Jenis Media: Kesehatan

  • 7 Obat Alami Batu Ginjal Alami yang Mudah Didapat, Bisa Dicoba di Rumah

    7 Obat Alami Batu Ginjal Alami yang Mudah Didapat, Bisa Dicoba di Rumah

    Jakarta – Ginjal merupakan organ vital yang berperan dalam menyaring racun dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Namun, gaya hidup yang kurang sehat seringkali meningkatkan risiko gangguan ginjal, seperti batu ginjal.

    Batu ginjal adalah endapan keras yang terbentuk dari mineral dan garam di dalam ginjal. Adanya batu ini seringkali membuat rasa nyeri yang luar biasa. Meski pengobatan medis tersedia, ada beberapa obat alami untuk batu ginjal yang dapat dicoba.

    Obat Alami Batu Ginjal yang Mudah Didapat

    Obat alami batu ginjal di antaranya air lemon, daun basil, cuka sari apel, hingga jus delima. Dikutip dari Healthline dan Very Well Health, berikut informasinya.

    1. Air Lemon

    Air lemon mengandung asam sitrat, senyawa yang membuat urin lebih asam dan membantu mencegah pembentukan batu ginjal (batu kalsium oksalat).

    Sebuah studi kecil pada tahun 2021 melaporkan bahwa minum 60 ml jus lemon segar dua kali sehari bisa mengurangi risiko kekambuhan lebih dari 50% pada orang dengan riwayat batu ginjal. Meski demikian masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut apakah air lemon bisa mengeluarkan batu ginjal.

    2. Basil

    Basil kaya akan nutrisi. Secara tradisional, orang-orang menggunakan sari daun basil untuk mengatasi gangguan pencernaan dan peradangan.

    Basil mengandung antioksidan dan sifat anti-inflamasi. Penelitian pada tahun 2020 pada tikus membuktikan daun ini bisa mendukung fungsi ginjal. Masih diperlukan juga studi terkait yang melibatkan manusia.

    Untuk mencoba obat alami ini, kamu bisa mengonsumsinya sebagai teh yang diminum setiap hari.

    3. Cuka Sari Apel

    Cuka sari apel mengandung asam asetat yang bisa membantu mencegah batu ginjal. Asam asetat diketahui bisa membantu mencegah batu ginjal.

    Larutan ini juga membantu meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh batu ginjal. Menurut studi, konsumsi cuka apel bisa membantu mengurangi pembentukan batu ginjal.

    4. Air Putih

    Menambah asupan air bisa membantu mempercepat proses pengeluaran batu ginjal. Menurut penelitian, seseorang harus minum cukup air agar bisa mengeluarkan 2 liter jumlah urine setiap hari untuk mencegah batu ginjal. Dehidrasi adalah faktor risiko utama batu ginjal.

    5. Jus Seledri

    Jus seledri diketahui mempunyai efek antioksidan dan anti-inflamasi. Penelitian pada hewan menunjukan bahwa apigenin, flavonoid dalam seledri bisa membantu memecah batu kalsium dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan. Meski demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut pada manusia.

    6. Teh Kembang Sepatu

    Bunga rosella adalah jenis bunga kembang sepatu asal Afrika Barat yang berkhasiat menurunkan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa bunga ini bisa membantu melarutkan batu kalsium dan meningkatkan sekresi asam urat untuk membantu mengeluarkan batu asam urat.

    7. Jus Delima

    Jus delima telah lama digunakan untuk mencegah batu ginjal. Kaya akan antioksidan, buah delima dikenal bisa mengurangi peradangan dan mencegah pembentukan kristal kalsium.

    Belum diketahui dengan jelas apakah buah ini bisa mempercepat keluarnya batu, tapi delima bisa membantu mencegah kristalisasi lebih lanjut yang membuat batu lebih sulit dikeluarkan.

    Sebelum mencoba beberapa obat alami untuk batu ginjal ini, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter. Beberapa batu ginjal mungkin memerlukan perawatan medis dan beberapa pengobatan herbal mungkin bisa berinteraksi dengan obat atau suplemen tertentu.

