Jenis Media: Kesehatan

  • COVID ‘Ngamuk’ di Thailand, Disebut Jadi Pemicu Kematian Terbanyak dalam Sebulan

    COVID ‘Ngamuk’ di Thailand, Disebut Jadi Pemicu Kematian Terbanyak dalam Sebulan

    Jakarta – Seorang dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Chulalongkorn, Assoc Prof Dr Thira Woratanarat telah mendesak masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap jenis baru virus COVID-19. Ia memperingatkan, COVID adalah penyebab utama penyakit dan kematian selama bulan dan minggu terakhir di Thailand.

    Dikutip dari The Nation, dalam sebuah unggahan Facebook, Dr Thira mengatakan dalam sebulan terakhir, sekitar 170 ribu orang dirawat di rumah sakit karena COVID-19, yang memicu 37 kematian. Sebagai perbandingan, hanya satu kematian yang dilaporkan akibat influenza selama periode yang sama.

    Pada periode 18 hingga 24 Mei, COVID-19 terus menyebabkan jumlah penyakit dan kematian tertinggi di antara warga Thailand. Jumlah kasus COVID lima kali lebih banyak daripada kasus diare, sepuluh kali lebih banyak daripada kasus influenza, dan 30 kali lebih banyak daripada kasus keracunan makanan.

    Dr Thira menekankan, meski COVID telah menjadi endemik, penyakit ini tidak boleh dianggap remeh sebagai penyakit ringan. Ia menjelaskan COVID tidak sama dengan flu biasa dan biasanya tidak menimbulkan gejala ringan seperti influenza.

    Ia menghimbau masyarakat untuk mewaspadai gejala-gejala dan bertindak secara bertanggung jawab guna mencegah penyebaran virus di lingkungan masyarakat.

    Di sisi lain, Dr Thira juga menyebutkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini tengah memantau varian LP.8.1 dan NB.1.8.1.

    Varian LP.8.1 kini menyumbang sekitar 39 persen infeksi di 51 negara. Sementara itu, varian NB.1.8.1 terus meningkat, dengan tingkat infeksi 10,7 persen di 22 negara.

    WHO telah mengklasifikasikan NB.1.8.1 sebagai variant under monitoring (VUM) karena lebih cepat menyebar atau menular dibandingkan LP.8.1, serta mampu menghindari kekebalan tubuh 1,5 hingga 1,6 kali lebih besar terhadap perlindungan dari vaksin atau infeksi sebelumnya.

    (suc/kna)

  • COVID-19 Naik Lagi, Benarkah Cuma Propaganda? Ini Faktanya

    COVID-19 Naik Lagi, Benarkah Cuma Propaganda? Ini Faktanya

    Jakarta

    Setelah pencabutan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh WHO pada Mei 2023, ancaman COVID-19 perlahan memang mulai terabaikan. Namun sebenarnya, virus ini belum sepenuhnya hilang. Kasus penularan tetap ada dan fluktuatif, dengan lonjakan terbaru terjadi di berbagai negara akibat varian baru NB.1.8.1, turunan dari Omicron JN.1.

    India mencatat lonjakan signifikan, dari 257 kasus aktif pada 22 Mei menjadi 3.758 kasus pada awal Juni 2025. Lonjakan serupa terjadi di West Bengal, dengan peningkatan lebih dari 20 kali lipat dalam dua minggu terakhir. Meskipun sebagian besar kasus bersifat ringan, rumah sakit di Kolkata telah menambah kapasitas isolasi untuk mengantisipasi peningkatan pasien.

    Di Australia, varian NB.1.8.1 menyebabkan peningkatan kasus, terutama di Tasmania. Otoritas kesehatan mendesak warga untuk mendapatkan vaksinasi booster COVID-19 dan vaksin flu, mengingat rendahnya tingkat vaksinasi pasca status PHEIC dicabut.

    Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di Singapura dan Thailand. Dalam sepekan, kedua negara tersebut mencatat lebih dari 15 ribu kasus. Bahkan, Thailand melaporkan sekitar 200 ribu infeksi COVID-19 sepanjang 2025.

