kasus COVID-19, salah satunya India. Hal ini disebabkan oleh adanya subvarian baru LF.7 dan NB.1.8 yang juga masuk dalam pemantauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Satu kasus NB.1.8 dilaporkan muncul di Tamil Nadu pada April, sementara empat kasus LF.7 dilaporkan terdeteksi pada Mei. Meski penyebaran varian ini belum masuk kategori mengkhawatirkan, varian ini juga memicu lonjakan kasus COVID-19 di China dan wilayah Asia lain.

    Dikutip dari India Today, Kerala melaporkan jumlah kasus paling tinggi di India dengan 273 infeksi aktif pada bulan Mei. Tamil Nadu dan Maharashtra juga melaporkan peningkatan kasus.

    Sementara itu, di negara bagian Karnataka, ada lima kasus COVID-19 baru dilaporkan pada Sabtu, sehingga jumlah kasus aktif di negara bagian tersebut mencapai 38. Ibukota Bengaluru menyumbang 32 dari keseluruhan kasus.

    Pada pertengahan Mei, Bengaluru juga mencatat satu kematian terkait COVID. Pasien berusia 84 tahun yang memiliki penyakit penyerta meninggal di Aster Hospital Bengaluru.

    Menanggapi kasus yang meningkat, pemerintah Karnataka telah mengeluarkan imbauan penggunaan masker untuk kelompok rentan seperti ibu hamil, anak-anak, dan orang dengan kondisi medis tertentu jika pergi ke tempat yang ramai. Masyarakat juga diimbau menjaga kebersihan tangan secara rutin.

    Meski begitu, pemerintah daerah di India juga mengimbau masyarakat untuk tidak panik. Umumnya gejala yang ditimbulkan mirip dengan influenza biasa.

    “Kami terus berkomunikasi dengan pengawas medis di semua rumah sakit di Delhi. Pemerintah Delhi sepenuhnya siap. Tidak perlu khawatir karena gejala varian baru nampak seperti influenza biasa,” kata Menteri Kesehatan Delhi, Dr Pankaj Kumar Singh, menyusul temuan 23 kasus di daerahnya.

    Menurut pemerintah pusat, sebagian besar kasus COVID-19 bersifat ringan dan tidak memerlukan tindakan khusus. Sebagian besar pasien juga menjalani pemulihan di rumah.

    Para pejabat kesehatan di India juga sudah melakukan diskusi terkait situasi COVID-19 di wilayahnya. Mereka mengklaim India memiliki sistem pengawasan yang kuat untuk penyakit sistem pernapasan, termasuk COVID-19.

    (avk/kna)

  • Komunikasi Menkes Jadi Sorotan, Niatnya Baik Malah Jadi Polemik

    Komunikasi Menkes Jadi Sorotan, Niatnya Baik Malah Jadi Polemik

    Jakarta

    Sejumlah pernyataan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin belakangan memicu reaksi dan kegaduhan. Salah satunya terkait pria dengan ukuran celana jeans di atas 33-34 yang disebutnya lebih cepat ‘menghadap Allah SWT’.

    Celetukan tersebut sebenarnya merupakan analogi untuk menggambarkan bahaya penumpukan lemak viseral di sekitar perut. Kondisi ini berkaitan dengan obesitas sentral yang memang berhubungan dengan risiko kematian dini.

    Selain soal ukuran celana jeans, pernyataan Menkes soal pendapatan atau gaji yang berkaitan dengan sehat tidaknya seseorang belakangan juga disorot publik. Lagi-lagi, tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut karena sebetulnya mengarah ke definisi negara maju menurut World Bank, dengan rata-rata penghasilan setiap warganya berkisar Rp 15 juta.

    Namun demikian, anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, mengingatkan Menkes untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan di ruang publik. Sebab, hal tersebut bisa memancing kegaduhan di masyarakat.

    Menurutnya, pernyataan tersebut mungkin tidak jadi masalah jika Menkes bicara di lingkungan akademik seperti universitas yang umumnya sudah memiliki pengetahuan yang lebih baik. Mereka bisa memahami bahwa obesitas punya banyak dampak negatif, termasuk risiko penyakit serius. Berbeda halnya dengan masyarakat umum yang belum tentu memiliki pemahaman serupa.

    “Kalau nggak gatal, jangan digaruk Pak. Saya paham betul Bapak harusnya ngomong seperti itu jangan di publik,” ucap Irma dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menkes, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Direktur BPJS Kesehatan, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, serta sejumlah asosiasi rumah sakit, Senin (26/5/2025).

    Irma memberi masukan agar penyampaian pesan soal kesehatan dapat dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan empatik untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat.

    “Tapi tidak semua masyarakat paham itu Pak. Jadi Bapak kalau nggak gatal, jangan digaruk. Ngomongnya jangan seperti itu, walaupun sebenarnya maksudnya baik. Karena obesitas tidak bagus,” tuturnya lagi.