    (elk/kna)

  • Menkes AS Setop Rekomendasikan Vaksin COVID-19 untuk Bumil dan Anak-anak

    Menkes AS Setop Rekomendasikan Vaksin COVID-19 untuk Bumil dan Anak-anak

    Jakarta

    Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tidak akan lagi merekomendasikan vaksin COVID-19 rutin untuk anak-anak yang sehat dan wanita hamil. Hal ini diumumkan oleh Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy Jr.

    “Kami sekarang selangkah lebih dekat untuk mewujudkan janji @POTUS untuk Membuat Amerika Sehat Lagi,” katanya dalam sebuah postingan di X.

    Kennedy mengatakan vaksin tidak akan lagi direkomendasikan untuk “wanita hamil yang sehat,” tetapi tidak jelas siapa yang akan memenuhi syarat. CDC mendaftarkan kehamilan sebagai kondisi yang menempatkan orang pada risiko tinggi untuk komplikasi COVID-19.

    Perubahan dari CDC terjadi seminggu setelah Komisaris Administrasi Makanan dan Obat-obatan Dr Marty Makary mengumumkan bahwa agensi tersebut berencana untuk membatasi penggunaan vaksin COVID-19 untuk orang tua, anak-anak dan orang dewasa dengan kondisi medis yang mendasarinya.

    Kennedy memiliki sejarah panjang menentang berbagai vaksin, termasuk suntikan COVID-19. Pada tahun 2021, dia mengajukan petisi warga yang meminta agar FDA mencabut otorisasi vaksin. Pada tahun yang sama, dia menggambarkan vaksin COVID sebagai “vaksin paling mematikan yang pernah dibuat,” khususnya karena kasus miokarditis yang jarang terjadi pada pria muda.

    Tidak ada mandat di AS bagi siapa pun untuk mendapatkan vaksin COVID.

    Tetapi para ahli mengatakan bahwa jutaan orang, bahkan mereka yang telah mengalami infeksi COVID sebelumnya, mungkin masih membutuhkan dosis lain karena mereka rentan terhadap penyakit parah dari virus, terutama orang dewasa yang lebih tua, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan wanita hamil.

    (kna/kna)

  • Penyebab Kasus TBC di Indonesia Ranking 2 di Dunia, Tembus 1 Juta Kasus

    Penyebab Kasus TBC di Indonesia Ranking 2 di Dunia, Tembus 1 Juta Kasus

    Jakarta

    Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia. Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia, di bawah India, dengan total 1.090.000 kasus dan 125 ribu kematian.

    India diperingkat pertama memiliki 2,8 juta kasus dengan 315 ribu angka kematian dan di bawah Indonesia ada China dengan 741 kasus dengan 25 ribu angka kematian.

    Sebenarnya apa yang membuat kasus TBC di Indonesia begitu tinggi?

    Spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) berpendapat ada banyak faktor yang memicu tingginya kasus TBC di Indonesia. Beberapa di antaranya status gizi yang cenderung rendah dan angka stunting yang masih cukup tinggi.

    Selain itu, ia juga menyoroti masih banyaknya orang dengan penyakit penyerta atau komorbid yang masih belum tertangani dengan baik, misalnya orang yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) atau pengidap diabetes.

    “Komorbid yang menyebabkan terinfeksi TB lebih rentan ya. Terus kemudian ada, karena kita penduduknya padat, itu juga memudahkan terjadinya transmisi antara orang, penularan TB jadi lebih cepat,” jelas dr Erlang ketika dihubungi detikcom, Selasa (27/5/2025).

    “Sehingga Indonesia ini sebenarnya sudah jadi endemik ya, karena kita penduduknya cukup padat, sehingga penyakit-penyakit seperti TB ini jadi penyakit yang ada di mana-mana gitu, pada semua kalangan,” sambungnya.

    dr Erlang juga menyoroti pentingnya vaksin TBC M72 yang kini sedang masuk dalam tahap uji klinis fase 3. Indonesia menjadi salah satu negara yang melaksanakan uji klinis tersebut.