    Lain halnya dengan Indonesia, imbas testing COVID-19 menurun, ‘hanya’ terlaporkan 75 kasus sejak awal 2025. Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai total kasus di lapangan bisa jauh lebih tinggi dari yang tercatat resmi.

    “Kalau naik pun nggak terdeteksi juga, nggak ada yang mau testing. Siapa sekarang yang mau testing, orang mungkin juga nggak bergejala. Testing kan nggak murah dan bukan jaman seperti COVID-19 yang tesnya bisa gratis,” jelas Pandu kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

    Kenaikan kasus COVID-19 yang terkesan ‘tiba-tiba’ memicu beragam spekulasi, termasuk dugaan adanya propaganda terselubung. Ada yang menganggap tren tersebut seolah-olah dibuat dengan maksud dan kepentingan tertentu.

    Faktanya, meski status PHEIC atau ‘pandemi’ dalam istilah awam, dicabut, seluruh dunia belum benar-benar ‘terbebas’ dari virus COVID-19. Artinya, virus tetap bersirkulasi atau menularkan, tetapi menjadi tidak ‘ganas’ dan hanya memicu gejala ringan, atau bisa tidak bergejala sama sekali.

    Hal ini terjadi karena program vaksinasi COVID-19 yang sudah dilakukan di banyak negara. Indonesia misalnya, lebih dari 80 persen masyarakat di Tanah Air sudah menerima dua dosis vaksin COVID-19.

    Pandu juga menilai hal ini yang menjadi keuntungan Indonesia dalam menghadapi virus maupun mutasi COVID-19 belakangan. Kasus kematian bisa ditekan hingga 0 laporan, berdasarkan catatan Kemenkes RI sepanjang 2025. Pandu juga meyakini kenaikan kasus COVID-19 di banyak negara tidak perlu disikapi dengan kepanikan, termasuk mendadak berburu vaksinasi COVID-19 tambahan.

    “Kalau divaksinasi lagi nggak perlu, nggak ada evidence based vaksinasi ulang itu bisa menangani, karena imunitas yang ada saat ini sudah cukup memadai. Nanti kan jadi kontraproduktif Menkes (dituduh) jualan vaksin lagi,” beber Pandu.

    “Kita juga kan sangat beruntung sama menggunakan Sinovac, vaksin yang cukup andal, Sinovac kan virus utuh, kalau mRNA kan cuma bagian dari virus, yang suka berubah nah itu yang mengkhawatirkan di banyak negara, kalau Indonesia sih nggak perlu khawatir,” pungkasnya.

    NEXT: COVID-19 Cuma Propaganda?

    COVID-19 Cuma Propaganda?

    Mari dilihat dari laporan kasus COVID-19 setiap tahun. Catatan Our Wold in Data menunjukkan puncak kasus COVID-19 dunia terjadi pada 21 Juni 2022 dengan hampir 4 juta kasus dalam 24 jam. Sementara puncak kematian terjadi di tahun sebelumnya yakni 21 Januari 2021, mencapai 17.049 per hari.

    Tren kasus maupun kematian karena COVID-19 berangsur menurun signifikan tetapi tidak pernah benar-benar ‘lenyap’.

    Terendah konsisten di angka 2 ribu kasus selama periode Juni 2023 hingga akhir 2024. Pemicunya tidak lain karena kondisi kekebalan imunitas tubuh dan mutasi virus yang dapat memengaruhi tingkat penularan dan efektivitas vaksin.

    Kabar baiknya, sifat virus COVID-19 belakangan sudah tidak lagi mematikan, meskipun catatan infeksi melonjak. Meski begitu, pakar epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan risiko yang bisa muncul di balik infeksi berulang.

    “Memang beruntungnya kita saat ini COVID-19 secara akut tidak menjadi masalah, ketika terinfeksi yasudah gejala-nya ringan,” beber dia kepada detikcom, Selasa (2/6).

