Jenis Media: Kesehatan

  • Kebiasaan Jalan Kaki ala Jepang Ini Lebih Baik dari 10 Ribu Langkah Sehari

    Kebiasaan Jalan Kaki ala Jepang Ini Lebih Baik dari 10 Ribu Langkah Sehari

    Jakarta – Sudah lama dikatakan bahwa berjalan 10 ribu langkah per hari adalah kunci untuk kesehatan yang lebih baik, dengan penelitian yang menghubungkan jalan kaki secara teratur dengan peningkatan kebugaran kardiovaskular, peningkatan kualitas tidur, dan bahkan risiko demensia yang lebih rendah. Namun angka itu tidak didasarkan pada sains.

    Selain itu banyak dari kita kesulitan meluangkan dua jam untuk mencapai target tersebut karena kesibukan kerja dan kewajiban lainnya.

    Kabar baiknya, ada solusi yang lebih efisien untuk mendapatkan manfaat kesehatan setara 10.000 langkah dalam waktu yang jauh lebih singkat yakni metode ‘jalan kaki ala Jepang’ atau interval walking.

    Manfaat Tak Terduga dari Interval Walking

    Sebuah studi di Jepang pada tahun 2007 melibatkan 246 orang dewasa berusia rata-rata 63 tahun. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok: tidak berjalan kaki sama sekali, berjalan kaki terus menerus dengan kecepatan sedang (8.000+ langkah/hari), dan kelompok ketiga melakukan interval walking.

    Kelompok interval walking berjalan kaki perlahan selama tiga menit, lalu berjalan cepat dengan usaha keras selama tiga menit, mengulang siklus ini selama 30 menit, empat kali atau lebih dalam seminggu.

    Hasilnya, mereka yang melakukan interval walking terbukti lebih unggul dalam meningkatkan tekanan darah, kadar glukosa darah, dan indeks massa tubuh. Metode ini juga menghasilkan peningkatan terbesar dalam kekuatan otot kaki dan kapasitas aerobik (kemampuan tubuh menyerap dan menggunakan oksigen). Studi jangka panjang bahkan menunjukkan metode ini melindungi dari penurunan kekuatan dan kebugaran yang terjadi seiring penuaan.

    “Interval walking adalah salah satu alat yang paling sering diabaikan namun sangat efektif untuk meningkatkan kesehatan jangka panjang, terutama pada orang dewasa paruh baya dan lansia,” kata Dr Ramit Singh Sambyal, kepada NYPost.

    Tips Menguasai Jalan Kaki ala Jepang

    Untuk memastikan mencapai kecepatan yang tepat, cara ini bisa dilakukan.

    Gunakan fitness tracker: Targetkan 70 persen hingga 85 persen dari detak jantung maksimal saat berjalan cepat, dan biarkan turun menjadi 40 persen hingga 50 persen saat melambat.Gunakan “tes bicara” (talk test): Jika tak punya fitness tracker untuk mengecek kecepatan, bisa lakukan talk test. Caranya, saat berjalan cepat, usahakan bisa mengucapkan beberapa patah kata namun cepat terengah-engah. Saat santai, mengetahuinya dengan bisa mengobrol dengan nyaman.Mulai perlahan: Jika kesulitan mempertahankan kecepatan cepat selama tiga menit penuh, mulailah dengan meningkatkan kecepatan 20-30 detik lalu ulangi.

    (kna/kna)

  • Malu Banget! Pemuda Ini Masukkan Kabel USB ke Alat Kelaminnya, Berujung Operasi

    Malu Banget! Pemuda Ini Masukkan Kabel USB ke Alat Kelaminnya, Berujung Operasi

    Jakarta – Seorang mahasiswa berusia 21 tahun harus menjalani operasi darurat setelah kabel USB tersangkut di alat kelaminnya. Kejadian tersebut berawal saat mahasiswa yang tidak disebutkan namanya itu memasukkan kabel USB ke uretra atau saluran penisnya.