    Ketika di sebagian kalangan masyarakat masih ada keraguan, ia menekankan vaksin yang diberi nantinya sudah melalui uji keamanan dan efikasi yang panjang. Meski kemungkinan efek samping selalu ada, vaksin hanya akan dibagikan pada masyarakat saat sudah terbukti aman.

    Sehingga, masyarakat sebenarnya tidak perlu khawatir secara berlebihan.

    “Ya (pasti diperiksa dulu), itu dari protokolnya. Kemudian semua yang dilakukan apabila ada sesuatu yang di luar (perkirakan), misalnya ada alergia dan segala macam, itu harus cepat diatasi dan peneliti bertanggung jawab untuk itu,” kata dr Erlang.

    “Begitu, ada kejadian satu kejadian saja itu langsung distop biasanya. Jadi ada protokol-protokol keamanan, uji coba keamanannya,” tandasnya.

    (avk/kna)

  • Viral Pernikahan Dini di Lombok, Psikolog Soroti Dampak Mental pada Pengantin Anak

    Viral Pernikahan Dini di Lombok, Psikolog Soroti Dampak Mental pada Pengantin Anak

    Jakarta

    Pernikahan anak yang terjadi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi sorotan berbagai pihak. Pernikahan di bawah umur antara SR (17) dan SMY (14) viral setelah videonya beredar di media sosial.

    Pasangan pengantin di bawah umur tersebut dilaporkan sudah menikah secara adat, tanpa tercatat resmi secara sipil. Hal tersebut akhirnya dilaporkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram ke Polres Lombok Tengah.

    Berkaitan dengan hal tersebut, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan ada banyak dampak psikologis yang bisa dialami anak ketika menjalani pernikahan dini. Salah satunya adalah munculnya banyak kebingungan dalam menjalani tugas rumah tangga.

    Menurut Sari, anak-anak atau remaja secara psikologis cenderung belum bisa berpikir analitis. Mereka juga belum memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara logis, dan kepribadian yang belum terbentuk utuh.

    Kondisi ini rentan memicu konflik dalam rumah tangga, jika dipaksakan terjadi.

    “Pertama itu adalah kebingungan dalam menyelesaikan konflik antar pasangan. Yang kedua adalah kebingungan dalam menentukan budaya yang akan digunakan dalam rumah tangga,” kata Sari ketika dihubungi detikcom, Selasa (27/5/2025).

    Pernikahan juga meningkatkan tekanan stres yang terlalu tinggi bagi anak. Tanggung jawab pernikahan secara ideal membutuhkan kemandirian psikologis, finansial, dan kemampuan menyelesaikan masalah.

    Kemampuan-kemampuan tersebut umumnya belum dimiliki oleh anak-anak, sehingga intervensi orang tua dalam rumah tangga sangat mungkin terjadi. Situasi tersebut bisa memberatkan salah satu pihak.

    “Komunikasi antar pasangan juga masih dinilai riskan untuk bisa menjalani rumah tangga karena masih banyak kebingungan tentang benar-salah, kemudian ada banyak dorongan-dorongan yang dipengaruhi oleh hormon tumbuh kembang mereka, sehingga kemampuan untuk berkomunikasi dengan tenang, kemampuan untuk berpikir secara kritis, logis, dan tenang itu juga kemungkinannya rendah,” sambungnya.

    Kondisi-kondisi tersebut menurut Sari berisiko jika akhirnya pasangan pengantin di bawah umur memiliki anak. Ini mempengaruhi mental dan bagaimana cara mereka dalam mengasuh, merawat, dan mendidik anak.

    “Jadi akan timbul stres yang belum bisa mereka tangani pada usia tersebut,” tandas Sari.

    (avk/up)

  • Cuti Bersama Bikin Otak ‘Nge-lag’? Ini Kata Psikolog Soal Cara Mengatasinya

    Cuti Bersama Bikin Otak ‘Nge-lag’? Ini Kata Psikolog Soal Cara Mengatasinya

    Jakarta

    Belakangan ini, banyak cuti bersama yang bertepatan dengan akhir pekan, membuat durasi liburan jadi lebih panjang. Tren ini bahkan diperkirakan masih berlanjut hingga Juni.