    Senada, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris juga menekankan pentingnya komunikasi publik yang lebih baik agar tak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

    Menurut Charles, terobosan apapun yang dilakukan pemerintah tetap harus disampaikan dengan tepat kepada publik. Ia mengingatkan, kebijakan tanpa komunikasi yang baik justru bisa memunculkan resistensi dan keresahan.

    “Kita tentunya berharap semua pejabat publik, termasuk Menteri Kesehatan, bisa lebih berhati-hati dalam mengeluarkan statement,” ujar Charles kepada wartawan, Senin (26/5).

    “Selama ini yang dilaporkan ke kami, Kemenkes sedang berupaya melakukan transformasi sektor kesehatan. Tapi transformasi yang baik tetap butuh komunikasi yang baik pula,” kata Charles.

    NEXT: Menkes menanggapi kritik soal komunikasinya

    Tanggapan Menkes

    Menyoroti kegaduhan akibat pernyataan yang dilontarkannya, Menkes mengatakan akan memperbaiki cara komunikasi publik untuk mencegah terjadinya kegaduhan di media sosial

    Meski begitu, dirinya mengaku heran lantaran beberapa pernyataan yang belakangan disorot sebetulnya sudah pernah disampaikan pada beberapa kali kesempatan, selama setahun terakhir ke belakang.

    “Apa yang saya omongin sekarang salah semua, niatnya sebenarnya baik,” tutur Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (26/5/2025).

    Simak Video “Video Komisi IX Wanti-wanti Menkes Bicara Lebih Bijak ke Masyarakat”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Kolegium dan Ancaman Terhadap Reformasi Kesehatan

    Kolegium dan Ancaman Terhadap Reformasi Kesehatan

    Jakarta

    Setiap tahun, jutaan warga Indonesia dari kalangan menengah ke atas berobat ke luar negeri. Dana yang dihabiskan? Lebih dari Rp 170 triliun – uang yang semestinya bisa memperkuat sistem kesehatan dalam negeri.

    Mirisnya, setelah hampir 80 tahun merdeka, Indonesia masih mengalami kekurangan dokter spesialis secara kronis. Bahkan, ada dokter senior dan guru besar yang justru merasa bangga menjadi satu-satunya ahli di bidang tertentu-tanpa niat menurunkan ilmunya atau melahirkan generasi penerus.

    Akibatnya, sistem pendidikan kedokteran kita tertahan, tidak mencetak cukup tenaga ahli yang dibutuhkan masyarakat.

    Sementara itu, alat kesehatan dan obat-obatan yang digunakan di banyak rumah sakit Indonesia tertinggal hingga 5-10 tahun dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam.

    Padahal, dokter-dokter kita punya potensi luar biasa. Namun sayangnya, sistem pendukung seperti prosedur tindakan, kurikulum pendidikan, dan teknologi medis tertinggal jauh karena tidak diperbarui sesuai perkembangan zaman.

    Apa penyebabnya? Salah satu masalah utamanya adalah peran dan kewenangan Kolegium dalam dunia kedokteran.

    Apa Itu Kolegium, dan Mengapa Penting?

    Kolegium adalah kumpulan para pakar dari setiap cabang ilmu kesehatan yang bertanggung jawab atas mutu, kurikulum, prosedur medis, hingga kompetensi dokter. Kolegium inilah yang menentukan prosedur tindakan medis apa yang boleh dilakukan dokter, standar obat dan alat medis yang digunakan, serta kualitas dokter yang akan diluluskan.

    Artinya, kalau kelompok ini tertutup, stagnan, atau bahkan memiliki konflik kepentingan-maka seluruh sistem pelayanan kesehatan bisa ikut rusak. Bayangkan jika para pengurus Kolegium masih memaksakan prosedur dari 20-30 tahun lalu, hanya karena itu yang mereka pelajari dulu, meski dunia medis sudah berkembang jauh lebih maju.

    Lebih parah lagi, jika ada oknum yang sudah lama memiliki hubungan dengan perusahaan farmasi atau produsen alat medis tertentu, maka bisa terjadi keberpihakan dalam menentukan obat yang ‘diwajibkan’ digunakan dokter, meski sudah ada alternatif yang lebih baik, lebih murah, dan lebih aman.

    Negara Pernah Tak Bisa Mengawasi

    Yang membuat situasi makin rawan adalah-selama bertahun-tahun, negara tidak punya wewenang untuk meminta pertanggungjawaban dari Kolegium. Tidak ada mekanisme untuk mengecek apakah mereka bekerja demi kemajuan ilmu atau demi kepentingan pribadi atau kelompok. Negara absen. Dan rakyat tak punya ruang untuk menggugat.

    Namun, harapan muncul saat Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 disahkan. Untuk pertama kalinya, negara memiliki kewenangan untuk membenahi sistem ini. Kolegium tidak lagi berada di bawah Organisasi Profesi (OP) yang cenderung tertutup dan dikendalikan oleh segelintir elit.