    Dokter yang melaporkan kasus tersebut di jurnal Cureus menuliskan bahwa pasien mengaku telah memasukkan benda-benda lain sebelumnya, seperti pengorek kuping atau cotton bud sampai kawat dan bisa dia keluarkan sendiri demi kepuasan seksual. Namun kali ini dia mendapati dirinya tak bisa mencabut kabel USB yang dimasukkan ke penisnya.

    Hasil CT scan menunjukkan bahwa pemuda itu mendorong kabel USB melingkar begitu dalam di uretranya hingga masuk ke kandung kemih sebelum akhirnya tersangkut di sana.

    Upaya awal sempat dilakukan dengan mencabut kabel menggunakan tangan namun tidak berhasil. Akhirnya, tim medis memutuskan mencabut kabel menggunakan alat khusus yang membuat pemuda itu harus dioperasi kecil.

    Setelah dirawat di rumah sakit selama seminggu, pria itu dipulangkan dan diberi obat penghilang rasa sakit juga antibiotik. Sebulan kemudian, dia melakukan kontrol, beruntung tak ada masalah jangka panjang yang terjadi setelah kasus memalukan itu.

    “Memasukkan benda ke dalam uretra sendiri untuk alasan seksual atau alasan lainnya jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan bahaya serius,” kata tim medis.

    Risiko yang diketahui termasuk infeksi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan sepsis yang mengancam jiwa sebagai kerusakan permanen pada organ reproduksi.

    (kna/kna)

  • Riset Ini Bawa Kabar Baik, Vaksin COVID-19 Lindungi Ginjal dari Kerusakan Parah

    Riset Ini Bawa Kabar Baik, Vaksin COVID-19 Lindungi Ginjal dari Kerusakan Parah

    Jakarta – Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa vaksinasi COVID-19 tidak hanya melindungi dari gejala berat, tetapi juga berpotensi mencegah kerusakan ginjal parah akibat infeksi COVID-19.

    Selama ini kita tahu bahwa komplikasi COVID-19 bisa menyerang berbagai organ vital seperti jantung, otak, paru-paru, dan tak terkecuali ginjal. Namun, riset dari UCLA Health menemukan fakta menarik: pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami kerusakan ginjal parah jika mereka sudah divaksinasi.

    Dikutip dari NBC News, para peneliti di UCLA Health menganalisis rekam medis dari sekitar 3.500 pasien yang dirawat di rumah sakit antara Maret 2020 hingga Maret 2022. Mereka membandingkan pasien yang telah menerima setidaknya dua dosis vaksin mRNA (Moderna atau Pfizer) atau satu dosis Johnson & Johnson Janssen, dengan pasien yang belum divaksinasi.

    Studi ini fokus pada peserta yang mengalami kerusakan ginjal parah hingga membutuhkan dialisis khusus bernama CRRT (Continuous Renal Replacement Therapy). Terapi ini adalah dialisis tanpa henti yang berfungsi menggantikan kerja ginjal dalam menyaring limbah dari darah, dan biasanya diberikan pada pasien di unit perawatan intensif.

    Sekitar 16 persen pasien COVID-19 yang tidak divaksinasi membutuhkan CRRT selama dirawat, dibandingkan dengan hanya 11 persen pasien yang sudah divaksinasi. Bahkan, pasien yang tidak divaksinasi memiliki risiko dua setengah kali lebih tinggi untuk membutuhkan CRRT setelah keluar dari rumah sakit.

    Mereka juga menghadapi risiko kematian yang jauh lebih tinggi setelah dipulangkan, dibandingkan dengan pasien yang sudah divaksinasi. Temuan ini selaras dengan studi Yale University School of Medicine pada 2021 yang menunjukkan 30 persen pasien COVID-19 yang dirawat mengalami cedera ginjal akut.