    Meski menyenangkan, nyatanya libur panjang juga dapat memicu kondisi post-holiday blues. Kondisi ini bisa membuat otak ‘ngelag’ saat kembali kerja, akibat penurunan fokus dan perhatian.

    Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar liburan bisa menyenangkan dan mengurangi efek post-holiday blues. Misalnya menetapkan itinerary atau rencana perjalanan yang jelas dan tidak memaksakan diri secara biaya, agar tak menimbulkan masalah baru selama liburan.

    “Kemudian liburan itu memang motivasinya untuk mengistirahatkan tubuh juga, tidak hanya pikiran dari beban kerja, melainkan tubuh juga tetap perlu istirahat yang cukup,” kata Sari ketika dihubungi detikcom, Senin (26/5/2025).

    Selain itu, penting untuk menjaga interaksi sosial tetap positif, terutama saat berlibur bersama orang lain. Pastikan memiliki visi dan tujuan liburan yang sejalan untuk meminimalkan potensi konflik dan menjaga suasana tetap menyenangkan.

    Sari juga mengingatkan pentingnya menjaga aktivitas fisik selama liburan. Kebiasaan ini dapat membantu tubuh tetap bugar dan segar sepanjang waktu libur.

    Liburan ke tempat yang bernuansa alam seperti gunung atau pantai juga sangat disarankan untuk menjaga kondisi psikologis saat dan setelah liburan.

    “Kemudian tidurnya juga pastikan tetap baik, makannya tetap baik, dan juga hidrasi tubuh tetap baik selama liburan, karena kondisi fisik yang baik itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan psikologisnya juga, termasuk mood dan fokus konsentrasi saat memasuki hari kerja kembali,” tambahnya.

    Terkait post-holiday blues, Sari mengingatkan kinerja setelah liburan dipengaruhi oleh kemampuan tiap orang untuk beradaptasi. Mungkin ada orang yang lebih baik dalam beradaptasi, tapi sebagian yang lainnya lebih buruk.

    “Kemudian kembali ke rutinitas dengan badan yang dijadwalkan kembali dari pagi sampai sore, atau bahkan mungkin sampai malam untuk bekerja, untuk fokus, konsentrasi, itu bisa mengalami stres tertentu karena perlu untuk beradaptasi lagi, menjaga fokus dan perhatiannya,” ungkap Sari.

    “Namun, itu kembali pada tiap orang, berbeda-beda ada yang memang punya kemampuan cepat dalam beradaptasi dan kembali bekerja, ada yang bisa mengalami post-holiday blues itu cukup panjang,” tandasnya.

    (avk/suc)

  • Video: Kemenkes Ungkap Alasan Pengidap Thalasemia Meningkat Setiap Tahun

    Video: Kemenkes Ungkap Alasan Pengidap Thalasemia Meningkat Setiap Tahun

    Jakarta – Pengidap thalasemia di Indonesia terus meningkat dari 3 juta menjadi 14 juta orang di tahun 2023. Kemenkes pun menjelaskan beberapa faktornya.

    Indonesia disebut berada dalam sabuk thalasemia bersama dengan negara Malaysia dan Singapura, hingga warga lebih aware dengan melakukan skrining ke dokter. Direktur P2PTM Kemenkes Siti Nadia mengimbau agar pengidap thalasemia tidak saling menikah karena dapat mengakibatkan anaknya harus transfusi darah seumur hidup.

    (/)

  • Pria yang Punya Penyakit Langka Jadi Donor Sperma, Endingnya 10 Anak Kena Kanker

    Pria yang Punya Penyakit Langka Jadi Donor Sperma, Endingnya 10 Anak Kena Kanker

    Jakarta

    Perdebatan tentang aturan donor sperma kembali memanas di Eropa. Hal ini terjadi setelah 67 anak lahir dari sperma seorang pria yang memiliki mutasi langka penyebab kanker.

    Akibatnya, 10 dari 67 anak dari donor spermanya didiagnosis mengidap beberapa jenis kanker yang berbeda. Sementara itu, lebih dari 20 anak lainnya dipastikan memiliki mutasi langka itu juga.