    Kini, Kolegium menjadi bagian dari Konsil Kesehatan Indonesia (KKI)-lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan kepada Kementerian Kesehatan ataupun OP.

    Ancaman Balik Arah: Siapa yang Diuntungkan?

    Sayangnya, sejak reformasi ini mulai berjalan pada Oktober 2024, muncul gelombang penolakan dari sejumlah tokoh senior kedokteran. Mereka menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), menuntut agar Kolegium dikembalikan ke struktur lama di bawah OP, dengan alasan ‘independensi keilmuan’.

    Tapi publik perlu waspada. Jika MK mengabulkan gugatan ini, maka negara akan kehilangan kembali haknya untuk mengawasi dan membina lembaga yang sangat penting ini.

    Sistem kesehatan akan kembali dikendalikan oleh segelintir elit dokter yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, namun punya kuasa menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dokter dalam mengobati pasien.

    Pertanyaannya: apakah mereka benar-benar independen? Atau justru semakin terbuka terhadap intervensi industri farmasi dan alat kesehatan?

    NEXT: Jangan Sampai Reformasi Gagal di Tengah Jalan

    Jangan Sampai Reformasi Gagal di Tengah Jalan

    Kita tidak boleh tertipu oleh jargon ‘independensi keilmuan’ jika kenyataannya yang terjadi adalah ‘imunitas tanpa akuntabilitas’. Bila reformasi ini gagal, maka Indonesia bisa menjadi satu-satunya negara di dunia di mana layanan kesehatan rakyatnya sebagian besar ditentukan oleh kelompok tertutup yang tidak dapat diawasi negara, namun justru terbuka terhadap kepentingan bisnis dan tidak independen dari pengaruh perusahaan obat dan alat medis.

    Reformasi baru saja dimulai. Jangan biarkan ia kandas karena tekanan dari kelompok-kelompok yang selama ini nyaman berada di menara gading kekuasaan tanpa kontrol.

    Perjuangan membenahi sistem kesehatan bukan hanya urusan para ahli, tapi juga urusan seluruh rakyat Indonesia yang berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, transparan, dan bebas dari kepentingan tersembunyi.

    Mari jaga arah reformasi ini bersama-sama agar cita cita bangsa dan negara menuju Indonesia Emas di tahun 2045 bisa terwujud. Kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara. Jangan serahkan kepada segelintir elit dokter sehingga muncul kembali ‘negara dalam negara’.

    Catatan redaksi: Penulis merupakan dokter yang juga pemerhati reformasi kesehatan Indonesia.

    Simak Video “Video: Anggota DPR Soroti Komunikasi Menkes-IDAI soal Polemik Kolegium”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Ahli Gizi Bagikan Tips Pangkas BB 5 Kg dengan Cepat, Cukup Lakukan Kebiasaan Ini

    Ahli Gizi Bagikan Tips Pangkas BB 5 Kg dengan Cepat, Cukup Lakukan Kebiasaan Ini

    Jakarta – Penurunan berat badan yang efektif umumnya didasarkan pada pola makan dan gaya hidup yang mendukung proses pembakaran lemak serta pembentukan otot. Proses ini membutuhkan konsistensi, motivasi, dan komitmen jangka panjang.

    Meski tidak selalu mudah, pemilihan makanan yang tepat, aktivitas fisik yang teratur, dan kebiasaan hidup sehat terbukti dapat mempercepat pembakaran lemak.

    Dikutip dari Hindustan Times, ahli gizi dari India, Ryan Fernando membagikan tips sederhana yang dapat menurunkan berat badan 5 kg dengan cepat. Berikut kebiasaannya yang bisa dilakukan.

    1. Kunyah Makanan Secara Perlahan

    Ryan menyarankan untuk mengunyah setiap suapan makanan lebih dari 20 kali. Cara ini membantu mengirim sinyal ke otak bahwa tubuh sudah kenyang. Dengan demikian, porsi makan cenderung lebih sedikit dan rasa kenyang dapat bertahan lebih lama.

    2. Tidur Sebelum Jam 11 Malam

    Tidur sebelum jam 11 malam membantu tubuh memperoleh waktu istirahat yang cukup, sekaligus menurunkan kadar hormon stres (kortisol). Kadar kortisol yang tinggi dapat meningkatkan tingkat stres dan berpotensi memperlambat proses penurunan berat badan.

    “Hormon pembakar lemak Anda memuncak di malam hari, bukan di pusat kebugaran,” tulis Ryan.

    3. Jangan Main Gadget Sambil Makan

    Menatap layar gadget saat makan dapat memicu kebiasaan makan berlebihan. Fokus yang teralihkan membuat otak gagal mengenali sinyal kenyang secara optimal.

    4. Mempertahankan Jendela Makan 12 Jam

    Memberi waktu istirahat pada sistem pencernaan dapat mempercepat metabolisme. Hal ini kemudian berdampak pada peningkatan pembakaran lemak.

    (suc/suc)