Jenis Media: Kesehatan

  • Sederet Kasus Medis ‘Batu’ di Tubuh Pasien, Ada di Ginjal hingga Miss V

    Sederet Kasus Medis ‘Batu’ di Tubuh Pasien, Ada di Ginjal hingga Miss V

    Sarah Oktaviani Alam – detikHealth

    Kamis, 12 Jun 2025 21:01 WIB

    Jakarta – Sejumlah kasus medis adanya pembentukan ‘batu’ di banyak organ tubuh. Berikut potret batu yang berhasil dikeluarkan dokter, dari ginjal, empedu, hingga vagina.

  • Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Jakarta

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus jubir Presiden Prabowo Subianto, Prasetyo Hadi, merespons munculnya usulan pencopotan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Prasetyo mengatakan pihaknya telah mendengar aspirasi tersebut.

    “Nah itu bagian dari evaluasi-evaluasi kita tentu mendengarkan aspirasi dari masyarakat, terutama masyarakat kedokteran, teman-teman dokter kan adalah individu-individu atau insan-insan pilihan,” kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

    Menanggapi hal ini, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.

    Saat ditanya jika ke depannya benar-benar ada pergantian di kursi Menteri Kesehatan, Prof Ari menegaskan sosok baru yang mengisi tak harus berlatar belakang dokter.

    “Apabila Menteri tersebut bisa berkomunikasi dengan baik, bisa ngobrol dengan baik. Apa yang menjadi saran dari kami, itu diterima dan dilaksanakan, dan yang terpenting kita punya semangat yang sama,” kata Prof Ari di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Pada hari ini, Kamis (12/6/2025) sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar aksi ‘Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2’ di Aula FKUI di Gedung IMERI FKUI, Salemba, Jakarta Pusat.

    “Ketika seruan ini tidak memberikan perubahan, kami akan menyampaikan seruan berikutnya,” kata Prof Ari.

    “Sampai saat ini tidak ada pemikiran para guru besar ini untuk mogok. Sejatinya justru kami ingin anak-anak ini tetap sekolah. Kami tidak akan mogok kerja, mogok segala macam, kami cinta mahasiswa kami,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Merasa Melihat Penampakan Hantu? Bisa Jadi Tanda Kondisi Medis Ini

    Merasa Melihat Penampakan Hantu? Bisa Jadi Tanda Kondisi Medis Ini

    Jakarta

    Pernahkah kamu merasa melihat penampakan hantu dalam kondisi tertentu? Bukan karena gangguan makhluk halus, ternyata ada penjelasan medis di balik fenomena tersebut. Beberapa kondisi kesehatan dapat menyebabkan seseorang mengalami halusinasi visual, sehingga tampak seperti melihat ‘penampakan’.

    Dikutip dari IFL Science, berikut ini beberapa masalah medis yang mungkin menjadi penyebabnya:

    1. Sleep Paralysis

    Sleep paralysis atau kelumpuhan saat tidur biasanya terjadi setelah memasuki fase rapid-eye movement (REM), fase ketika seseorang mengalami mimpi yang terasa paling nyata. Orang yang mengalami sleep paralysis seringkali merasa sadar, tak bisa bergerak, dan berhalusinasi.

    “Hal inilah yang sering menjadi penyebab utama dari pengalaman ‘paranormal’,” kata pakar psikologi anomalistik, Profesor Chris French.

    Kualitas tidur yang buruk juga bisa menjadi pencetus munculnya ‘penampakan’. Penelitian menunjukkan orang yang kurang tidur di malam hari memiliki kecenderungan percaya pada hantu atau hal aneh lainnya seperti alien.

    Dalam survei yang dilakukan terhadap 8.853 orang soal kepercayaan paranormal dan kualitas tidur, ditemukan kepercayaan tersebut lebih umum pada orang yang memiliki masalah insomnia.

    2. Keracunan Karbon Monoksida

    Pada tahun 1921, sebuah laporan yang diterbitkan dalam American Journal of Ophthalmology menceritakan kisah sebuah keluarga yang pindah ke rumah baru dan mulai mengalami gangguan mistis. Misalnya, sang ayah merasa diawasi di malam hari dan anak-anaknya mulai sakit, pucat, serta kehilangan minat bermain.

    Akhirnya terungkap pemanas rumah mereka rusak dan menjadi sumber kebocoran karbon monoksida. Kebocoran itu membuat mereka mengalami gangguan kesehatan dan gangguan-gangguan mistis.