    “Tapi ingat COVID-19 ini kalau berulang-ulang ada fase kronis lanjutan yang serius yang disebut dengan long COVID-19 yang cuma tidak bermasalah pada bagian paru-paru, tetapi ke jantung, dan organ lain,” sorot dia.

    Dihubungi terpisah, Hermawan Saputra dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) juga mewanti-wanti kemungkinan risiko fatal tidak hilang sepenuhnya. Terutama pada mereka dengan kelompok rentan. Hal ini terlihat dari laporan Thailand yang mencatat 50-an kasus kematian dari 200 ribu infeksi COVID-19.

    “Kasus-kasus lupus, kelainan-kelainan bawaan, orang dengan hipersensitivitas, itu sangat berisiko. Artinya daya tahannya, imunitasnya tidak optimal, kedua adalah orang-orang lanjut usia dan orang-orang yang punya penyakit komorbid, istilahnya, terutama pneumonia berat karena asma, kemudian ada penyakit-penyakit diabetes, itu yang harus dilindungi lebih awal,” beber dia, kepada detikcom Senin (2/6).

    Menurutnya, pemerintah perlu melakukan skrining utamanya di pintu-pintu masuk dan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) memastikan subvarian yang dominan menyebar, meski sebagian besar karakteristik virus bersifat ringan. Hal ini tetap perlu dilakukan sebagai kewaspadaan menghadapi risiko lonjakan kasus.

    Ia tidak menampik kemungkinan beberapa orang kemudian berspekulasi dan menganggap COVID-19 sebagai teori konspirasi saat lonjakan terkesan tiba-tiba terjadi.

    “Yang perlu dipahami adalah COVID-19 itu masih ada, dia selalu ada di sekitar kita, yang membedakan saat status PHEIC dicabut, karakteristik virus maupun gejalanya saat ini relatif ringan, tidak lagi memicu gejala berat, atau kasus rawat inap, karena sudah terbentuk imunitas atau kekebalan terhadap infeksi di masyarakat, baik dari paparan maupun vaksinasi,” lanjutnya.

    NEXT: Endemik tak berarti hilang dari peredaran

    Hermawan menyebut status COVID-19 saat ini sudah menjadi endemik seperti penyakit menular lain, misalnya demam berdarah dengue (DBD). Artinya, virus tetap ada tetapi dinilai tidak lagi mengkhawatirkan.

    Senada, Dicky menyebut penyangkalan akan keberadaan COVID-19 akan selalu terjadi. Terlebih, secara psikologis pandemi COVID-19 kala itu membuat banyak orang terganggu dalam segala aktivitas dan memicu kerugian serta dampak besar bagi beberapa orang secara finansial, karena mobilitas yang mendadak dibatasi. Tidak heran, kemudian muncul penyangkalan dari situasi COVID-19 belakangan.

    “Kita tidak bisa mengandalkan penyangkalan untuk kemudian meniadakan penyakit itu. Tidak akan hilang,” tegas dia.

    “Lebih bijak yang bisa dilakukan saat ini tetap menjaga perilaku hidup bersih sehat, memakai masker, mencuci tangan,” tutupnya.

    Saksikan Live DetikSore:

  • Viral Influencer Cantik-Pintar Diselingkuhi, Kenapa Pria Mendua? Ini Kata Psikolog

    Viral Influencer Cantik-Pintar Diselingkuhi, Kenapa Pria Mendua? Ini Kata Psikolog

    Jakarta – Belakangan media sosial kembali diramaikan dengan kabar perselingkuhan. Seorang selebgram mengungkapkan bagaimana kekasihnya berkhianat setelah menjalani hubungan selama 6 tahun.

    Hal yang sama juga terjadi pada influencer terkenal di Belgia, Thewizardliz atau Lize Dzjabrailova. Sosok yang dikenal luas berkat konten motivasi dan pemberdayaan perempuan.

    Ia bahkan diselingkuhi saat tengah hamil empat bulan. Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menyebut ada faktor internal dan eksternal di balik keputusan seseorang untuk selingkuh.