    Para ahli menjelaskan, virus COVID-19 dapat merusak ginjal secara langsung atau secara tidak langsung melalui kerusakan organ lain seperti jantung dan paru-paru. Semakin parah gejala COVID-19, semakin besar risiko kerusakan ginjal. Namun, infeksi ringan atau tanpa gejala jarang menyebabkan kerusakan ginjal yang signifikan.

    Profesor Biostatistik Yong Chen dari University of Pennsylvania, yang meneliti komplikasi COVID-19 termasuk masalah ginjal pada anak-anak, menjelaskan bahwa vaksinasi melindungi ginjal terutama dengan mencegah bentuk parah COVID-19 yang menyebabkan cedera ginjal.

    “Meskipun vaksin tidak secara langsung melindungi sel-sel ginjal, mereka meredam penyakit sistemik yang jika tidak akan menyebabkan kegagalan multi-organ,” ujarnya.

    (kna/kna)

  • Video Mitos atau Fakta: ISK Lebih Sering Terjadi pada Perempuan

    Video Mitos atau Fakta: ISK Lebih Sering Terjadi pada Perempuan

    Jakarta – Tahu nggak detikers kalau perempuan lebih sering kena infeksi saluran kemih daripada pria? Banyak orang percaya begitu, tapi jarang yang tahu alasannya. Padahal, infeksi saluran kemih bisa berdampak serius kalau diabaikan.

    Apakah tubuh wanita memang secara alami lebih mudah terpapar risiko infeksi, atau ini cuma soal kebiasaan sehari-hari dan pola hidup? Tapi, apa itu benar-benar fakta atau cuma mitos?

    Tonton juga episode Mitos atau Fakta lainnya di sini ya detikers!

    (/)

  • Temuan Cek Kesehatan Gratis, Warga +62 Paling Banyak Kena Penyakit Ini

    Temuan Cek Kesehatan Gratis, Warga +62 Paling Banyak Kena Penyakit Ini

    Jakarta – Kementerian Kesehatan RI merilis temuan data dari program cek kesehatan gratis (CKG). Sejak dimulai pada Februari 2025, sudah lebih 8 juta warga Indonesia mengikuti pemeriksaan kesehatan besutan pemerintah ini.

    Program ini dilaksanakan di 9.552 puskesmas di 38 provinsi. Sebanyak 8.623.665 orang telah mengikuti pemeriksaan, dengan mayoritas peserta yakni 62,24 persen adalah perempuan.

    “Ini artinya 2 dari 3 peserta adalah perempuan. Artinya, kesadaran kaum perempuan untuk memeriksakan diri jauh lebih tinggi. Namun kami juga mendorong kaum laki-laki agar tidak ragu untuk cek kesehatan secara berkala,” ujar Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).

    Masalah kesehatan terbanyak

    Dari hasil pemeriksaan tersebut, ada empat masalah kesehatan yang paling banyak dialami warga Indonesia yakni hipertensi, kerusakan gigi, diabetes dan obesitas.

    Lebih rinci, data Kementerian Kesehatan per 12 Juni 2025 menunjukkan 1 dari 5 peserta mengalami hipertensi, 5,9 persen mengalami diabetes melitus, dan 1 dari 2 peserta mengalami masalah gigi dan mulut, mulai dari gigi berlubang, gigi goyang, hingga gusi turun.

    Obesitas sentral juga menjadi perhatian, dengan prevalensi 50 persen pada perempuan dan 25 persen pada laki-laki, berdasarkan pengukuran lingkar pinggang (>90 cm untuk laki-laki dan >80 cm untuk perempuan).

    “Tiga masalah besar lainnya hipertensi, diabetes, dan obesitas adalah faktor risiko utama penyakit jantung dan stroke. Dan dua penyakit inilah penyebab kematian nomor satu dan dua di Indonesia,” jelas Menkes.