    Keluarga dua anak dari 10 anak yang mengidap kanker tersebut menghubungi klinik fertilitas mereka. Ini dilakukan setelah tahu anak-anak mereka mengidap kanker yang terkait dengan varian gen TP53.

    Bank Sperma Eropa telah memasok sperma tersebut. Dan dapat dipastikan, varian TP53 itu terdapat dalam beberapa sperma donor yang tidak teridentifikasi.

    Mutasi tersebut biasanya akan menyebabkan pasien mengembangkan sindrom Li-Fraumeni, yakni kecenderungan bawaan terhadap kanker seperti leukemia dan limfoma non-Hodgkin.

    Varian langka tersebut tidak diketahui terkait dengan kanker pada saat donasi tahun 2008. Hal itu tidak akan terdeteksi hanya melalui pemeriksaan standar.

    Namun, dilaporkan pria yang menjadi donor sperma tersebut dianggap dalam keadaan sehat.

    “Saya menganalisis varian tersebut menggunakan basis data populasi dan pasien, alat prediksi komputer, dan hasil uji coba fungsional. Lalu, sampai pada kesimpulan bahwa varian tersebut kemungkinan besar menyebabkan kanker dan anak-anak yang lahir dari donor ini harus menerima konseling genetik,” jelas Dr Edwige Kasper, seorang ahli biologi di Rumah Sakit Universitas Rouen di Prancis, dikutip dari NY Post.

    Anak-anak dengan varian tersebut biasanya memerlukan pemantauan melalui pemindaian MRI seluruh tubuh serta bagian otaknya. Saat dewasa, mereka juga harus menjalani MRI bagian payudara dan perut.

    Dr Kasper mengatakan bahkan masih belum jelas apakah sperma pria yang berkaitan dengan kasus ini hanya digunakan sebanyak 67 kali atau lebih.

    “Itu pertanyaan yang sangat bagus yang saya ajukan ke bank sperma. Mereka tidak mau memberitahu saya angka pasti kelahiran dari donor ini,” pungkasnya.

    (sao/kna)

  • Waspadai 6 Gejala Kanker di Usia Muda, Kasusnya Kini Meningkat

    Waspadai 6 Gejala Kanker di Usia Muda, Kasusnya Kini Meningkat

    Jakarta

    Kasus kanker di usia muda di bawah 50 tahun terus meningkat di seluruh dunia. Salah satu langkah pencegahan yang penting untuk dilakukan adalah mengetahui kanker sedini mungkin, karena ini berhubungan dengan pencegahan keparahan.

    Dikutip dari NYPost, berikut ini sederet gejala kanker yang mungkin berkaitan dengan kanker sehingga harus diperiksakan:

    1. Masalah Pencernaan

    Masalah buang air besar bisa menjadi tanda kanker usus. Jika tinja yang keluar terlihat lebih gelap, ukuran berbeda, dan muncul darah, mungkin ini menjadi tanda bahaya yang harus diperiksakan ke tenaga medis.

    Peningkatan kasus kanker kolorektal di seluruh dunia diperkirakan dipicu oleh perubahan lingkungan dan pola makan.

    2. Penurunan Berat Badan Tanpa Diet

    Orang yang mengidap kanker biasanya mengalami penurunan berat badan tanpa alasan jelas. Berat badan orang yang mengidap kanker bisa turun sendiri tanpa usaha untuk menurunkan berat badan.

    Kondisi ini biasanya disertai perasaan cepat kenyang saat makan, perubahan kadar energi, atau perubahan pola tidur. Gejala ini tak serta merta pasti berkaitan dengan kanker, oleh karena itu pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan.

    3. Benjolan

    Benjolan atau kelainan lain biasanya muncul pada orang yang mengalami kanker payudara. Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi di usia di bawah 50 tahun.

    Gejala kanker payudara biasanya meliputi benjolan, perubahan warna kulit, hingga keluarnya cairan dari payudara.

    Benjolan juga dapat muncul pada orang yang mengidap kanker testis. Bila mengalami kondisi ini, terlebih ditambah rasa nyeri, segera lakukan pemeriksaan ke dokter.