    Merasa Insecure

    Pada beberapa kasus, pria disebut Sari merasa insecure saat melihat kesempurnaan pasangan. Karenanya, mereka merasa tidak percaya diri hingga memilih membuka hubungan baru dengan orang lain.

    Alih-alih merasa bersyukur mendapat pasangan ‘paket komplit’, pelaku mencari validasi dari orang lain dalam beberapa aspek.

    “Ini berhubungan dengan perasaan insecurities, terkait ‘kesempurnaan’ pasangannya, sehingga dia ada merasa kurang atau perasaan seperti shadowing, ya atau tidak menjadi yang dominan dalam hubungan, kemudian ya akhirnya memilih untuk punya hubungan dengan orang yang dia rasa tidak jauh di atas dia,” jelas Sari kepada detikcom Senin (2/6/2025).

    “Yang mungkin membutuhkan dia lebih besar dibandingkan perempuan saat ini,” tandas dia.

    Perasaan tervalidasi, perasaan diinginkan, seperti menjadi ‘supply’ ego laki-laki.

    Sensasi Menyenangkan

    Faktor lain yang muncul dari internal pria adalah perasaan menyenangkan saat berselingkuh. Mereka menganggap perselingkuhan sebagai tantangan yang bisa memberikan adrenalin, ketegangan, keseruan, untuk menjalin hubungan dengan orang lain secara diam-diam.

    Dalam kasus ini, si pria bahkan menganggap perselingkuhan sebagai keinginan yang akan selalu dilakukan pada setiap hubungan.

    Faktor Lingkungan

    Faktor eksternal yang berdampak pada internal pria adalah lingkungan. Beberapa kasus perselingkuhan terjadi dari mereka dengan riwayat keluarga pernah berselingkuh.

    Hal ini memengaruhi cara pandang seseorang dan relatif menilai perilaku yang salah sebagai hal sebaliknya.

    Tergoda Ajakan

    Sari tidak menampik kemungkinan adanya perselingkuhan dilatarbelakangi godaan wanita yang tertarik dengan pria yang sudah memiliki pasangan.

    “Sehingga pria-nya juga menjadi tergoda dan memancing validasi rasa diinginkan lebih dalam,” tuturnya.

    Kedekatan yang Tidak Disadari

    Komunikasi yang intens dalam hubungan termasuk dalam pekerjaan membuka celah seseorang untuk berselingkuh. Hal ini didasari kenyamanan dan kebersamaan yang terus-menerus terjadi setiap hari.

    “Kebersamaan yang memiliki tujuan atau minat yang sama itu bisa memancing awal mula terjadinya perselingkuhan, sehingga komunikasi jauh lebih banyak karena merasa lebih relate karena ada kehidupan,” pungkasnya.

    (sao/sao)

  • Foto: Momen Pelari Ultramarathon Jajal 100 Km Sambil Menyusui Buah Hatinya

    Foto: Momen Pelari Ultramarathon Jajal 100 Km Sambil Menyusui Buah Hatinya

    Khadijah Nur Azizah – detikHealth

    Senin, 02 Jun 2025 14:31 WIB

    Jakarta – Seorang pelari ultramarathon menaklukkan 100 km sambil menyusui buah hatinya yang berusia 6 bulan. Secara mengejutkan, dia bahkan memenangkan lomba tersebut.

  • Jemaah Haji Indonesia Diminta Waspada Serangan Heat Stroke, Efeknya Bisa Fatal

    Jemaah Haji Indonesia Diminta Waspada Serangan Heat Stroke, Efeknya Bisa Fatal

    Jakarta – Puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) jadi momen paling ditunggu sekaligus paling berat bagi jemaah. Di tengah suhu ekstrem yang bisa tembus 40 derajat celcius lebih, risiko heat stroke atau serangan panas bisa menjadi ancaman serius.