    (kna/kna)

  • Susul Tren di India? Menkes Bicara Kemungkinan RI Catat Lagi Kematian COVID-19

    Susul Tren di India? Menkes Bicara Kemungkinan RI Catat Lagi Kematian COVID-19

    Jakarta

    Kasus COVID-19 di India kembali mengalami peningkatan, setelah sebelumnya sempat menurun. Pada hari Jumat, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India mencatat ada sembilan kematian dan jumlah kasus aktif naik menjadi 7.400 dengan 269 infeksi baru dalam 24 jam terakhir.

    Dari sembilan korban meninggal, empat berasal dari Maharashtra, tiga dari Kerala, serta masing-masing satu dari Tamil Nadu dan Rajasthan. Salah satu korban adalah seorang pria berusia 34 tahun dari Maharashtra, sementara delapan lainnya merupakan lansia dengan riwayat penyakit pernapasan dan kondisi medis kronis.

    Muncul Subvarian Baru

    Peningkatan kasus COVID-19 di India ini disebut karena kemunculan sejumlah subvarian baru, seperti LF.7, XFG, JN.1, hingga NB.1.8.1 yang belakangan terdeteksi. Varian-varian tersebut dinilai lebih cepat menular, meskipun gejalanya masih tergolong ringan pada sebagian besar pasien.

    Secara geografis, Kerala mencatat jumlah kasus aktif terbanyak dengan 2.109 kasus. Sementara itu, Karnataka melaporkan lonjakan harian tertinggi dengan 132 kasus baru dalam 24 jam terakhir, sehingga total kasus aktifnya menjadi 527.

    Gujarat menambahkan 79 kasus baru dan kini memiliki 1.437 kasus aktif, sedangkan Delhi mengalami penurunan menjadi 672 kasus aktif.

    Vaksinasi Booster ke Kelompok Rentan

    Para ahli kesehatan India merekomendasikan pendekatan yang lebih tertarget. Terutama untuk kelompok berisiko tinggi seperti lansia, riwayat gangguan imun, serta pasien dengan penyakit kronis.

    “Mayoritas masyarakat telah memiliki kekebalan hibrida dari infeksi sebelumnya dan cakupan vaksinasi yang tinggi,” ujar seorang ahli kesehatan kepada media lokal.

    Pemerintah juga mendorong masyarakat untuk tetap menjaga diri, seperti kembali menerapkan protokol kesehatan yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.

    Masyarakat yang masuk kategori rentan diminta untuk segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala yang memburuk. Ikatan Medis India pun kembali menegaskan pentingnya langkah pencegahan demi menekan penyebaran virus.

    NEXT: Bagaimana Kasus Kematian COVID-19 di RI?

    Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman menyebut varian NB.1.8.1 yang menghebohkan India belum masuk ke Indonesia.

    “Sampai Minggu ke-23, Subvarian yang masih bersirkulasi di Indonesia adalah MB.1.1 dan KP.2.18, secara umum memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1 (penilaian risiko rendah),” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.

    Menkes Klaim Tidak Ada Kasus Kematian

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan sampai hari Sabtu (14/6) belum ada laporan pasien COVID-19 meninggal di Indonesia.

    “Belum. Belum (kematian akibat COVID-19),” kata Menkes saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu (14/6/2025).

    Meskipun begitu, Menkes Budi mendorong masyarakat untuk tetap waspada terkait COVID-19. Menurutnya, kembali menerapkan protokol kesehatan mesti dilakukan.

    “Sarannya saya, karena variannya Omicron yang lemah, nggak usah khawatir, tapi kalau merasa nggak enak badan, batuk-batuk ya lakukan yang sudah dianjurkan,” katanya.

    “Rajin cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak,” lanjutnya.