    3. Sugestibilitas

    Satu tim peneliti mencoba menciptakan sebuah ruangan ‘berhantu’. Mereka melakukannya dengan memanipulasi lingkungan rumah tersebut dengan medan elektromagnetik dan infra-suara.

    Sebanyak 79 partisipan diminta menghabiskan 50 menit di dalam ruang khusus yang telah dibangun. Meski banyak dari mereka melaporkan berbagai sensasi aneh, ternyata hal ini tidak berkaitan dengan kondisi ruangan yang dieksperimenkan.

    Hal ini menunjukkan sugestibilitas adalah faktor terbesar. Jika seseorang diberitahu bahwa sebuah ruangan atau rumah itu berhantu, maka lebih mungkin juga seseorang mengalami kejadian paranormal.

    NEXT: Bisa jadi ada kelainan otak

    4. Kelainan Otak

    Dalam sebuah penelitian, pria yang sedang menjalani perawatan eksperimental untuk epilepsi dipasangi elektroda di bagian fusiform gyri, bagian otak yang berperan penting dalam pengenalan visual dan pola.

    Peneliti mengirimkan denyut listrik ke area tersebut dan pasien mulai melihat ilusi wajah di mana-mana, termasuk wajah asli seseorang. Halusinasi ini disebut facephenes oleh tim peneliti, tapi hanya orang-orang tertentu yang dapat melihatnya.

    5. Infeksi Jamur

    Infeksi jamur yang ada di rumah juga bisa menjadi salah satu pemicunya. Tim peneliti di Universitas Clarkson, New York menyelidiki hubungan antara rumah berhantu dan jamur.

    Tim tersebut berhasil mengumpulkan data dari 27 lokasi (13 dianggap berhantu) dan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara lokasi berhantu dan jamur.

  • Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali menyuarakan keresahan mereka terkait tata kelola kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Para guru besar menegaskan telah kehilangan rasa percaya ke Menkes, sehingga ingin berdialog dengan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti serta kebijaksanaan kolektif bangsa dalam mencapai tujuan program Asta Cita,” tulis pernyataan Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2 yang diterima detikcom.

    Salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan pihaknya membuka pintu lebar-lebar jika Presiden Prabowo ingin berdiskusi dengan para akademisi.

    “Kami sangat berterima kasih kalau bapak Presiden mau bertemu dengan 372 guru besar. Kami mengidam-idamkan bertemu dengan pak Presiden langsung,” kata Prof Ari kepada awak media di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Senada, Guru Besar FKUI Prof Dr dr Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM mengatakan bahwa pihaknya sebelumnya telah mengirim surat langsung ke Presiden Prabowo.

    “Saya kira surat kami sudah sampai ya, karena sudah ada respons dari Istana, ‘Akan diperhatikan suara-suara dari guru besar itu sangat penting, akan kami perhatikan’,” kata Prof Siti.

    “Tapi baru sampai situ, belum ada lanjutannya. Itu yang kami tunggu sebetulnya, apakah kami dipanggil. Kalau bisa kita ngobrol deh dari hati ke hati, kami juga bisa memberikan penjelasan ke beliau (Prabowo) kenapa kami melakukan aksi seperti ini,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Tiap 5 Menit, 2 Warga di RI Meninggal karena TBC

    Tiap 5 Menit, 2 Warga di RI Meninggal karena TBC

    Jakarta – Penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman mematikan di Indonesia. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengingatkan dua orang meninggal akibat TBC setiap lima menit di Indonesia. Artinya, dalam satu jam, ada 24 nyawa yang melayang karena TBC.

    “Setiap lima menit ada dua yang wafat. Kita bicara di acara ini, yang wafat karena TBC mungkin sudah 20 lebih,” katanya, dalam dialog bersama warga di Kabupaten Bogor, Rabu (11/6/2025).

    TBC, yang sejatinya dapat disembuhkan dengan pengobatan rutin, justru menjadi penyebab kematian tertinggi dari penyakit menular di Indonesia. Penundaan diagnosis, kurangnya kesadaran, serta pengobatan tidak tuntas disebut sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ini.

    “Masalahnya, selesainya (konsumsi obat) itu enam bulan. Minumnya setiap hari, pilnya banyak, lebih dari empat. Tapi kita harus sabar, tidak apa-apa, daripada tidak sembuh,” jelas Menkes.