    “Heat stroke itu kondisi gawat darurat yang bisa fatal jika tidak ditangani cepat. Ini terjadi saat tubuh gagal mengatur suhu, dan suhu inti tubuh bisa melonjak di atas 40 derajat celcius,” ujar Kepala Pusat Kesehatan Haji, Liliek Marhaendro Susilo, dalam keterangan resminya, Senin (2/6/2025).

    Gejala umum yang perlu diwaspadai antara lain suhu tubuh yang sangat tinggi, kulit panas dan memerah (kadang kering atau tetap lembap), sakit kepala berdenyut, pusing, kebingungan, mual, muntah, denyut nadi yang cepat dan kuat, bahkan sampai hilang kesadaran atau kejang.

    Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Agama terus mengimbau jemaah untuk menjaga kesehatan secara maksimal selama pelaksanaan ibadah haji. Salah satu kunci utama pencegahan adalah menjaga hidrasi tubuh.

    Hindari Minuman Ini

    Jemaah diminta untuk minum air secara teratur, tidak menunggu haus, serta rutin mengonsumsi oralit untuk mengganti cairan dan elektrolit tubuh. Air zamzam yang tersedia melimpah diharapkan dimanfaatkan dengan baik. Di sisi lain, minuman manis atau berkafein seperti teh, kopi, dan soda justru sebaiknya dihindari karena bisa mempercepat dehidrasi.

    Tips dari Kemenkes Biar Nggak Tumbang Saat Haji:
    1. Hidrasi Maksimal

    Minum air putih rutin, jangan tunggu hausMinum air zamzamRutin konsumsi oralitMenghindari kopi, teh manis, dan sodaBawa botol minum pribadi isi ulang

    2. Lindungi Diri dari Matahari

    Menggunakan topi lebar, payung, atau handuk basah di kepalaCari tempat berteduh, menghindari panas terik pukul 10.00-16.00 waktu setempat

    3. Jangan Lupa Istirahat

    Tidur cukup dan jangan memaksakan diriKalau mulai lelah, pusing, atau mual, disarankan untuk langsung istirahat

    4. Jaga Pola Makan

    Makan teratur dan tepat waktuJangan konsumsi makanan lewat batas waktuPilih makanan bergizi seimbang

    5. Gunakan Teknologi Sederhana

    Semprotan air dingin/zamzam untuk mendinginkan tubuhGunakan kipas tangan atau kipas mini portabel

    6. Segera Cari Pertolongan!

    Jika merasa tidak enak badan atau alami gejala heat stroke, segera lapor ke petugas kesehatanSelalu bawa obat pribadiInformasikan kondisi medis ke ketua rombongan atau TKHK

    “Kesehatan itu modal utama dalam ibadah. Semoga jemaah bisa menjalani rangkaian haji dengan aman dan lancar. Jaga diri, jangan sampai tumbang,” tutup Liliek.

    (naf/kna)

  • Deretan Negara di Asia yang Laporkan Peningkatan Kasus COVID-19

    Deretan Negara di Asia yang Laporkan Peningkatan Kasus COVID-19

    Jakarta

    Banyak negara di Asia yang melaporkan adanya peningkatan kasus COVID-19. Hal ini dipicu oleh munculnya subvarian Corona baru, salah satunya NB.1.8.1 yang mengkhawatirkan.

    Selain itu, ada beberapa varian COVID-19 yang juga tersebar di beberapa negara. Varian itu meliputi XEC, JN.1, hingga LF.7.

    Dikutip dari berbagai sumber, berikut deretan negara di Asia yang melaporkan adanya peningkatan kasus COVID-19:

    Korea Selatan

    Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea melaporkan kasus COVID-19 yang dihitung melalui rumah sakit dan klinik pengawasan penyakit pernapasan, tercatat 8,8 persen selama minggu 18-24 Mei (minggu ke-21), menunjukkan tren peningkatan selama dua minggu berturut-turut.

    Komunitas medis juga memantau dengan cermat kemungkinan munculnya kembali penyakit menular. Komite Tanggap Penyakit Menular dari Asosiasi Medis Korea (KMA) menyatakan pada kesempatan yang sama.