    Simak Video “Video Menkes soal Covid-19: Variannya Omicron yang Lemah, Jangan Khawatir”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Tak Banyak yang Tahu, Sering Makan Pepaya Bisa Cegah 6 Penyakit Ini

    Tak Banyak yang Tahu, Sering Makan Pepaya Bisa Cegah 6 Penyakit Ini

    Jakarta – Pepaya menjadi salah satu buah yang menjadi favorit banyak orang. Ini karena pepaya memiliki kandungan yang baik untuk kesehatan, sehingga mampu mencegah tubuh terserang penyakit-penyakit tertentu.

    Dalam satu buah pepaya berukuran kecil (152 gram) mengandung sekitar:

    59 kalori15 gram karbohidrat3 gram serat1 gram proteinVitamin C 157 persen dari RDI (Recommended Dietary Intakes)Vitamin A 33 persen dari RDIFolat (vitamin B9) 14 persen dari RDIKalium 11 persen dari RDISejumlah kecil kalsium, magnesium, dan vitamin B1, B3, B5, E, dan K.

    Di sisi lain, pepaya memiliki vitamin B, alfa dan beta-karoten, lutein dan zeaxanthin, vitamin E, kalsium, kalium, vitamin K, dan likopen, antioksidan kuat paling umum dikaitkan dengan tomat.

    Berikut adalah sederet penyakit yang bisa dicegah saat rutin mengonsumsi pepaya.

    1. Masalah Mata

    Beberapa senyawa organik yang ada dalam pepaya dapat membantu mencegah peradangan dan stres oksidatif penyakit mata yang berkaitan dengan usia, seperti degenerasi makula.

    Senyawa bernama likopen dapat membantu melindungi epitel pigmen retina, yakni bagian retina yang penting untuk penglihatan sehat dari peradangan dan stres oksidatif.

    Pepaya juga mengandung karoten, senyawa yang memberi warna oranye khas pada pepaya. Karoten memiliki kaitan dengan peningkatan penglihatan dan pencegahan rabun senja.

    Zeaxanthin, antioksidan dalam pepaya, menyaring sinar biru yang berbahaya. Zat ini dianggap berperan dalam melindungi kesehatan mata dan dapat menangkal degenerasi makula.

    2. Asma

    Pepaya juga bisa menjadi makanan yang dapat membantu menurunkan risiko asma, dan mencegah kondisi tersebut kian memburuk. Ini karena pepaya mengandung antioksidan, serat, dan vitamin D.

    Nutrisi ini juga membantu fungsi sistem kekebalan tubuh yang biasanya bekerja berlebihan pada pengidap asma.

    Sebuah studi pada 2022 juga mengaitkan asupan karoten, likopen, dan zeaxanthin yang lebih tinggi dengan risiko yang lebih rendah terkena asma pada orang dewasa. Sementara, pepaya mengandung ketiga senyawa organik ini.

    3. Kanker

    Senyawa-senyawa yang ada di dalam pepaya seperti likopen, zeaxanthin, dan lutein, memiliki efek antikanker.

    Sebuah tinjauan pada 2022 menjelaskan beberapa penelitian menunjukkan likopen memiliki sifat antikanker, terutama terhadap kanker prostat, zeaxanthin memiliki efek menguntungkan pada sel kanker lambung. Sementara lutein secara selektif memperlambat pertumbuhan sel kanker payudara.

    4. Diabetes

    Penelitian menunjukkan pengidap diabetes tipe 1 yang mengonsumsi makanan berserat tinggi memiliki kadar glukosa darah lebih rendah. Selain itu, pengidap diabetes tipe 2 yang mengikuti diet tinggi serat mungkin mengalami peningkatan kadar gula darah, lipid, dan insulin.

    Sebagai informasi, satu buah pepaya kecil (152 gram) mengandung 3 gram serat, dengan hanya 15 gram karbohidrat.

    5. Masalah Pencernaan

    Kandungan serat dan air yang cukup banyak dalam pepaya dapat membantu menjaga kesehatan sistem pencernaan. Ini dapat membantu mencegah sembelit dan meningkatkan keteraturan, serta kesehatan saluran pencernaan.