    Menkes menegaskan penyakit ini mematikan bila tidak diobati dengan benar. Ia mengingatkan masyarakat akan pentingnya deteksi dini dan pengobatan lengkap, serta menyerukan empat langkah penting untuk pemerintah daerah, yakni menemukan kasus, segera diobati, menyelesaikan pengobatan, dan memberikan terapi pencegahan pada orang yang kontak erat.

    “Kalau tidak ditemukan dan diobati sampai sembuh, dia menular, dia mematikan,” tegas Menkes.

    Program penanggulangan TBC ini juga menjadi bagian dari prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Beliau terkejut melihat kematian TBC ini tinggi sekali,” ujar Budi.

    Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (Bappisus), Aries Marsudiyanto, juga menyoroti bahaya laten TBC yang terus menelan korban jiwa. Ia mendorong masyarakat untuk aktif melapor dan mendukung program Temukan, Obati, Sampai Sembuh (TOSS), sembari menepis hoaks yang menghambat penanganan.

    Menkes mengakhiri dialog dengan wanti-wanti TBC bisa dicegah dan diobati, tetapi jika diabaikan, bisa membawa kematian.

    “Begitu ketahuan, dikasih obat, dia berhenti kok penularannya. Obatnya ada, dan kalau selesai, dia sembuh,” pungkasnya.

    Sebagai catatan, gejala TBC relatif bervariasi, tetapi wajib waspada bila mengeluh batuk terus-menerus lebih dari 2 minggu, berdahak maupun tidak, pada kasus lanjut batuk bisa berdarah. Keluhan ini juga disertai demam berkepanjangan yang umumnya muncul pada sore atau malam hari.

    Berkeringat di malam hari meski tanpa aktivitas berat, penurunan berat badan drastis tanpa sebab jelas, nafsu makan menurun, cepat lelah atau merasa lemah.

    (naf/kna)

  • Canggih! Teknologi Robotik Bisa Tangani Nyeri Lutut di Usia Lanjut

    Canggih! Teknologi Robotik Bisa Tangani Nyeri Lutut di Usia Lanjut

    Jakarta – Seiring bertambahnya usia, tak sedikit lansia mulai merasakan keluhan nyeri lutut dan membuat aktivitas sehari-hari terasa semakin berat. Salah satu penyebab nyeri lutut ini adalah osteoartritis, penyakit sendi yang sangat umum terjadi pada lansia.

    Kondisi ini dapat semakin parah hingga merusak sendi jika tidak ditangani dengan tepat. Spesialis Ortopedi Konsultan Pinggul dan Lutut di Mayapada Hospital Surabaya Prof Dr dr Dwikora Novembri Utomo, SpOT(K) menjelaskan osteoartritis adalah kondisi tulang rawan yang melapisi sendi lutut mengalami pengikisan atau penipisan sehingga tulang-tulang di lutut saling bergesekan dan menimbulkan rasa nyeri, kaku, bengkak, dan keterbatasan gerak.

    “Pada kasus yang lebih berat, operasi seperti Arthroscopy dapat dilakukan untuk melihat dan menangani masalah sendi, atau dapat pula dilakukan tindakan Total Knee Replacement (TKR) untuk mengganti sendi lutut yang rusak dengan sendi buatan (implan) dari logam atau plastik khusus,” jelas Prof Dwikora, dalam keterangan tertulis, Kamis (12/6/2025).

    Menurut Prof Dwikora, kondisi ini dapat ditangani mulai dari terapi non-operatif seperti pemberian obat anti-inflamasi, obat anti-radang (kortikosteroid) yang disuntikkan ke bagian sendi yang sakit, hingga fisioterapi. Jika kondisi tidak membaik dengan pengobatan awal, tindakan operatif bisa menjadi pilihan.

    Tak perlu khawatir jika harus menjalani operasi, karena dapat ditangani di Mayapada Hospital Surabaya yang kini menjadi rumah sakit pertama di Jawa Timur dan Indonesia Timur yang dilengkapi teknologi bedah robotik canggih, VELYS™ Robotic-Assisted Solution, untuk tindakan TKR.

    Teknologi bedah robotik ini hadir melengkapi layanan Orthopedic Center Mayapada Hospital Surabaya, di mana dengan teknologi ini, keseluruhan anatomi dan pergerakan lutut pasien ditampilkan secara real-time dalam format 3D selama operasi, sehingga implan dapat dipasang secara presisi dan seimbang untuk memberikan kenyamanan serta hasil optimal bagi pasien.