    “Meskipun COVID-19 tersebar luas di luar negeri, virus pernapasan akut seperti rhinovirus, virus influenza B, dan virus parainfluenza secara bersamaan tersebar luas di Korea. Sehingga diperlukan kehati-hatian khusus,” terang komunitas tersebut, dikutip dari Business Korea.

    KMA mencatat jumlah pasien dengan infeksi saluran pernapasan akut menunjukkan sedikit peningkatan sejak pertengahan Mei. Melihat virus varian Omicron meningkat, hal ini menimbulkan kekhawatiran besar tentang kebangkitan COVID-19.

    Hong Kong

    Hong Kong melaporkan adanya kenaikan kasus COVID-19 yang diperkirakan akan tetap tinggi selama satu atau dua bulan ke depan.

    Dikutip dari South China Morning Post, pusat perlindungan kesehatan juga mendesak kelompok berisiko tinggi untuk segera mendapatkan vaksin booster untuk mengurangi kemungkinan komplikasi serius, hingga kematian.

    Pengawas pusat tersebut, Dr Edwin Tsui Lok-kin menjelaskan bahwa virus Corona telah berubah menjadi penyakit endemik dengan pola siklus. Peningkatan kasus biasanya diperkirakan terjadi setiap enam hingga sembilan bulan.

    “Hong Kong telah mengalami peningkatan kasus COVID-19 sejak April 2025, lebih dari setengah tahun setelah peningkatan terakhir pada Juli dan Agustus 2024,” terang Tsui.

    Ia mengatakan bahwa aktivitas virus akan relatif tinggi dalam jangka pendek, sebelum berangsur-angsur mereda selama satu atau dua bulan ke depan.

    Thailand

    Dikutip dari Nation Thailand, data per 30 Mei 2025 menunjukkan 41.283 kasus baru, sehingga total kasus tahun ini menjadi 257.280. Dilaporkan juga ada dua kasus kematian baru, sehingga total kematian menjadi 52.

    Wilayah Bangkok mencatat kasus terbanyak, diikuti Provinsi Chonburi, dengan tingkat infeksi tertinggi di kalangan orang dewasa usia kerja, pelajar, anak-anak, dan populasi lansia.

    Masyarakat diimbau untuk memantau situasi, terutama karena varian NB.1.8.1 terus menyebar dengan cepat di berbagai wilayah. Meskipun situasi di Thailand belum mencapai level tertinggi, perjalanan internasional dan musim hujan, yang sering kali membawa penyakit pernapasan, dapat mempercepat wabah di masa mendatang.

    Next: Singapura dan Malaysia

    Singapura

    Negara tetangga Indonesia, yakni Singapura juga melaporkan adanya peningkatan kasus COVID-19. Singapura mengalami peningkatan tajam dalam kasus COVID-19, dengan ratusan infeksi baru dilaporkan setiap hari.

    Lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh varian NB.1.8.1. Kasus rawat inap juga meningkat menjadi rata-rata 350 per hari, naik dari 225 pada minggu sebelumnya. Sementara rawat inap ICU harian telah meningkat menjadi sembilan kasus.

    Malaysia

    Dikutip dari Malay Mail, situasi COVID-19 masih terkendali dan di bawah level waspada. Kementerian Kesehatan Malaysia mengatakan total ada 11.727 kasus COVID-19 telah tercatat sejak Minggu Epidemiologi (MEP) 1 hingga 19 di tahun ini, dengan tren penurunan yang terus berlanjut sejak awal tahun.

    “Jumlah kasus tertinggi tercatat dalam beberapa minggu pertama tahun ini dengan 960 kasus pada Minggu I/2025 dan 1.229 kasus pada Minggu II/2025 dan Minggu III/2025,” kata Kemenkes.

    “Kasus harian menunjukkan tren penurunan terus-menerus hingga mencapai 210 kasus pada Minggu I/15/2025,” kata pernyataan yang dikeluarkan hari ini.”