    6. Penyakit Jantung

    Antioksidan dalam pepaya, seperti likopen, dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke. Pepaya juga mengandung serat, yang juga dapat membantu menurunkan kolesterol.

    Kalium dalam pepaya juga bermanfaat bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi.

    Peningkatan asupan kalium bersamaan dengan penurunan asupan natrium adalah perubahan pola makan terpenting yang dapat dilakukan seseorang untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.

    (dpy/naf)

  • 7 Kebiasaan Sehat Orang Jepang yang Bisa Bikin Panjang Umur, Sesimpel Ini!

    7 Kebiasaan Sehat Orang Jepang yang Bisa Bikin Panjang Umur, Sesimpel Ini!

    Jakarta – Orang Jepang dikenal memiliki gaya hidup yang sehat. Kebiasaan sehat ini membuat Jepang menjadi salah satu negara dengan angka harapan hidup tertiggi.

    Dikutip dari Times of India, di tengah perubahan gaya hidup modern, orang-orang Jepang tidak melupakan cara hidup tradisional yang mementingkan kesehatan dan umur panjang. Hal ini membuat risiko mereka terkena penyakit kronis kian menurun.

    Sebagai negara ‘sehat’, kebiasaan sehari-hari mereka sederhana dan lekat dengan kearifan budaya. Beberapa di antaranya dapat diadopsi ke dalam gaya hidup masyarakat negara lain, termasuk Indonesia.

    Berikut beberapa kebiasaan sehat orang Jepang yang bisa ditiru.

    1. Makan dengan Porsi Kecil

    Orang Jepang tak suka makan dalam porsi yang besar, sehingga mereka memilih menyantap hidangan dengan porsi yang lebih kecil dan tetap menjaga nutrisinya.

    Metode ini tidak hanya mencegah makan berlebihan, tetapi juga menjaga kesehatan pencernaan dan metabolisme tubuh.

    2. Makan Tidak Sampai ‘Kenyang’

    Filosofi Hara Hachi Bu menjadi pegangan bagi banyak masyarakat Jepang. Filosofi ini mengajarkan untuk makan hanya sampai 80 persen dari rasa kenyang.

    Prinsip sederhana ini mengurangi kemungkinan makan berlebihan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, seperti obesitas.

    3. Aktif Bergerak

    Masyarakat Jepang cukup anti dengan hidup bermalas-malasan. Ini membuat mereka selalu aktof bergerak, baik dengan jalan kaki atau bersepeda alih-alih menggunakan mobil, jika jarak tempuh tak terlalu jauh.

    4. Cegah Stres

    Jepang memiliki konsep Ikigai, yakni alasan untuk hidup. Menjalani kehidupan dengan tujuan yang jelas membuat mereka memiliki banyak jalan untuk menemukan kebahagiaan.

    Memiliki tujuan hidup terkait dengan berkurangnya stres, peningkatan mental yang lebih baik, hingga umur panjang.

    5. Memilih Makanan Segar

    Dalam hal makan, masyarakat Jepang dikenal suka memilih makanan-makanan tradisional yang sesuai dengan musim mereka. Baik itu buah-buahan maupun sayuran.

    6. Makan Perlahan

    Mereka juga dikenal dengan cara makan yang pelan dan sungguh menikmati. Bukan tanpa alasan, ini dilakukan untuk mengatur nafsu makan dan mencegah dari makan berlebihan.

    7. Inemuri

    Kehidupan di Jepang dikenal selalu kerja keras dan serba cepat, sehingga waktu rehat menjadi penting.

    Dalam masyarakat Jepang, mereka mengenal konsep inemuri atau tidur sebentar di sela-sela aktivitas harian. Praktik ini dapat menyegarkan pikiran dan tubuh, meningkatkan kewaspadaan, dan produktivitas.