    4. Lesi Kulit

    Tanda awal melanoma atau jenis kanker kulit lainnya dapat bermanifestasi sebagai kelainan pada kulit. Beberapa kelainan yang dimaksud seperti pertumbuhan baru seperti tahi lalat atau koreng, bercak kasar pada kulit, hingga luka yang tak kunjung sembuh.

    Jika mengalami kondisi tersebut, pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya.

    NEXT: Perdarahan tak biasa hingga keringat malam

    5. Perdarahan Tak Biasa

    Perdarahan juga bisa muncul di urine ketika buang air kecil. Ini menandakan adanya masalah pada ginjal atau kandung kemih.

    Selain itu, perdarahan vagina atau setelah berhubungan intim mengindikasikan kanker serviks atau kanker endometrium yang harus diperiksakan.

    6. Keringat Malam

    Selanjutnya adalah muncul keringat malam, demam, atau menggigil yang tak dapat dijelaskan. Ini bisa menjadi pertanda adanya sesuatu yang muncul di sistem limfatik, seperti limfoma.

    Pembengkakan pada kelenjar, termasuk di bawah ketiak atau di tempat kelenjar getah bening lain, harus segera diperiksakan.

    Selain keenam gejala tersebut, berikut beberapa tanda kanker lain yang mungkin dapat muncul:

    Mudah memar, sering terkena infeksi, atau kelelahan bisa menjadi tanda leukemia, kanker anak-anak.Rasa sakit, patah tulang, atau ketidaknyamanan lain dapat menandakan sarkoma.Perubahan penglihatan, sakit kepala, atau nyeri punggung dapat menandakan kanker otak atau kanker sumsum tulang belakang.

  • Fakta-fakta Kenaikan COVID-19 di Asia, RI Juga Perlu Waspada

    Fakta-fakta Kenaikan COVID-19 di Asia, RI Juga Perlu Waspada

    Jakarta

    Kasus COVID-19 di beberapa negara Asia dilaporkan mengalami kenaikan. Di antaranya Singapura, Thailand, Hong Kong, dan China.

    Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020, mengingatkan virus Corona belum benar-benar hilang. Meski kasusnya tidak seganas di masa puncak pandemi, virus ini masih perlu dipantau dengan ketat oleh para ahli di berbagai negara, termasuk Indonesia.

    “Beberapa negara tetangga mengalami peningkatan kasus. Itu terjadi karena mereka punya sistem surveilans yang rapi dan konsisten. Bahkan saat situasi normal, mereka tetap rajin mencatat dan melaporkan,” kata Prof Tjandra baru-baru ini.

    Menurut Prof Tjandra, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi ini menandakan kemungkinan adanya fluktuasi kasus. Untuk dapat mengetahuinya, otoritas kesehatan perlu terus memantau jumlah kasus, angka kematian, hingga pola genomik virus.

    “Sampai sekarang, belum ada varian baru yang jadi penyebab lonjakan kasus. Varian yang mendominasi masih JN.1 dan turunannya seperti LF.7 dan NB.1.8,” sambungnya.

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) Aji Muhawarman memastikan belum ada varian XEC sublineage atau turunan dari Omicron masuk ke Indonesia. Salah satu varian terbaru SARS-CoV2 tersebut belakangan tengah menyebar antara lain di Thailand.

    “Yang XEC itu masih di Jepang, Singapura, sama Thailand. Jadi masih belum masuk ke sini. Kami dapat laporan XEC itu ringan gejalanya,” kata Aji saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).

    Dokter Paru Minta RI Tak Lengah

    Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Erlina Burhan, SpP(K), MSc, menegaskan bahwa COVID-19 masih ada, tapi jumlahnya sangat sedikit. Jadi, ia menyarankan untuk tetap waspada dan tidak lengah terhadap virus tersebut.

    “Intinya yang saya sampaikan adalah kita jangan lengah, karena buktinya negara tetangga naik kasusnya,” terang Prof Erlina saat dihubungi detikcom, Selasa (27/5).