    Untuk periode Minggu I/16 hingga Minggu I/19, pernyataan tersebut mengatakan bahwa rata-rata sekitar 600 kasus per minggu tercatat.

    Kementerian Kesehatan meyakinkan masyarakat bahwa angka tersebut masih di bawah ambang batas peringatan dan tindakan pengendalian yang tepat sedang dilaksanakan.

  • Potret Klinik Kesehatan Haji Indonesia di Tanah Suci untuk Sambut Puncak Haji

    Potret Klinik Kesehatan Haji Indonesia di Tanah Suci untuk Sambut Puncak Haji

    Foto Health

    Rafida Fauzia – detikHealth

    Senin, 02 Jun 2025 13:00 WIB

    Arab Saudi – Menag Nasaruddin Umar melobi otoritas Saudi agar KKHI Makkah segera beroperasi. Ia ingin jemaah haji Indonesia mendapat layanan medis yang nyaman.

  • Balita Umur 2 Tahun Punya IQ Tinggi, Jadi Anggota Termuda Komunitas Anak Jenius

    Balita Umur 2 Tahun Punya IQ Tinggi, Jadi Anggota Termuda Komunitas Anak Jenius

    Jakarta

    Balita di Inggris mencatatkan namanya sebagai anggota termuda komunitas anak jenius di dunia, Mensa. Di usianya yang baru menginjak dua tahun, dia sudah mencapai skor IQ 132!

    Joseph Harris-Birtill, lahir pada tanggal 23 November 2021, membuktikan dirinya mampu meraih IQ 132, skor minimal yang harus didapatkan agar masuk komunitas anak jenius itu. Diperkirakan hanya 2 persen populasi dunia dengan IQ setinggi itu.

    Menurut ibunya, Dr. Rose Harris-Birtill yang juga seorang dosen di University of St Andrews di Scotland, Inggris, anaknya kini tengah mempelajari kode Morse, sudah menghapal alfabet Yunani, dan mulai tertarik pada tabel periodik.

    Dia juga mengucapkan kata pertamanya saat berusia tujuh bulan dan membaca buku pertamanya dengan suara keras dari awal sampai akhir saat berusia 21 bulan.

    “Minatnya sangat luas dan beragam, dan ia selalu bersemangat untuk belajar lebih banyak dan menyukai tantangan,” ujar dia dikutip dari IFL Science.

    Orang tua Joseph pertama kali menghubungi Mensa untuk mendapatkan dukungan tambahan ketika menjadi jelas bahwa ia mampu maju jauh lebih cepat daripada anak-anak pada umumnya.

    “Saya mencari dukungan lebih lanjut yang tersedia secara daring, dan melihat bahwa Mensa menawarkan sumber daya dan keanggotaan untuk anak-anak yang sangat berkemampuan,” jelasnya.

    Anggota termuda kedua Mensa saat ini adalah Isla McNabb dari Kentucky, yang berusia 2 tahun dan 195 hari ketika ia bergabung.

    (kna/kna)

  • Kasus Aktif COVID-19 di India Meroket, Naik 1.200 Persen dalam Sepekan

    Kasus Aktif COVID-19 di India Meroket, Naik 1.200 Persen dalam Sepekan

    Jakarta

    India merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami kenaikan kasus COVID-19. Menurut data Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan India, ada 3.395 kasus aktif COVID-19 hingga Sabtu pagi. Jumlah tersebut naik sekitar 1.200 persen bila dibandingkan dengan pekan lalu.

    India memiliki 257 kasus aktif pada 22 Mei dan 1.010 pada 26 Mei. Sedangkan pada 27-28 Mei, tercatat sebanyak 685 kasus COVID-19 baru dengan empat kematian.

    Dikutip dari NDTV, Kerala menjadi negara bagian dengan jumlah kasus tertinggi dengan 189 kasus baru pada 27 Mei, dan memiliki 1.336 kasus aktif. Posisinya diikuti Maharashtra 467 kasus, Delhi 375 kasus, Gujarat 265 kasus, Karnataka 234 kasus, Benggala Barat 205 kasus, Tamil Nadu 185 kasus, dan Uttar Pradesh 117 kasus.