    “Teknologi VELYS™ Robotic-Assisted Solution semakin mendukung tim dokter dalam mengambil keputusan yang terpersonalisasi sesuai kondisi masing-masing pasien. Selain itu, teknologi ini juga memberikan manfaat langsung bagi pasien dengan minim rasa nyeri, waktu operasi yang lebih singkat, menurunkan risiko komplikasi dan mempercepat proses pemulihan, sehingga pasien dapat bergerak lebih nyaman pascaoperasi dan segera kembali beraktivitas,” ungkap Prof Dwikora.

    Meski demikian, tim dokter tetap perlu menegakkan diagnosis untuk menentukan tindakan lanjutan yang tepat. Proses ini dilakukan dengan dukungan teknologi pencitraan seperti MRI dan CT Scan guna memperoleh gambaran akurat mengenai kondisi lutut pasien.

    “Setiap pasien memiliki kondisi yang unik, sehingga kami melakukan evaluasi menyeluruh dan berkolaborasi dengan tim dokter spesialis serta subspesialis, termasuk melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan,” imbuh Prof Dwikora.

    Tak hanya menjelaskan penanganan yang tepat, Prof Dwikora juga menekankan pentingnya langkah pencegahan yang dapat dilakukan para lansia, mulai dari berolahraga secara rutin, menerapkan pola makan yang sehat, dan menjaga berat badan yang ideal. Langkah ini dapat dipandu oleh dokter spesialis gizi maupun fisioterapis untuk membantu pasien menerapkan gaya hidup sehat yang berkelanjutan.

    Jika mulai merasakan keluhan nyeri lutut, segera konsultasikan ke dokter spesialis ortopedi di layanan khusus tulang, sendi, dan otot seperti Orthopedic Center Mayapada Hospital menyediakan layanan komprehensif mulai dari deteksi dini, diagnosis, tindakan dan terapi, hingga perawatan pasca-tindakan.

    Khusus yang berada di area Surabaya atau Jawa Timur, Anda bisa menjadwalkan konsultasi ke Orthopedic Center Mayapada Hospital Surabaya, karena di sini Anda memiliki pilihan penanganan yang lebih canggih dengan bedah robotik.

    Hospital Director Mayapada Hospital Surabaya dr Bona Fernando, MD, FISQua mengatakan pihaknya selalu memberikan pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien (patient-centered care) bersama tim dokter multispesialis di Orthopedic Center Mayapada Hospital Surabaya yang berpengalaman menangani kasus tulang dan sendi secara advanced.

    Layanan ini juga didukung oleh Orthopedic Board yang terdiri dari tim dokter Spesialis dan Subspesialis Orthopedi Mayapada Healthcare yang berkolaborasi dalam inovasi layanan, pengembangan SDM, dan standardisasi layanan Orthopedi Center Mayapada Hospital.

    “Dengan kelengkapan teknologi medis mutakhir seperti VELYS™ Robotic-Assisted Solution, kami dapat semakin meningkatkan kenyamanan pasien (patient experience) dan keamanan pasien (patient safety),” kata dr Bona.

    Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, pasien dapat membuat jadwal konsultasi dokter dengan mudah melalui aplikasi MyCare untuk melihat jadwal praktik dokter dan unit rumah sakit Mayapada Hospital terdekat.

    MyCare juga dapat dipergunakan untuk memantau kebugaran tubuh melalui fitur Personal Health untuk menghitung langkah harian, kalori terbakar, detak jantung, hingga Body Mass Index (BMI). Berbagai edukasi kesehatan serta informasi promo layanan kesehatan di Mayapada Hospital dapat dibaca melalui fitur Health Articles & Tips.

    Unduh MyCare di Google Play Store atau App Store, dan nikmati reward point berupa potongan harga untuk pengguna baru di berbagai jenis pemeriksaan di seluruh unit Mayapada Hospital.

    (anl/ega)

  • Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Jakarta – Sekitar 100 guru besar kembali menggelar orasi, menyuarakan keprihatinan tata kelola kesehatan di masa kepimimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menkes Budi dinilai mengambil terlalu banyak wewenang dalam proses program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sekaligus dinilai melemahkan peran organisasi profesi.

    Pemerintah diminta lebih perlu fokus memastikan distribusi dokter dan ketersediaan alat juga tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dan terluar, alih-alih terlalu banyak mengurusi susunan kepengurusan kolegium. Mengingat, kolegium menjadi ‘peran penting’ untuk menentukan kurikulum maupun kompetensi PPDS.