    “Tapi, jangan panik juga. Karena tren yang sekarang menyerang itu adalah tren dari anak cucunya Omicron yaitu JN.1. Dan JN.1 ini gejalanya ringan-ringan saja, persis seperti flu. Jadi gejalanya ringan,” sambungnya.

    Namun, orang-orang dengan imunitas yang kurang bagus, orang tua atau lansia, dan orang dengan komorbid harus perlu hati-hati terhadap COVID-19. Prof Erlina menyebut, orang-orang yang harus dirawat di rumah sakit akibat COVID-19 umumnya orang-orang tua di atas 64 tahun, dengan komorbid, dan belum divaksin.

    NEXT: Wanti-wanti jelang long weekend

    Wanti-wanti Dokter Paru Jelang Long Weekend

    Spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) menjelaskan infeksi COVID-19 saat ini sudah mirip dengan flu musiman. Gejala yang cenderung ringan karena daya tahan tubuh masyarakat yang jauh lebih baik pasca pandemi.

    Maka dari itu, pencegahan COVID-19 jelang long weekend atau libur panjang ini cukup dilakukan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat secara umum saja.

    “Karena ini sudah dianggap ringan, jadi kita ya untuk kewaspadaan sendiri aja. Terutama untuk orang-orang yang punya komorbid, kemudian orang-orang yang punya orang tua, kemudian anak-anak itu yang rentan terhadap infeksi seperti itu,” kata dr Erlang ketika berbincang dengan detikcom, Selasa (27/5).

    “Iya betul, perilaku hidup bersih sehat sama seperti COVID yang dulu, pakai masker, cuci tangan, hindari kerumunan itu aja sih,” sambungnya.

    Meski gejala yang timbul akibat COVID-19 saat ini cenderung ringan, dr Erlang menekankan untuk jangan sampai terlena hingga tidak menerapkan perlindungan sama sekali.

    Khususnya bagi kelompok lansia dan orang dengan komorbid, seperti diabetes, penyakit paru kronik, penyakit jantung, stroke, dan sebagainya.

    “Yang jadi masalah sebenarnya, kalau pada orang-orang yang rentan. Seperti anak-anak atau bayi, balita, kemudian orang tua dan yang punya komorbid, itu kadang-kadang infeksi yang sedikit saja, yang ringan saja, itu membuat komorbidnya jadi tambah berat,” pungkasnya.

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Dokter Sebut Serangan Jantung Rentan Terjadi saat Liburan, Ini Alasannya

    Dokter Sebut Serangan Jantung Rentan Terjadi saat Liburan, Ini Alasannya

    Jakarta – Akhir bulan Mei 2025 menjadi momen yang dinantikan banyak orang. Pasalnya, masyarakat Indonesia akan menikmati long weekend selama empat hari berturut-turut. Meski begitu, perlu diwaspadai juga bahwa musim liburan dapat meningkatkan risiko serangan jantung. Kok bisa?

    Spesialis jantung dan pembuluh darah Vito A Damay SpJP(K) membenarkan serangan jantung lebih rentan terjadi saat liburan. Menurutnya, bukan liburannya yang salah, melainkan perubahan pola hidup saat liburan yang bisa meningkatkan risiko serangan jantung.

    “Stres perjalanan, begadang, dan kadang lupa minum obat. Semua itu bisa jadi pemicu,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (27/5/2025).

    Menurut pengalaman dr Vito, banyak orang justru mengabaikan gejala sakit saat liburan karena enggan merusak suasana. Akibatnya, rumah sakit justru dipadati pada pasien setelah liburan selesai, terutama di instalasi gawat darurat (IGD) dan ruang rawat inap.

    dr Vito juga mengatakan ada kasus pasien serangan jantung yang datang dalam kondisi sangat kritis karena terjebak macet di perjalanan saat liburan. Hal ini, lanjutnya, menjadi pengingat penting menjaga kesehatan tetap harus menjadi prioritas, bahkan saat sedang liburan.

    “Tetap jaga pola hidup sehat selama liburan. Setidaknya dengan makan tidak berlebihan, olahraga setiap hari ringan juga tidak apa apa tapi jangan malas malasan saja. Karena jantung kita tidak pernah libur kan,” sambungnya lagi.

    (suc/suc)