    Lalu, ada juga Rajasthan dengan 60 kasus, Puducherry 41 kasus, Haryana 26 kasus, Andhra Pradesh 17 kasus dan Madhya Pradesh 16 kasus. Sepanjang tahun 2025, India mencatat 26 kematian akibat COVID-19.

    Indian Council of Medical Research (ICMR) menyatakan hasil sekuens genom terhadap sampel di wilayah barat dan selatan menunjukkan varian baru tersebut merupakan sub-varian omicron. Strain tersebut menjadi penyebab gelombang besar COVID di India pada tahun 2022.

    “Varian tersebut adalah LF.7, XFG, JN.1, dan NB.1.8.1. Tiga varian pertama lebih umum,” kata Kepala ICMR, Dr Rajiv Behl.

    Dr Rajiv juga telah mengonfirmasi telah terjadi peningkatan kasus COVID-19 di wilayah selatan, kemudian barat, dan sekarang utara India. Menurutnya, semua kasus dipantau melalui Integrated Disease Surveillance Programme (IDSP).

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bulan lalu telah mengklasifikasikan subvarian LF.7 dan NB.1.8.1 sebagai Variant Under Monitoring (VUM). WHO menyarankan vaksinasi booster sebagai langkah pencegahan keparahan gejala, khususnya untuk kelompok rentan.

    “Meskipun terjadi peningkatan kasus dan rawat inap di beberapa negara tempat NB.1.8.1 tersebar luas, data saat ini tidak menunjukkan bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada varian lain yang beredar,” kata WHO.

    (avk/up)

  • AS Tarik Mentimun yang Picu 40 Orang Jatuh Sakit, Inikah Pemicunya?

    AS Tarik Mentimun yang Picu 40 Orang Jatuh Sakit, Inikah Pemicunya?

    Jakarta – Wabah keracunan makanan akibat bakteri salmonella tengah meluas di Amerika Serikat. Puluhan orang di 18 negara bagian jatuh sakit setelah mengonsumsi mentimun yang kini telah ditarik dari peredaran.

    Dikutip dari CNN, Jumat (31/5), setidaknya 48 orang dilaporkan sakit, dan 16 di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Mentimun tersebut diproduksi oleh Bedner Growers yang berbasis di Florida dan didistribusikan oleh Fresh Start Produce Sales. Produk itu dijual antara 29 April hingga 19 Mei.

    Tak hanya menyebar lewat toko seperti Target, mentimun ini juga dikirim ke restoran, rumah sakit, bahkan kapal pesiar. Pusat dan Pengendalian Pencegahan Penyakit AS CDC mencatat, ada laporan orang jatuh sakit di enam kapal pesiar yang berangkat dari pelabuhan AS antara akhir Maret dan pertengahan April.

    Penarikan produk pun dilakukan oleh sejumlah perusahaan, termasuk Target yang menarik puluhan produk seperti mentimun utuh, salad, dan sayuran gulung.

    Wabah ini ditemukan saat investigasi lanjutan terhadap wabah serupa pada 2024 yang menyebabkan 551 orang sakit dan 155 dirawat di rumah sakit. Saat itu, salmonella ditemukan di air kanal, digunakan oleh Bedner Growers dan Thomas Produce Company.

    Kini, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS FDA kembali menemukan sampel mentimun Bedner yang terkontaminasi salmonella di pusat distribusi di Pennsylvania. Sampel itu cocok dengan jenis salmonella yang membuat warga jatuh sakit. Beberapa jenis lain juga ditemukan dan sedang ditelusuri oleh CDC.

    Gejala salmonella meliputi diare, demam, muntah, dan sakit perut. Sebagian besar pasien sembuh dalam seminggu, tapi anak-anak, lansia, dan orang dengan daya tahan tubuh lemah berisiko mengalami kondisi serius dan perlu dirawat.

    (naf/up)