    Bila kolegium tak lagi independen, hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada ‘cetakan’ dokter yang tidak sesuai standar kompetensi, berujung pada buruknya pelayanan.

    “Kembalikan roh kami para ilmuwan yaitu kebebasan akademi, dengan demikian kami dapat mengelola pendidikan kedokteran dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang terus dimutakhirkan,” seru Prof Dr Sulistyowati Irianto, M, A, yang membuka orasi Jilid II Protes Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), di Aula Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Para guru besar juga menyesalkan keinginan Menkes Budi yang lebih banyak ingin PPDS berada di bawah rumah sakit pemerintah, alih-alih universitas. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan dasar berjalannya PPDS dengan tiga entitas utama, yakni fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

    “Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprhatinan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” tutup para guru besar dalam keterangan yang mengatasnamakan 372 Guru Besar FKUI.

    Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, menegaskan Kemenkes RI sebelumnya sudah berupaya untuk mengundang dialog para guru besar terkait keprihatinan yang disampaikan.

    Ia menyesalkan ketidakhadiran para guru besar tersebut dengan alasan ketidakterbukaan. Pihaknya memastikan terbuka untuk diskusi bersama bila diundang pada sebuah forum terbuka sesuai dengan keinginan para guru besar.

    “Soal kolegium, tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan. Mari kita mematuhi semua Undang Undang yang ada,” jelasnya saat dihubungi detikcom Kamis (12/6).

    (naf/up)

  • Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Jakarta – Sekitar 100 guru besar kembali menggelar orasi, menyuarakan keprihatinan tata kelola kesehatan di masa kepimimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menkes Budi dinilai mengambil terlalu banyak wewenang dalam proses program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sekaligus dinilai melemahkan peran organisasi profesi.

    Pemerintah diminta lebih perlu fokus memastikan distribusi dokter dan ketersediaan alat juga tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dan terluar, alih-alih terlalu banyak mengurusi susunan kepengurusan kolegium. Mengingat, kolegium menjadi ‘peran penting’ untuk menentukan kurikulum maupun kompetensi PPDS.

    Bila kolegium tak lagi independen, hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada ‘cetakan’ dokter yang tidak sesuai standar kompetensi, berujung pada buruknya pelayanan.

    “Kembalikan roh kami para ilmuwan yaitu kebebasan akademi, dengan demikian kami dapat mengelola pendidikan kedokteran dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang terus dimutakhirkan,” seru Prof Dr Sulistyowati Irianto, M, A, yang membuka orasi Jilid II Protes Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), di Aula Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Para guru besar juga menyesalkan keinginan Menkes Budi yang lebih banyak ingin PPDS berada di bawah rumah sakit pemerintah, alih-alih universitas. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan dasar berjalannya PPDS dengan tiga entitas utama, yakni fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

    “Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprhatinan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” tutup para guru besar dalam keterangan yang mengatasnamakan 372 Guru Besar FKUI.

    Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, menegaskan Kemenkes RI sebelumnya sudah berupaya untuk mengundang dialog para guru besar terkait keprihatinan yang disampaikan.

    Ia menyesalkan ketidakhadiran para guru besar tersebut dengan alasan ketidakterbukaan. Pihaknya memastikan terbuka untuk diskusi bersama bila diundang pada sebuah forum terbuka sesuai dengan keinginan para guru besar.

    “Soal kolegium, tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan. Mari kita mematuhi semua Undang Undang yang ada,” jelasnya saat dihubungi detikcom Kamis (12/6).

    (naf/up)

  • Guru Besar FKUI Ramai-ramai Protes Menkes, Dekan Beberkan Posisi Wamenkes di Kampus

    Guru Besar FKUI Ramai-ramai Protes Menkes, Dekan Beberkan Posisi Wamenkes di Kampus

    Jakarta – Menyusul maraknya gelombang protes para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, komunikasi dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono jadi sorotan. Mengingat, Dante juga menjadi Guru Besar FKUI sejak Oktober 2022.

    Hal yang kemudian dipersoalkan adalah nihilnya komunikasi para Guru Besar FKUI dengan Wamenkes, sampai muncul seruan berjilid. Meski begitu, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyebut komunikasi dengan Dante sebenarnya masih berjalan.

    Sayangnya, menurut Prof Ari beberapa hal yang diutarakan tidak lantas ditindak lebih lanjut. Terlebih, menurutnya posisi Dante sebagai Wamenkes tidak bisa memiliki wewenang lebih banyak.