    (dpy/naf)

  • Jakarta Akan Siapkan BPJS Hewan? Ini Kata Pengamat

    Jakarta Akan Siapkan BPJS Hewan? Ini Kata Pengamat

    Pemerintah Provinsi Jakarta merencanakan program subsidi kesehatan hewan atau BPJS hewan. Subsidi ini bakal menyasar pemilik kucing maupun anjing yang kurang mampu untuk biaya berobat hewan peliharaannya.

    Nantinya, hewan-hewan ini bakal memiliki KTP hewan dan dipasang microchip agar dapat terintegrasi. Kira-kira bagaimana ya tanggapan warga dan pengamat publik soal program ini? simak selengkapnya berikut ini…

    >Klik di sini untuk melihat berita terkait BPJS di 20Detik!

  • Serangan Jantung Bisa Terjadi saat Tidur, Waspadai Ciri-ciri dan Penyebabnya

    Serangan Jantung Bisa Terjadi saat Tidur, Waspadai Ciri-ciri dan Penyebabnya

    Jakarta

    Serangan jantung bisa datang tanpa pandang waktu, bahkan saat seseorang sedang tertidur lelap. Hal ini tentu memicu kekhawatiran, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung.

    Saat tidur, tubuh memang tampak istirahat. Namun jangan salah, organ tubuh, termasuk jantung, tetap bekerja. Normalnya, tekanan darah dan detak jantung melambat saat tidur. Sayangnya, kondisi tertentu justru bisa bikin jantung bekerja lebih keras dari biasanya.

    “Masalah seperti penyumbatan arteri, tekanan darah tinggi, atau gangguan irama jantung bisa meningkatkan risiko serangan jantung saat tidur,” ungkap dr Amit Handa, konsultan kardiologi di Kailash Hospital, Noida, dikutip Minggu (14/6/2025).

    Gangguan tidur seperti sleep apnea juga ikut berperan. Gangguan ini membuat napas seseorang terhenti sementara saat tidur, dan bisa menambah beban pada jantung. Jika dibiarkan, risiko serangan jantung pun meningkat.

    “Serangan jantung saat tidur bukanlah hal langka. Ini bisa dipicu kondisi medis yang mendasarinya, gaya hidup tak sehat, atau masalah jantung yang belum terdiagnosis,” jelas dr Handa.

    Tanda-Tanda Serangan Jantung Saat Tidur

    Serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke otot jantung terhambat, biasanya karena penumpukan plak yang terdiri dari lemak dan kolesterol di arteri koroner.

    Hal yang menjadi masalah, gejala serangan jantung saat tidur sering kali tidak disadari. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tandanya sedini mungkin. Berikut beberapa gejala yang perlu diwaspadai:

    Keringat dingin tanpa sebab jelasBerkeringat deras saat tidur bisa jadi alarm tubuh saat aliran darah ke jantung terganggu.Nyeri atau tekanan di dadaRasa berat, ditekan, atau nyeri di dada yang menetap bahkan saat berbaring bisa menjadi gejala serangan jantung.Sesak napasTiba-tiba terbangun karena sulit bernapas bisa jadi pertanda jantung mengalami tekanan.Kelelahan ekstremBangun tidur tapi masih merasa sangat lelah? Hati-hati, ini bisa jadi gejala halus dari masalah jantung.Rasa cemas atau gelisah saat bangun tidurPerasaan tidak nyaman yang muncul tiba-tiba di malam hari juga patut diwaspadai, apalagi jika disertai gejala lain.

    “Kalau mengalami gejala-gejala seperti ini, jangan ditunda. Segera cari bantuan medis untuk mencegah kerusakan yang lebih parah,” tegas dr Handa.

    Ia juga mengingatkan pentingnya memperhatikan pola berulang dari gejala-gejala tersebut. Jika muncul lebih dari sekali atau dalam kombinasi, sebaiknya langsung konsultasi ke dokter untuk penanganan lebih lanjut.

    (naf/naf)