    “Jadi betul memang Wamenkes guru besar, tapi terus terang ketika jadi Wamenkes itu freeze jabatan sebagai dosennya di-freeze. Beliau saat ini jabatan struktural sebagai Wamenkes,” terang Prof Ari dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    “Apakah kami ada komunikasi dengan yang bersangkutan? Sering, tetapi pada kenyataannya kan narasi-narasi itu masih muncul, muncul dari Menkes. Jadi saya rasa saat Menkes-nya masih aktif, Wamenkes tidak banyak hal yang bisa dikerjakan,” lanjutnya.

    Seruan jilid II para Guru Besar FKUI menyoroti hilangnya kepercayaan mereka pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pasalnya, hingga kini, mereka menilai tidak ada perbaikan yang dilakukan Menkes.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” demikian seruan jilid II di Salemba, yang dihadiri sekitar 100 guru besar FKUI.

    (naf/up)

  • Ini Daftar Penyakit yang Paling Banyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Ini Daftar Penyakit yang Paling Banyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Jakarta – Saat ini, sebanyak 8 juta warga Indonesia telah memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang tersebar di 38 provinsi. Program ini melibatkan 9.552 puskesmas, atau sekitar 93 persen dari total puskesmas yang ada di Indonesia.

    Berdasarkan data CKG, ditemukan sejumlah masalah kesehatan yang cukup banyak dialami peserta. Temuan ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatannya sejak dini.

    1. Masalah Gigi

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, menyebut, masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada program CKG adalah masalah kesehatan gigi dan mulut.

    “Masalah yang kita temui dari cek kesehatan gratis ini, yang paling tinggi adalah gigi. Saya baru sadar begitu periksa gigi saya ada bolongnya, beberapa juga diganti. Nah masalah kesehatan gigi ini tinggi sekali, terjadi di masyarakat Indonesia,” ucapnya dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    Senada, peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Iwan Ariawan juga menyebutkan lebih dari separuh dari peserta CKG memiliki masalah pada kesehatan gigi dan mulut, mulai dari gigi berlubang, gigi hilang gigi goyang, hingga gusi turun.

    “Ini 50 sampai 60 persen mengalami masalah ini,” ucapnya dalam acara yang sama.

    “Hampir dari separuh peserta CKG ini punya masalah dengan giginya. Masalah ini maksudnya giginya goyang, giginya hilang, giginya berlubang, giginya turun,” kata Iwan.

    Proporsinya semakin tinggi sejalan dengan usia. Orang dengan usia 60+ tahun menjadi yang terbanyak mengalami masalah gigi, yaitu mencapai 85,4 persen. Iwan menambahkan, ini harus menjadi perhatian, karena dari gigi mulut bisa menyebabkan penyakit yang lain.

    2. Tekanan Darah Tinggi

    Selanjutnya adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi. Penyakit ini cukup banyak ditemukan pada peserta dewasa atau 18 tahun ke atas. Pada usia 40 tahun ke atas, 1 dari 3 orang mengalami tekanan darah tinggi.

    “Pada peserta cek kesehatan gratis 20,9 persen ada hipertensi,” tambahnya.

    3. Diabetes

    Sebanyak 5,9 persen peserta cek kesehatan gratis juga mengidap diabetes. Penyakit ini juga sudah ditemukan di usia muda, mulai dari 18-29 tahun.

    Pada usia 40 tahun ke atas, 1 dari 10 orang mengalami diabetes. Sekitar 8,3 persen dialami oleh orang dengan usia 40-59 tahun dan 12 persen dialami oleh orang dengan usia 60+ tahun.

    4. Obesitas

    Obesitas atau kelebihan berat badan juga banyak ditemukan pada peserta program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Salah satu jenis yang paling umum adalah obesitas sentral, yaitu penumpukan lemak di area perut. Obesitas sentral didefinisikan sebagai lingkar pinggang lebih dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada perempuan.

    “1 dari 2 perempuan yang melakukan cek kesehatan gratis itu ada obesitas sentral, dan laki laki seperempatnya 1 dari 4, tinggi ini,” kata peneliti FKM UI, Iwan Ariawan, dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    Peserta Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang mengalami obesitas sentral memiliki risiko 1,5 hingga 2 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi dan diabetes. Padahal, kedua penyakit tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit serius lainnya, seperti jantung dan stroke.

    (elk/suc)